Tok … tok … tok ….“Sayang, buka pintunya.” Untuk yang kesekian kalinya Ezra membujuk Poppy, tetapi wanita itu benar-benar mengunci pintunya! “Sayang … kau salah paham.”Pria itu mengembuskan napasnya dengan kasar ketika tidak ada jawaban dari Poppy. Meski begitu, Ezra tidak menyerah.“Kalau kau tidak mau membuka pintunya, terpaksa aku akan mendobraknya!” Sialnya ancaman Ezra tidak ditanggapi oleh Poppy. Hal itu karena Poppy yang sudah tidur terlelap.Iya, mungkin karena obat yang diminumnya mengandung obat tidur. Sehingga ia yang tadinya hanya menggertak malah ketiduran. Dari luar Ezra tampak frustasi karena tidak mendapatkan sahutan dari Poppy. Pria itu pikir jika sang kekasih benar-benar marah padanya. Sehingga memutuskan untuk memanggil seorang pelayan. “Aku ingin kunci cadangan kamar utama!” “Baik, Pak.” Wanita paruh baya yang memiliki jabatan sebagai kepala pelayan itu segera menuruti perintah Ezra.Tidak membutuhkan banyak waktu baginya untuk melaksanakan apa yang diperi
“Argh!” Keenan mengerang sambil memegangi kepalanya yang sakit. Ia mengedarkan pandangannya, dan mendapati jika dirinya ada di kamar. “Siapa yang membawaku ke sini?”Baru beberapa detik dari Keenan berpikir, pria itu sudah mendapatkan jawabannya ketika tiba-tiba pintu kamarnya di buka.“Sayang, kau sudah bangun.” Seren menghampiri dengan seulas senyum yang terukir di wajahnya.Melihatnya jelas membuat Keenan muak. Terlebih saat Seren memanggilnya dengan panggilan sayang! Bukankah mereka sudah mengakhiri hubungan? “Apa yang kau lakukan di sini?” tanya Keenan memilih turun dari ranjang. “Aku sangat mengkhawatirkanmu tadi malam. Makanya membawamu pulang. Tapi … siapa yang menyangka jika kita malah menghabiskan malam panas berdua.” Keenan yang akan ke kamar mandi langsung menghentikan langkahnya. Pria itu menoleh kemudian menatap Seren dengan satu alis yang terangkat. “Apa maksudmu?” “Sepertinya pengaruh dari alkohol yang kau minum membuatmu tidak ingat dengan malam tadi,” ujar
“Aku sangat gugup.” Ezra menggerakan kakinya tidak tenang. Hal itu jelas membuat Poppy menatap heran. “Kenapa kau yang gugup? Padahal aku yang akan disidang!” “Tentu saja! Aku takut kau luluh kembali dengan pria perebut itu dalam mediasi nanti.” Ya, kini mereka tengah dalam perjalanan menuju pengadilan untuk memenuhi panggilan atas perceraian yang diajukan Poppy. Wanita itu menatap Ezra dengan jenuh. “Sudah berapa kali aku meyakinkanmu jika hal itu tidak akan terjadi!”“Tapi—” “Kau sepertinya memang tidak percaya padaku,” cetus Poppy membuang muka. Malas juga menghadapi Ezra yang terus-menerus seperti itu! “Sayang, bukan seperti itu.” Ezra berusaha menjelaskan, tetapi Poppy memilih menutup telinganya dengan headset. Namun, bukan Ezra namanya yang akan menyerah. Pria itu mengambil satu headset yang terpasang di telinga Poppy kemudian dipasangkan di telinganya. “Ck! Kupikir kau benar-benar mendengarkan lagu. Ternyata hanya untuk menghindari penjelasanku.” Bersamaan den
“Jika tidak ingin karirmu sebagai Dokter hancur, lebih baik kau menyerah.” Bukan hanya Keenan yang terkejut, tetapi Poppy juga!Wanita itu menatap Ezra dengan heran. “Apa maksudmu?” tanyanya.“Kini rumah sakit tempat dia bekerja milikku! Aku bisa memberhentikan kau sebagai kepala bedah jika tidak menyerah dengan Poppy.”Gila! Ezra benar-benar gila. Kali ini pria itu akan melakukan apa saja untuk mendapatkan Poppy, sekalipun harus menghabiskan banyak uang untuk membeli rumah sakit tempat Keenan bekerja. “Kau gila!” sentak Keenan tidak terima. “Ya, aku memang gila. Aku tergila-gila pada istrimu, dan aku akan melakukan apapun seperti yang kau lakukan dulu!” Ezra menatap Keenan dengan sengit.Sementara Poppy hanya mampu memegang kepalanya yang tiba-tiba terasa pening. “Jika memang begitu, lakukan saja! Aku tetap akan mempertahankan pernikahanku dengan Poppy.” Mendengarnya jelas semakin membuat Poppy tercengang. Wanita itu tahu bagaimana perjuangan Keenan untuk mencapai cita-citany
Ucapan Ezra bukanlah sebuah bualan. Kini, Keenan yang tetap kukuh ingin mempertahankan Poppy membuatnya kehilangan pekerjaan.Keenan membawa semua barang-barangnya dari ruang pribadi dengan langkah gontai. Hingga tiba-tiba langkah pria itu terhenti karena dihadang oleh seseorang. “Apa yang kau lakukan di sini?” tanya Keenan menatap kesal pada pria yang ada di depannya. “Apa hakmu menanyakan hal itu pada pemilik rumah sakit?” Ezra balas menatap Keenan dengan tajam. “Ck!” Keenan memutar bola matanya malas.“Apa kau tidak sayang dengan karir yang kau bangun, hemm?” “Masih banyak rumah sakit besar di kota ini!” cetus Keenan tetap angkuh.Ezra terkekeh kecil sambil menatap Keenan dengan remeh. “Sebaiknya kau menyerah sebelum karirmu benar-benar hancur!” Kali ini Keenan membalasnya dengan senyuman miring. Pria itu tetap kukuh dengan pendiriannya. “Aku tidak peduli! Sekalipun kau menghancurkan karirku, aku tidak akan membiarkan kau merusak rumah tanggaku dengan Poppy!” “Haha … ap
“Ezra, menjauhlah. Aku kesulitan bergerak,” cetus Poppy sambil mendorong Ezra yang terus menempel padanya.“Tidak, aku tidak akan menjauh darimu. Kita seperti magnet yang saling menarik, Sayang.” Ezra malah mengeratkan pelukannya hingga tubuh mereka benar-benar menempel, padahal Poppy sedang mencetak adonan yang membuatnya jadi kesulitan! Poppy memutar bola matanya. “Perkataanmu salah besar, Ezra!” “Apa maksudmu, hemm?” Ezra membalikan tubuh Poppy dengan ringan kemudian menatap wanita itu dengan intens–menunggu jawaban apa yang akan Poppy berikan.“Kita tidak sedang saling menarik. Itu hanya berlaku untukmu!” Pria itu meringai. “Benarkah? Bukankah kau menarikku dengan cake yang belum jadi ini, hemm?” Tersenyum masam, Poppy mengumpat dalam hati jika tebakan Ezra benar! Melihat ekspresi Poppy yang seperti itu membuat Ezra terkekeh. Pria itu senang karena tebakannya benar.“Sudahlah lebih baik mengaku saja! Sekalipun kau berbohong, aku tetap akan bisa menebaknya.” Bangga sekali
vKarena sudah terlanjur berjanji, Ezra tidak mungkin menarik ucapannya lagi. Karena itulah sekarang ia menatap cake yang sudah Poppy hias sedemikian rupa.Nampak cantik, tetapi entah dengan rasanya. Ezra sendiri merasa ragu, tetapi melihat Poppy yang terus menatapnya membuat Ezra tidak bisa berkutik.“Ezra, ayo kau harus memakan semuanya!” “Baiklah.”Dengan patuh Ezra memakannya. Raut wajahnya yang semula ragu, kini terlihat berbinar.“Ada apa dengan wajahmu, Ezra?” tanya Poppy heran.“Baby, ini tidak seburuk yang aku pikirkan!”“Maksudmu?”“Cakenya sangat enak!” cetus Ezra kemudian menyuapi Poppy.“Kau yakin?” Poppy menatap Ezra tidak percaya. Wanita itu bahkan merasa ragu dengan buatannya sendiri.“Tentu saja! Untuk apa aku berbohong?” “Bisa saja kau hanya ingin mengerjaiku.” Tudingan Poppy membuat Ezra terkekeh.“Kenapa bisa berpikir seperti itu?” “Karena kau pembohong yang ulung!” Sontak tawa Ezra langsung terhenti. Pria itu mendengus sebal. “Ya sudah jika kau tidak mau pe
“Aku sudah tidak sabar mendengar ketok palu dari hakim yang mengesahkan dirimu sebagai janda.” Ezra terus mengoceh saat mereka sedang dalam perjalanan ke pengadilan. Hari ini merupakan sidang putusan. Sehingga Ezra sangat tidak sabar untuk segera sampai.“Hemm, aku juga. Jika sudah sah bercerai maka aku bisa jadi bebas.”“Apa maksudmu bebas? Itu tidak akan pernah terjadi!” cetus Ezra mendelik sebal. Poppy yang melihatnya menautkan keduanya. “Maksudmu?”“Status jandamu tidak akan bertahan lama, Poppy! Setelah kau sah bercerai dengan pria itu, aku akan langsung menikahimu.” Ezra begitu percaya diri saat mengatakannya.Pria itu tampak sudah tidak sabar meminang Poppy. “Mana bisa begitu! Kau harus menunggu, setidaknya satu bulan.” “Tidak! Satu bulan terlalu lama untukku.” Pria itu teguh pada pendiriannya untuk meminang Poppy sesegera mungkin. “Tapi itu peraturannya—” “Aku tidak peduli! Lagi pula peraturan itu berlaku jika kau pernah melakukan hubungan badan dengan pria itu. Tapi pa
Tidak bisa memutuskan begitu saja, Sesil diam. Sehingga Keenan kembali menocba meyakinkan. "Sesil, aku benar-benar lajang." "Meski begitu, kita bahkan tidak saling mengenal.""Kita bisa belajar mengenal satu sama lain lebih dulu jika begitu." "Lantas jika aku tidak merasa cocok denganmu, bagaimana?" tanya Sesil menatap Keenan dengan tajam."Kita tetap harus menikah."Tentu saja keputusan Keenan membuat Sesil mendengus sebal. "Jika keputusannya sama, untuk apa melakukan pendekatan?"Keenan terkekeh kecil dengan tangan yang mengusap ujung kepada Alice. "Karena aku yakin kau akan merasa cocok denganku." Begitu percaya dirinya Keenan mengatakan itu, sehingga membuat Sesil lagi-lagi mendengus. "Kau terlalu percaya diri!" cetus Sesil."Kau akan merasakannya jika sudah menjalani." "Sayangnya aku tidak mau," ujar Sesil masih teguh dengan pendirian. Mendensah pelan, Keenan menatap Sesil dengan serius. "Sesil, pertimbangkan baik-baik. Ini demi Alice. Lagipula ... apa yang mampu membiay
Kali ini Sesil yang mengerutkan kening. Apa maksudnya Keenan mengatakannya bodoh? "Dari pada bingung, lebih baik kau ikut denganku!" ujar Keenan lantas mengajak Sesil untuk kembali ke restoran tempat ia berkumpul dengan teman-temannya.Tentu dengan tidak semerta-merta Sesil mau ikut. Wanita itu menggeleng lalu berkata, "Untuk apa aku ikut denganmu? Aku bahkan tidak memiliki kepentingan hingga harus mendengarkan penjelasanmu!" Mengusap wajahnya dengan kasar. Tentu Keenan sadar jika ini tidak akan mudah. Terlebih ia dan Sesil yang bahkan hanya berhungan ketika malam itu saja. "Tentu saja kita memiliki kepentingan! Apa kau tidak lihat Alice merindukanku? Merindukan papa kandungannya!" Menggeleng dengan cepat, Sesil menyangkal itu semua. "Tidak, Alice tidak merindukanmu." "Benarkah?" Keenan lantas menoleh ke arah Alice yang sekarang berada dalam gendongannya. "Alice, apa kau tidak merindukan papa?" Tentu Alice yang masih polos tidak mengerti jik mamanya tengah menghindari pria ya
Sesil dan Alice langsung menoleh ketika mendengar nama mereka dipanggil. Keduanya tampak terkejut ketika mengetahui yang memanggil mereka adalah Keenan. Hanya saja mereka memiliki reaksi yang berbeda. Jika Sesil langsung pucat. Sangat bertolak berlakang dengan Alice yang sangat bahagia. Gadis kecil itu bahkan langsung memanggil Keenan sambil melambaikan tangan. "Papa!" Keenan membalas lambaian tangan Alice kemudian berjalan mendekat. Membuat Sesil yang menyadari itu lekas pergi dari sana.Sesil berbalik sambil menarik Alice sedikit kasar karena takut akan kehadiran Keenan yang semakin mendekat. "Alice, ayo kita pergi!""Tidak! Aku ingin bertemu Papa." Alice menahan sekuat tenaga, tetapi tenaganya sangat jauh dari sang mama. Alhasil Alice terseret yang membuat Keenan yang melihat itu tidak terima. Keenan berlari, mempercepat langkahnya untuk mengejar Sesil. Sehingga kakinya yang panjang berhasil menyusul. "Tunggu!" seru Keenan seraya menghadang jalan Sesil sambil merentangkan kedu
Tiba di rumah, Sesil langsung memasukkan semua pakaiannya ke koper. Wanita itu tidak bisa diam saja karena takut jika Keenan akan merebut Alice darinya.Tidak, Sesil tidak akan pernah membiarkan hal itu terjadi! Ia yang mengandung dan melahirkannya. Sesil juga yang merawatnya sampai sekarang. Jadi yang berhak atas Alice adalah dirinya. "Mama, kita mau ke mana?" tanya Alice ketika Sesil selesai mengemasi pakaiannya, dan mengajak Alice untuk pergi. "Kita ke rumah nenek, Alice. Kau tau, Nenek sudah merindukan kita!" Dengan cepat Alice menggeleng. "Tidak! Aku akan tetap tinggal di sini," cetusnya."Alice---" "Papa sudah berjanji akan pulang, jadi aku akan menunggunya!" Sesil mendesah frustasi. Lagi-lagi anaknya itu bersikap keras kepala dalam keadaan genting seperti ini. Sehingga membuat Sesil semakin terpojok. "Kita bisa beritahu papa, biarkan papa menyusul nanti. Hemm?" Sekuat tenaga Sesil menahan dirinya untuk tidak marah kepada Alice. Karena bagaimanapun Alice tidaklah salah.
"Mohon maaf sebelumnya, tapi bisakah Anda tidak mengaku-ngaku sebagai papa dari anak saya?" Sesil menatap Keenan dengan tajam.Sementara Keenan tampak lebih tenang dari sebelum-sebelumnya. Banyak pelajaran yang pria itu ambil dari kejadian beberapa tahun terakhir. Sehingga ia bersikap lebih tenang. "Maafkan saya jika memang perbuatan saya tadi membuatmu tidak nyaman. Saya hanya ingin menyenangkan Alice," ucap Keenan begitu tenang.Sesil mendesah pelan lalu berkata, "Tetapi perbuatan Anda akan membuat Alice menjadi ketergantungan. Alice anak yang kadang keras kepala, jadi saya khawatir jika nanti Alice akan benar-benar menganggap Anda sebagai papanya." "Jika memang demikian ... saya tidak keberatan," ujar Keenan lagi-lagi membuat Sesil merasa pening. Seharusnya Keenan melakukan penolakan. Terlebih bagaimana jika istri dari pria itu salah paham andai melihat Alice yang memanggilnya dengan sebutan papa? Oh, ayolah! Sesil tidak tahu saja jika Keenan sudah menduda selama lima tahun ini
"Pak Keenan," tegur Gigi ketika melihat Keenan yang malah melamun. Sontak hal itu membuat Keenan terperanjat. Sehingga cangkir yang dipegangnya terjatuh. Prang! Pecahan kaca itu berserakan, membuat Keenan refleks menghindar. Pria itu mendesah sambil menunduk, menatap pecahan kaca tersebut dengan datar. “Dokter, tidak apa-apa?” tanya Gigi panik.“Hemm. Tolong panggilkan petugas kebersihan,” ujar Keenan sambil berlalu. Setelahnya Keenan mengembuskan napasnya dengan kasar. Entah kenapa senyum Alice terus menari-nari dalam pikirannya. Hingga dadanya berdebar-debar, seolah merasakan kerinduan yang mendalam. Padahal ia baru sekali bertemu dengan anak gadis itu! Sementara di tempat lain, lebih tepatnya di rumah Sesil. Wanita itu menghempaskan tubuhnya di sofa, lalu memejamkan mata. Pertemuannya dengan Keenan jelas membuat Sesil terganggu. Wanita itu bahkan menjadi teringat dengan malam panas bersama Keenan.“Mama,” panggilan dari Alice lantas menyadarkan Sesil. Buru-buru ia menggele
Tanpa pikir panjang Alice langsung mengangguk dengan cepat. Gadis kecil itu tampak tidak sabar ingin segera memakan cokelat yang diberikan Keenan. Karenanya ia langsung membuka bungkusnya kemudian membuang sembarangan.Tentu saja hal itu membuat Keenan yang selalu ingin bersih dan rapih melebarkan mata saat melihatnya. Namun, dengan segera ia mengubah raut wajahnya karena yang dihadapannya ini adalah seorang anak kecil."Hei, gadi kecil! Kau harus membiasakan diri untuk tidak membuang sampah sembarangan." Meringis kecil, Alice yang menyadari kesalahannya hanya mampu berkata, "Maaf, Doktel! Alice lupa."Keenan tersenyum kecil lalu mengangguk saja. Hingga Sesil yang sejak tadi melihat interaksi keduanya pun segera mengajak Alice pulang."Alice, kita pulang.""Tapi Alice masih betah di sini. Doktelnya baik, Mom!"Mendesah pelan, Sesil kebingungan harus membujuk Alice bagaimana. "Sayang, Dokternya mau kerja. Jangan diganggu," ujarnya masih berusaha membujuk.Namun, gadis kecil itu tidak
Keenan melebarkan matanya saat melihatmu wanita yang ada di depannya. Wanita yang sama dengan malam yang pernah ia lewati dulu. Iya, Keenan masih ingat betul pada sosok Sesil yang menghabiskan malam bersamanya saat ia mabuk waktu itu. Begitu juga dengan Sesil, wanita itu masih hafal dengan wajah dan .... "Huwaaaa ... Dokternya jahat," tangis Alice menyadarkan Sesil maupun Keenan dari rasa terkejut mereka.Sesil lantas menarik Alice agar menjauh dari Keenan. "Sudah, Alice. Jangan menangis," ujarnya mencoba menenangkan anaknya.Namun, tangis anak bernama Alice itu tidak berhenti dan cenderung lebih keras. Membuat Sesil kebingungan harus melalukan apa. Hingga tiba-tiba .... "Hei anak girl, menangislah yang puas." Keenan mendekat dengan posisi yang masih berjongkok--mensejajarkan diri dengan tubuh Alice yang kecil.Tentu saja Sesil melebarkan mata mendengar ucapan Keenan. Padahal dirinya sedang kesulitan untuk menghentikan tangis Alice yang tidak kunjung berhenti dan mengganggu sekitar
Sudah lima tahun berlalu dari Keenan meninggalkan hiruk-pikuk kota tempat asalnya tinggal. Mengabdi pada salah satu rumah sakit yang berada di desa pinggir kota membuat Keenan mulai menata hidupnya yang berantakan karena kesalahannya di masa lalu.Meski begitu, Keenan masih belum bisa sepenuhnya melupakan cinta pertama sekaligus mantan kekasihnya--Poppy yang ia dengar sudah memiliki seorang anak.Karenanya Keenan selalu menyibukan diri dengan bekerja meski itu di hari liburnya. Seperti sekarang ini, pria itu baru saja tiba di rumah sakit yang membuat para pekerja di sana menyapa."Dokter Keenan, kau kembali bekerja. Padahal ini hari liburmu. Apa kau tidak ingin menikmati hari libur dengan bersantai di rumah saja?" Keenan tersenyum mendengarnya lantas menjawab, "Tidak ada yang spesial di hari libur. Saya lebih menyukai tinggal di sini.""Dokter, kau memang idaman! Tidak hanya tampan dan jenius, tapi kau juga rajin. Beruntung sekali yang akan menjadi istrimu nanti." Sontak Keenan t