“Lurus saja , lalu ketika bertemu guci besar kau belok ke kanan. Kamar no.2 dari samping, itu kamar milikmu.” ujar lelaki berkaos merah itu sambil menunjukkan arah kamar Arumi.
“Ah, terima kasih. Maaf merepotkan kalian.” Arumi membungkukkan badannya berterima kasih kepada pemuda yang sudah berdiri di hadapannya sambil tersenyum.
“Tidak perlu sungkan. Aku Rion.” ujar lelaki berkaos merah itu lagi. Tubuhnya tinggi menjulang dengan wajah oriental yang khas.
“Dan dia Kai.” lanjut lelaki itu sambil menunjuk lelaki yang sedang melipat tangan sambil berdiri di belakang. Lelaki bernama Kai itu memiliki kulit kecokelatan sawo matang, membuatnya terlihat berbeda dari saudaranya yang lain.
Arumi hanya mengangguk kemudian menatap lelaki itu satu persatu.
Lelaki yang berdiri di belakang itu kelihatannya menakutkan. Perawakannya tinggi dengan tubuh yang tegap dan kulit yang agak kecokelatan. Berbanding terbalik dengan lelaki berkaos merah, kulit lelaki itu sangat putih bahkan melebihi kulit Arumi.
“Aku akan mengingatnya dengan baik. Terima kasih sudah membantuku.” ujar Arumi kemudian pamit dengan sopan berjalan menuju arah kamarnya.
“Bagaimana menurutmu, Kai? Adik baru kita itu sepertinya polos ya?”
“Dia… menarik.” jawab Kai di iringi sebuah seringaian yang sanggup membuat bulu kuduk Rion bergidik seketika.
"Hei, jadi itu alasan kenapa kau menatapnya seperti itu? Kau bisa membuatnya takut, tahu?"
“Tapi untung ya dia tidak sempat melihat ke televisi. Dia bisa berpikir yang tidak-tidak melihat kita sedang menyaksikan film Miyabi.” lanjut Kai sambil terkekeh kemudian mengelus sampul DVD Bintang Jepang Maria Ozawa itu.
“Ah, dasar, otakmu ini. Tapi kita memanglah orang yang tidak-tidak.” timpal Rion sambil tertawa dan meraih DVD itu dari tangan Kai dengan cepat.
***
Arumi meniup uap panas yang keluar dari ramen nya kemudian menatap ke arah pintu kamarnya yang terbuka. Arumi sangat ingat kalau tadi ia menutup pintu kamarnya, namun kenapa sekarang jadi terbuka?
Arumi berjalan mendekat ke arah kamarnya dan bersamaan dengan itu, seorang pria dengan kaos abu-abu keluar dari kamar Arumi membuat gadis itu hampir saja terjungkal karena kaget.
“Kau meninggalkan kamar dalam kondisi kran air masih menyala. Aku hanya masuk untuk mematikannya.” ujar lelaki itu datar dengan tangan dimasukkan ke dalam saku celananya.
Mendengar itu, Arumi jadi menepuk jidatnya sendiri.
Dasar Arumi pelupa, bisa-bisanya ia lupa mematikan kran air saat selesai mandi tadi.
“Ya ampun, aku melupakannya. Maaf,aku tidak akan melakukannya lagi.” ujar Arumi dengan nada bersalah.
“Hn.” lelaki itu hanya menjawab dengan deheman kecil, kemudian berjalan memasuki kamar yang berada tepat di samping kamar Arumi.
“Dia dingin.” gumam Arumi pada dirinya sendiri, kemudian menatap pintu kamar di sampingnya itu dengan tulisan ‘Kris room’ di depannya.
“Kris? Dia tadi… masuk kesini, berarti ini kamarnya?” Arumi nampak berkutat dengan pikirannya, berarti lelaki tadi itu adalah tetangga kamarnya.
Arumi memilih untuk tidak terlalu peduli, kemudian melangkah masuk ke kamarnya untuk menyantap ramen di tangannya sebelum dingin .
***
“Ini benar-benar enak! Enak banget!” Arumi berseru puas sambil menyeruput kuah ramen dari mangkuknya. Sejak kecil, Arumumemang sangat menyukai ramen di banding apapun.Tapi, kemudian gadis itu tersadar akan sesuatu, sadar bahwa ia sama sekali tidak mengambil air minum dari dapur tadi.
“Ya ampun! Bagaimana mungkin kau bisa makan tanpa minum!” Arumi meneriaki dirinya sendiri dengan nada frustasi. Gadis itu jadi bingung sendiri, mengapa ia bisa jadi pelupa seperti ini.
Mata Arumi kemudian beralih menuju sebuah tombol merah di samping tempat tidurnya. Sejak kedatangannya di kamar ini, gadis itu memang menaruh rasa penasaran yang besar terhadap tombol mencolok berwarna merah itu.
“Kira-kira , ini apa ya?” gumam Arumi kemudian memberanikan diri memencet tombol tersebut, kemudian beberapa detik kemudian telepon yang berada di atas laci meja belajar Arumi berdering dengan sendirinya membuat Arumi hampir saja tersedak dengan ramen yang di makannya.
Ini aneh. Telepon itu langsung berdering setelah Arumi memencet tombol besar kemerahan itu.
“Ha...Halo?” ucap Arumi ketika menerima gagang telepon tersebut.
“Nona muda, ini pelayan Sally. Ada yang bisa ku bantu?” ucap suara di seberang, terdengar suara mirip layanan call center.
“Eh? Anu... Aku ingin sebotol air mineral. Bisakah kau mengambilkannya untukku?” tanya Arumi meskipun masih di selimuti kebingungan dan perasaan tidak enak.
“Tentu saja. Aku akan segera membawakannya untuk nona muda. Tolong tunggu sebentar.”
Wah, praktis juga. Arumi terkesiap saat sambungan panggilan telepon di matikan. Ia bisa mendapatkan bantuan hanya dalam waktu sebentar.
Selang 5 menit kemudian, terdengar suara ketukan di depan kamar Arumi membuat gadis itu segera beringsut untuk membuka pintu dan mendapati seorang gadis cantik dengan seragam maid ala pelayan sudah menanti didepan kamarnya.
“Nona muda, ini air minumnya.” ucap gadis dengan senyum lebar itu.
“Terima kasih. Apa kau pelayan disini?” tanya Arumi.
“Benar. Saya adalah Sally Wu. Saya pelayan dirumah ini. Ibuku adalah salah satu pelayan utama dirumah ini, tapi dia sedang sakit jadi aku menggantikannya.” ucap gadis bernama Sally itu.
Arumi hanya memandang gadis itu dengan takjub, well, gadis ukuran seperti Sally ini terlalu cantik untuk menjadi seorang pelayan.
“Ada yang bisa ku bantu lagi?”
“Eumm, tidak ada sih. Tapi bisakah kau menemaniku makan sebentar?”
***
“Jadi nona muda sama sekali tidak tahu kalau orang tua angkat nona adalah pemilik Chandrawinata Corporation?” Sally membulatkan matanya tidak percaya mendengar pengakuan Arumi yang menyatakan bahwa ia sama sekali tidak tahu menahu tentang status dan kekayaan orang tua angkatnya.
Niatnya hanya menemani Arumi makan namun pembicaraan mereka mendadak berubah jadi saling bercerita satu sama lain.
“Aku tidak tahu. Aku diadopsi secara mendadak. Aku selalu berpikir bahwa selamanya aku akan menghabiskan hidupku di panti asuhan. Namun ternyata, ada orang yang mau mengadopsiku.” cerita Arumi.
“Aku juga baru tahu di perjalanan bahwa aku akan memiliki empat saudara. Kau tahu, itu terlalu mengejutkan untukku.” lanjut Arumi.
“Aku mengerti. Tapi Nona sangat beruntung. Aku pikir Tuan dan Nyonya tidak akan mengadopsi anak lagi. Empat anak lelaki di rumah ini sudah cukup banyak.” ujar Sally, Arumi mengiyakan.
“Kalau Nona ingin tahu, Tuan dan Nyonya tidak bisa memiliki anak. Menurut desas desus yang kudengar, Nyonya itu mempunyai penyakit mandul, sedangkan Tuan ada gejala impoten. Setelah 4 tahun menikah, mereka kesepian karena tidak memiliki anak di rumah besar ini. Kemudian saat perjalanan bisnis mereka mengadopsi empat anak laki-laki sekaligus. Mereka adalah Tuan muda Kris, Gerald, Kai dan Rion. Aku dengar cerita ini dari Ibuku.” cerita Sally dengan gaya story tellingnya yang mengagumkan sementara Arumi hanya bisa ternganga mendengar cerita Sally barusan.
"Jadi mereka berempat juga berasal dari panti asuhan?"
"Aku dengar begitu. Mereka berempat bukan saudara kandung, tapi satu panti asuhan." jawab Sally lagi.
“Nona muda terkejut ya. Sudahlah, Nona tidak usah memikirkannya. Nona harus tidur cepat karena besok Nona harus mengurus berbagai keperluan Nona, termasuk persiapan masuk kuliah.” ujar Sally lalu membereskan mangkuk ramen bekas Arumi makan.
“Kau benar. Aku harus cepat tidur. Ya, ampun kepalaku pusing mendengar ceritamu barusan." ujar Arumi sambil meneguk air mineralnya dengan cepat sebelum melangkah menuju tempat tidurnya
Arumi sudah selesai dengan semua berkas pendaftarannya untuk masuk ke dalam Draksita University, kampus impiannyaMulai hari ini, ia akan resmi menyandang status sebagai mahasiswi Draksita University.Bagaimanapun rasanya Arumi memikirkannya, ia tetap saja merasa layaknya orang yang sedang bermimpi.Arumi pikir ia tidak akan pernah melanjutkan kuliah seumur hidupnya.Siapa yang sangka, Tuhan dengan murah hati memberikan jalan hidup yang tak terduga.Semua kemudahan ini, tidak akan pernah Arumi rasakan seandainya ia tidak bertemu dengan Tuan dan Nyonya Chandrawinata."Arumi sayang, besok adalah hari pertama kau masuk kuliah. Jangan khawatir, Papa dan Mama sudah menyiapkan semua kebutuhan Arumi, jadi Arumi sisa tinggal berangkat besok dengan bahagia." Nyonya Gita memeluk Arumi dengan sayang selesai gadis itu keluar ruangan pendaftaran.Arumi membalas pelukan ibu angkatnya itu dengan penu
Arumi berjalan memasuki gerbang Draksita University ketika sudah turun dari mobil mengkilap Ayah angkatnya dan di buat termangu akan keindahan kampus elit nomer satu di kota ini.Benar kata orang-orang bahwa Draksita bukanlah sekolah biasa.Pekarangan, taman, gerbang, dan gedungnya benar-benar kualitas yang berbeda.Saking terpakunya, Arumi jadi tidak melihat jalannya dan tidak sengaja menabrak seseorang.“Siapa yang berani menabrakku di pagi ini? Who dare you?” gadis dengan rambut pirang yang tanpa sengaja menabrak Arumi itu langsung memasang wajah jutek amarahnya dengan logat inggrisnya yang kebarat-baratan sambil menatap Arumi dengan wajah sinis luar biasa.“Maaf, aku benar-benar tidak sengaja.” Arumi sontak membungkukkan badannya tanda minta maaf namun gadis blonde itu malah justru mendorong dirinya hingga tersungkur di tanah.“Jessica, kendalikan emosimu. Ini masih pagi dan kau sudah emosi
Arumi benar-benar merasa terkejut saat ke empat lelaki yang tidak lain dan tidak bukan adalah para saudaranya itu menghampirinya secara serentak ketika gadis itu tengah berdiri di depan koridor kampus dengan memasang raut wajah penuh kebingungan. Namun berikutnya Arumi merasa bersyukur karena para lelaki itu datang menghampirinya pada saat yang tepat. Ya, Arumi merasa beruntung karena para saudaranya itu datang saat gadis itu sedang kebingungan. Mereka berempat mengatasi kebingungan Arumi dan menunjukkan tempat ruang administrasi kepada Arumi dengan mudahnya. Mereka bahkan tidak keberatan dan bersedia mengantar Arumi ke ruangan itu meskipun Arumi tidak memintanya. Padahal awalnya Arumi ragu, hubungan dirinya dan keempat orang ini kan masih canggung. Tapi sudahlah, ini awal yang bagus. Well, kalau tidak ada mereka Arumi pasti sudah kelimpungan mencari dimana keberadaan ruang administrasi yang sebenarnya di kampus yang amat besar ini mengingat Arumi mer
Jessica dan Tiffany, dua senior papan atas nan hits yang cukup berpengaruh di Draksita itu melangkahkan kaki mereka sambil membawa nampan menuju bangku ekslusif yang memang sudah mereka tandai menjadi spot khusus milik mereka berdua di kantin kampus ini dengan gaya bak model papan atas membuat beberapa mahasiswa lainnya berdecak kagum melihat penampilan mereka berdua. Jessica dan Tiffany saling melemparkan tatapan, puas akan status mereka. Sekarang, siapa sih di kampus ini yang tidak tahu Jessica Moirene dan Tiffany Charleta? Dua mahasiswi panas incaran para lelaki, duo double trouble yang selalu di bicarakan dimanapun mereka melangkah. Wajah cantik, tubuh seksi, gaya fashion yang memanjakan mata serta status sebagai putri dari keluarga kaya adalah trademark mereka berdua. “Sica, kau serius makan siangmu cuman ini?” Tiffany membulatkan matanya tidak percaya melihat menu makanan Jessica yang hanya terdiri dari sebuah selada, beberapa potong kol
"Arumi sayang, bagaimana hari pertamamu di kampus?" tanya Nyonya Gita kepada Arumi begitu mereka sekeluarga sedang menyantap makan malam bearsama di ruang makan.Hari ini personil Chandrawinata family lengkap tanpa kurang satu orang pun.Keempat lelaki yang sering berkeliaran keluar rumah itu makan malam di rumah malam ini, bersama Arumi tentunya."Baik, kok, Ma." jawab Arumi sambil tersenyum.Sebenarnya banyak hal yang terjadi di hari pertamanya ini. Ia mendapat perlakuan yang kasar dari seorang senior kampus blonde juga bertemu Vioren Dasom lagi yang malah menjambak rambutnya.Tapi secara keseluruhan memang benar Arumi merasa baik. Ia merasa senang karena pada akhirnya bisa berkuliah lagi, di universitas berkelas pula.Menyampingkan hal-hal buruk yang ia terima di hari pertamanya, rasanya semua itu tergantikan dengan kebahagiaan karena selama empat tahun ke depan, Arumi tidak perlu takut dengan persoalan pendidikannya lagi."Kalian,
Kelas sudah selesai sedari tadi, Alena sudah pulang dan tidak bisa menemani Arumi karena mereka tidak searah untuk pulang sementara seminar kursus yang di hadiri Sally masih belum selesai membuat Arumi terpaksa harus pulang seorang diri."Kau tidak mau ikut denganku? Aku bisa menyuruh supirku mengantarmu pulang." ujar Alena sebelum gadis itu beranjak pulang."Tidak perlu Alena. Aku bisa pulang sendiri." jawab Arumi sebagai jawaban."Yakin?" tanya Alena memastikan. Arumi mengangguk mengiyakan."Kalau begitu aku pulang duluan. Sampai jumpa besok, Rumi."Arumi melambaikan tangannya ke arah Alena begitu gadis berambut panjang bergelombang itu sudah keluar ruangan.Arumi memutuskan untuk pulang sendiri dan menyusuri lapangan kampus seorang diri. Setidaknya ia masih ingat jalan pulang.Arumi sudah menghafalkan arah dengan baik saat ia diantar ayah angkatnya ke kampus saat kuliah perdana, jadi sepertinya tidak akan ada masalah.&ldquo
Setelah banyak menahan nafas dan membaca doa- doa di dalam hati Arumi akhirnya sudah dapat melihat pintu gerbang berwarna putih yang menjadi jalan masuk menuju rumah besar tempat dimana ia tinggal.Kediaman rumah Chandrawinata.Perjalanan pulang yang cukup panjang ini terasa begitu lama dan akhirnya Arumi bisa bernafas lega setelah Kris menghentikan motornya di depan rumah.Sadar bahwa dirinya sudah sampai, Arumi segera menarik tangannya sendiri untuk berhenti memegangi jas almamater abu-abu rokok milik lelaki di depannya itu.Arumi bersyukur, ia pulang dalam keadaan selamat, tidak ada satupun bagian yang kurang dari tubuhnya mengingat ini adalah pertama kalinya Arumi menaiki motor dengan kecepatan yang amat super duper cepat, bahkan Arumi berpikir Kris dapat mendaftar menjadi pembalap F1 dengan kekuatan seperti itu.Arumi dengan hati-hati turun dari motor sport berwarna silver itu dan dengan pelan-pelan pula melepaskan helm hitam itu dari kepalany
Arumi menutup buku dongeng pemberian Ibu Kepala panti asuhan yang sudah selesai di bacanya dengan perasaan lega kemudian memasukkan kembali buku kecil miiknya tersebut ke dalam tas ransel biru di samping tempat tidurnya.Gadis itu merasa sangat tenang dan hatinya juga terasa lebih lapang setelah ia membaca buku dongeng pemberian Ibu Kepala yang selalu menjadi kebiasaan rutinnya saat di panti asuhan dulu.Ah, seketika Arumi merasa rindu akan panti asuhannya.Biasanya jika jam segini ia akan keluar kamar dan berdoa bersama para suster, Ibu Kepala dan adik-adiknya di sana.Memohon kesejahteraan dan kebahagiaan untuk hidup mereka kemudian mulai makan bersama dengan lahap satu sama lain, lalu Arumi akan mencuci peralatan makan yang kotor dengan ceria kemudian membacakan dongeng menarik untuk para adiknya agar bisa tertidur lelap.Arumi menghela nafasnya pelan saat mengenang kebersamaan yang manis itu.Arumi hanya merasa rindu, rindu tempat ia dib
“ALENA TANUBRATA???” kelima manusia itu secara kompak berteriak, sementara Alena juga tidak kalah kagetnya mengetahui keberadaan C4 dan Sally yang berada di sini.“Alena? Kenapa jadi kau? Dan…. Kenapa kau memakai pakaian Arumi kami?” tanya Sally terkejut, tentu karena ia tahu persis bahwa baju yang sedang di pakai Alena sekarang adalah baju yang sama dengan baju yang di pakai Arumi saat meninggalkan rumah tadi.Alena tidak menjawab, bukan karena ia tidak ingin, tapi lebih kepada suhu tubuhnya yang mendadak menjadi panas dan membuat dirinya kembali tidak bisa di kontrol begitu melihat C4 secara tiba-tiba dan mendadak menghampirinya secara serempak bersamaan seperti ini.Kenapa mereka bisa berada di sini bersama-sama?“Hihihihihihihihihihihihi…..aku bertemu kalian di sini. Kebetulan sekali. Hihihihihihihhihihihihihi~ lalalalalalalala~” C4 dan Sally ternganga bersama-sama melihat Alena cekikikan
Alena sedang melamun di sebuah ruangan yang merupakan salon sambil menatap pantulan dirinya di depan cermin rias, lebih tepatnya gadis itu kembali teringat terhadap apa yang sudah dilakukan ayahnya kepada dirinya semalam.Alena menyentuh pipinya, masih terasa sakit.Untuk pertama kalinya ia di tampar oleh Ayahnya sendiri. Namun lebih daripada pipinya yang memerah, hatinya lebih sakit melebihi apapun.Bahkan… Ayahnya sendiri pun sudah menganggapnya gila.“E …hem…” sebuah suara deheman terdengar, membuyarkan lamunan gadis itu sehingga Alena refleks menatap lelaki yang tengah berdiri di sampingnya.“Ba… bagaimana?” tanya lelaki itu menatap Alena sambil menggaruk tengkuknya yang sebenarnya tidak gatal.“Ya! Mark Prakarsa?” Alena segera bangkit dari kursinya , menatap lelaki di depannya ini dari atas rambut hingga ujung kaki.“Kau benar Mark Prakarsa kan?&r
Sebuah suara sirine ambulans terdengar, mobil ambulans itu melesat pergi meninggalkan sebuah bangunan tua yang sudah di kerubungi beberapa orang dan di pasangi garis pembatas polisi.Yifan berlari tertatih-tatih menghampiri sebuah kerubungan manusia, tidak memperdulikan peringatan polisi yang menyuruhnya untuk berhenti, Yifan tetap berlari menembus kerubungan itu demi untuk mencari sesuatu.Mencari keberadaan Na Bi yang ia tinggalkan begitu saja di bangunan tua itu demi mencari pertolongan.“Kasihan sekali gadis kecil itu….”“Dia sepertinya kehilangan banyak darah….”“Lukanya sepertinya parah.”“Aku benar-benar mau muntah.” terdengar beberapa orang berbisik-bisik tidak jelas.Yifan berusaha meyakinkan dirinya, meyakinkan bahwa orang-orang ini tidak sedang membicarakan Na Bi. Mata anak lelaki itu tetap berusaha mencari keberadaan Na Bi, siapa tahu Na Bi berada diantara banya
"Permisi, maaf menganggu." seorang pria berjas hitam mendadak muncul dan menghampiri Ayah Alena dan membisikkan sesuatu, sesuatu yang membuat pria paruh baya itu terkejut hingga matanya membulat tak percaya."Apa?! Anak buah kita patah tulang semua?! Bagaimana bisa?!"Lelaki paruh baya itu terkejut bukan main begitu mendengarkan laporan terbaru anak buahnya.Lelaki berjas itu lantas membuka i-padnya, menunjukkan foto markas yang hancur porak poranda di sana. Banyak orang yang terkapar dan tidak di sadarkan diri di gambar sana.Lelaki paruh baya itu men-zoom salah satu foto yang terpampang di sana. Nampak banyak serpihan tumbuhan hijau yang menjalar memenuhi lantai terlihat. Tumbuhan hijau itu bukankah jenis Cedrus?Tumbuhan asli dari pegunungan Himalaya dan Mediterania yang terkenal langka, juga merupakan simbol dari geng mafia terkenal di kota... Cedrus4?***Kris menempelkan satu plester luka tepat di pipi Gerald yang memar, membuat
- Flashback -“Oppa…. Oppa….!!” Alena , gadis itu berteriak tidak karuan berusaha memberontak agar 2 orang bertubuh besar dengan pakaian gelap yang memegangi tubuhnya itu melepaskannya, namun sekuat tenaga gadis itu berusaha bergerak,menendang dan berteriak, ia tetap tidak mampu melepaskan diri dari cengkraman dua orang yang memegangi lengannya.“Oppa…. oppa….” sekali lagi Alena berteriak dengan wajah yang sudah basah penuh genangan air mata menyaksikan seorang lelaki yang sedang di pukuli habis-habisan oleh beberapa lelaki bertubuh besar dan menyeramkan di depan matanya sendiri.Lelaki itu, Yonghwa Lee…“Lena…” lelaki itu membuka suaranya dengan suara tertahan saat tubuhnya tersungkur begitu saja dengan hiasan penuh luka diwajahnya.Dia adalah lelaki yang kuat, tapi dia hanya seorang diri sementara tubuhnya dipukuli oleh sekitar 5 orang atau lebih, sekuat apapun
Ddrttt… drrrttt…Suara bunyi getar pesan masuk di ponsel Alena membangunkan gadis yang sedari tadi tertidur dalam posisi meringkuk di bawah ranjang kamarnya itu.Gadis itu menggosok kedua matanya perlahan, kemudian menjulurkan kepalanya keluar dari bawah tempat tidur lalu dengan gerakan cepat meraba seprei tempat tidur dengan tangan kirinya untuk mencari sebuah ponsel yang dari tadi terus mengeluarkan suara.Dapat!Alena mengerjapkan matanya begitu sudah berhasil menemukan benda segiempat itu ke dalam telapak tangannya, kemudian gadis itu mendekatkan ponsel berwarna putih itu ke depan wajahnya.Sebuah Pesan masuk terpampang di layar ponsel gadis itu membuat Alena segera membuka isi pesan seluler yang baru saja masuk di ponselnya.“From : ArumiAlena!! Bagaimana ini, aku tidak bisa tidur! Apa aku benar-benar harus pergi bersama Mark besok? Lena, bagaimana ini? Aku tidak yakin.”Alena menge
“Kau datang?” seorang wanita dengan tudung kepala dan pakaian serba berwarna hitam ala pakaian kaum gypsi dan mata terbalut eyeliner tajam itu mengarahkan pandangannya ke arah seorang gadis muda yang baru datang memasuki ruangannya.Gadis itu, Sienna yang hanya memakai dress terusan selutut berwarna putih dengan motif bunga khas dirinya dengan cepat membungkukkan badannya dengan sopan, kemudian menghampiri wanita paruh baya yang sudah duduk manis di depan meja dengan hiasan bola kristal diatasnya.“Apa kabar, Nyonya Go. Lama tidak bertemu.” ujar Sienna lembut dan pelan begitu ia sekarang sudah duduk di hadapan wanita itu.Wanita bernama Nyonya Go itu hanya tertawa sebentar, kemudian menatap Sienna dengan pandangan sulit diartikan. Menebak apa yang membawa gadis ini datang ke tempat kerjanya setelah sekian lama.“Apa yang membawamu datang kemari? Apakah sesuatu sudah terjadi?” tanya peramal Go dengan tatapan menyel
Rion melemparkan sebuah map dokumen coklat ke arah Kris yang sedang tertidur terlentang di rooftop rumah mereka. Kris yang masih dalam kondisi setengah tertidur dengan cepat menangkapnya. Lelaki itu mengamati map dokumen coklat di tangannya, apa ini?"Pemilik bar Alcoholic yang kita datangi beberapa hari yang lalu menepati janjinya. Ia mengutus suruhannya hari ini, memberikan bukti yang sepertinya berguna." jelas Rion sebelum saudara pertamanya itu mengeluarkan suara untuk bertanya.Kris mengerti dengan maksud ucapan Rion, lalu dengan cepat membuka map cokelat di tangannya itu dengan tidak sabaran. Beberapa lembar foto terlihat saat lelaki itu membukanya, dan nampaknya memang hanya lembaran foto-foto itu saja yang menjadi isinya.Rion mendekatkan dirinya pada Kris, ikut mengecek foto-foto di map dokumen cokelat tersebut dengan seksama."Apa ini orang yang kita cari selama ini?" Rion menunjuk ke arah sebuah foto yang memperlihatkan lelaki bertubuh tinggi b
“Setelah apa yang kita lalui selama ini, kau masih memperlakukan ku seperti ini Sienna.” ujar Kai membuka suaranya, seperti ia sama sekali tidak tertarik dengan kotak bekal yang di sodorkan Sienna.Sienna mengangkat kepala dan memiringkannya."Apa maksudmu?" tanya Sienna seakan tidak mengerti.Kai bangkit dari duduknya dan menatap sang dewi kampus itu dengan sinis."Insiden valentine berdarah. Kau mau berpura-pura lupa atas apa yang terjadi hari itu?" tanya Kai dengan tatapan sinisnya lalu melangkah pergi meninggalkan Sienna.Sienna menggemertakkan giginya sendiri saat mendengar ucapan Kai barusan.Bekal buatannya sama sekali belum tersentuh dan Kai masih membahas soal kejadian malam itu?"Insiden itu...bukankah kita sudah sepakat untuk melupakannya?" gumam Sienna dengan wajah kesalnya."Tunggu...!" entah apa yang membawa Sienna, gadis itu menutup bekalnya dan berlari menghampiri Kai yang sudah berjalan agak jauh da