Apakah ini tempat dimana ia akan tinggal dan memulai hidup selanjutnya?
Apakah ini bukan mimpi?
“Bagaimana Arumi? Apa kau suka? Mulai sekarang ini adalah rumahmu, kita akan tinggal bersama mulai hari ini." ujar Tuan Richard dari arah bagasi belakang yang sibuk mengeluarkan koper-koper Arumi sambil tersenyum.
Arumi tersadar akan lamunannya, dan gadis itu mulai menepuk-nepuk pipinya pelan. Entah sudah berapa kali ia melamun sejak menginjakkan kedua kakinya di rumah ini untuk pertama kalinya.
Ia tidak sedang bermimpi kan?
Ketakjuban Arumi berlanjut ketika mereka bertiga masuk ke dalam rumah. Arumi tidak bisa menahan hasratnya untuk tidak membuka mulut ketika melihat isi kediaman Keluarga Chandrawinata.
Baru di ruang tamu saja ia sudah melihat lampu kristal yang sangat mahal terpasang di langit-langit rumah, sofa-sofa menarik yang kelihatan mewah, ukiran-ukiran di sekeliling dinding yang memukau, dan beberapa deretan pembantu yang sibuk mondar-mandir bekerja dan menyambut kedatangan mereka.
Arumi tidak pernah menyangka, kalau orang tua barunya ini sangat amat teramat kaya raya, karena kalau dilihat tampilan Tuan & Nyonya Chandrawinata ini sangat sederhana dari awal pertemuan.
Mereka terlihat seperti orang biasa, tidak menunjukkan kekayaan mereka sama sekali makanya Arumi setuju-setuju saja untuk di adopsi menjadi anak mereka.
“Benarkah ini rumah kita?Pa... Papa, Mama, benarkah aku akan tinggal di sini?” Arumi membuka suaranya ketika mereka sudah sampai di ruang tengah.
Arumi merasa dia sedang bermimpi dan ini semua terlalu menakjubkan untuk dialami seorang Naira Arumi, gadis yang selama ini selalu mendapat peruntungan buruk dengan image sebagai anak buangan.
“Tentu saja, sayang. Kau masih tidak percaya?”
“Arumi sayang, kau benar-benar menggemaskan. Mama sangat merasa beruntung memiliki anak menggemaskan seperti dirimu.” Nyonya Gita kembali menepuk tangannya sambil tersenyum memperhatikan ekspresi Arumi sejak kedatangannya ke dalam rumah.
“Selamat datang, Tuan & Nyonya. Dan selamat datang juga untuk Nona muda. Kami akan melayani Nona dengan baik mulai dari sekarang.”
Deretan pelayan memenuhi tangga dan menunduk menyambut kedatangan Arumi dan lucunya Arumi juga balas menundukkan punggungnya membuat pasangan Tuan & Nyonya Chandrawinata tersenyum melihat tingkah anak baru mereka ini.
Arumi benar-benar gadis yang polos, senang melihatnya.
“Anak-anak yang lain sudah pulang?” tanya Tuan Richard setelah menginstruksikan kepada salah satu pelayan untuk membawa koper-koper Arumi masuk ke dalam.
“Mereka baru saja pulang Tuan. Para Tuan muda sedang berkumpul di lantai atas.” jawab salah satu pelayan di sana.
“Baguslah kalau begitu. Ayo, temui kakak-kakakmu”
“Eeh?” Arumi membulatkan matanya mendengar ucapan Nyonya Gita yang sudah merangkul pundaknya dan menuntunnya menuju lantai atas.
Bertemu mereka? Bertemu ke empat anak lelaki Chandrawinata itu? Arumi sama sekali belum siap!
Apa yang harus Arumi lakukan?
Arumi kembali berkutat dengan pikirannya, terlalu takut rasanya untuk bertemu dengan para saudara baru nya itu.
Terlebih lagi mereka semua adalah lelaki, meskipun Arumi mempunyai rasa penasaran yang amat besar terhadap bagaimana rupa para saudara barunya, ia lebih takut dengan reaksi apakah yang akan ditunjukkan para lelaki itu.
Bagaimana kalau mereka seandainya tidak menyukai kehadiran Arumi yang baru bergabung di keluarga ini?
Arumi mengigit bibir bawahnya pelan.
'Rileks, rileks, rileks, Arumi.’ Arumi mengulangi tiap kata itu dalam hatinya, namun semuanya berujung dengan Arumi yang mendadak panik dan memilih menundukkan wajahnya.
Nyonya Gita sudah membuka knop pintu masuk dan menuntun Arumi untuk masuk ke dalamnya, namun Arumi tetap tidak berani mengarahkan pandangannya ke arah depan.
“Selamat sore anak-anak. Kalian sudah pulang rupanya? Mama punya berita baik. Coba lihat Mama lagi sama siapa? Adik baru kalian!” Nyonya Gita berseru saat mengucapkannya dengan suara sangat nyaring membuat Arumi semakin di buat terkejut dan terus memperdalam kepalanya untuk tetap menunduk.
Bisa Arumi rasakan ada empat pasang mata yang sedang menatap ke arahnya secara bersamaan.
Sungguh mengintimidasi rasanya.
“Adik?”
“Kita sudah tahu kok. Papa sama Mama kan udah ngasih tahu beberapa hari yang lalu.”
“Oh, jadi ini anaknya.”
“Apa ini…dia?”
Arumi mengigit bibir bawahnya begitu mendengar satu persatu suara lelaki dengan berbagai nada terdengar di telinganya. Arumi bersumpah kalau seandainya ia punya kekuatan, ia pasti menggunakannya untuk menghilang kali ini.
“Arumi, ayo perkenalkan dirimu. Mulai sekarang, mereka berempat adalah kakak kamu, para saudara Arumi yang baru.” ujar Tuan Richard membuat Arumi mendadak merasakan keringatnya bercucuran dingin dari tempatnya berdiri sekarang.
Arumi menarik nafasnya dalam, kemudian menghembuskan perlahan.
‘Aku tidak boleh seperti ini. Mereka akan menganggapku aneh. Ayo, Arumi, kuatkan hatimu’ ujar Arumi dalam hatinya kemudian mulai memberanikan diri mengangkat wajahnya , menatap ke empat laki-laki di ruangan iitu yang semuanya sudah mengarahkan tatapan mereka ke sosok Arumi secara bersamaan sejak gadis itu mengangkat wajahnya.
Arumi merasakan suaranya tercekat di tenggorokan begitu ia melihat ke empat lelaki dengan tampilan sangat keren menatap ke arahnya, gadis itu seperti kehilangan kekuatan untuk membuka suara.Ya ampun.
Ke empat lelaki ini tampannya bukan main.
Seriusan, mereka berempat terlihat seperti para lelaki yang baru keluar dari buku cerita bergambar saking tampannya.
"Ha...ha...halo, saya A...Arumi.” Arumi tergagap sendiri dengan ucapannya lalu ia membungkukkan dirinya seperti orang bodoh.
‘Dasar Arumi, bodoh. Apa yang kau lakukan?’ Arumi meringis sendiri saat ia menundukkan tubuhnya.
“Mulai sekarang kalian mempunyai adik perempuan. Kami memutuskan untuk mengadopsi satu anak lagi, rumah ini hampir saja menjadi asrama lelaki tanpa kehadiran anak perempuan.” ujar Tuan Richard lagi.
“Kenapa tidak mengadopsi anak kecil saja?” salah satu diantara para lelaki itu membuka suaranya.
Pertanyaan yang tepat mengenai Arumi yang masih berdiri kikuk di sana.
“Itu merepotkan. Kalian mau merawatnya? Gadis usia 18 tahun adalah yang terbaik, dia sudah besar, cantik, dan menggemaskan. Kalian harus menjaganya mulai dari sekarang, mengerti?” timpal Nyonya Gita masih dengan senyum sumringahnya.
“Ya, Mama.” jawab ke empat anak laki-laki itu secara serempak.
Sementara Arumi hanya diam menatap para saudara barunya itu, mereka semua sangat tampan dan kelihatan hampir seumuran dengan dirinya.
Mimpi apa ia hingga bisa memiliki empat saudara seperti itu? Lagi-lagi Arumi berpikir kalau ia belum juga bangun dari mimpinya.
“Baiklah sudah cukup perkenalannya. Arumi pasti sudah lelah. Ayo ke kamar. Dan kalian semua jangan membuat gaduh. Kai, awas kalau kau sampai kedapatan menyetel DVD aneh lagi. Rion, jangan makan sembarangan dan mengobrak-abrik isi kulkas. Gerald, jangan berlebihan memainkan permainan otak atau apapun namanya itu, suaranya kedengaran sampai satu rumah. Dan, Kris. Ah, jangan memecahkan guci Mama lagi. Guci baru Mama harganya belasan jutaan tahu. Kau anak tertua, berikan contoh yang baik untuk yang lainnya. Intinya, kalian semua jangan berisik. Berikan kesan yang nyaman untuk adik kalian di hari pertamanya tinggal di sini.” tambah Nyonya Gita kemudian menuntun Arumi menuju kamar.
Arumi hanya mengangguk menurut kemudian mengikuti langkah Tuan dan Nyonya Richard selanjutnya.
“Ini menarik. Aku tidak pernah menyangka kita akan mempunyai seorang adik perempuan.” ujar lelaki bertubuh kecokelatan itu yang sedang duduk bersantai di atas sofa.
“Papa dan Mama jadi sensitif karena anak itu. Bagaimana menurutmu, Kak?”
“Tidak masalah. Dia kelihatannya pendiam dan tidak banyak tingkah. Iya kan, Kak Kris?"
“Aku tidak tahu. Aku mengantuk.” jawab lelaki yang sudah bangkit dan meraih tongkat baseballnya, meninggalkan ruangan itu dengan begitu mudahnya.
“Tapi sepertinya aku pernah melihat gadis itu, tapi dimana ya?” celetuk lelaki bertubuh putih yang sedang berdiri di pojok sana.
“Benar. Rion benar. Aku juga merasa wajahnya tidak asing. Apa kita pernah bertemu dia?”
“Tunggu... bukankah dia gadis yang menangis di jalan tempo hari itu?" tebak lelaki itu membuat kedua saudaranya yang lain sukses membalikkan kepala mereka secara bersamaan dan langsung teringat akan sesuatu.
"Aah... gadis yang menangis di tengah jalan itu!" seru mereka kompak secara bersamaan.
***
Arumi mengangkat wajahnya ketika Nyonya Gita membuka salah satu pintu kamar dengan gembira dan menunjukkan isi di dalamnya sambil berseru semangat.
"Mulai hari ini, ini adalah kamar Arumi yang tercinta!"
Arumi menutup mulutnya dengan satu tangannya, melihat seisi ruangan yang sangat indah.
Kamar ini bisa di bilang luasnya lima kali kamarnya di panti asuhan. Dengan interior serba merah muda dan ranjang mirip putri di buku-buku dongeng yang pernah Arumi baca semasa kecil.
"Ini kamar Arumi? Arumi bakalan tidur di kamar ini?" tanya Arumi memastikan.
Nyonya Gita melemparkan pandangan ke arah suaminya dan mereka berdua saling tersenyum melihat reaksi terkejut Arumi.
"Ini hanya satu dari sekian kejutan dalam hidup kamu mulai dari sekarang. Selamat datang Arumi, Selamat datang di kediaman Chandrawinata. Mulai sekarang, ini adalah kehidupan baru kamu. Semoga kamu suka dengan kehidupan yang kami beri." ujar Nyonya Gita berbisik pelan di telinga gadis itu.
Arumi sudah memakai piyama tidurnya yang terbuat dari kain satin lembut itu, Arumi berani bertaruh kalau ini pasti adalah piyama mahal hanya dari menghirup aromanya saja.Kemudian gadis itu mengedarkan pandangannya ke seluruh penjuru kamar dan mendecakkan bibirnya kagum melihat kamar barunya yang sangat luas dan sepertinya 8 kali lipat lebih lebar dan luas dari kamarnya di panti asuhan dulu.Kemudian pandangannya beralih ke arah tempat tidur berwarna pink yang di hiasi boneka-boneka lucu itu. Ah, Arumi selalu bermimpi bisa mempunyai tempat tidur secantik ini sejak kecil.Arumi mencubit pipinya sendiri.Sakit.Berarti Arumi benar-benar tidak bermimpi.Ini semua kenyataan, rumah ini, keluarga baru, kamar puteri ini…semuanya kenyataan!Kkruyukkk~Arumi memegang perutnya, mendadak teringat bahwa ia sedang merasa lapar.Ini salahnya sendiri karena menolak ajakan Nyonya Gita i untuk m
“Lurus saja , lalu ketika bertemu guci besar kau belok ke kanan. Kamar no.2 dari samping, itu kamar milikmu.” ujar lelaki berkaos merah itu sambil menunjukkan arah kamar Arumi.“Ah, terima kasih. Maaf merepotkan kalian.” Arumi membungkukkan badannya berterima kasih kepada pemuda yang sudah berdiri di hadapannya sambil tersenyum.“Tidak perlu sungkan. Aku Rion.” ujar lelaki berkaos merah itu lagi. Tubuhnya tinggi menjulang dengan wajah oriental yang khas.“Dan dia Kai.” lanjut lelaki itu sambil menunjuk lelaki yang sedang melipat tangan sambil berdiri di belakang. Lelaki bernama Kai itu memiliki kulit kecokelatan sawo matang, membuatnya terlihat berbeda dari saudaranya yang lain.Arumi hanya mengangguk kemudian menatap lelaki itu satu persatu.Lelaki yang berdiri di belakang itu kelihatannya menakutkan. Perawakannya tinggi dengan tubuh yang tegap dan kulit yang agak kecokelatan.
Arumi sudah selesai dengan semua berkas pendaftarannya untuk masuk ke dalam Draksita University, kampus impiannyaMulai hari ini, ia akan resmi menyandang status sebagai mahasiswi Draksita University.Bagaimanapun rasanya Arumi memikirkannya, ia tetap saja merasa layaknya orang yang sedang bermimpi.Arumi pikir ia tidak akan pernah melanjutkan kuliah seumur hidupnya.Siapa yang sangka, Tuhan dengan murah hati memberikan jalan hidup yang tak terduga.Semua kemudahan ini, tidak akan pernah Arumi rasakan seandainya ia tidak bertemu dengan Tuan dan Nyonya Chandrawinata."Arumi sayang, besok adalah hari pertama kau masuk kuliah. Jangan khawatir, Papa dan Mama sudah menyiapkan semua kebutuhan Arumi, jadi Arumi sisa tinggal berangkat besok dengan bahagia." Nyonya Gita memeluk Arumi dengan sayang selesai gadis itu keluar ruangan pendaftaran.Arumi membalas pelukan ibu angkatnya itu dengan penu
Arumi berjalan memasuki gerbang Draksita University ketika sudah turun dari mobil mengkilap Ayah angkatnya dan di buat termangu akan keindahan kampus elit nomer satu di kota ini.Benar kata orang-orang bahwa Draksita bukanlah sekolah biasa.Pekarangan, taman, gerbang, dan gedungnya benar-benar kualitas yang berbeda.Saking terpakunya, Arumi jadi tidak melihat jalannya dan tidak sengaja menabrak seseorang.“Siapa yang berani menabrakku di pagi ini? Who dare you?” gadis dengan rambut pirang yang tanpa sengaja menabrak Arumi itu langsung memasang wajah jutek amarahnya dengan logat inggrisnya yang kebarat-baratan sambil menatap Arumi dengan wajah sinis luar biasa.“Maaf, aku benar-benar tidak sengaja.” Arumi sontak membungkukkan badannya tanda minta maaf namun gadis blonde itu malah justru mendorong dirinya hingga tersungkur di tanah.“Jessica, kendalikan emosimu. Ini masih pagi dan kau sudah emosi
Arumi benar-benar merasa terkejut saat ke empat lelaki yang tidak lain dan tidak bukan adalah para saudaranya itu menghampirinya secara serentak ketika gadis itu tengah berdiri di depan koridor kampus dengan memasang raut wajah penuh kebingungan. Namun berikutnya Arumi merasa bersyukur karena para lelaki itu datang menghampirinya pada saat yang tepat. Ya, Arumi merasa beruntung karena para saudaranya itu datang saat gadis itu sedang kebingungan. Mereka berempat mengatasi kebingungan Arumi dan menunjukkan tempat ruang administrasi kepada Arumi dengan mudahnya. Mereka bahkan tidak keberatan dan bersedia mengantar Arumi ke ruangan itu meskipun Arumi tidak memintanya. Padahal awalnya Arumi ragu, hubungan dirinya dan keempat orang ini kan masih canggung. Tapi sudahlah, ini awal yang bagus. Well, kalau tidak ada mereka Arumi pasti sudah kelimpungan mencari dimana keberadaan ruang administrasi yang sebenarnya di kampus yang amat besar ini mengingat Arumi mer
Jessica dan Tiffany, dua senior papan atas nan hits yang cukup berpengaruh di Draksita itu melangkahkan kaki mereka sambil membawa nampan menuju bangku ekslusif yang memang sudah mereka tandai menjadi spot khusus milik mereka berdua di kantin kampus ini dengan gaya bak model papan atas membuat beberapa mahasiswa lainnya berdecak kagum melihat penampilan mereka berdua. Jessica dan Tiffany saling melemparkan tatapan, puas akan status mereka. Sekarang, siapa sih di kampus ini yang tidak tahu Jessica Moirene dan Tiffany Charleta? Dua mahasiswi panas incaran para lelaki, duo double trouble yang selalu di bicarakan dimanapun mereka melangkah. Wajah cantik, tubuh seksi, gaya fashion yang memanjakan mata serta status sebagai putri dari keluarga kaya adalah trademark mereka berdua. “Sica, kau serius makan siangmu cuman ini?” Tiffany membulatkan matanya tidak percaya melihat menu makanan Jessica yang hanya terdiri dari sebuah selada, beberapa potong kol
"Arumi sayang, bagaimana hari pertamamu di kampus?" tanya Nyonya Gita kepada Arumi begitu mereka sekeluarga sedang menyantap makan malam bearsama di ruang makan.Hari ini personil Chandrawinata family lengkap tanpa kurang satu orang pun.Keempat lelaki yang sering berkeliaran keluar rumah itu makan malam di rumah malam ini, bersama Arumi tentunya."Baik, kok, Ma." jawab Arumi sambil tersenyum.Sebenarnya banyak hal yang terjadi di hari pertamanya ini. Ia mendapat perlakuan yang kasar dari seorang senior kampus blonde juga bertemu Vioren Dasom lagi yang malah menjambak rambutnya.Tapi secara keseluruhan memang benar Arumi merasa baik. Ia merasa senang karena pada akhirnya bisa berkuliah lagi, di universitas berkelas pula.Menyampingkan hal-hal buruk yang ia terima di hari pertamanya, rasanya semua itu tergantikan dengan kebahagiaan karena selama empat tahun ke depan, Arumi tidak perlu takut dengan persoalan pendidikannya lagi."Kalian,
Kelas sudah selesai sedari tadi, Alena sudah pulang dan tidak bisa menemani Arumi karena mereka tidak searah untuk pulang sementara seminar kursus yang di hadiri Sally masih belum selesai membuat Arumi terpaksa harus pulang seorang diri."Kau tidak mau ikut denganku? Aku bisa menyuruh supirku mengantarmu pulang." ujar Alena sebelum gadis itu beranjak pulang."Tidak perlu Alena. Aku bisa pulang sendiri." jawab Arumi sebagai jawaban."Yakin?" tanya Alena memastikan. Arumi mengangguk mengiyakan."Kalau begitu aku pulang duluan. Sampai jumpa besok, Rumi."Arumi melambaikan tangannya ke arah Alena begitu gadis berambut panjang bergelombang itu sudah keluar ruangan.Arumi memutuskan untuk pulang sendiri dan menyusuri lapangan kampus seorang diri. Setidaknya ia masih ingat jalan pulang.Arumi sudah menghafalkan arah dengan baik saat ia diantar ayah angkatnya ke kampus saat kuliah perdana, jadi sepertinya tidak akan ada masalah.&ldquo
“ALENA TANUBRATA???” kelima manusia itu secara kompak berteriak, sementara Alena juga tidak kalah kagetnya mengetahui keberadaan C4 dan Sally yang berada di sini.“Alena? Kenapa jadi kau? Dan…. Kenapa kau memakai pakaian Arumi kami?” tanya Sally terkejut, tentu karena ia tahu persis bahwa baju yang sedang di pakai Alena sekarang adalah baju yang sama dengan baju yang di pakai Arumi saat meninggalkan rumah tadi.Alena tidak menjawab, bukan karena ia tidak ingin, tapi lebih kepada suhu tubuhnya yang mendadak menjadi panas dan membuat dirinya kembali tidak bisa di kontrol begitu melihat C4 secara tiba-tiba dan mendadak menghampirinya secara serempak bersamaan seperti ini.Kenapa mereka bisa berada di sini bersama-sama?“Hihihihihihihihihihihihi…..aku bertemu kalian di sini. Kebetulan sekali. Hihihihihihihhihihihihihi~ lalalalalalalala~” C4 dan Sally ternganga bersama-sama melihat Alena cekikikan
Alena sedang melamun di sebuah ruangan yang merupakan salon sambil menatap pantulan dirinya di depan cermin rias, lebih tepatnya gadis itu kembali teringat terhadap apa yang sudah dilakukan ayahnya kepada dirinya semalam.Alena menyentuh pipinya, masih terasa sakit.Untuk pertama kalinya ia di tampar oleh Ayahnya sendiri. Namun lebih daripada pipinya yang memerah, hatinya lebih sakit melebihi apapun.Bahkan… Ayahnya sendiri pun sudah menganggapnya gila.“E …hem…” sebuah suara deheman terdengar, membuyarkan lamunan gadis itu sehingga Alena refleks menatap lelaki yang tengah berdiri di sampingnya.“Ba… bagaimana?” tanya lelaki itu menatap Alena sambil menggaruk tengkuknya yang sebenarnya tidak gatal.“Ya! Mark Prakarsa?” Alena segera bangkit dari kursinya , menatap lelaki di depannya ini dari atas rambut hingga ujung kaki.“Kau benar Mark Prakarsa kan?&r
Sebuah suara sirine ambulans terdengar, mobil ambulans itu melesat pergi meninggalkan sebuah bangunan tua yang sudah di kerubungi beberapa orang dan di pasangi garis pembatas polisi.Yifan berlari tertatih-tatih menghampiri sebuah kerubungan manusia, tidak memperdulikan peringatan polisi yang menyuruhnya untuk berhenti, Yifan tetap berlari menembus kerubungan itu demi untuk mencari sesuatu.Mencari keberadaan Na Bi yang ia tinggalkan begitu saja di bangunan tua itu demi mencari pertolongan.“Kasihan sekali gadis kecil itu….”“Dia sepertinya kehilangan banyak darah….”“Lukanya sepertinya parah.”“Aku benar-benar mau muntah.” terdengar beberapa orang berbisik-bisik tidak jelas.Yifan berusaha meyakinkan dirinya, meyakinkan bahwa orang-orang ini tidak sedang membicarakan Na Bi. Mata anak lelaki itu tetap berusaha mencari keberadaan Na Bi, siapa tahu Na Bi berada diantara banya
"Permisi, maaf menganggu." seorang pria berjas hitam mendadak muncul dan menghampiri Ayah Alena dan membisikkan sesuatu, sesuatu yang membuat pria paruh baya itu terkejut hingga matanya membulat tak percaya."Apa?! Anak buah kita patah tulang semua?! Bagaimana bisa?!"Lelaki paruh baya itu terkejut bukan main begitu mendengarkan laporan terbaru anak buahnya.Lelaki berjas itu lantas membuka i-padnya, menunjukkan foto markas yang hancur porak poranda di sana. Banyak orang yang terkapar dan tidak di sadarkan diri di gambar sana.Lelaki paruh baya itu men-zoom salah satu foto yang terpampang di sana. Nampak banyak serpihan tumbuhan hijau yang menjalar memenuhi lantai terlihat. Tumbuhan hijau itu bukankah jenis Cedrus?Tumbuhan asli dari pegunungan Himalaya dan Mediterania yang terkenal langka, juga merupakan simbol dari geng mafia terkenal di kota... Cedrus4?***Kris menempelkan satu plester luka tepat di pipi Gerald yang memar, membuat
- Flashback -“Oppa…. Oppa….!!” Alena , gadis itu berteriak tidak karuan berusaha memberontak agar 2 orang bertubuh besar dengan pakaian gelap yang memegangi tubuhnya itu melepaskannya, namun sekuat tenaga gadis itu berusaha bergerak,menendang dan berteriak, ia tetap tidak mampu melepaskan diri dari cengkraman dua orang yang memegangi lengannya.“Oppa…. oppa….” sekali lagi Alena berteriak dengan wajah yang sudah basah penuh genangan air mata menyaksikan seorang lelaki yang sedang di pukuli habis-habisan oleh beberapa lelaki bertubuh besar dan menyeramkan di depan matanya sendiri.Lelaki itu, Yonghwa Lee…“Lena…” lelaki itu membuka suaranya dengan suara tertahan saat tubuhnya tersungkur begitu saja dengan hiasan penuh luka diwajahnya.Dia adalah lelaki yang kuat, tapi dia hanya seorang diri sementara tubuhnya dipukuli oleh sekitar 5 orang atau lebih, sekuat apapun
Ddrttt… drrrttt…Suara bunyi getar pesan masuk di ponsel Alena membangunkan gadis yang sedari tadi tertidur dalam posisi meringkuk di bawah ranjang kamarnya itu.Gadis itu menggosok kedua matanya perlahan, kemudian menjulurkan kepalanya keluar dari bawah tempat tidur lalu dengan gerakan cepat meraba seprei tempat tidur dengan tangan kirinya untuk mencari sebuah ponsel yang dari tadi terus mengeluarkan suara.Dapat!Alena mengerjapkan matanya begitu sudah berhasil menemukan benda segiempat itu ke dalam telapak tangannya, kemudian gadis itu mendekatkan ponsel berwarna putih itu ke depan wajahnya.Sebuah Pesan masuk terpampang di layar ponsel gadis itu membuat Alena segera membuka isi pesan seluler yang baru saja masuk di ponselnya.“From : ArumiAlena!! Bagaimana ini, aku tidak bisa tidur! Apa aku benar-benar harus pergi bersama Mark besok? Lena, bagaimana ini? Aku tidak yakin.”Alena menge
“Kau datang?” seorang wanita dengan tudung kepala dan pakaian serba berwarna hitam ala pakaian kaum gypsi dan mata terbalut eyeliner tajam itu mengarahkan pandangannya ke arah seorang gadis muda yang baru datang memasuki ruangannya.Gadis itu, Sienna yang hanya memakai dress terusan selutut berwarna putih dengan motif bunga khas dirinya dengan cepat membungkukkan badannya dengan sopan, kemudian menghampiri wanita paruh baya yang sudah duduk manis di depan meja dengan hiasan bola kristal diatasnya.“Apa kabar, Nyonya Go. Lama tidak bertemu.” ujar Sienna lembut dan pelan begitu ia sekarang sudah duduk di hadapan wanita itu.Wanita bernama Nyonya Go itu hanya tertawa sebentar, kemudian menatap Sienna dengan pandangan sulit diartikan. Menebak apa yang membawa gadis ini datang ke tempat kerjanya setelah sekian lama.“Apa yang membawamu datang kemari? Apakah sesuatu sudah terjadi?” tanya peramal Go dengan tatapan menyel
Rion melemparkan sebuah map dokumen coklat ke arah Kris yang sedang tertidur terlentang di rooftop rumah mereka. Kris yang masih dalam kondisi setengah tertidur dengan cepat menangkapnya. Lelaki itu mengamati map dokumen coklat di tangannya, apa ini?"Pemilik bar Alcoholic yang kita datangi beberapa hari yang lalu menepati janjinya. Ia mengutus suruhannya hari ini, memberikan bukti yang sepertinya berguna." jelas Rion sebelum saudara pertamanya itu mengeluarkan suara untuk bertanya.Kris mengerti dengan maksud ucapan Rion, lalu dengan cepat membuka map cokelat di tangannya itu dengan tidak sabaran. Beberapa lembar foto terlihat saat lelaki itu membukanya, dan nampaknya memang hanya lembaran foto-foto itu saja yang menjadi isinya.Rion mendekatkan dirinya pada Kris, ikut mengecek foto-foto di map dokumen cokelat tersebut dengan seksama."Apa ini orang yang kita cari selama ini?" Rion menunjuk ke arah sebuah foto yang memperlihatkan lelaki bertubuh tinggi b
“Setelah apa yang kita lalui selama ini, kau masih memperlakukan ku seperti ini Sienna.” ujar Kai membuka suaranya, seperti ia sama sekali tidak tertarik dengan kotak bekal yang di sodorkan Sienna.Sienna mengangkat kepala dan memiringkannya."Apa maksudmu?" tanya Sienna seakan tidak mengerti.Kai bangkit dari duduknya dan menatap sang dewi kampus itu dengan sinis."Insiden valentine berdarah. Kau mau berpura-pura lupa atas apa yang terjadi hari itu?" tanya Kai dengan tatapan sinisnya lalu melangkah pergi meninggalkan Sienna.Sienna menggemertakkan giginya sendiri saat mendengar ucapan Kai barusan.Bekal buatannya sama sekali belum tersentuh dan Kai masih membahas soal kejadian malam itu?"Insiden itu...bukankah kita sudah sepakat untuk melupakannya?" gumam Sienna dengan wajah kesalnya."Tunggu...!" entah apa yang membawa Sienna, gadis itu menutup bekalnya dan berlari menghampiri Kai yang sudah berjalan agak jauh da