"Aku tidak peduli."
Winter bahkan tidak membutuhkan waktu untuk berpikir sebelum menjawab Kaizen"Aku tidak peduli dia pria atau wanita, aku tetap akan membunuhnya.""Kita tidak diminta untuk membunuh, Winter" dia mulai lelah menjelaskan ini.Winter kembali menarik tangan Kaizen"Aku tidak peduli! Lagipula aku tidak bisa ma-"Ding! Ding![Selamat telah menebak identitas Sang Pangeran dengan tepat! Nilai pengalaman bertahan hidup sudah ditambahkan pada akun setiap pemain!]"Apa-apaan itu?! Kenapa tiba-tiba?! Memangnya itu adalah hal yang pantas diumumkan?!" Nancy kesal dengan interupsi yang mendadak.Raven mulai memiliki firasat yang tidak enak dan melihat ke arah cakrawala, bertemu pandang dengan mata raksasa yang kini tampak lebih sipit dibandingkan sebelumnya seperti bulan sabit. Jika yang diatas sana bukan bola mata melainkan kepala raksasa, bisa dipastikan bahwa pihak lain sedang tersenyum.Raven meMereka berlari seolah tidak ada hari esok, bahkan walau kaki mereka seolah sudah tidak lagi menapak tanah saking cepatnya mereka berlari. Nightmare whisper memungkinkan kekuatan fisik mereka menjadi berkali-kali lipat dibandingkan realita, jadi berlari seperti ini tentu bukan apa-apa.Namun semua orang tau hanya butuh waktu sepersekian detik lagi bagi peluru racun itu menghujani mereka, mengingat betapa rendahnya permukaan tanah pada wilayah pesisir. Raven menggertakkan giginya dan berteriak pada Kaizen yang sudah tak lagi dia seret, sebelah tangannya yang lain juga sudah melepaskan Winter.Pria itu berteriak"Berikan tongkat Nancy padaku!"Tanpa bertanya, Kaizen melempar tongkat Nancy padanya. Raven menangkap benda itu dengan akurat dan melompat setinggi yang dia bisa, memutar tubuhnya beberapa kali di udara dan memukul tanah lunak tempat mereka berpijak dengan kekuatan penuh, bahkan sampai tongkat bisbol penuh paku itu hancur berkeping-keping.
"Nancy, kau mengigau ya?" Aria benar-benar kesal, gadis ini selalu menjadi orang yang paling heboh diantara mereka."Aku melihatnya! Aku sungguh-sungguh melihatnya! Mata itu bahkan berkedip padaku!!"Aria membalas kembali"Mana ada manusia yang memiliki sepasang mata di punggungnya? Itu pasti hanya tato biasa.""Nancy, apa kau haus?" Kali ini Raven yang bertanya, implikasinya adalah apakah anak ini dehidrasi dan berhalusinasi."Tapi aku melihatnya! Lagipula, tidak ada yang tidak mungkin di Nightmare whisper!"Winter hanya tersenyum, tidak melakukan tindakan apapun atas keributan yang disebabkan olehnya. Dia dan Kaizen tampaknya sudah tau bahwa konfrontasi Nancy barusan memiliki dampak pada tim, terbukti bahwa mereka menatap Winter dengan penasaran demi suatu penjelasan.Pria itu menghela nafas panjang dan buka suara"Kalian tau bahwa aku memilih mode maut 'kan?"Semua orang memandang wajah satu sama lain, mengang
"Cukup adil" Celetuk Kaizen."Menurutku juga demikian. Kalau aku harus hidup berdampingan dengan monster, roh, hantu dan iblis setiap saat, sendirian. Maka mustahil aku bisa siaga 24/7 sambil memegang senjata. Karena ada kalanya aku harus makan, tidur, bersih-bersih, dan melakukan hal lain" Raven yang masih fokus menjadi tiang turut menimpali."Kau bisa mengubah seluruh tubuhmu menjadi senjata? Apakah ini semacam manipulasi molekul tubuh?" Tanya Aria sembari menenangkan Nancy yang shock."Semacam itu jika dijelaskan secara ilmiah" Winter mengangguk."Apakah kau masih bisa merasakan impuls sama seperti sebelumnya? Maksudku, sebelum kau mengubah bagian tubuhmu menjadi senjata?" Kaizen mengambil inisiatif untuk memegang lengan pedang milik Winter dengan hati-hati.Sorot mata Winter melembut"Bisa, walaupun hanya secara samar. Lagipula susunan molekul kulit manusia dan senjata itu jauh berbeda. Tapi karena ini adalah bagian dari tubuhku s
Winter melotot terkejut, wajahnya merona hingga telinga. Kepalanya tertunduk, tapi Kaizen kembali mendekatkan dirinya"Hm?"Tidak ingin dianggap pemalu, Winter balas menatap Kaizen dan menjawab walaupun wajahnya masih merah"Ya, aku menyukaimu. Lalu?""Yah ... Tidak apa-apa, senang mendengarnya" Kaizen berjalan melewati tubuh Winter dan menyibak kain dari pakaian sebelumnya, menatap sekitar."Peluru racun sudah habis, mau keluar?" Tanya Kaizen pada orang-orang.Raven menatap Winter dengan prihatin, menyela"Tidakkah kau harus bicara padanya?"Aria merasa sedikit tidak nyaman pada awalnya, tapi dia juga turut mengangguk"Benar, tidak bagus memberi jawaban ambigu.""Aku memang akan bicara padanya, jadi beri kami privasi. Winter, keberatan menggantikan Raven sebagai tiang?"Raven mengernyit"Irish, kurasa itu agak ...""Dia sendiri yang mengatakan bahwa aku bisa memanfaatkannya sesukaku" enteng
Kaizen mengetuk dada Winter agar menghilangkan perisai dan menyingkirkan sepasang lengan yang sedang memeluknya, pria itu menurut dan melakukan apa yang diminta, bahkan mengangkat kedua tangannya sebagai tanda untuk menyerah."Yang mulia, anda sudah aman!""Yang mulia, bagaimana anda bisa terus menerus bergaul dengan Paria kotor ini?!"Kaizen menyesuaikan momentumnya dengan situasi ini dan berjalan tegap ke arah orang-orang yang dia duga adalah tentara, memberikan perintah pertama"Diam!"Para tentara kerajaan patuh dengan diam, menegakkan postur mereka dan tidak mengatakan apa-apa lagi. Sementara para pemain yang masih skeptis akan peran Kaizen sebagai pangeran, membeku begitu disodori kebenaran. Aria hanya bisa menghela nafas dan diam-diam berdoa agar mereka semua bisa selamat, sementara Nancy sudah gemetaran karena belum pernah dikerumuni mahluk instansi sebanyak ini.Kaizen melirik mereka semua tanpa ekspresi, tangannya terkepal k
Kaizen berjalan di lorong Puri dengan pengawal yang mengikuti di belakang, mengelilingi rekan setimnya. Dia menghentikan langkah begitu berpapasan dengan Raja daratan, ayahnya dalam instansi. Kaizen berbalik dan melambaikan tangan pada seorang pelayan, membuat wanita tersebut berjalan menghampirinya dan bertanya."Anda membutuhkan sesuatu, Yang mulia?"Kaizen menunjuk rekan setimnya"Antar dermawanku untuk beristirahat."Wanita itu melirik orang-orang melalui sudut mata dan mengangguk"Dimengerti, Yang mulia."Kaizen memberi mereka semua tatapan peringatan agar tidak berbuat apa-apa terlebih dahulu, sebelum meninggalkan mereka untuk menyapa Raja. Winter mengamati sejenak sebelum mengikuti arahan wanita pelayan untuk beristirahat di ruang terpisah.Belum sempat dia buka suara untuk menunjukkan formalitas, jantungnya mendadak terasa sakit hingga membuatnya jatuh begitu saja ke lantai. Raut wajah semua 'orang' termasuk Raja seketika
Kaizen membuka matanya berkat mimpi yang agak tidak menyenangkan, mungkin otaknya menjadi miring setelah tau bahwa yang harus dia cium adalah 'Ayah mertua'. Dia tidak bisa dan tidak mau membayangkan harus berciuman dengan 'orang' yang sebelah lengannya saja seukuran pohon kelapa, perbedaan ukuran ini terlalu tidak masuk akal.Sebelum dia bisa menyisipkan lidahnya, dia pasti sudah ditelan lebih dulu oleh pihak lain. Belum lagi pemikiran bahwa ayah mertua ini akan murka karena merayunya setelah menikahi anaknya, benar-benar mengerikan.Kaizen masih merasakan pedih di jantung dan lambungnya, tapi dia tidak mau membuang waktu di dunia Nightmare whisper. Jadi dia bangkit dari tempat tidur, berjalan menuju balkon kamarnya sebagai seorang pangeran. Jika dugaannya benar, maka pasti akan ada adegan klise begitu dia melihat ke bawah.Telinganya menangkap bunyi ombak dari laut, dan yang mengejutkannya adalah bahwa hari sudah menjelang pagi. Pelayan istana t
Winter mengangguk membenarkan"Benar. Nightmare Whisper memang menanyakan pendapat kita mengenai Latar belakang instansi, tapi bukan berarti mereka tidak akan menambahkan detail yang sama sekali tidak ada seperti penggunaan santet."Kaizen bergumam sendiri"Tidakkah sangat mengganggu jika kita tidak memiliki petunjuk? Terlebih lagi, bukankah agak terlalu usil bagi Sang Mata untuk mengotak-atik tubuh pemain hanya untuk membuat segalanya menarik ... Tunggu, usil?"Mata Kaizen membola saat pikirannya kembali teringat akan satu dan lain hal, mulutnya sontak mengeluarkan dugaan siapa pelaku santet ini"Burung hantu.""Akan kubunuh semuanya" Winter bergegas keluar dari kamar Kaizen, tapi gadis itu memeluk lengannya tiba-tiba.Pihak lain membeku dan menoleh, mendapati Kaizen menatapnya dengan penuh arti. Winter dengan gugup buka suara"Irish-"Gadis itu berjinjit dan berbisik"Kumpulkan semuanya kemari, tapi sebelumnya aku ingin kalian mencari petunjuk apapun yang berhubungan dengan ilmu hit
Pria itu mengubah lengan kirinya menjadi perak dan mengayunkannya untuk memecahkan jendela, Kaizen dan Shirley tersentak kaget dan berniat lari. Tapi Kaizen langsung urung dan menatap pria itu, berteriak "Winter!!!"Gerakan pria itu berhenti."Kau mau mati ya?! Ayo pergi! Sudah jelas bahwa dia bukan manusia!!" Pekik Shirley sambil menarik lengan Kaizen."Tidak, tunggu sebentar. Aku punya rencana" bisiknya, menepuk pundak Shirley beberapa kali dan mendekati jendela.Shirley jelas ingin meninggalkannya, tapi mungkin wanita itu takut bahwa Kaizen akan dipengaruhi Winter dan langsung berbalik membunuhnya. Jadi dia memilih tinggal sambil bersiap menembakkan panah.Tatapan Winter melembut begitu melihat Kaizen mendekat, mulutnya berbisik penuh rasa manis"Irish ... Irish ...""Winter, sebelum kubukakan jendelanya ... Bisakah kau melakukan sesuatu untukku?"Pria itu memiringkan kepalanya dengan manis dan menjawab
Kaizen membuka pintu ruang dokter, tapi masih tidak menemukan pemain yang dimaksud. Dia juga tidak bertemu siapapun selain Shirley yang sedang mengecek ruang sebelah untuk mencari tali, masih tidak menyerah tentang mengikat mayat.Ditambah lagi mereka sedang diburu waktu.Seingatnya mereka baru menghabiskan waktu satu jam setelah misi dimulai, tapi Nightmare Whisper sudah menghitungnya menjadi seperempat dari waktu misi pertama. Mungkinkah setting waktu disini sama dengan instansi pertama?Ngomong-ngomong soal instansi, dia belum mengecek definisi tentang Ariel dan Eldoris di album. Kaizen mengetuk tahi lalat merah di tulang selangkanya dan langsung disuguhi foto empat orang pria. Lucia Gray, Xaver Madison, Ariel Delmare dan juga Eldoris Delmare.Keempat pria dalam foto itu membuka mata mereka secara bersamaan. Lucia yang menatapnya sambil menjilat bibirnya sendiri, Xaver yang menatapnya dengan senyum polos dan pipi merona, Ariel yang menata
Pintu lift terbuka. Sama seperti sebelumnya, Shirley adalah pihak yang melempar sesuatu keluar dan tidak mendapatkan respon negatif. Dua wanita ini dengan tenang berjalan keluar, melangkahi mayat Alpha yang masih ada didalam lift."Tunggu" Shirley menghentikan Kaizen.Gadis itu menatap pihak lain dengan mata bertanya."Kita tidak tau apakah boleh meninggalkan mayat di dalam lift atau tidak, bantu aku menarik mayat Alpha keluar" ajaknya, berjongkok dan menarik sebelah kaki pria itu.Kaizen menarik sebelah kaki yang lain dan menarik mayat berlumur darah serta cairan otak itu keluar, tapi walau begitu Shirley juga tak kunjung berhenti menarik mayat Alpha. "Shirley?" Tanyanya, memastikan."Aku tidak tau apakah Alpha sudah dihitung sebagai mayat atau tidak oleh Nightmare Whisper, tidak lucu kalau kita sampai dianggap meninggalkan rekan setim dan menerima hukuman" jelasnya.Penjelasan ini cukup masuk akal.Oleh karena itu Kaizen tetap membantu Shirley menarik mayat, lalu mendudukkannya di
Alpha membuka pintu kamar tempat mereka di kumpulkan sebelumnya, memperhatikan angka B77 yang sudah usang. Lalu membukakan pintu untuk dua wanita lain, sambil terus mewaspadai kemungkinan jebakan apapun. "Sunyi, apakah benar-benar hanya ada kita di gedung ini sebagai pemain?" Bisiknya, takut tiba-tiba akan muncul makhluk instansi yang menyerang mereka atau memulai penalti karena mengungkapkan identitas.Untungnya, Nightmare Whisper masih senyap.Hanya ada suara gema dari langkah kaki mereka bertiga."Sebenarnya apa misi kita?" Kaizen memancing dua orang lain agar mau berdiskusi."Aku tidak tau, tapi jika dilihat dari setting instansi dan buku yang pernah kubaca. Mungkin akan ada petunjuk jika kita mampir ke ruangan dokter, atau kamar mayat. Pilih saja, atau kalian mau berpencar?" Tawar Shirley.Alpha langsung menolak ide ini"Tidak. Kurasa lebih baik kita menebak dulu ini rumah sakit apa. Besar kemungkinan misi kita ada kaitannya dengan rumah sakit apa ini, tempat pertama kita dipang
Cahaya bulan menembus jendela tua yang tertutup gorden tipis, tampak usang dan kuno. Tembok yang lapuk dan penuh dengan noda hitam, membuat kesan seolah pernah ada tragedi hebat disana. Ranjang berderit keras bahkan hanya dengan sedikit gerakan, bisa ditebak tanpa harus berpikir lama bahwa tempat ini sudah luntur dari ingatan manusia.Kaizen menatap sorot senter yang diarahkan ke matanya dengan tenang, lalu berjalan mendekat ke orang-orang yang menatapnya takut-takut dan bertanya padanya "Apakah kau manusia atau hantu?""Mana ada orang yang menanyakan hal semacam itu dan yakin menerima jawaban jujur?" Ini adalah seorang wanita berseragam guru, dengan name tag yang berubah menjadi mozaik."Tidak ada salahnya bertanya, lagipula bukankah kita akan menghadapi situasi hidup dan mati bersama?" Balas orang pertama yang buka suara, pria yang memakai almamater kampus berwarna ungu."Ngomong-ngomong, kau bisa memanggilku 'Alpha'. Mohon kerjasamanya" lanjut pria itu."Golden Irish" balas Kaizen
"Mau bergandengan?" Tawar wanita yang sedang berjalan disampingnya, dengan wajah yang tertutup sempurna.Kaizen melihat uluran tangan ini dan merespon lambat".... Kurasa tidak."Rania tentu tidak akan memaksa dan menarik tangannya kembali, tersenyum"Oke."Keduanya berjalan menggunakan tangga darurat untuk menghindari CCTV, melangkah lambat dan hanya disambut gema. Kaizen adalah pihak pertama yang memecahkan keheningan "Sudah berapa proyek?"Dia melihat Kaizen yang membuka pintu salah satu lantai gedung dan menjawab"Lima web series dan dua box office."Berjalan beberapa langkah didepan, Kaizen menimpali dengan"Kau sudah menjadi orang besar sekarang."Rania tertawa kecil dan menatap lekat nomor unit dimana Kaizen berhenti melangkah"Mn. Sayang sekali aku salah negara, dan tidak ada kau disana."Gerakannya membuka pintu langsung terhenti dan dia berbalik memperingatkan "Rania, kita sudah pernah membahas ini."Yang diperingatkan hanya mengendikkan bahu, memalingkan muka saat Kaizen m
"Rania, bagaimana keadaanmu?" Riski bertanya dengan panik sambil menenteng minuman hangat.Gadis yang semula berambut panjang, tapi kini harus merelakan rambutnya dipotong oleh stylist karena kecelakaan kerja, menatap orang tambahan di belakang asistennya dan tertegun hingga berdiri tiba-tiba"Kaizen?""Rania, bagaimana keadaanmu?" Kaizen bertanya sambil meraba rambut pihak lain yang baru selesai dipotong.Mulut wanita itu terbuka dan tertutup seolah ingin mengatakan banyak hal, tapi yang keluar dari mulutnya hanya seulas senyum dan kalimat"Hanya terkejut, selebihnya tidak apa-apa."Jujur saja Kaizen terkejut mendapati bahwa hanya rambut Rania yang terbakar. Dia pikir setelah ditendang paksa oleh Nightmare Whisper, wanita ini akan mengalami luka yang sangat parah karena pertarungan sebelumnya dengan burung hantu. Bagaimanapun juga, luka-luka yang didapat dalam pertarungan game akan dibawa ke dunia nyata.Benar, nama asli Aria adalah Rania Prameswari.Yang dikabarkan oleh sistem perma
[Selamat karena berhasil bertahan hidup dalam misi utama instansi ketiga: Laut yang tenang!]Pengumuman ini berbunyi bersamaan dengan ruang yang mulai terdistorsi dalam waktu yang cukup lama, membuat kepalanya terasa seolah sudah diputar-putar. [Tingkat kesulitan permainan: Normal][Kontributor terbesar: Golden Irish, Raven]Kehangatan di tubuhnya juga masih terasa, mengingat jiwa kedua Bos instansi baru saja selesai diserap. Membuat kesan seolah dia sudah melakukan kontak fisik dengan mahluk tak kasat mata.[Pukulan terakhir: Nancy Lionheart]Mendengar nama ini, dia cukup terkejut. Dia tidak menyangka bahwa kunci penyelesaian misi utama adalah bocah itu, bukan Aria ataupun Raven. Kegelapan dalam hati manusia memang sungguh tak tertebak.[Mendeteksi bug dalam permainan ... Memuat kompensasi untuk para pemain ...][Hadiah 2.000.000 poin pengalaman bertahan hidup, 10.000 keping senjata telah diberikan kepada para pemain][Survivor: Golden Irish, Winter, Raven, Aria, Nancy Lionheart][P
"Tunggu-"Perkataannya langsung dipotong oleh ciuman Eldoris sekali lagi, pelukan Merman itu di pinggangnya juga semakin erat, demikian pula tentakel yang sedang melilit kaki dan mulai naik ke pahanya. Butuh beberapa waktu bagi Kaizen untuk menstabilkan emosi dan turut membalas ciuman Eldoris.Merman yang mendapatkan balasan positif, tentu menjadi lebih agresif dan mulai memasukkan tangannya ke dalam pakaian Kaizen. Sebelum melepas pagutan mereka dan mulai menciumi leher dan tengkuk si gadis dengan rakus, membuat tanda di pundak dan leher.Ariel sendiri tidak tinggal diam.Begitu melihat bahwa kakaknya sudah selesai dengan bagian mulut, Ariel menggantikannya untuk mencium Kaizen. Tentakelnya juga semakin gencar melakukan tugas penyembuh sekaligus memancing panas dalam diri Kaizen. Gadis itu mengerang lembut, satu tangannya menekan tengkuk Ariel sementara tangannya yang lain memeluk kepala Eldoris.Dia tersentak begitu salah satu tentakel Ariel naik ke bagian tertentu di tubuhnya, seme