***Tepat seperti yang dikatakan Fiona dua hari lalu tentang penyerahan piala dan piagam penghargaan, hari ini acara dilaksanankan di gedung aula sebesar gymnasium. Pagi hari sekolah sudah ramai oleh tamu dari beberapa kalangan, dan murid sekolah itu juga terlihat hilir-mudik.Beberapa buah mobil masuk dari gerbang, entah mobil siapa saja itu dan tamu darimana saja, yang jelas itu bukan dari kalangan bawah.Berangkat sekolah pun hari ini Yerinsa dan Gabriella lebih awal dari biasanya, karena Gabriella menjadi salah satu siswi yang akan menampilkan hiburan di sela acara nanti.Karena mengikuti Gabriella berangkat sangat pagi, Yerinsa juga menemani sang kakak di ruang ganti sebelum acara dimulai, tidak ada siswi sekelasnya sejauh ini."Yerin, kenapa masih di sini? Acara sudah akan dimulai, kamu tidak mau mencari tempat duduk di aula?"Seorang siswi bertanya saat akan melewati Yerinsa yang duduk di sofa ruangan berganti kostum para penampil. Membuat pandangan Yerinsa yang melamun terfoku
*** Si tamu yang juga menjadi alasan kuat kenapa Yerinsa resah sejak tadi malam dan meminta Gabriella tidak hadir ke sekolah. Urusan tampil, Yerinsa bisa menggantikan Gabriella, hanya perlu mengubah warna rambut. Selama ini, orang-orang di lingkungan sekolah membedakan mereka hanya dari kelas yang diambil, dan warna rambut jika sedang bersama. Selebihnya, mereka mirip bagai pinang dibelah dua. Yerinsa memikirkan alur novel sejak semalam, acara ini adalah adegan ke dua saat Gabriella dilihat oleh Luga, yang membuat Luga mengetahui bahwa si female lead bersekolah di sini, dan perasaan sukanya semakin jelas. Tengkuk Yerinsa meremang saat melihat sebuah seringai tipis muncul di sudut bibir Luga yang menatap ke arahnya. Apa? Apa yang membuat laki-laki itu menyeringai? Yerinsa langsung memutuskan kontak mata untuk melihat kiri-kanan dan belakang posisinya, mendapati beberapa wajah siswi langsung memerah merona, sepertinya menyadari senyum tidak normal itu juga. Heh, kenapa kalian mer
***"T-Tidak," elak Yerinsa segera mengurai pelukan."Lalu?" tanya Gabriella memicing serius sambil menyeka anak rambut yang lepek di dahi, pelipis, dan pipi Yerinsa."U-Uh, itu ... aku hanya terlalu sesak napas sampai menangis," kata Yerinsa sambil mengusap jejak air mata.Gabriella mendadak menatap datar adik tersayang itu, tak lama menoyor kepala Yerinsa gemas membuahkan protesan tidak terima."Kamu membuatku panik sampai kupikir kamu diperkosa, lalu sekarang- ... Ahh, dasar!" gerutu Gabriella kesal sambil mengusak rambut Yerinsa hingga setengah kusut.Yerinsa tertawa renyah dengan wajah lembab. "Tapi, aku serius ke sini untuk bertemu denganmu. Ada yang ingin kutanyakan," elaknya sambil melindungi rambut.Gerakan menyerang yang Gabriella gencarkan terhenti, duduk tenang kembali dengan delikan sinis."Bertanya apa?"Yerinsa tersenyum sambil membenahi duduk. "Itu ... saat kamu tampil tadi, apa kamu melihat tamu yang duduk di sofa di depanku?" tanyanya dengan nada serius kali ini.Gab
***Melihat reaksi yang bisa ditebak itu, Luga tersenyum miring di sudut bibir, gelang menggantung di jari telunjuk sangat dekat dengan pandangan Yerinsa, sengaja memainkan benda kecil itu.Tangan Yerinsa yang tertawan tanpa sadar ingin melepaskan diri, gatal untuk meraih benda di depan mata itu dan menyimpan. Tapi sebelum terjadi, Luga menggenggam lagi benda perak itu dan menarik tangan untuk dimasukkan kembali ke saku celana.Yerinsa menunduk mengikuti gerakan itu, menatap nanar benda yang ikut masuk ke saku celana, lalu memberanikan diri menatap Luga dengan pandangan berkecamuk.Hidung mereka hanya terpisah sekian senti, membuat Yerinsa kembali tidak berani bergerak.Luga mengingatnya, kan?Tidak- ...Bukan hanya ingat, Luga bahkan sudah tau Yerinsa kembaran Gabriella, sangkalan apapun sekarang tidak berguna.Sialan!"Karena kita tidak pernah bertemu dan ini bukan milikmu. Aku akan bertanya pada gadis tadi," kata Luga tidak acuh, akhirnya melepaskan pitingan.Merasa terbebas, Yerin
*** Puas melihat wajah Yerinsa berubah berbagai bentuk di tangan, baru Gabriella melepaskan. "Karena hari ini kita pulang lebih awal, bagaimana kalau mampir ke toko dessert dulu?" ajaknya. Meski tau ada yang aneh dengan Yerinsa dan ada hal rumit yang dipikirkan sang adik, Gabriella tidak akan bertanya, karena menurutnya Yerinsa akan bercerita jika memang ingin, tidak perlu dipaksa ditanyai. "Toko dessert? Tentu saja aku mau!" balas Yerinsa semangat duduk kembali di kursinya. *** Dengan perasan lebih baik, Yerinsa bisa menikmati sisa hari setelah dari acara sekolah, dan makan makanan manis di toko yang direkomendasikan Gabriella. "Kalian baru kembali?" Margareth menyambut dua anak gadisnya yang baru memasuki rumah dengan saling berbincang. Wanita itu duduk di sofa berpangku kaki membaca majalah keluaran terbaru. "Kami kembali, Ibu." Gabriella dan Yerinsa kompak berseru, mendekati sang ibu untuk memberikan pelukan hangat. "Cepat ganti baju, seragam kalian harus segera dicuci. S
*** "Ayah pernah bertemu Tuan Besar Roosevelt sebelumnya?" tanya Yerinsa sebelum memasukkan bagian kecil makan malam di sendok ke mulut. Tatapan terarah pada Abrady yang duduk di kursi tunggal, sambil mengunyah. Makan malam tengah berlangsung disertai obrolan ringan, entah sejak kapan topik sedikit condong ke keluarga Roosevelt saat membicarakan acara di sekolah hari ini. Abrady menggeleng menjawab pertanyaan Yerinsa. "Tidak. Sejauh ini hanya beberapa putra dan cucu Tuan Besar Roosevelt yang pernah Ayah temui. Itu pun sangat sulit," katanya. "Sebenarnya sebesar apa bisnis mereka?" tanya Gabriella ikut penasaran. "Sangat besar, itu bahkan tidak sebanding dengan milik kita. Tuan Besar Roosevelt bahkan sudah pensiun tapi semua aset dan sahamnya dikelola oleh tiga putra dan beberapa orang cucunya," jelas Abrady santai. "Ibu sempat dengar ada isu bahwa Tuan Besar Roosevelt bermain di bisnis bawah, tapi itu sudah bertahun-tahun lalu, dan semua dianggap tidak benar karena tidak ada bukt
***Yerinsa tidak menghitung sudah berapa kali Anastasya melabrak seperti ini, jika bukan untuk merundung Yerinsa dengan kata-kata, maka mempermalukannya. Sampai Yerinsa bosan dan akhir-akhir ini mencari tau seluk-beluk hidup gadis itu.Fiona bahkan sampai terlonjak karena sedang khusyuk makan sambil membalas pesan. Handphone hampir terlepas dari tangan dan tersedak sebelum menatap pelaku penggebrakan meja. Mata biru keabuan itu memicing tajam melihat sekelompok gadis berdiri angkuh di depan."Apa masalahmu?!" bentak Fiona langsung berdiri.Tersulut kesal pada gadis di depan meja, pasti ingin membuat masalah dengan mereka lagi. Baru ingin bangkit berdiri, tapi tidak jadi karena Yerinsa menahan agar tetap diam."Kamu, dasar perusak hubungan!"Tidak menggubris bentakan Fiona, Anastasya langsung menuding wajah Yerinsa tajam, tampak begitu marah."Ap-""Aku tau kamu masih mencintai Raven walaupun kalian sudah putus. Tapi, bukan berarti kamu bisa merebutnya dariku setelah semua yang kulaku
***Yerinsa pikir, mendapat hukuman skorsing satu minggu tidak akan menjadi masalah, karena akan memiliki banyak waktu berleha-leha di rumah. Tapi, nyatanya di hari ke dua saja Yerinsa sudah bosan sendirian di mansion mewah itu, lantaran semua penghuninya tidak ada di rumah, selain para pelayan.Orangtua dan sang kembaran juga sudah tau hukuman yang diterima Yerinsa dari sekolah itu. Meski sempat mendapat teguran tegas dari Abrady, nyatanya itu tidak membuat Yerinsa dimarahi habis-habisan.Hanya uang jajan dalam seminggu ini yang akan Margareth kurangi, tapi itu juga tidak terlalu berdampak serius untuk Yerinsa, uang di kartu debitnya masih sanggup untuk belanja seperti hari-hari normal.Abrady seperti biasa ke kantor, Gabriella ke sekolah, dan Margareth hari ini ada acara pertemuan sosialita dengan teman. Yerinsa jadi ditinggalkan ditemani sejumlah besar pelayan, tapi tetap tidak membuat kebosanan Yerinsa hilang."Yola, aku mau pergi sebentar, kalau ada tamu yang datang segera hubung