“Makannya pelan-pelan, aku tidak akan merebutnya darimu!” cetus Poppy ketika melihat Ezra yang meringis ketika memasukkan makanan ke dalam mulutnya.“Aku bahkan sudah sangat pelan, tapi tetap saja ini menyakitkan!” “Kau berlebihan.” “Ck! Ini gara-gara kau yang tidak mau mengobatinya.” Poppy mendelik ketika Ezra kembali membahas soal ciuman yang dimintanya tadi. “Jangan mencari kesempatan dalam kesempitan! Aku tahu itu hanya akal-akalanmu saja. Ezra tersenyum masam. “Kau sangat pintar bisa mengetahuinya dengan mudah,” balasnya.“Tentu saja! Aku sangat hafal dengan isi otakmu yang penuh dengan akal bulus.” “Hahaha-ssttt ….” Ketika tertawa lebar, Ezra malah meringis karena bibirnya benar-benar sakit. “Sudahlah, jangan berpura-pura.” Kali ini Ezra yang mendelik. “Ini sungguhan, Poppy.” “Aku tidak mempercayainya, lebih baik selesaikan makannya. Bukankah kau harus menghadiri rapat?” “Kau benar.” Karenanya dengan cepat Ezra menyelesaikan makan, begitu juga dengan Poppy. Mereka lant
Karena masalah yang sedang mendera membuat Ezra mengajak Poppy untuk pulang lebih awal dari rencana sebelumnya. Begitu tiba, pria itu disambut oleh Belinda yang menatap Ezra dengan prihatin. Wanita tua yang jarang berkunjung ke apartemen Ezra itu langsung memeluk Poppy. “Ayolah, seharusnya aku yang kau peluk!” cetus Ezra karena ia sudah merentangkan tangan, tetapi malah diabaikan.Tidak menyahuti, Belinda masih memeluk Poppy yang langsung dibalas oleh wanita itu. “Poppy, apa kau baik-baik saja?” tanya Belinda setelah melepaskan pelukannya.“Aku baik-baik saja, Nek. Yang sedang tidak baik-baik saja itu Ezra,” jawab Poppy kemudian melirik ke arah Ezra yang mendelik. Belinda mengikuti ke mana arah Poppy melirik kemudian … Bug! Wanita tua itu malah memukul Ezra dengan tasnya.“Argh, Nenek! Apa yang kau lakukan?” Ezra meringis karena tas yang digunakan Belinda keras. “Anak nakal! Kau sudah membuatku khawatir.” Belinda mengomel sambil terus memukul Ezra.Tidak ada perlawanan dari pria
Drrt … drrrt ….Poppy yang memang menunggu Ezra menghubunginya pun langsung menerima panggilan dari pria itu. “Halo, Ezra. Bagaimana, apa semuanya berjalan dengan lancar?” tanya Ezra begitu sambungan terhubung.“Poppy, aku merindukanmu.”Wanita itu mendengus karena Ezra malah mengabaikan pertanyaannya. “Ezra, aku sedang serius. Tolong jawab pertanyaanku!” “Aku tidak sedang bercanda, Poppy,” balas Ezra semakin membuat Poppy geram.Ya … meski sejujurnya Poppy juga merindukan Ezra!Bagaimana tidak, mereka yang biasanya bersama-sama ke manapun. Kini harus berpisah, meski itu tidak lama karena nanti malam pun akan bertemu. Itu pun kalau Ezra pulang! “Biasanya kau ada di sini, menemaniku.” Ezra menambahkan.“Kalau begitu, aku akan ke sana.”Lancang sekali mulut Poppy! Wanita itu langsung memukul mulutnya sendiri karena keceplosan.Sementara Ezra terkekeh. “Sepertinya mala rindu ini tidak bertepuk sebelah tangan,” seloroh Ezra yang sialnya benar. “Tapi sayangnya aku tidak mengizinkan
“Padahal aku sudah mengatakan tidak mau, Ezra.” Poppy menatap Ezra tajam.Sementara yang ditatap hanya meringis kecil. “Salah sendiri kenapa begitu menggoda!” balas Ezra.Poppy mendengus sebal. “Bahkan aku tidak menggodamu! Bagaimana bisa kau tergoda?” “Ck!” Ezra berdecak sebal kemudian menyeringai sambil membalas tatapan Poppy tidak kalah tajam. “Saat aku pulang, kau bahkan dengan sengaja menyingkap jubahmu agar pundak mulusmu itu terekspos, Poppy!” Raut wajah Poppy langsung berubah bingung. “Aku tidak melakukan itu!” sangkalnya.“Tapi pada kenyataannya aku melihatnya dengan jelas. Jadi … ayo coba jelaskan siapa yang menggoda.”Tatapan Ezra yang tampak ‘Lapar’ membuat Poppy menelan ludahnya kasar. “Itu … mungkin karena aku tidur, jadi tidak sengaja menyingkapnya.”“Itu lebih baik daripada menyakal, Poppy sayang.” Ezra mencolek dagu Poppy gemas. Tiba-tiba saja tubuh Poppy merinding dibuatnya. “Ezra, sepertinya sudah hangat. Ayo kita makan,” ujarnya mengalihkan pembahasan. Ezra
“Ayo masuk!” Keenan menyeret Poppy yang enggan masuk ke dalam rumah.Rumah yang dulu begitu hangat, tetapi kini menjadi dingin setelah Keenan mengusirnya.“Tidak, aku ingin pulang!”“Bagaimana kau bilang, jika rumah ini adalah rumahmu!” Poppy menggeleng cepat. “Bukan, ini bukan lagi rumahku setelah kau mengusirku!” Balasan dari Poppy membuat pergerakan Keenan melemah. Diingatkan Kembali dengan kejadian itu membuat Keenan merasa bersalah.Pria itu lantas menutup pintu dan menguncinya. Tidak lupa ia memasukan kuncinya ke dalam saku agar Poppy tidak bisa pergi ke mana-mana. “Poppy, sudah kubilang aku menyesal.” Keenan menunduk di hadapan Poppy. “Penyesalanmu tidak akan mengubah semuanya, Keenan.” Kali ini Keenan yang menggeleng. Pria itu menatap Poppy dalam, kemudian berkata, “Bahkan keadaan tidak ada yang berubah, Poppy. Kau masih istriku, kita … masih suami istri.” “Hanya status, tapi tidak dengan perasaan.” Menelan ludahnya kasar, Keenan baru menyadari ada yang berubah dari d
Prang! Bersamaan dengan pintu yang terbuka, sebuah vas bunga mengenai kepala Ezra.Sontak Poppy yang melihat itu melebarkan matanya dengan sempurna.“Ezra!” Poppy berhambur memeluk Ezra yang limbung, tetapi secepat kilat Keenan menariknya. Sehingga kini, Ezra tergeletak tidak berdaya dengan bersimbah darah.“Lepas!” Poppy berontak, ingin menghampiri Ezra.Namun, Keenan tidak mengizinkan.. Dengan sisa tenaganya, pria itu menyeret Poppy ke kamar sebelah kemudian menguncinya di sana.“Kau diam di sini!” sentak Keenan sebelum ia keluar.“Keenan! Keluarkan aku dari sini!” Wanita itu terus menggedor pintu, tetapi tidak diindahkan oleh Keenan. Hingga tiba-tiba kesadarannya direnggut. ***Setelah kesadarannya kembali, Poppy mengedarkan pandangannya dan mendapati jika dirinya masih berada di kamar yang sama. Tampak Keenan tidur di sampingnya dengan posisi miring–menghadapnya. Pakaian pria itu lusuh dengan beberapa noda darah. Wajahnya menampilkan kelelahan. Namun, itu semua tidak memb
“Tidak! Aku hanya ingin Poppy.” Belinda mengembuskan napas berat karena Ezra begitu teguh dengan perasaannya. “Ezra, kau bahkan tidak memiliki kesempatan.” Sepertinya … Belinda belum ingin menyerah. “Poppy mencintaiku. Kami saling mencintai! Bagaimana bisa kau menyebutnya tidak memiliki kesempatan?” Ingin sekali Ezra bangkit. Sayangnya … ia masih terlalu lemah. Sial! Ezra mengumpat dalam hati dengan kondisinya saat ini. “Bahkan dulu pun begitu. Tapi pada kenyataannya, kau malah dicampakkan.” Ezra benar-benar dibuat pusing dengan permintaan Belinda yang tidak mungkin dituruti! “Sudahlah. Sepertinya kau memang tidak ingin memiliki seorang cicit!” “Apa maksudmu?” “Aku tidak akan pernah menikah jika bukan dengan Poppy.” Sukses! Ancaman itu berhasil membuat Belinda ketar-ketir.“Jaga bicaramu, Ezra!” “Aku tidak sedang bercanda. Jika Nenek terus merengek seperti ini … lebih baik pulang saja. Karena keputusanku … tidak akan pernah berubah!” Teguh sekali pendirian Ezra. Seh
Ezra yang tidak diperbolehkan masuk dengan terpaksa menunggu di luar. Pria itu terus mondar-mandir–menunggu kabar dari dalam.“Ezra, apa yang sebenarnya terjadi?” Belinda yang baru mendengar berita tentang Poppy dari Kevin pun langsung menyusul. Wanita tua itu tampak cemas. “Aku tidak tahu,” jawab Ezra. Tidak lama seorang dokter keluar dari ruangan yang tidak disia-siakan oleh Ezra untuk mencari informasi.“Bagaimana keadaan calon istriku?”Dokter itu mengerutkan kening begitu mendengar pertanyaan Ezra. “Maksud Anda—” “Kau boleh pergi,” ujar Keenan yang tiba-tiba keluar. Mendapatkan perintah dari Keenan, dokter itu lantas pergi. Sehingga kini, tinggallah Ezra yang menatap Keenan dengan sengit.“Apa yang kau lakukan hingga membuat calon istriku terluka?” Keenan berdecih kemudian masuk tanpa menjawab pertanyaan Ezra. Terang saja hal itu mengundang murka. Ezra berniat menyusul, tetapi Belinda menahannya.“Ezra, sudah. Jangan buat keributan di sini!” “Aku harus mencari tahu keada
Tidak bisa memutuskan begitu saja, Sesil diam. Sehingga Keenan kembali menocba meyakinkan. "Sesil, aku benar-benar lajang." "Meski begitu, kita bahkan tidak saling mengenal.""Kita bisa belajar mengenal satu sama lain lebih dulu jika begitu." "Lantas jika aku tidak merasa cocok denganmu, bagaimana?" tanya Sesil menatap Keenan dengan tajam."Kita tetap harus menikah."Tentu saja keputusan Keenan membuat Sesil mendengus sebal. "Jika keputusannya sama, untuk apa melakukan pendekatan?"Keenan terkekeh kecil dengan tangan yang mengusap ujung kepada Alice. "Karena aku yakin kau akan merasa cocok denganku." Begitu percaya dirinya Keenan mengatakan itu, sehingga membuat Sesil lagi-lagi mendengus. "Kau terlalu percaya diri!" cetus Sesil."Kau akan merasakannya jika sudah menjalani." "Sayangnya aku tidak mau," ujar Sesil masih teguh dengan pendirian. Mendensah pelan, Keenan menatap Sesil dengan serius. "Sesil, pertimbangkan baik-baik. Ini demi Alice. Lagipula ... apa yang mampu membiay
Kali ini Sesil yang mengerutkan kening. Apa maksudnya Keenan mengatakannya bodoh? "Dari pada bingung, lebih baik kau ikut denganku!" ujar Keenan lantas mengajak Sesil untuk kembali ke restoran tempat ia berkumpul dengan teman-temannya.Tentu dengan tidak semerta-merta Sesil mau ikut. Wanita itu menggeleng lalu berkata, "Untuk apa aku ikut denganmu? Aku bahkan tidak memiliki kepentingan hingga harus mendengarkan penjelasanmu!" Mengusap wajahnya dengan kasar. Tentu Keenan sadar jika ini tidak akan mudah. Terlebih ia dan Sesil yang bahkan hanya berhungan ketika malam itu saja. "Tentu saja kita memiliki kepentingan! Apa kau tidak lihat Alice merindukanku? Merindukan papa kandungannya!" Menggeleng dengan cepat, Sesil menyangkal itu semua. "Tidak, Alice tidak merindukanmu." "Benarkah?" Keenan lantas menoleh ke arah Alice yang sekarang berada dalam gendongannya. "Alice, apa kau tidak merindukan papa?" Tentu Alice yang masih polos tidak mengerti jik mamanya tengah menghindari pria ya
Sesil dan Alice langsung menoleh ketika mendengar nama mereka dipanggil. Keduanya tampak terkejut ketika mengetahui yang memanggil mereka adalah Keenan. Hanya saja mereka memiliki reaksi yang berbeda. Jika Sesil langsung pucat. Sangat bertolak berlakang dengan Alice yang sangat bahagia. Gadis kecil itu bahkan langsung memanggil Keenan sambil melambaikan tangan. "Papa!" Keenan membalas lambaian tangan Alice kemudian berjalan mendekat. Membuat Sesil yang menyadari itu lekas pergi dari sana.Sesil berbalik sambil menarik Alice sedikit kasar karena takut akan kehadiran Keenan yang semakin mendekat. "Alice, ayo kita pergi!""Tidak! Aku ingin bertemu Papa." Alice menahan sekuat tenaga, tetapi tenaganya sangat jauh dari sang mama. Alhasil Alice terseret yang membuat Keenan yang melihat itu tidak terima. Keenan berlari, mempercepat langkahnya untuk mengejar Sesil. Sehingga kakinya yang panjang berhasil menyusul. "Tunggu!" seru Keenan seraya menghadang jalan Sesil sambil merentangkan kedu
Tiba di rumah, Sesil langsung memasukkan semua pakaiannya ke koper. Wanita itu tidak bisa diam saja karena takut jika Keenan akan merebut Alice darinya.Tidak, Sesil tidak akan pernah membiarkan hal itu terjadi! Ia yang mengandung dan melahirkannya. Sesil juga yang merawatnya sampai sekarang. Jadi yang berhak atas Alice adalah dirinya. "Mama, kita mau ke mana?" tanya Alice ketika Sesil selesai mengemasi pakaiannya, dan mengajak Alice untuk pergi. "Kita ke rumah nenek, Alice. Kau tau, Nenek sudah merindukan kita!" Dengan cepat Alice menggeleng. "Tidak! Aku akan tetap tinggal di sini," cetusnya."Alice---" "Papa sudah berjanji akan pulang, jadi aku akan menunggunya!" Sesil mendesah frustasi. Lagi-lagi anaknya itu bersikap keras kepala dalam keadaan genting seperti ini. Sehingga membuat Sesil semakin terpojok. "Kita bisa beritahu papa, biarkan papa menyusul nanti. Hemm?" Sekuat tenaga Sesil menahan dirinya untuk tidak marah kepada Alice. Karena bagaimanapun Alice tidaklah salah.
"Mohon maaf sebelumnya, tapi bisakah Anda tidak mengaku-ngaku sebagai papa dari anak saya?" Sesil menatap Keenan dengan tajam.Sementara Keenan tampak lebih tenang dari sebelum-sebelumnya. Banyak pelajaran yang pria itu ambil dari kejadian beberapa tahun terakhir. Sehingga ia bersikap lebih tenang. "Maafkan saya jika memang perbuatan saya tadi membuatmu tidak nyaman. Saya hanya ingin menyenangkan Alice," ucap Keenan begitu tenang.Sesil mendesah pelan lalu berkata, "Tetapi perbuatan Anda akan membuat Alice menjadi ketergantungan. Alice anak yang kadang keras kepala, jadi saya khawatir jika nanti Alice akan benar-benar menganggap Anda sebagai papanya." "Jika memang demikian ... saya tidak keberatan," ujar Keenan lagi-lagi membuat Sesil merasa pening. Seharusnya Keenan melakukan penolakan. Terlebih bagaimana jika istri dari pria itu salah paham andai melihat Alice yang memanggilnya dengan sebutan papa? Oh, ayolah! Sesil tidak tahu saja jika Keenan sudah menduda selama lima tahun ini
"Pak Keenan," tegur Gigi ketika melihat Keenan yang malah melamun. Sontak hal itu membuat Keenan terperanjat. Sehingga cangkir yang dipegangnya terjatuh. Prang! Pecahan kaca itu berserakan, membuat Keenan refleks menghindar. Pria itu mendesah sambil menunduk, menatap pecahan kaca tersebut dengan datar. “Dokter, tidak apa-apa?” tanya Gigi panik.“Hemm. Tolong panggilkan petugas kebersihan,” ujar Keenan sambil berlalu. Setelahnya Keenan mengembuskan napasnya dengan kasar. Entah kenapa senyum Alice terus menari-nari dalam pikirannya. Hingga dadanya berdebar-debar, seolah merasakan kerinduan yang mendalam. Padahal ia baru sekali bertemu dengan anak gadis itu! Sementara di tempat lain, lebih tepatnya di rumah Sesil. Wanita itu menghempaskan tubuhnya di sofa, lalu memejamkan mata. Pertemuannya dengan Keenan jelas membuat Sesil terganggu. Wanita itu bahkan menjadi teringat dengan malam panas bersama Keenan.“Mama,” panggilan dari Alice lantas menyadarkan Sesil. Buru-buru ia menggele
Tanpa pikir panjang Alice langsung mengangguk dengan cepat. Gadis kecil itu tampak tidak sabar ingin segera memakan cokelat yang diberikan Keenan. Karenanya ia langsung membuka bungkusnya kemudian membuang sembarangan.Tentu saja hal itu membuat Keenan yang selalu ingin bersih dan rapih melebarkan mata saat melihatnya. Namun, dengan segera ia mengubah raut wajahnya karena yang dihadapannya ini adalah seorang anak kecil."Hei, gadi kecil! Kau harus membiasakan diri untuk tidak membuang sampah sembarangan." Meringis kecil, Alice yang menyadari kesalahannya hanya mampu berkata, "Maaf, Doktel! Alice lupa."Keenan tersenyum kecil lalu mengangguk saja. Hingga Sesil yang sejak tadi melihat interaksi keduanya pun segera mengajak Alice pulang."Alice, kita pulang.""Tapi Alice masih betah di sini. Doktelnya baik, Mom!"Mendesah pelan, Sesil kebingungan harus membujuk Alice bagaimana. "Sayang, Dokternya mau kerja. Jangan diganggu," ujarnya masih berusaha membujuk.Namun, gadis kecil itu tidak
Keenan melebarkan matanya saat melihatmu wanita yang ada di depannya. Wanita yang sama dengan malam yang pernah ia lewati dulu. Iya, Keenan masih ingat betul pada sosok Sesil yang menghabiskan malam bersamanya saat ia mabuk waktu itu. Begitu juga dengan Sesil, wanita itu masih hafal dengan wajah dan .... "Huwaaaa ... Dokternya jahat," tangis Alice menyadarkan Sesil maupun Keenan dari rasa terkejut mereka.Sesil lantas menarik Alice agar menjauh dari Keenan. "Sudah, Alice. Jangan menangis," ujarnya mencoba menenangkan anaknya.Namun, tangis anak bernama Alice itu tidak berhenti dan cenderung lebih keras. Membuat Sesil kebingungan harus melalukan apa. Hingga tiba-tiba .... "Hei anak girl, menangislah yang puas." Keenan mendekat dengan posisi yang masih berjongkok--mensejajarkan diri dengan tubuh Alice yang kecil.Tentu saja Sesil melebarkan mata mendengar ucapan Keenan. Padahal dirinya sedang kesulitan untuk menghentikan tangis Alice yang tidak kunjung berhenti dan mengganggu sekitar
Sudah lima tahun berlalu dari Keenan meninggalkan hiruk-pikuk kota tempat asalnya tinggal. Mengabdi pada salah satu rumah sakit yang berada di desa pinggir kota membuat Keenan mulai menata hidupnya yang berantakan karena kesalahannya di masa lalu.Meski begitu, Keenan masih belum bisa sepenuhnya melupakan cinta pertama sekaligus mantan kekasihnya--Poppy yang ia dengar sudah memiliki seorang anak.Karenanya Keenan selalu menyibukan diri dengan bekerja meski itu di hari liburnya. Seperti sekarang ini, pria itu baru saja tiba di rumah sakit yang membuat para pekerja di sana menyapa."Dokter Keenan, kau kembali bekerja. Padahal ini hari liburmu. Apa kau tidak ingin menikmati hari libur dengan bersantai di rumah saja?" Keenan tersenyum mendengarnya lantas menjawab, "Tidak ada yang spesial di hari libur. Saya lebih menyukai tinggal di sini.""Dokter, kau memang idaman! Tidak hanya tampan dan jenius, tapi kau juga rajin. Beruntung sekali yang akan menjadi istrimu nanti." Sontak Keenan t