“Ada apa dengan wajahmu?” Ezra menatap Poppy dengan curiga.Dengan pelan Poppy menggeleng, dan itu membuat Ezra semakin curiga. Terlebih wanita itu menjadi pendiam setelah berbicara dengan Keenan tadi!“Jangan berbohong, Poppy. Selama dalam perjalanan kau menjadi pendiam. Aku tahu ada sesuatu yang kau sembunyikan,” ujar Ezra memicingkan matanya tajam. “Aku tidak sedang berbohong, Ezra.”Sekeras apa Poppy mengelak, pada akhirnya Ezra tetap curiga. Pria itu tidak puas dengan jawaban Poppy barusan.“Apa kau menyesal bercerai dengannya?” tanya Ezra dengan segala prasangka buruknya. “Tidak, Ezra. Tidak ada yang aku sesali,” jawab Poppy yang lagi-lagi tidak dapat Ezra percaya. “Lalu kenapa wajahmu menunjukan jawaban yang berbeda?” Mata pria menatap Poppy dengan penuh selidik. Lihatlah, sifat overthinking Ezra sedang kambuh!Poppy mengembuskan napas dengan kasar kemudian menatap Ezra dengan jenuh. “Aku tidak menyesal, dan aku tidak menyembunyikan sesuatu. Bisakah kau percaya, hemm?” “T
“Ibu, aku datang lagi bersama Ezra. Kali ini … statusku benar-benar bukan lagi istri dari Keenan. Maafkan aku karena membuatmu kecewa. Tapi aku senang karena sudah bercerai dengan Keenan. Lagi pula kau tidak perlu khawatir, karena aku akan tetap bahagia bersama pilihanku.” Poppy menoleh ke arah Ezra yang juga menoleh ke arahnya. Sehingga pandangan mereka saling bertemu dan mengunci satu sama lain.Dapat mereka rasakan jika orang yang ada di hadapannya memang sangat mencintai. Terbukti dari tatapan mereka yang dalam. Sementara bibirnya mengembang sempurna. Setelah cukup lama mereka saling pandang, Ezra mengalihkan perhatiannya pada makam calon ibu mertuanya. “Ibu mertua, aku berjanji akan menjaga anakmu dengan baik. Akan aku pastikan wanita di sampingku bahagia. Andai aku mengingkari janji … kau bisa menghukumku!” Begitu lugas Ezra berbicara. Pria itu benar-benar tidak menyia-nyiakan kesempatan untuk meminta restu pada mendiang ibunya Poppy. “Kami akan segera menikah. Mohon res
“Poppy!” Rexi memekik begitu melihat Poppy masuk ke ruangan.Wanita itu langsung memeluk Poppy yang sudah lama tidak mereka jumpai. “Kau dari mana saja?” Rexi melepaskan pelukan kemudian mencerca Poppy dengan berbagai macam pertanyaan yang membuat Poppy meringis kecil.“Aku tidak ke mana-mana.” “Lalu kenapa kau tidak masuk kerja? Apa Pak Ezra mengurungmu?” “Tidak, lebih tepatnya aku ada memiliki sedikit masalah.” Poppy sendiri bingung harus menjelaskannya bagaimana perihal masalah yang ia hadapi kemarin.Masalahnya … Poppy belum menceritakan mengenai hubungannya dengan Ezra di masa lalu kepada Rexi! “Kalau begitu apa masalahmu sudah selesai?”“Ya, beruntungnya kini semua sudah selesai.” “Artinya kau dan Pak Ezra akan segera menikah!” Poppy langsung bengong mendengarnya. “Ka-kau tahu dari mana?” “Tentu saja dari Pak Ezra!” Jelas jawaban Rexi semakin membuat Poppy bingung. Karenanya Rexi menjelaskan apa yang terjadi selama Poppy tidak masuk bekerja. “Awalnya aku begitu terkej
Poppy menatap Ezra dengan tajam, sedangkan yang ditatap sama sekali tidak menunjukan rasa bersalah. Pria itu menyengir kuda kemudian bangkit. Sehingga tidak disia-siakan oleh Poppy untuk melakukan yang sama. “Nenek, kenapa datang dadakan begini?” tanya Ezra mulai serius.Kini mereka sedang duduk berhadapan dengan Ezra dan Poppy yang duduk berdampingan. “Tadi nenek ke apartemen, tapi ternyata tidak ada siapa-siapa. Jadi nenek putuskan untuk ke mari.” “Memang ada apa menemuiku?”Belinda mendelik kemudian melirik ke arah Poppy. “Siapa juga yang ingin menemuimu! Yang ingin nenek temui itu Poppy.” Tentu saja Ezra semakin penasaran karena bukan ia tujuan Belinda. “Jadi, Nenek ingin menemui kekasihku yang akan sebentar lagi jadi istriku?” tanya bertele-tele yang langsung dibalas anggukan oleh Belinda. “Ini menarik.” Ezra menjetikan jarinya. “Untuk apa, Nenek menemui Poppy?” “Ck! Kau tidak perlu tahu. Ini bukan urusanmu,” cetus Belinda membuat Ezra mendengus. “Tentu saja menjadi ur
“Nenek, hati-hati.” Poppy memeluk Belinda sebelum wanita paruh baya itu pergi. “Kau juga!” “Nenek tidak perlu mengkhawatirkan aku. Aku akan baik-baik saja,” ujar Poppy diselingi kekehan kecil. “Ya, nenek percaya selama kau berada di samping Ezra … semua akan baik-baik saja.” “Iya, Nek.”“Ya sudah, kalau begitu nenek pulang. Kau jangan terlalu lelah, karena bagaimanapun kau akan segera menikah.” Poppy menanggapinya dengan senyuman. Setelah kepergian Belinda, Poppy segera kembali untuk menemui Ezra di ruang meeting. Namun, pada saat di lift, tiba-tiba ….Bruk! Benda itu merosot cepat membuat Poppy memekik. Tidak ada siapa-siapa di dalam sana kecuali Poppy seorang. Duk!Kepala Poppy terbentur akibat goncangan tepat mengenai lukanya yang belum sembuh betul. Sehingga membuat pusing.Tidak dapat menahan bobot tubuhnya yang tiba-tiba lemas, Poppy berjongkok sambil memeluk lutut. Ia menarik napasnya dalam kemudian dikeluarkan secara perlahan. Hal pertama yang Poppy ingat adalah Ez
Kabar jika Poppy terjebak di dalam lift sudah menyebar. Termasuk kepada Kevin yang baru saja menyelesaikan rapat. Pria itu langsung menemui Ezra–mengkhawatirkan atasannya. “Pak, saya dengar—” “Kekasihku di dalam, Kevin.”Seperti anak kecil yang kehilangan mainannya, Ezra mengadu begitu Kevin datang. Sehingga ucapan Kevin terpotong begitu saja. Kevin menatap Ezra dengan iba. Bagaimanapun ia paling paham perasaan Ezra kepada Poppy, tentunya setelah Belinda. Tidak seperti biasanya yang bersikap sopan dan patuh, kali ini Kevin mengusap bahu Ezra tanpa ragu. “Saya yakin Nona Poppy baik-baik saja, Pak. Lebih baik kita doakan saja.”“Itu sudah kulakukan dari tadi!” cetus Ezra yang merasa tidak membutuhkan ucapan tidak berguna seperti itu.Saat ini Ezra membutuhkan kepastian tentang Poppy. Ia ingin segera menemui kekasihnya yang terjebak di dalam kotak besi. Sungguh, Ezra tidak pernah merasa sekhawatir ini sebelumnya. Sang tangan kanan langsung bungkam. Kevin sadar jika ucapannya tida
Ezra terus menunggu Poppy yang masih belum juga bangun. Hingga akhirnya dengan perlahan mata yang setia dengan terpejam itu mulai membuka mata. Membuat Ezra yang sejak tadi menunggu, menantinya dengan penuh harap.“Baby ….” “Ezra,” ucap Poppy dengan lirih ketika hal pertama yang ia lihat itu Ezra. “Iya, Sayang. Ini aku.” Ezra menggenggam tangan Poppy dengan erat. Ia yang semua duduk langsung berdiri dengan tubuh yang condong untuk mengecup kening Poppy dengan lama. “Akhirnya kau bangun juga.” Ezra begitu lega setelah Poppy kembali bangun. Pria itu bahkan meneteskan air saking terharunya yang tanpa sengaja menetes pada pipi Poppy.“Ezra, kau menangis.” “Hemm.” Ezra menjauh kemudian membenarkan membuat Poppy terkekeh begitu lirih.“Kenapa menangis? Kau seperti anak kecil!” “Bagaimana tidak menangis, Baby? Kau baru saja selamat dari maut. Aku benar-benar takut kehilanganmu.” Genggaman tangan semakin kuat yang membuat Poppy sedikit kesakitan.Namun, wanita itu memilih untuk protes
Poppy menatap Ezra dengan serius, menunggu apa yang akan pria itu katakan. “Ezra, katakan apa yang sebenarnya terjadi?”Mendesah pelan, Ezra pun mulai cerita, “Aku merasa ada yang iri dengan hubungan kita. Karena itulah orang itu ingin mencelakaimu, Baby.”Mendengarnya tentu membuat Poppy terkejut. “Ezra, apa kau yakin?”“Tentu saja! Sekarang Kevin sedang mencari penyebab pasti yang membuat lift terjatuh. Aku yakin itu kesengajaan, karena tidak mungkin hanya sekedar kebetulan. Sedangkan tiap bulan kami rutin melakukan perawatan.” “Ezra … tapi bisa saja itu memang kebetulan. Musibah tidak ada yang tau.” Mendengarnya tentu saja membuat Ezra mendesah pelan. “Kau terlalu naif, Baby. Padahal jelas-jelas itu disengaja, masih saja berpikir positif!” “Aku hanya mencoba berpikir positif,” balas Poppy yang tidak disetujui oleh Ezra.“Tapi itu salah besar! Pokoknya aku tidak ingin kau ke perusahaan untuk sementara waktu. Kalau pun kau tidak menurut, maka kau harus menempel kepadaku. Sekalipun
Tidak bisa memutuskan begitu saja, Sesil diam. Sehingga Keenan kembali menocba meyakinkan. "Sesil, aku benar-benar lajang." "Meski begitu, kita bahkan tidak saling mengenal.""Kita bisa belajar mengenal satu sama lain lebih dulu jika begitu." "Lantas jika aku tidak merasa cocok denganmu, bagaimana?" tanya Sesil menatap Keenan dengan tajam."Kita tetap harus menikah."Tentu saja keputusan Keenan membuat Sesil mendengus sebal. "Jika keputusannya sama, untuk apa melakukan pendekatan?"Keenan terkekeh kecil dengan tangan yang mengusap ujung kepada Alice. "Karena aku yakin kau akan merasa cocok denganku." Begitu percaya dirinya Keenan mengatakan itu, sehingga membuat Sesil lagi-lagi mendengus. "Kau terlalu percaya diri!" cetus Sesil."Kau akan merasakannya jika sudah menjalani." "Sayangnya aku tidak mau," ujar Sesil masih teguh dengan pendirian. Mendensah pelan, Keenan menatap Sesil dengan serius. "Sesil, pertimbangkan baik-baik. Ini demi Alice. Lagipula ... apa yang mampu membiay
Kali ini Sesil yang mengerutkan kening. Apa maksudnya Keenan mengatakannya bodoh? "Dari pada bingung, lebih baik kau ikut denganku!" ujar Keenan lantas mengajak Sesil untuk kembali ke restoran tempat ia berkumpul dengan teman-temannya.Tentu dengan tidak semerta-merta Sesil mau ikut. Wanita itu menggeleng lalu berkata, "Untuk apa aku ikut denganmu? Aku bahkan tidak memiliki kepentingan hingga harus mendengarkan penjelasanmu!" Mengusap wajahnya dengan kasar. Tentu Keenan sadar jika ini tidak akan mudah. Terlebih ia dan Sesil yang bahkan hanya berhungan ketika malam itu saja. "Tentu saja kita memiliki kepentingan! Apa kau tidak lihat Alice merindukanku? Merindukan papa kandungannya!" Menggeleng dengan cepat, Sesil menyangkal itu semua. "Tidak, Alice tidak merindukanmu." "Benarkah?" Keenan lantas menoleh ke arah Alice yang sekarang berada dalam gendongannya. "Alice, apa kau tidak merindukan papa?" Tentu Alice yang masih polos tidak mengerti jik mamanya tengah menghindari pria ya
Sesil dan Alice langsung menoleh ketika mendengar nama mereka dipanggil. Keduanya tampak terkejut ketika mengetahui yang memanggil mereka adalah Keenan. Hanya saja mereka memiliki reaksi yang berbeda. Jika Sesil langsung pucat. Sangat bertolak berlakang dengan Alice yang sangat bahagia. Gadis kecil itu bahkan langsung memanggil Keenan sambil melambaikan tangan. "Papa!" Keenan membalas lambaian tangan Alice kemudian berjalan mendekat. Membuat Sesil yang menyadari itu lekas pergi dari sana.Sesil berbalik sambil menarik Alice sedikit kasar karena takut akan kehadiran Keenan yang semakin mendekat. "Alice, ayo kita pergi!""Tidak! Aku ingin bertemu Papa." Alice menahan sekuat tenaga, tetapi tenaganya sangat jauh dari sang mama. Alhasil Alice terseret yang membuat Keenan yang melihat itu tidak terima. Keenan berlari, mempercepat langkahnya untuk mengejar Sesil. Sehingga kakinya yang panjang berhasil menyusul. "Tunggu!" seru Keenan seraya menghadang jalan Sesil sambil merentangkan kedu
Tiba di rumah, Sesil langsung memasukkan semua pakaiannya ke koper. Wanita itu tidak bisa diam saja karena takut jika Keenan akan merebut Alice darinya.Tidak, Sesil tidak akan pernah membiarkan hal itu terjadi! Ia yang mengandung dan melahirkannya. Sesil juga yang merawatnya sampai sekarang. Jadi yang berhak atas Alice adalah dirinya. "Mama, kita mau ke mana?" tanya Alice ketika Sesil selesai mengemasi pakaiannya, dan mengajak Alice untuk pergi. "Kita ke rumah nenek, Alice. Kau tau, Nenek sudah merindukan kita!" Dengan cepat Alice menggeleng. "Tidak! Aku akan tetap tinggal di sini," cetusnya."Alice---" "Papa sudah berjanji akan pulang, jadi aku akan menunggunya!" Sesil mendesah frustasi. Lagi-lagi anaknya itu bersikap keras kepala dalam keadaan genting seperti ini. Sehingga membuat Sesil semakin terpojok. "Kita bisa beritahu papa, biarkan papa menyusul nanti. Hemm?" Sekuat tenaga Sesil menahan dirinya untuk tidak marah kepada Alice. Karena bagaimanapun Alice tidaklah salah.
"Mohon maaf sebelumnya, tapi bisakah Anda tidak mengaku-ngaku sebagai papa dari anak saya?" Sesil menatap Keenan dengan tajam.Sementara Keenan tampak lebih tenang dari sebelum-sebelumnya. Banyak pelajaran yang pria itu ambil dari kejadian beberapa tahun terakhir. Sehingga ia bersikap lebih tenang. "Maafkan saya jika memang perbuatan saya tadi membuatmu tidak nyaman. Saya hanya ingin menyenangkan Alice," ucap Keenan begitu tenang.Sesil mendesah pelan lalu berkata, "Tetapi perbuatan Anda akan membuat Alice menjadi ketergantungan. Alice anak yang kadang keras kepala, jadi saya khawatir jika nanti Alice akan benar-benar menganggap Anda sebagai papanya." "Jika memang demikian ... saya tidak keberatan," ujar Keenan lagi-lagi membuat Sesil merasa pening. Seharusnya Keenan melakukan penolakan. Terlebih bagaimana jika istri dari pria itu salah paham andai melihat Alice yang memanggilnya dengan sebutan papa? Oh, ayolah! Sesil tidak tahu saja jika Keenan sudah menduda selama lima tahun ini
"Pak Keenan," tegur Gigi ketika melihat Keenan yang malah melamun. Sontak hal itu membuat Keenan terperanjat. Sehingga cangkir yang dipegangnya terjatuh. Prang! Pecahan kaca itu berserakan, membuat Keenan refleks menghindar. Pria itu mendesah sambil menunduk, menatap pecahan kaca tersebut dengan datar. “Dokter, tidak apa-apa?” tanya Gigi panik.“Hemm. Tolong panggilkan petugas kebersihan,” ujar Keenan sambil berlalu. Setelahnya Keenan mengembuskan napasnya dengan kasar. Entah kenapa senyum Alice terus menari-nari dalam pikirannya. Hingga dadanya berdebar-debar, seolah merasakan kerinduan yang mendalam. Padahal ia baru sekali bertemu dengan anak gadis itu! Sementara di tempat lain, lebih tepatnya di rumah Sesil. Wanita itu menghempaskan tubuhnya di sofa, lalu memejamkan mata. Pertemuannya dengan Keenan jelas membuat Sesil terganggu. Wanita itu bahkan menjadi teringat dengan malam panas bersama Keenan.“Mama,” panggilan dari Alice lantas menyadarkan Sesil. Buru-buru ia menggele
Tanpa pikir panjang Alice langsung mengangguk dengan cepat. Gadis kecil itu tampak tidak sabar ingin segera memakan cokelat yang diberikan Keenan. Karenanya ia langsung membuka bungkusnya kemudian membuang sembarangan.Tentu saja hal itu membuat Keenan yang selalu ingin bersih dan rapih melebarkan mata saat melihatnya. Namun, dengan segera ia mengubah raut wajahnya karena yang dihadapannya ini adalah seorang anak kecil."Hei, gadi kecil! Kau harus membiasakan diri untuk tidak membuang sampah sembarangan." Meringis kecil, Alice yang menyadari kesalahannya hanya mampu berkata, "Maaf, Doktel! Alice lupa."Keenan tersenyum kecil lalu mengangguk saja. Hingga Sesil yang sejak tadi melihat interaksi keduanya pun segera mengajak Alice pulang."Alice, kita pulang.""Tapi Alice masih betah di sini. Doktelnya baik, Mom!"Mendesah pelan, Sesil kebingungan harus membujuk Alice bagaimana. "Sayang, Dokternya mau kerja. Jangan diganggu," ujarnya masih berusaha membujuk.Namun, gadis kecil itu tidak
Keenan melebarkan matanya saat melihatmu wanita yang ada di depannya. Wanita yang sama dengan malam yang pernah ia lewati dulu. Iya, Keenan masih ingat betul pada sosok Sesil yang menghabiskan malam bersamanya saat ia mabuk waktu itu. Begitu juga dengan Sesil, wanita itu masih hafal dengan wajah dan .... "Huwaaaa ... Dokternya jahat," tangis Alice menyadarkan Sesil maupun Keenan dari rasa terkejut mereka.Sesil lantas menarik Alice agar menjauh dari Keenan. "Sudah, Alice. Jangan menangis," ujarnya mencoba menenangkan anaknya.Namun, tangis anak bernama Alice itu tidak berhenti dan cenderung lebih keras. Membuat Sesil kebingungan harus melalukan apa. Hingga tiba-tiba .... "Hei anak girl, menangislah yang puas." Keenan mendekat dengan posisi yang masih berjongkok--mensejajarkan diri dengan tubuh Alice yang kecil.Tentu saja Sesil melebarkan mata mendengar ucapan Keenan. Padahal dirinya sedang kesulitan untuk menghentikan tangis Alice yang tidak kunjung berhenti dan mengganggu sekitar
Sudah lima tahun berlalu dari Keenan meninggalkan hiruk-pikuk kota tempat asalnya tinggal. Mengabdi pada salah satu rumah sakit yang berada di desa pinggir kota membuat Keenan mulai menata hidupnya yang berantakan karena kesalahannya di masa lalu.Meski begitu, Keenan masih belum bisa sepenuhnya melupakan cinta pertama sekaligus mantan kekasihnya--Poppy yang ia dengar sudah memiliki seorang anak.Karenanya Keenan selalu menyibukan diri dengan bekerja meski itu di hari liburnya. Seperti sekarang ini, pria itu baru saja tiba di rumah sakit yang membuat para pekerja di sana menyapa."Dokter Keenan, kau kembali bekerja. Padahal ini hari liburmu. Apa kau tidak ingin menikmati hari libur dengan bersantai di rumah saja?" Keenan tersenyum mendengarnya lantas menjawab, "Tidak ada yang spesial di hari libur. Saya lebih menyukai tinggal di sini.""Dokter, kau memang idaman! Tidak hanya tampan dan jenius, tapi kau juga rajin. Beruntung sekali yang akan menjadi istrimu nanti." Sontak Keenan t