Share

Kamu lucu.

Penulis: TT.nuya
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56
"Aku juga tak pernah bercita-cita untuk menjadi janda."

Meskipun bahasa di bibir tersebut terdengar lembut dan tenang, namun sungguh ironis dalam pemahaman Bagas ibarat sebuah bilah yang tajam menusuk ulu hati.

"Tapi juga tidak akan takut untuk menyandang lebel itu, jika orang yang ku cintai tak bisa menjaga kepercayaan."

Angel masih menatap lekat Bagas, sebelum akhirnya kembali melanjutkan perkataan. "Ayo kita bercerai mas, berpisah secara baik-baik."

"Zeblaaaaaarrrr."

Meski telah beberapa kali Bagas membayangkan kemungkinan sikap, dan kejadiannya akan berakhir seperti ini, perkataan tersebut masih menghentak hatinya.

Mata itu dalam sekilas menyiratkan kilat yang tajam. Jantung dan hati yang di usahakan mengalun dengan ritme tenang, kini berderu dengan cepat, berpacu bersama kegelisahan serta rasa takut yang hebat.

Bagas menarik nafas panjang beberapa kali, seolah tengah menenangkan sesuatu yang hendak terlepas tak terkontrol.

"Mengapa kalimat itu terlihat mudah di bibirmu Een?, apak
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Oh...Jandaku tersayang.   Jatuh dalam pandangan.

    Angel mengatakan perbandingan, antara perkataannya yang di anggap mudah ketika meminta cerai, dengan tindakan Bagas untuk menyentuh tubuh wanita lain."Apakah hubungan kita dangkal mas, sekalinya jauh dariku, kamu bisa bersama serta membelainya?." "Bisakah kau ingat kasih sayangku ketika bersamanya?, bisakah itu terjadi saat kamu mementingkan hubungan diantara kita?." Angel mengepalkan jari-jari tangannya dengan kuat, seakan tengah mencari kekuatan untuk melanjutkan ucapannya lagi."Setelah aku melihat vidio kalian bersama, jujur ketika kita melakukan itu, pikiran dan jiwa ini berontak. Aku selalu bertanya, apakah tindakanmu saat bersamanya juga seperti saat kau melakukannya denganku?, kata-kata manis mu, gerakan mu, bahkan apakah senyummu untukku juga sama dengan senyum untuknya?.""Apakah kau juga membisikkan namanya, dengan cara yang sama kau membisikkan namaku?, apakah kau juga puas serta bahagia, saat melakukan itu seperti ketika bersamaku?.'' Suara itu, tatapan dan penyampaian

  • Oh...Jandaku tersayang.   Tak sejalan.

    "Iya.....Aku telah jatuh dalam pandanganmu, bahkan jika itu sebuah lubang dangkal, tetap saja tak ada jalan keluar dari sana." Ucap Bagas dalam hati.Ia merasa semakin jauh dari sosok Angel istrinya, dan mungkin juga gelar suami yang ia miliki akan segera terhapus, dalam hitungan beberapa saat ke depan.Hati Bagas seolah terhimpit dua dinding kokoh, yang yang kian merapat. Di sana juga ada kehampaan yang kuat, ketika membayangkan perpisahan mereka nanti."Een...bisakah itu di pikirkan lagi, lihat Ayah dan ibuku mereka sangat menyayangimu." Bagas mencari pemberat lain, untuk menahan keinginan Angel agar tidak kekeh untuk bercerai.Dan kali ini ia menyebut kedua orang tuanya, sebagai titik fokus wanita itu. Bagas berharap dengan kasih sayang tulus Hanum dan Hartono, ia akan berpikir dua kali, atau jika mungkin mengurungkan niatnya."Bahkan Cantika lebih menyayangimu ketimbang aku kakaknya, keluargaku akan selalu menjadi pendukung mu." Lanjut Bagas lagi.Mendengar perkataan itu Angel jus

  • Oh...Jandaku tersayang.   Kecambah Jijik.

    Bagas memeluknya erat, serta berusaha mencium paksa bibir Angel. Di tengah kemelut pikiran yang bercampur aduk serta rasa rindu yang dia miliki, gejolak hatinya kian bergemuruh.Bahkan, ketika Angel dengan tegas menolak dan berusaha melepaskan diri, Bagas justru semakin bertekat.Dan apalah daya bagi seorang Angel, tentu saja ia tak sebanding dengan kekuatan Bagas. Di sela kebencian, amarah, bahkan mungkin rasa jijik yang mulai berkecambah di hatinya, ia menerima setiap perlakuan calon mantan suaminya tersebut.Bahkan ketika Bagas menariknya masuk kedalam kamar, ia tak dapat berbuat apa-apa.Hanya mengikuti langkah kaki dengan tarikan kuat yang membawa tubuhnya, dengan pikiran kebencian."Apa kau sudah gila, aku masih sakit mas, apa yang ingin kau lakukan?."Angel kehabisan akal, bahkan jika Bagas memaksanya, ia masihlah istri pria tersebut. Di atas perselisihan dan polemik rumah tangga mereka, dalam pandangan orang lain keduanya masihlah pasangan. Dengan mengingat hal itu, Angel mengu

  • Oh...Jandaku tersayang.   Pergilah.

    "Pergilah....Aku tak ingin melihatmu."Angel masih memalingkan wajah, ketika mengatakan hal itu. Baginya saat ini, tak ada keinginan untuk melihat sosok Bagas sama sekali."Eeen......." Suara Bagas terdengar penuh permohonan."Een...sungguh aku tidak sengaja melakukannya, aku kehilangan akal beberapa saat yang lalu. Een..Aku takut kehilanganmu."Angel berusaha menguatkan hati, perlahan ia menoleh pada sosok di atas ranjang yang terpaku di sampingnya. Wajah itu masih sama dengan sosok yang ia cintai di masa lalu, tubuh itu juga masih memiliki aroma yang paling ia sukai. Namun, sorot mata di sana tidak lagi cerah dan yakin seperti bintang di kegelapan malam.Bahkan senyuman beberapa saat lalu, tidak lagi menghangatkan hatinya.Bagaimana itu bisa berbeda hanya dalam hitungan bulan saja, Angel kembali melelehkan air mata melihat sosok tersebut.Ia mencintainya begitu lama dan masih menyimpan beberapa rasa di dada.Lalu, bagaiman segalanya akan mudah di hadapi, bagaimana hari esoknya tanpa

  • Oh...Jandaku tersayang.   Vanessa.

    Mendengar perkataan itu, Bagas ingin berteriak bahwa ia tak ingin memikirkan apapun tentang perceraian, ia tidak butuh tambahan teman, serta juga ingin menegaskan tidak akan mempertimbangkan apapun perihal perpisahan. Namun, dengan sikap dan kondisi saat ini Bagas hanya bisa menyimpannya.Toh, sejak awal hingga akhir ia juga sudah berulang kali bilang, bahwa tak ingin ada perceraian diantara mereka.Bagas masih diam hingga beberapa saat, tak mengatakan apapun atau menjawab perkataan sang istri. Hanya berpikir, mungkin memberi waktu untuk Angel agar lebih tenang adalah pilihan terbaik.Selain tidak memancing emosi wanita tersebut, ia juga berharap setelah berpikir dengan tenang, akan ada sedikit harapan untuk hubungan mereka. "Baiklah...istirahatlah dulu, kita bisa bicara lagi lain kali." Pria tersebut turun dari ranjang,berhenti di pinggiran sejenak, dan menoleh kembali untuk menatap sosok Angel, menghela nafas dan berjalan keluar kamar.Namun, setelah pintu kamar tertutup rapat dan

  • Oh...Jandaku tersayang.   Urus milikmu sendiri.

    Namun, seperti sebuah ketebalan muka telah mengakar pada darah dan tulang Vanessa, ia tetap berjalan masuk ke dalam ruangan dengan santai, serta tak ambil pusing tetang pendapat Anggara perihal kehadirannya di sana. Bagaimanapun, ia telah menerima perlakuan tersebut sejak ia masih kecil."Ayolah...aku hanya sebentar saja."Wanita itu berjalan mendekat kearah meja kerja Anggara, mendudukkan tubuh tepat di depan sang presdir muda tersebut.Sementara Anggara yang kurang suka dengan sosok sang adik, semakin jengah ketika melihat tingkah lakunya.Namun, Ia menyimpannya dalam kebisuan, serta tetap fokus dengan berkas yang di pegang nya, tanpa harus repot untuk melirik sosok yang kini telah duduk di depannya tersebut. "Sepertinya proyek hunian di pinggiran kota milik kakak sudah 80% selesai."Vanessa memulai percakapannya dengan Anggara, meski ia tidak di anggap sama sekali."Kurasa, Ayah akan memberikan proyek hutan hijau kepadamu

  • Oh...Jandaku tersayang.   Semakin menyenangkan.

    Hati Vanessa seolah, semakin deras mengucurkan darah segar. Ia tak mengerti apa salah dirinya, hingga harus di benci oleh sang kakak sebesar itu.Namun belum sempat ia meratap untuk perih di hati, ucapan lain kembali di dengarnya. "Termasuk wanita itu, selama ia berkerja di sini jangan mencoba melakukan trik apapun lagi."Vanessa tidak percaya dengan apa yang di terima oleh pendengarannya.Bahkan tanpa sadar ia berbalik, sekedar untuk menoleh kearah sosok tampan di balik meja kerja, yang sempat ia punggungi beberapa saat yang lalu."Apa kau bilang?, siapa yang masih bekerja di sini?." Bibir Vanessa membuat sebuah pertanyaan, yang bahkan ia telah menebak apa jawabnya.Ia menatap penuh keraguan, serta tanda tanya untuk sosok di depan di sana.Bagaimana itu mungkin?, bukankah sosok hantu jejadian di dalam toilet adalah wanita itu?, ataukah sosok gambaran sebagai penerjemah kata "Wanita itu" berbeda deskripsi di antara mereka?. Pikiran Vanessa dipenuhi dengan tanda tanya yang mulai berge

  • Oh...Jandaku tersayang.   Darah ular.

    ''Semakin kau membenci, semakin banyak alasan untukku mempertahankannya di sini. Dan melihatmu seprti sekarang, aku mulai menyukai wanita itu.'' Lanjut pria tersebut lagi.''Vanesa merasa tak bisa menerima apa yang di terima oleh pendengarannya, atau lebih dapat di katakan sebagai penolakan atas apa yang telah di dengar.Haruskah mulai berhenti berharap dan membenci, sosok saudara yang sangat ia inginkan sejak kecil dulu. Ataukah tetap bertahan untuk bersabar meski segalanya adalah mustahil, seperti menunggu rumput yang akan menjulang kan padi suatu hari nanti?.''Apa kau pikir dengan otakmu yang dangkal bisa menipu sisi pandang yang kumiliki?.Anggara terdiam sejenak, dan mengalihkan tatapannya kearah anggota tubuh tengah Vanessa sejenak, dan kembali berkata. "Lihatlah, bahkan jika kau hamil saat ini, pria itu tetap tak memandangmu, mengapa kau tidak bersembunyi atau mengganti wajahmu saja.''Mungkin, jika di bandingkan dengan rebusan ai

Bab terbaru

  • Oh...Jandaku tersayang.   Hanya karena teh.

    "Maa..maaf pak." Dengan secepat kilat ia kembali menarik tangan dari tatakan cangkir, Wajah cantiknya memerah dengan rasa hangat yang seolah merambat di sekujur tubuhnya. 'Benar-benar memalukan.' Teriaknya dalam hati.Di awal ia berpikir bahwa teh tersebut untuknya, pasalnya di dalam ruangan tersebut hanya ada mereka berdua saja, jadi dengan tanpa ragu Angel menerima cangkir yang di sodorkan ke arahnya. Namun dengan tindakan sang bos yang masih mempertahankan cangkir tersebut, wanita itu sadar bahwa pemahamannya salah. "Ya tuhan...." Jeritnya lagi dalam hati. Angel kembali merasa malu, mungkin dia harus mengingat tanggal dan bulan hari ini, agar bisa di tetapkan sebagai hari malu nasional baginya, ataukah dirinya memang lebih bodoh dari keledai. Belum juga hilang rasa malu sebelumnya, dan kini sudah membuat kesalahan lain. Ada rasa

  • Oh...Jandaku tersayang.    Daftar hitam.

    "Jangan lakukan itu lagi", terutama di depan orang lain. Ucap Anggara ringan, dengan baris kalimat diakhir tidak di utarakan. Jika Angel tidak kembali menunduk, mungkin ia bisa menangkap sekilas ragu pada tampilan wajah Anggara di depannya. "Baik." Sahut Angel cepat, secepat menundukkan kepala.Ada rasa malu yang tak terukur dalam benak, benar saja bagaimana mungkin seorang sekertaris dari Aditama bisa membuat kesalahan konyol seperti barusan. "Maaf pak, saya berjanji tidak akan ada lain kali." Sambung Angel lirih. 'Tentu saja tidak akan lagi, bagaimana mungkin akan melakukan kesalahan yang memalukan seperti ini?, apa dia lebih bodoh dari keledai.' Lanjut Angel dalam pikiran. Anggara merasa ada yang salah dengan perkataan Angel barusan, namun di pikir berapa kali pun tidak tah

  • Oh...Jandaku tersayang.   Lebih bodoh darimu

    "Bawakan "Beauty Phoenix" dengan extra biji teratai." Ucap Anggara ringan, setelah berhenti tertawa. Pria itu menatap wanita dengan kepala tertunduk di depannya. Ada rasa gemes seperti yang terlontar dari bibir sang pelayan, namun ada juga selingan cemas saat sekilas menangkap rasa malu tergambar di wajah Angel barusan. "Baik tuan, terimakasih." Ucap wanita pelayan, sebelum bergerak cepat menjauh dari ruangan mereka, seolah kedua orang disana adalah dewa kesialan. Anggara tidak memperdulikan itu, ia hanya fokus pada sosok di depannya yang kini sedang menunduk dalam. 'Mengapa aku cemas?, 'apa aku sudah benar-benar tertarik dengan wanita ini?.' Anggara masih menatap sosok yang menundukkan kepala. Namun, tatapan itu tidak memiliki ketajaman seperti biasanya, justru kelembutan tulus yang bahkan dia tidak akan mempercayai jika itu di ucapkan oleh orang lain. Melihat Angel yang masih menundukkan kepala, entah mengapa ada rasa tak nyaman, dan sedikit gugup. "Kau.....dengarkan t

  • Oh...Jandaku tersayang.   Beauty Phoenix.

    " Ada alergi makanan?." Tanya Anggara. "Oh...tidak pak, saya pemakan segala." Jawab Angel reflek, dan sedetik kemudian dia menyesalinya. "Hah bodohnya aku...maluuu..." Sambungnya dalam hati. Anggara mengangkat daftar menu lebih tinggi, hampir menutupi semua wajahnya dari pandangan Angel. Namun sedetik kemudian terdengar tawa kecil dari sisi kanan meja. Dan benar saja, ketika Anggara dan Angel menoleh, sang pelayan cantik yang berdiri di sana membekap bibir sendiri dengan kedua tepak tangan, berusaha dengan keras menahan tawanya. Anggara menurunkan daftar menu dan menatap tajam sosok sang pelayan."Mengapa tertawa?." Tanya Anggara singkat. Dan sontak ruangan menjadi hening, bahkan Angel yang beberapa saat lalu hendak mencari lubang sembunyi, ikut terkejut serta merasa gugup. "Maaf tuan, saya sudah lancang." Jawab sang pelayan dengan rau

  • Oh...Jandaku tersayang.   Pemakan segala.

    "Kenal?." Anggara. "Ah...siapa pak?." Jawab Angel sedikit bingung, setelah menoleh kearah Anggara. Anggara terdiam sejenak, menelisik wajah itu lekat dan kembali berkata. " Sepertinya kau bukan hanya lapar." Pria itu berjalan menapaki anak tangga menuju lantai dua tidak menunggu jawaban dari Angel, atau memiliki rasa bersalah, meninggalkan wanita itu mematung beberapa detik dengan kebingungan. "Apa maksudnya?." "Haah....benar saja, sulit memahami pikiran orang lain." Gumam Angel lirih, sembari mengikuti langkah Anggara yang sudah tidak terlihat bayang punggungnya. Sesampainya di lantai dua, Angel melihat Anggara sudah menunggu di depan sebuah pintu ruangan diantara 5 deretan pintu di sisi kiri. Disana ada sekitar 12 ruangan pribadi, dengan 5 deret

  • Oh...Jandaku tersayang.   Bertemu lagi.

    "Ayo kita cari sarapan"Sepanjang perjalanan Anggara hanya diam, tidak menanyakan aktifitas untuk hari ini, atau memberikan kesan ia sedang marah.Jadi Angel merasa jauh lebih rileks, dan sesekali melihat keluar melalui kaca mobil di sampingnya.Hanya 10 menitan dengan mobil, keduanya telah memasuki pelataran rumah makan.Angel sedikit terkesiap dan berceletuk ringan "Ini tempatnya?." "Menurutmu?." Jawab Anggara ringan juga."Turun." Sambung pria itu lagi."Oh." Jawab Angel singkat, sembari membuka pintu mobil dan keluar dengan cepat. Angel berjalan masuk ke rumah makan lebih dulu sesuai perintah Anggara, dan tentu saja ini masih sesuai dengan pemikirannya sendiri. Padahal yang sebenarnya Anggara meminta wanita itu turun dari mobil lebih dulu, menunggunya di depan rumah makan sementara ia memarkirkan mobil. Anggara juga tidak menjelaskan apapun atau memintanya menunggu di depan, hanya menyuruh Angel

  • Oh...Jandaku tersayang.   Han..jangan harap!.

    "Jangan khawatir di jamin bapak akan kembali bugar, dan tenaga yang terkuras akan terisi kembali." Ucap Angel ringan. Tak ada maksud apapun dari perkataan yang meluncur, ia hanya ingin menyampaikan kepedulian secara transparan apa adanya, tentu saja tulus perduli sebagai seorang sekertaris pribadi. Namun dalam penerimaan Anggara jelas sangat berbeda, pria tersebut diam sejenak berusaha untuk mencari penjabaran baik dari inti perkataan barusan. Akan tetapi semakin di cermati kalimat tersebut, semakin jelas kekesalan hatinya. "Apa wanita ini sedang meragukan kemampuanku?", Kurang lebih demikian pemikiran Anggara. Ia menatap wanita di depannya dengan tajam sembari bertanya. "Apa maksudmu?". "Apa ini lelucon?." Sambungnya dalam hati. Seolah tidak mendengar, Angel tidak menjawab dan masih fokus pada dasi di lehernya. "Sudah pak." Ucap wanita itu setelah selesai membantu memakaikan dasi. "Apa menurutmu aku lemah?." Tanya Anggara lagi dengan nada dalam, serta wajah yang se

  • Oh...Jandaku tersayang.   Nikah di bawah tangan.

    "Sudah berapa lama kau berkerja seperti ini?." Anggara membuka pembicaraan. Namun, hanya baris kalimat." Sudah berapa lama?yang keluar dari bibir, baris yang lain di rasa tidak perlu. Dan seperti sebelum-sebelumnya, Eva sudah bisa mengerti, memahami arah pembicaraan serta pertanyaan Anggara. "2 tahun." Jawabnya singkat. Eva kembali meneguk minuman dalam gelas, namun kali ini ia tidak langsung menghabiskannya. Wanita itu memutar-mutar gelas pelan seraya kembali melanjutkan perkataan. "Aku pernah beberapa kali kerja di tempat lain, tapi karena status sia*an ini semua tak bertahan lama." Anggara menatap mata jernih sosok di sampingnya, seakan mencoba menelisik lebih jauh dengan apa yang di dengar barusan. "Ada apa dengan itu?, bagaimana status janda bisa mempengaruhi pekerjaan?." Anggara berdiri dari duduk, membayangkan sosok janda lain dan berjalan menuju meja kecil untuk mengambil gelas satu lagi. Sejenak Anggara menatap gelas tersebut dengan tatapan lembut yang tak bisa di paha

  • Oh...Jandaku tersayang.   Bersihkan tubuhmu.

    Dan benar saja, kurang dari 2 menit dari waktu yang di janjikan, pintu kamar hotel di ketuk dari luar."Evangeline." Ucap sosok sang wanita, ketika pintu terbuka.Ia sengaja menyebut "Evangeline", untuk memperkenalkan diri seperti yang biasa ia lakukan.Anggara memperhatikan sosok di sana sejenak, sebelum berbalik masuk dan membiarkan wanita itu mengikuti.Ia sudah menebak bahwa sosok di sana adalah teman kencannya kali ini."Evangeline, Angeline." Nama itu berputar sejenak di pikiran, ketika melangkah masuk ruangan.Ada senyum sinis singkat tercetak pada bibir Anggara.Ia tak habis pikir mengapa harus memilih wanita itu dalam kencan singkatnya kali ini, padahal banyak pilihan lain yang jauh lebih baik. Anggara berjalan menuju lemari pendingin kecil, yang berada di sudut ruangan sejajar dengan tempat tidur, mengeluarkan sebuah botol minuman serta mengambil gelas kecil tak jauh dari lemari pendingin, seolah tidak memperdulikan

DMCA.com Protection Status