“Yang ini namanya Kevin. Usianya baru 5 tahun, Nyonya,Tuan. Dia anak yang pintar. Dia bahkan sudah pandai menghitung. Yang ini namanya Reyna. Usianya 6 tahun. Dia cantik, kan? Reyna, ayo menunduk pada Tuan dan Nyonya.”
Arumi mengenalkan setiap anak di panti asuhan ini dengan telaten kepada pasangan orang tua paruh baya yang kini sedang duduk di sofa ruang tamu, menatap satu persatu anak kecil yang di tampung di panti asuhan ini.
Mereka semua adalah anak yang menggemaskan. Arumi yakin salah satu dari mereka akan mendapatkan rumah selamanya kali ini.
Arumi dengan telaten memperkenalkan mereka dengan baik satu per satu tanpa ada yang tertinggal sedikit pun. Sebelum masuk ke ruangan ini Arumi sudah memberikan wejangan kepada para adik-adiknya ini agar menjadi anak yang baik.
Jangan nakal.
Jangan berbuat gaduh.
Jadilah anak yang patuh.
“Apa kau staf disini? Apa kau juga salah satu biarawati? Kau masih kelihatan cukup muda, ah, bukan, bahkan sangat muda.” wanita paruh baya berparas cantik itu membuka suaranya, menatap Arumi yang kaget.
Gadis itu justru menjadi bingung harus menjawab apa.
“Ah… Itu…" Arumi tergagap sendiri, apa yang harus ia katakan?
“Bukan Nyonya, dia juga salah satu anak asuhan kami.” ucapan Arumi terhenti ketika Ibu Kepala muncul dan ikut bergabung bersama mereka.
Pasangan itu nampak menunjukkan keterkejutan mereka.
Arumi hanya menundukkan wajahnya sejenak menatap lantai ubin itu tanpa suara.
“Dia memang sudah besar. Dia anak yang nakal dan selalu membuat masalah, itulah mengapa tidak ada satu pun yang mau mengadopsinya sejak dulu.” Arumi kembali menundukkan wajahnya dalam mendengar ucapan Ibu Kepala.
“Dia tidak kelihatan seperti itu.” ujar lelaki paruh baya itu sambil tersenyum.
“Iya. Dia gadis yang manis dan cantik.” timpal sang istri sambil tersenyum simpul.
“Tapi begitulah kenyataannya Tuan dan Nyonya sekalian. Ia terus membuat masalah hingga menjadi sebesar ini."
Arumi masih tidak berani mengangkat wajahnya karena semua yang di katakan Ibu Kepala memang benar.
Memang benar selama ini ia selalu berprilaku nakal, membuat tidak ada satu orang pun yang sudi mengangkatnya sebagai anak.
"Jadi, Tuan dan Nyonya Chandrawinata, apa keputusan kalian?” tanya Ibu Kepala sambil tersenyum ramah.
“Apa kalian memiliki niat mengadopsi satu dari anak kami?” lanjutnya lagi. Tidak ingin membahas soal Arumi lebih lama lagi.
“Ya, kami sudah membuat keputusan.” jawab wanita paruh baya itu cepat.“Aku selalu menyetujui apa kata istriku.” ucapan wanita paruh baya itu turut di dukung dengan ujaran suaminya yang sedia mendampinginya sejak datang ke panti ini.
“Gadis manis, siapa namamu?” tanya wanita itu lagi kepada Arumi.
Ahreum mengangkat wajahnya perlahan dan kemudian menjawab,
"Saya Arumi, A- Arumi Naira.”Arumi memperkenalkan dirinya dengan perlahan dan membungkukkan sedikit punggungnya memberi hormat kepada pasangan di depannya.
“Nama yang cantik. Arumi, izinkan kami mengadopsi mu.” ujar wanita paruh baya itu tanpa di duga-duga.
“APA??”
Arumi membulatkan matanya tidak percaya. Begitupun dengan Ibu Kepala yang sejak tadi berdiri di sana.Ia tidak salah dengar kan?
Pasangan paruh baya ini mau mengadospi Arumi?
Arumi, gadis yatim piatu yang sudah hidup di panti asuhan selama 18 tahun lamanya?
Apa tidak salah?
***
“Ini kesempatan besar untuk mu Arumi. Tuhan sudah memberikanmu kesempatan untuk hidup dengan lebih baik. Mereka mengirimkan pasangan itu untuk mengambil dan menjagamu. Seharusnya kau senang. Mana ada pasangan yang memiliki niat mengadopsi gadis berusai 18 tahun selain mereka di dunia ini? Mereka akan membuat hidupmu menjadi lebih baik. Mereka akan membiayai kehidupan dan sekolahmu. Kau tidak bisa terus menerus tinggal di sini. Panti ini tidak akan membuatmu menjadi orang yang besar. Kau harus menentukan jalanmu sendiri mulai dari sekarang dan memulai hidup baru bersama keluarga baru.”
“Tapi… Ibu…”
“Tidak ada tapi-tapian. Ibu akan sangat kecewa kalau kau menolak tawaran mereka Arumi. Kau harus bisa bergerak maju bagaimanapun juga. Jadilah gadis yang membanggakan sehingga kami tidak akan pernah menyesal sudah membesarkanmu, Arumi. Dengar Arumi, kau selalu mendengarkan kata Ibu kan? Pergilah. Pergilah dan mulai hidupmu bersama mereka.”
Arumi tidak bisa menahan tangisnya, gadis itu memeluk Ibu Kepala dan menagis sekeras-kerasnya di ruangan kecil yang menjadi ruangan khusus bagi Ibu Kepala sejak dulu.Ibu Kepala membalas memeluk tubuh Arumi sambil berusaha menahan tangisnya.
Ia juga sebenarnya tidak rela mengatakan ini, tidak rela juga menyuruh gadis yang sudah 18 tahun ia besarkan dengan susah payah untuk pergi.
Tapi ini adalah jalan yang terbaik.
Jalan yang seharusnya Arumi tempuh untuk kehidupannya di masa kelak.
***
3 HARI KEMUDIAN….
“Kak Rumi!!! Jangan tinggalkan kami Kak!!!”
“Kak Rumi, mau pergi kemana?”
Arumi berusaha sekuat tenaga untuk tidak menangis saat mendengar adik-adiknya itu memanggil namanya.
Arumi kembali menarik ujung bibirnya, memaksakan sebuah senyuman yang bisa ia tunjukkan ke hadapan anak-anak kecil yang sudah menjadi seperti adiknya ini.
“Jangan khawatir. Kakak akan sering mengunjungi kalian. Kalian juga hiduplah dengan baik. Kak Rumi sudah mendapatkan keluarga baru. Kalian juga harus mendapatkannya, mengerti?” Arumi berusaha tetap tersenyum meskipun sulit baginya, menatap sekumpulan anak ini yang berusaha menahan langkahnya untuk pergi memasuki mobil hitam yang sudah menunggu di depan gerbang.
“Lalu siapa yang akan menggantikan pakaian kami Kak? Siapa yang akan memasakkan sphagetti seenak buatan Kakak? Siapa yang akan membacakan buku cerita kalau kami tidak bisa tertidur?”
“Kevin, Reyna, Kakak tidak suka anak yang cengeng. Lagipula kau sudah besar kan. Kalian anak-anak yang hebat. Lagipula masih ada Ibu Kepala dan perawat yang lain.Jangan menjadi anak yang manja.”Arumi merasakan suaranya sedikit bergetar saat ia mengucapkan hal itu, sedikit lagi, tangisnya pasti akan pecah untung saja seorang sulir berbaju hitam sudah datang menghampirinya dan membawakan kopernya.
“Nona Arumi, sudah waktunya pergi.” ujar supir itu memperingatkan Arumi bahwa sudah waktunya untuk pergi. Arumi mengangguk pelan dan menahan tangis yang sudah akan keluar dari kedua matanya.
“Selamat tinggal semua.”
Arumi melambaikan tangannya ke arah panti asuhan yang sudah menjadi tempatnya tinggal selama 4 tahun lamanya.
Selamat tinggal Kalian.Selamat tinggal adik-adikku.
Selamat tinggal Ibu Kepala.
***
Arumi mengedarkan pandangannya ke kaca mobil yang membawanya pergi menyusuri jalanan. Sesekali gadis itu melihat banyaknya pohon rindang di luar sana yang cukup menyejukkan hati.
Panti asuhan sudah menghilang dari pandangannya sejak tadi, Arumi hanya terdiam dalam duduknya sambil sesekali mengeratkan sweater yang di pakainya.
“Sayang, aku senang sekali. Akhirnya kita punya anak perempuan juga setelah sekian lama.” Nyonya Gita tidak berhenti menampakkan senyum sumringahnya sejak tadi.
“Arumi, kau juga senang kan?” sekarang Tuan Richard yang mengemudi di depan ikut bertanya membuyarkan Arumi dari lamunannya, gadis itu mengangguk pelan mengiyakan.
“Ya, Tuan.”
“Mulai sekarang dia adalah ayahmu, Arumi. Dan aku adalah Ibumu. Jadi panggil kami Papa dan Mama. Bagaimana?”
“Ya, Ma-ma... Maafkan aku.”
“Kenapa kau minta maaf?? Kau gadis yang lucu sekali. Iya kan , sayang?” Nyonya Gita tidak bisa menutupi kesenangannya, dari tadi ia sibuk tertawa dan kelihatan sangat bahagia.
Arumi tersenyum samar, sepertinya ia mendapatkan orang tua yang menyenangkan kali ini.
Tapi tetap saja, semuanya terasa begitu tiba-tiba.
Arumi masih tidak menyangka, pada akhirnya ia meninggalkan panti asuhan lamanya.
“Oh ya, kami dengar kau sudah mengurus kelulusan sekolah. Selamat, ya. Kami sudah sepakat untuk mendaftarkan Arumi di Draksita University. Maaf karena kami melakukannya tanpa berbicara padamu lebih dulu, Putri kami yang cantik.“
“A-apa? Draksita? Maksudnya... aku akan melanjutkan sekolah di sana? Menjadi mahasiswi Draksita?” Arumi terkejut mendengar ucapan Nyonya Gita barusan.
Ia tidak salah dengar kan?
“Apa kau marah? Apa kau tidak suka?” tanya Nyonya Gita terlihat khawatir.
Arumi buru-buru menggeleng.
“Bukan begitu.” sahutnya cepat.
Draksita University adalah impiannya sejak dulu, ia ingin sekali bersekolah disana dan sekarang orang tua barunya akan menyekolahkannya di Draksita?
Ini hanya terlalu mengejutkan untuk Arumi.
“Kami mendaftarkan dirimu ke sana karena kami pikir itu kampus yang bagus. Lagipula saudara-saudaramu juga kuliah di sana.” lanjut Nyonya Gita membuat Arumi kembali terkejut untuk kedua kalinya.
“Saudara?” Arumi terkesiap di tempatnya secara tiba-tiba karena orang tua angkatnya ini tiba-tiba menyinggung masalah saudara. Memangnya ia akan punya saudara ya?
“Aah, kau pasti terkejut karena kami belum bercerita. Ya, kau mempunyai banyak saudara. Aku dan suamiku sudah menikah untuk waktu yang lama, namun kami tidak bisa mempunyai anak sekeras apapun kami berusaha. Maka dari itu, kami memutuskan untuk mengadopsi anak. Beberapa tahun yang lalu, kami mengadopsi empat anak lelaki secara bersamaan di sebuah panti asuhan. Dan sekarang kami mengadopsi satu anak lagi. Tidak terasa kami sudah mengadopsi 5 anak, bersama dirimu sekarang.” jelas Nyonya Gita yang justru membuat Arumi semakin bingung di buatnya.
“Jadi begini Arumi, sebelumnya kami sudah pernah mengadopsi anak. Kami mengadopsi 4 anak sebelum dirimu. Mereka semua adalah anak yatim piatu sama seperti kau dan dari panti asuhan yang sama. Kami melakukan itu karena kami tidak bisa memiliki anak dan kami ingin suasana rumah menjadi ramai. Mereka semua adalah laki-laki dan sudah tumbuh besar sama sepertimu. Aku pikir akan bagus jika menambah satu anak perempuan, jadi kami mengadopsi mu. Aah, sudahlah. Jangan di pikirkan. Kau juga akan bertemu mereka di rumah nanti.” lanjut Nyonya Gita sambil tersenyum.
Sementara Arumi masih mencerna ucapan Nyonya Gita barusan.
Maksudnya, ia akan memiliki 4 saudara laki-laki sekaligus? Begitukah?
Apa ini bukan lelucon?
"Dapet telefon, katanya Papa sama Mama nyuruh kita pulang." seorang lelaki bertubuh tinggi tegap melempar ponselnya dengan asal ke arah lelaki bertubuh agak mungil yang berdiri tidak jauh dari dirinya.Ajaibnya, lelaki bertubuh mungil itu dapat menangkap lemparan ponsel itu dalam sekali tangkap dengan sigap."Tapi, kerjaan kita belum selesai." seorang lelaki dengan kulit kecokelatan berbalik dalam hitungan detik, menjawab ucapan lelaki barusan."Santai, brothers. Udah gue beresin semuanya."Ketiga lelaki itu sontak secara bersamaan berbalik, menatap ke arah lelaki yang membuka suara tadi dan melihat sendiri bagaimana lelaki tersebut berhasil mengalahkan tiga orang preman bertubuh besar secara bersamaan yang mencoba menghalau mereka hanya dalam sekali tendangan.Jalanan gang yang terlihat sepi saat itu ternyata penuh dengan pemandangan berbagai manusia yang tepar mencium tanah. Mereka semua nampak luka memar dan beberap
Apakah ini tempat dimana ia akan tinggal dan memulai hidup selanjutnya?Apakah ini bukan mimpi?“Bagaimana Arumi? Apa kau suka? Mulai sekarang ini adalah rumahmu, kita akan tinggal bersama mulai hari ini." ujar Tuan Richard dari arah bagasi belakang yang sibuk mengeluarkan koper-koper Arumi sambil tersenyum.Arumi tersadar akan lamunannya, dan gadis itu mulai menepuk-nepuk pipinya pelan. Entah sudah berapa kali ia melamun sejak menginjakkan kedua kakinya di rumah ini untuk pertama kalinya.Ia tidak sedang bermimpi kan?Ketakjuban Arumi berlanjut ketika mereka bertiga masuk ke dalam rumah. Arumi tidak bisa menahan hasratnya untuk tidak membuka mulut ketika melihat isi kediaman Keluarga Chandrawinata.Baru di ruang tamu saja ia sudah melihat lampu kristal yang sangat mahal terpasang di langit-langit rumah, sofa-sofa menarik yang kelihatan mewah, ukiran-ukiran di sekeliling dinding yang memukau, dan beberapa dereta
Arumi sudah memakai piyama tidurnya yang terbuat dari kain satin lembut itu, Arumi berani bertaruh kalau ini pasti adalah piyama mahal hanya dari menghirup aromanya saja.Kemudian gadis itu mengedarkan pandangannya ke seluruh penjuru kamar dan mendecakkan bibirnya kagum melihat kamar barunya yang sangat luas dan sepertinya 8 kali lipat lebih lebar dan luas dari kamarnya di panti asuhan dulu.Kemudian pandangannya beralih ke arah tempat tidur berwarna pink yang di hiasi boneka-boneka lucu itu. Ah, Arumi selalu bermimpi bisa mempunyai tempat tidur secantik ini sejak kecil.Arumi mencubit pipinya sendiri.Sakit.Berarti Arumi benar-benar tidak bermimpi.Ini semua kenyataan, rumah ini, keluarga baru, kamar puteri ini…semuanya kenyataan!Kkruyukkk~Arumi memegang perutnya, mendadak teringat bahwa ia sedang merasa lapar.Ini salahnya sendiri karena menolak ajakan Nyonya Gita i untuk m
“Lurus saja , lalu ketika bertemu guci besar kau belok ke kanan. Kamar no.2 dari samping, itu kamar milikmu.” ujar lelaki berkaos merah itu sambil menunjukkan arah kamar Arumi.“Ah, terima kasih. Maaf merepotkan kalian.” Arumi membungkukkan badannya berterima kasih kepada pemuda yang sudah berdiri di hadapannya sambil tersenyum.“Tidak perlu sungkan. Aku Rion.” ujar lelaki berkaos merah itu lagi. Tubuhnya tinggi menjulang dengan wajah oriental yang khas.“Dan dia Kai.” lanjut lelaki itu sambil menunjuk lelaki yang sedang melipat tangan sambil berdiri di belakang. Lelaki bernama Kai itu memiliki kulit kecokelatan sawo matang, membuatnya terlihat berbeda dari saudaranya yang lain.Arumi hanya mengangguk kemudian menatap lelaki itu satu persatu.Lelaki yang berdiri di belakang itu kelihatannya menakutkan. Perawakannya tinggi dengan tubuh yang tegap dan kulit yang agak kecokelatan.
Arumi sudah selesai dengan semua berkas pendaftarannya untuk masuk ke dalam Draksita University, kampus impiannyaMulai hari ini, ia akan resmi menyandang status sebagai mahasiswi Draksita University.Bagaimanapun rasanya Arumi memikirkannya, ia tetap saja merasa layaknya orang yang sedang bermimpi.Arumi pikir ia tidak akan pernah melanjutkan kuliah seumur hidupnya.Siapa yang sangka, Tuhan dengan murah hati memberikan jalan hidup yang tak terduga.Semua kemudahan ini, tidak akan pernah Arumi rasakan seandainya ia tidak bertemu dengan Tuan dan Nyonya Chandrawinata."Arumi sayang, besok adalah hari pertama kau masuk kuliah. Jangan khawatir, Papa dan Mama sudah menyiapkan semua kebutuhan Arumi, jadi Arumi sisa tinggal berangkat besok dengan bahagia." Nyonya Gita memeluk Arumi dengan sayang selesai gadis itu keluar ruangan pendaftaran.Arumi membalas pelukan ibu angkatnya itu dengan penu
Arumi berjalan memasuki gerbang Draksita University ketika sudah turun dari mobil mengkilap Ayah angkatnya dan di buat termangu akan keindahan kampus elit nomer satu di kota ini.Benar kata orang-orang bahwa Draksita bukanlah sekolah biasa.Pekarangan, taman, gerbang, dan gedungnya benar-benar kualitas yang berbeda.Saking terpakunya, Arumi jadi tidak melihat jalannya dan tidak sengaja menabrak seseorang.“Siapa yang berani menabrakku di pagi ini? Who dare you?” gadis dengan rambut pirang yang tanpa sengaja menabrak Arumi itu langsung memasang wajah jutek amarahnya dengan logat inggrisnya yang kebarat-baratan sambil menatap Arumi dengan wajah sinis luar biasa.“Maaf, aku benar-benar tidak sengaja.” Arumi sontak membungkukkan badannya tanda minta maaf namun gadis blonde itu malah justru mendorong dirinya hingga tersungkur di tanah.“Jessica, kendalikan emosimu. Ini masih pagi dan kau sudah emosi
Arumi benar-benar merasa terkejut saat ke empat lelaki yang tidak lain dan tidak bukan adalah para saudaranya itu menghampirinya secara serentak ketika gadis itu tengah berdiri di depan koridor kampus dengan memasang raut wajah penuh kebingungan. Namun berikutnya Arumi merasa bersyukur karena para lelaki itu datang menghampirinya pada saat yang tepat. Ya, Arumi merasa beruntung karena para saudaranya itu datang saat gadis itu sedang kebingungan. Mereka berempat mengatasi kebingungan Arumi dan menunjukkan tempat ruang administrasi kepada Arumi dengan mudahnya. Mereka bahkan tidak keberatan dan bersedia mengantar Arumi ke ruangan itu meskipun Arumi tidak memintanya. Padahal awalnya Arumi ragu, hubungan dirinya dan keempat orang ini kan masih canggung. Tapi sudahlah, ini awal yang bagus. Well, kalau tidak ada mereka Arumi pasti sudah kelimpungan mencari dimana keberadaan ruang administrasi yang sebenarnya di kampus yang amat besar ini mengingat Arumi mer
Jessica dan Tiffany, dua senior papan atas nan hits yang cukup berpengaruh di Draksita itu melangkahkan kaki mereka sambil membawa nampan menuju bangku ekslusif yang memang sudah mereka tandai menjadi spot khusus milik mereka berdua di kantin kampus ini dengan gaya bak model papan atas membuat beberapa mahasiswa lainnya berdecak kagum melihat penampilan mereka berdua. Jessica dan Tiffany saling melemparkan tatapan, puas akan status mereka. Sekarang, siapa sih di kampus ini yang tidak tahu Jessica Moirene dan Tiffany Charleta? Dua mahasiswi panas incaran para lelaki, duo double trouble yang selalu di bicarakan dimanapun mereka melangkah. Wajah cantik, tubuh seksi, gaya fashion yang memanjakan mata serta status sebagai putri dari keluarga kaya adalah trademark mereka berdua. “Sica, kau serius makan siangmu cuman ini?” Tiffany membulatkan matanya tidak percaya melihat menu makanan Jessica yang hanya terdiri dari sebuah selada, beberapa potong kol
“ALENA TANUBRATA???” kelima manusia itu secara kompak berteriak, sementara Alena juga tidak kalah kagetnya mengetahui keberadaan C4 dan Sally yang berada di sini.“Alena? Kenapa jadi kau? Dan…. Kenapa kau memakai pakaian Arumi kami?” tanya Sally terkejut, tentu karena ia tahu persis bahwa baju yang sedang di pakai Alena sekarang adalah baju yang sama dengan baju yang di pakai Arumi saat meninggalkan rumah tadi.Alena tidak menjawab, bukan karena ia tidak ingin, tapi lebih kepada suhu tubuhnya yang mendadak menjadi panas dan membuat dirinya kembali tidak bisa di kontrol begitu melihat C4 secara tiba-tiba dan mendadak menghampirinya secara serempak bersamaan seperti ini.Kenapa mereka bisa berada di sini bersama-sama?“Hihihihihihihihihihihihi…..aku bertemu kalian di sini. Kebetulan sekali. Hihihihihihihhihihihihihi~ lalalalalalalala~” C4 dan Sally ternganga bersama-sama melihat Alena cekikikan
Alena sedang melamun di sebuah ruangan yang merupakan salon sambil menatap pantulan dirinya di depan cermin rias, lebih tepatnya gadis itu kembali teringat terhadap apa yang sudah dilakukan ayahnya kepada dirinya semalam.Alena menyentuh pipinya, masih terasa sakit.Untuk pertama kalinya ia di tampar oleh Ayahnya sendiri. Namun lebih daripada pipinya yang memerah, hatinya lebih sakit melebihi apapun.Bahkan… Ayahnya sendiri pun sudah menganggapnya gila.“E …hem…” sebuah suara deheman terdengar, membuyarkan lamunan gadis itu sehingga Alena refleks menatap lelaki yang tengah berdiri di sampingnya.“Ba… bagaimana?” tanya lelaki itu menatap Alena sambil menggaruk tengkuknya yang sebenarnya tidak gatal.“Ya! Mark Prakarsa?” Alena segera bangkit dari kursinya , menatap lelaki di depannya ini dari atas rambut hingga ujung kaki.“Kau benar Mark Prakarsa kan?&r
Sebuah suara sirine ambulans terdengar, mobil ambulans itu melesat pergi meninggalkan sebuah bangunan tua yang sudah di kerubungi beberapa orang dan di pasangi garis pembatas polisi.Yifan berlari tertatih-tatih menghampiri sebuah kerubungan manusia, tidak memperdulikan peringatan polisi yang menyuruhnya untuk berhenti, Yifan tetap berlari menembus kerubungan itu demi untuk mencari sesuatu.Mencari keberadaan Na Bi yang ia tinggalkan begitu saja di bangunan tua itu demi mencari pertolongan.“Kasihan sekali gadis kecil itu….”“Dia sepertinya kehilangan banyak darah….”“Lukanya sepertinya parah.”“Aku benar-benar mau muntah.” terdengar beberapa orang berbisik-bisik tidak jelas.Yifan berusaha meyakinkan dirinya, meyakinkan bahwa orang-orang ini tidak sedang membicarakan Na Bi. Mata anak lelaki itu tetap berusaha mencari keberadaan Na Bi, siapa tahu Na Bi berada diantara banya
"Permisi, maaf menganggu." seorang pria berjas hitam mendadak muncul dan menghampiri Ayah Alena dan membisikkan sesuatu, sesuatu yang membuat pria paruh baya itu terkejut hingga matanya membulat tak percaya."Apa?! Anak buah kita patah tulang semua?! Bagaimana bisa?!"Lelaki paruh baya itu terkejut bukan main begitu mendengarkan laporan terbaru anak buahnya.Lelaki berjas itu lantas membuka i-padnya, menunjukkan foto markas yang hancur porak poranda di sana. Banyak orang yang terkapar dan tidak di sadarkan diri di gambar sana.Lelaki paruh baya itu men-zoom salah satu foto yang terpampang di sana. Nampak banyak serpihan tumbuhan hijau yang menjalar memenuhi lantai terlihat. Tumbuhan hijau itu bukankah jenis Cedrus?Tumbuhan asli dari pegunungan Himalaya dan Mediterania yang terkenal langka, juga merupakan simbol dari geng mafia terkenal di kota... Cedrus4?***Kris menempelkan satu plester luka tepat di pipi Gerald yang memar, membuat
- Flashback -“Oppa…. Oppa….!!” Alena , gadis itu berteriak tidak karuan berusaha memberontak agar 2 orang bertubuh besar dengan pakaian gelap yang memegangi tubuhnya itu melepaskannya, namun sekuat tenaga gadis itu berusaha bergerak,menendang dan berteriak, ia tetap tidak mampu melepaskan diri dari cengkraman dua orang yang memegangi lengannya.“Oppa…. oppa….” sekali lagi Alena berteriak dengan wajah yang sudah basah penuh genangan air mata menyaksikan seorang lelaki yang sedang di pukuli habis-habisan oleh beberapa lelaki bertubuh besar dan menyeramkan di depan matanya sendiri.Lelaki itu, Yonghwa Lee…“Lena…” lelaki itu membuka suaranya dengan suara tertahan saat tubuhnya tersungkur begitu saja dengan hiasan penuh luka diwajahnya.Dia adalah lelaki yang kuat, tapi dia hanya seorang diri sementara tubuhnya dipukuli oleh sekitar 5 orang atau lebih, sekuat apapun
Ddrttt… drrrttt…Suara bunyi getar pesan masuk di ponsel Alena membangunkan gadis yang sedari tadi tertidur dalam posisi meringkuk di bawah ranjang kamarnya itu.Gadis itu menggosok kedua matanya perlahan, kemudian menjulurkan kepalanya keluar dari bawah tempat tidur lalu dengan gerakan cepat meraba seprei tempat tidur dengan tangan kirinya untuk mencari sebuah ponsel yang dari tadi terus mengeluarkan suara.Dapat!Alena mengerjapkan matanya begitu sudah berhasil menemukan benda segiempat itu ke dalam telapak tangannya, kemudian gadis itu mendekatkan ponsel berwarna putih itu ke depan wajahnya.Sebuah Pesan masuk terpampang di layar ponsel gadis itu membuat Alena segera membuka isi pesan seluler yang baru saja masuk di ponselnya.“From : ArumiAlena!! Bagaimana ini, aku tidak bisa tidur! Apa aku benar-benar harus pergi bersama Mark besok? Lena, bagaimana ini? Aku tidak yakin.”Alena menge
“Kau datang?” seorang wanita dengan tudung kepala dan pakaian serba berwarna hitam ala pakaian kaum gypsi dan mata terbalut eyeliner tajam itu mengarahkan pandangannya ke arah seorang gadis muda yang baru datang memasuki ruangannya.Gadis itu, Sienna yang hanya memakai dress terusan selutut berwarna putih dengan motif bunga khas dirinya dengan cepat membungkukkan badannya dengan sopan, kemudian menghampiri wanita paruh baya yang sudah duduk manis di depan meja dengan hiasan bola kristal diatasnya.“Apa kabar, Nyonya Go. Lama tidak bertemu.” ujar Sienna lembut dan pelan begitu ia sekarang sudah duduk di hadapan wanita itu.Wanita bernama Nyonya Go itu hanya tertawa sebentar, kemudian menatap Sienna dengan pandangan sulit diartikan. Menebak apa yang membawa gadis ini datang ke tempat kerjanya setelah sekian lama.“Apa yang membawamu datang kemari? Apakah sesuatu sudah terjadi?” tanya peramal Go dengan tatapan menyel
Rion melemparkan sebuah map dokumen coklat ke arah Kris yang sedang tertidur terlentang di rooftop rumah mereka. Kris yang masih dalam kondisi setengah tertidur dengan cepat menangkapnya. Lelaki itu mengamati map dokumen coklat di tangannya, apa ini?"Pemilik bar Alcoholic yang kita datangi beberapa hari yang lalu menepati janjinya. Ia mengutus suruhannya hari ini, memberikan bukti yang sepertinya berguna." jelas Rion sebelum saudara pertamanya itu mengeluarkan suara untuk bertanya.Kris mengerti dengan maksud ucapan Rion, lalu dengan cepat membuka map cokelat di tangannya itu dengan tidak sabaran. Beberapa lembar foto terlihat saat lelaki itu membukanya, dan nampaknya memang hanya lembaran foto-foto itu saja yang menjadi isinya.Rion mendekatkan dirinya pada Kris, ikut mengecek foto-foto di map dokumen cokelat tersebut dengan seksama."Apa ini orang yang kita cari selama ini?" Rion menunjuk ke arah sebuah foto yang memperlihatkan lelaki bertubuh tinggi b
“Setelah apa yang kita lalui selama ini, kau masih memperlakukan ku seperti ini Sienna.” ujar Kai membuka suaranya, seperti ia sama sekali tidak tertarik dengan kotak bekal yang di sodorkan Sienna.Sienna mengangkat kepala dan memiringkannya."Apa maksudmu?" tanya Sienna seakan tidak mengerti.Kai bangkit dari duduknya dan menatap sang dewi kampus itu dengan sinis."Insiden valentine berdarah. Kau mau berpura-pura lupa atas apa yang terjadi hari itu?" tanya Kai dengan tatapan sinisnya lalu melangkah pergi meninggalkan Sienna.Sienna menggemertakkan giginya sendiri saat mendengar ucapan Kai barusan.Bekal buatannya sama sekali belum tersentuh dan Kai masih membahas soal kejadian malam itu?"Insiden itu...bukankah kita sudah sepakat untuk melupakannya?" gumam Sienna dengan wajah kesalnya."Tunggu...!" entah apa yang membawa Sienna, gadis itu menutup bekalnya dan berlari menghampiri Kai yang sudah berjalan agak jauh da