Beranda / Romansa / Obsesi Tuan Hagen / BAB 6 I Tidur Denganku Selama Satu Tahun

Share

BAB 6 I Tidur Denganku Selama Satu Tahun

Penulis: Blezzia
last update Terakhir Diperbarui: 2021-08-13 17:03:15

“Ti-tiga pilihan?” tanya Camellia terbata-bata.

Mata bulat jernihnya yang berwarna hazel menatap Hagen penuh kebingungan.

“Ya, aku memberikan tiga pilihan yang dapat melunasi seluruh hutang keluargamu,” jelas Hagen dengan kedua jempolnya yang mengelus halus permukaan wajah gadis itu.

“Apa yang … kau mau?”

Senyuman Hagen semakin lebar, namun tatapan lembutnya yang tadi digantikan dengan suatu pandangan … vulgar. Seketika mengetuk hati Camellia dengan kerasnya, membuat dia lupa caranya bernapas untuk sesaat.

Gadis itu pun memegangi pergelangan tangan Hagen, bermaksud menepis sentuhan pria itu pada tubuhnya, namun Camellia tidak mampu menghalau tangan pria itu walaupun hanya seinci. Menjadikan Camellia frustrasi yang jelas tergambar dari ekspresi wajahnya.

Hal itu memudahkan Hagen untuk membaca setiap perubahan emosi Camellia, layaknya lembaran buku yang sedang pria itu baca.

Masih dengan tangan menangkup setiap sisi pipi gadis muda itu, dia pun memeta lekukan wajah rupawan Camellia inci demi inci.

“Pilihan pertama,” bisik Hagen sembari melarikan jari jemarinya di sepanjang permukaan kulit porselin Camellia yang membuat gadis itu menahan napas seketika. “Kau menjual rumah ini.”

Mendengar ucapannya, tatapan Camellia berubah menjadi kilatan marah.  Kedua tangannya yang berada di sisi tubuh pun mengepal seketika.

Jelas sekali itu bukan sesuatu yang akan gadis itu pilih nantinya, sehingga Hagen hanya tersenyum miring dan melanjutkan diskusi mereka.

“Yang Ke dua …” Sengaja pria itu menjeda ucapan, hanya untuk menarik perhatian Camellia, dan benar saja. Gadis itu tampak antisipasi dan lebih marah dibandingkan tadi.

Tahu bahwa dia bisa saja mendapat tamparan di wajah, Hagen pun membawa kedua tangan gadis itu ke dalam genggaman dan menguncinya di sana. Sedangkan mata obsidiannya tidak sedikit pun melepas tatapan mata mereka. Hal itu dia lakukan untuk mengobservasi reaksi Camellia.

“Pilihan nomor dua, menjual tubuhmu dengan pria asingꟷ”

Seketika ucapan Hagen terjeda ketika Camellia memberontak dan memaksa untuk melepaskan diri. Dengan cepat dia mengendalikan gadis itu kembali.

“Jangan coba-coba meludahiku bila kau tidak ingin menerima konsekuensinya,” tekan Hagen dengan nada sarat ancaman dan tatapan yang menunjukkan seberapa dia serius akan ucapan barusan, membuat Camellia berhenti. Namun, wajah rupawannya dipenuhi oleh emosi kegusaran yang kentara, tetapi Hagen coba abaikan.

Begitu gadis itu tenang kembali di dalam pelukannya, Hagen pun melanjutkan.

Kini, tatapan dari mata obsidiannya yang tajam menunjukkan bahwa dia memerintahkan Camellia untuk diam dan mendengarkan.

Seketika gadis itu menutup mulut, meski dalam hati mengutuk pria itu tanpa henti hingga merasa gondok sendiri.

“Pilihan nomor dua, menjual dirimu pada pria asing yang dapat melunasi hutang-hutang keluargamu padaku,” ucap Hagen, kali ini tidak ada sedikit pun senyuman yang terlukis di wajah maskulinnya.

Bahkan, dia terlihat jauh lebih dingin dibanding sebelumnya.

Camellia menggigit lidah dengan keras, tidak peduli bila sedang menyakiti diri, karena fokusnya saat ini ada pada wajah brengsek di depannya.

Dia berusaha menahan diri untuk tidak bersuara, meski di dalam sana Camellia sangat ingin meledak-ledak.

Berani-beraninya pria itu menghinanya! Apa serendah itu Hagen menilai dirinya?

“Apa yang ke tiga?” tanya Camellia dengan nada suara hendak menjeritkan penolakan.

Mendapati mata hazel gadis itu yang berkilat-kilat gusar, Hagen menipiskan bibir dan menyipitkan mata. Dia diam beberapa waktu, sebelum akhirnya sebuah senyuman melebihi sebuah seringai kembali menghiasi wajah maskulinnya yang rupawan.

Kedua tangan pria itu melepas tangan Camellia tiba-tiba, dan perlahan-lahan mendekatkan diri hingga tidak ada jarak di antara mereka.

Hagen bahkan terlihat terang-terangan mengendus rambut gadis itu dengan mata tertutup, seakan menikmati ketakutan Camellia yang mulai tercium ke permukaan.

Insting gadis itu menjeritkan kata lari berkali-kali, karena dia yakin pilihan ketiga jauh lebih menakutkan dibanding dua pilihan di awal. Terutama ketika Camellia merasakan sentuhan Hagen di sekitar kulit perutnya, yang tanpa dia sadari pria itu telah memasukkan tangannya ke balik baju.

Sentuhan-sentuhan halus dari pria itu di kulit telanjangnya memberikan senasi bagaikan ribuan kupu-kupu berterbangan, yang seketikas menyebarkan hawa panas di sekujur tubuh hingga membuat pipinya ikut memerah.

“Apa yang kau lakukan,” desis Camellia marah, mencoba menarik tangan pria itu untuk menjauh. Namun lagi-lagi dia kalah kuat dan hanya bisa memukul-mukul lengan pria itu tanpa ada hasil.

Hagen menggigit cuping telinga Camellia, membuat gadis itu terkesip dan menghentikan rontanya seketika itu juga.

“Pilihan ketiga …” bisik Hagen dengan suara maskulin yang terdengar begitu lembut di telinga Camellia, menjadikan kaki gadis itu lemas hingga tanpa sadar menyandarkan diri pada tubuh kekar pria itu.

Satu tangan Hagen yang bebas menarik dagu Camellia penuh kehati-hatian, hingga pada akhirnya mata mereka pun kembali bertemu. Sedangkan tangan satunya melingkar di sekitar pinggang gadis itu, sengaja menopang beban tubuh Camellia.

Manik obsidiannya yang menyimpan begitu banyak emosi berdilatasi ketika mereka berpapasan pandang lagi, seakan-akan hendak melahap manik hazel Camellia yang jernih dan meneduhkan.

“Ketiga, tidurlah denganku selama satu tahun.”

Seketika atmosfir yang menyelimuti keduanya berubah berat. Jam dinding seolah berhenti memutar jarumnya. Udara yang tadi menyapu permukaan pipi Camellia pun berhenti secara tiba-tiba, begitu pula suara-suara di sekitar yang seakan membeku untuk beberapa waktu.

Dan, yang terdengar hanyalah detak jantung masing-masing, dimana ketukannya seiram bagai kesatun yang konstan, diikuti dengan tatapan saling mengunci seolah mengukur reaksi satu sama lain.

Namun, semua itu buyar ketika gemuruh amarah menguasai Camellia begitu dia mencerna ucapan Hagen yang terdengar merendahkan di telinganya sendiri.

“Keluar,” desis Camellia.

Suaranya yang rendah namun sarat emosi sudah cukup menunjukkan seberapa dia menahan diri untuk tidak menampar wajah Adonis yang berada tepat di hadapan. Bahkan, dia merapatkan gigi dan melempar delikan yang menunjukkan seberapa marah saat ini.

Karena tidak ada tanggapan, Camellia pun menjeritkan kata yang sama sebanyak tiga kali; “Keluar! Keluar dari sini!”

Akan tetapi, Hagen tidak melakukan apa yang gadis itu minta. Tatapannya berubah lembut untuk sesaat, namun dengan cepat ekspresinya berubah dingin kembali.

Ketika dia hendak menyentuh wajah Camellia lagi, gadis itu pun menepisnya dengan sangat keras hingga pegangan Hagen terlepas. Kini, yang dapat dia sentuh hanyalah udara, membuat tangannya mengepal tanpa sadar.

Seketika dia menurunkan lengan, lalu menaruhnya di sisi celana, kemudian Hagen memberikan Camellia pandangan yang sulit untuk dibaca. Tetapi, gadis itu sudah tidak peduli, karena dirinya dikuasi amarah yang menutup segala logika.

Di kepalanya, nama Blake Hagen telah masuk dalam daftar musuh.

Kebencian terhadap pria itu terasa getir di lidah, membuatnya tidak sudi menatap wajah rupawan Hagen berlama-lama.

Rasanya, pria itu tidak pantas mendapat perhatian darinya walau seujung kuku saja.

Menyadari apa yang ada dalam pemikiran gadis itu, Hagen pun memilih untuk diam. Namun, sebelum dia meninggalkan rumah tanpa furniture itu, Hagen berkata tegas dengan tatapan yang menunjukkan urusan keduanya belum selesai sampai di sana.

“Aku memberimu waktu satu bulan untuk mempertimbangkannya. Jadi, gunakanlah waktumu sebaik mungkin,” ucap pria itu dengan nada suara monoton dan wajah datar. “Aku akan kembali menagih jawaban. Kuharap kau benar-benar memilih dengan bijak, Princess.”

Setelah mengatakan itu, dia mendaratkan satu kecupan di pucuk kepala Camellia, yang membuat tubuh gadis itu menegang seketika.

Tanpa mengatakan apa-apa, Hagen pun berjalan menuju pintu. Meninggalkan Camellia bersama pikirannya yang sekusut benang.

Begitu pintu di hadapannya tertutup, tubuh gadis itu pun luruh ke lantai seketika.

Dengan pandangan void emosi dan bibir bergetar, Camellia menatap pintu di hadapan. Dan saat itulah dia tersadar bahwa Blake Hagen dapat membuat hati dan perasannya porak –poranda.

Dia adalah jenis pria berbahaya bagi gadis sepolos Camellia. Yang dapat mengotori tubuh dan pemikirannya.

Komen (2)
goodnovel comment avatar
Eka Hasriana
bagus ceritanyaa
goodnovel comment avatar
Shadun Kamdin
terbaik cerita ini
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

  • Obsesi Tuan Hagen   BAB 7 I Blake Hagen, Si Brengsek

    Langkah Camellia yang menaiki tangga tampak terseok. Pandangan matanya yang menatap lurus ke depan terlihat kosong. Kini, kepalanya dipenuhi oleh perkataan-perkataan Hagen, yang terus membayangi di sepanjang jalan menuju kamar.“Tidur setahun dengannya, katanya,” gumam Camellia yang seketika menghentikan langkah. Satu tangannya yang memegang anak tangga mengepal erat. “Aku tidak akan tidur denganmu! Kau pria brengsek!”Sekuat tenaga Camellia berteriak, hingga tubunya setengah membungkuk.“Siapa kau yang berani-berani merendahkanku!”Dia memukul keras pegangan tangga di bawah tangannya sampai telapaknya mati rasa.“Dasar kau @$%^&@ dan juga @#4$%#& kuharap juniormu %$#@^& dan ****** Mati saja kau @#%^&.” Gadis itu pun terus memaki tanpa jeda dengan kata-kata sangat vulgar dan penuh warna, yang kebetulan saja dia dengar dari pekerja kebun serta para pelayan ketika rumah itu masih berada

    Terakhir Diperbarui : 2021-08-14
  • Obsesi Tuan Hagen   BAB 8 I Telepon Tidak Terduga

    Pena di tangan Camellia melingkari setiap daftar tempat yang sedang mencari karyawan. Sebagian dia coret dengan tambahan catatan kapan akan memasukkan lamaran di sana.Beberapa waktu lalu, dia bahkan melamar secara online ke beberapa perusahaan yang hanya membutuhkan ijazah SMA, tapi semuanya memberikan jawaban serupa.‘Maaf kan kami, Miss Duncan, tetapi anda tidak sesuai kualifikasi yang kami cari.’Anehnya, semua perusahaan itu menuliskan hal yang sama. Seolah-olah ada seseorang yang mendikte mereka. Dan satu-satunya pelaku yang dia curigai adalah Blake Hagen.“Dasar bajingan,” umpat Camellia seraya melempar pena ke dinding hingga tutupnya pecah.Dia melipat kaki di bawah tubuh dan memeluknya erat sembari membenamkan kepala.Sekuat tenaga gadis itu menahan isak tangis, hingga merasa sesak di dada.“Hhhh …,” desahnya, menarik napas keras dengan rasa putus asa. “Apa yang harus kulakukan

    Terakhir Diperbarui : 2021-10-01
  • Obsesi Tuan Hagen   BAB 9 I Kau Ingin Melakukannya Denganku, Princess?

    Langkah kaki Camellia saat melintasi trotoar tampak lesu. Gadis itu bahkan menggunakan tas selempang di atas kepala untuk menghalau terik matahari yang perlahan meninggi.Dan dengan menahan rasa lapar, Camellia pun mempercepat langkah.Beberapa kali kepalanya menoleh ke belakang, karena dia merasa seakan sedang diikuti, tapi tetap saja tidak ada siapa-siapa di sana.“Tenanglah, Camellia. Itu hanya imajinasimu saja,” bisiknya sembari terus berjalan.Saat mendekati sebuah restaurant kecil, langkah Camellia terhenti. Wajahnya sedikit berbinar begitu mendapati iklan lowongan pekerjaan yang ditaruh tepat di depan jendela kaca.Gadis itu melirik sebentar lowongan tersebut, sebelum akhirnya dia masuk ke dalam dan berpapasan dengan salah satu pelayan wanita yang memiliki usia tidak jauh dengannya.“Hay, bolehkah aku berbicara dengan manajermu?” tanya Camellia secara tiba-tiba yang menyebabkan wanita pelayan itu menatapnya dua

    Terakhir Diperbarui : 2021-10-02
  • Obsesi Tuan Hagen   BAB 10 I Pria Itu Hanya Ingin Mengikutinya

    Tangan Hagen sedikit meregang begitu dia merasakan perlawanan Camellia melemah. Pria itu pun melepas lilitan lengan kekarnya dari tubuh gadis itu.Perlahan-lahan, dia pun mundur. Namun, tatapannya tidak sedikit pun lepas dari Camellia.“Kau benar-benar laki-laki yang tidak punya perasaan,” umpat gadis itu dengan tatapan berapi-api.Mata Hagen yang tadinya memandang biasa, berubah menjadi sedikit lebih tajam.“Ah, Princess, aku bahkan tidak mengatakan sesuatu yang dapat melukaimu,” ucapnya dengan senyuman miring.Ketika Camellia hendak mengatakan umpatan, tiba-tiba saja dia mendengar suara kriuk yang berasal dari perutnya sendiri. Hal itu membuat keduanya terdiam.

    Terakhir Diperbarui : 2021-10-03
  • Obsesi Tuan Hagen   BAB 11 I Kumohon, Pergilah

    Tatapan Camellia terpaku pada pantry yang tidak berisi. Lagi-lagi dia dihadapkan pada ancaman kelaparan, dan hal ini membuatnya ingin menangis. Terutama ketika dia hanya menemukan setumpuk roti yang akan kadaluarsa beberapa hari lagi.Dengan tangan gemetar dan tubuh sedikit lemas, gadis itu menahan tangis yang hendak jatuh.Seharian mencari pekerjaan, tapi ternyata tidak semudah itu.“Aku harus bagaimana, Ayah,” bisiknya tercekat.Melihat hanya roti dan beberapa bungkus mie yang tersisa, Camellia tahu dia tidak punya pilihan saat ini.Tangan gadis itu baru saja hendak mengambil roti tersebut, ketika tiba-tiba terdengar suara bell rumahnya berbunyi.Dengan dahi berkerut dan hati bertanya, gadis itu pun mengurungkan niat untuk makan, lalu menutup pintu kulkas pelan.Dia bergegas menuju pintu, hanya untuk mendapati Frank berdiri di hadapan.Senyum yang tadinya hendak merekah, berubah menjadi raut masam penuh ketidaksuk

    Terakhir Diperbarui : 2021-10-09
  • Obsesi Tuan Hagen   BAB 12 I Partner Ranjang

    Aroma kopi dan wangi mentega membangunkan Camellia. Gadis itu mengerjabkan mata beberapa kali, dan kepalanya pun berputar menatap sekitar dengan tatapan kebingungan. Pandangan pertamanya adalah langit-langit kamar yang sangat familiar, membuat kening gadis itu semakin berkerut heran.Begitu aroma yang tadi menyapa penciuman, kembali perut gadis itu berbunyi dengan denyutan perih.“Ouch,” ringisnya.Dia membenamkan kepala pada bantal sembari sedikit berguling-guling di atas kasur. “Ou .. ou … ou.”Gadis itu merengek hendak menangis, saat tiba-tiba terdengar suara maskulin yang datang dari ambang pintu.“Aku sudah memperingatkanmu, tapi kau dan keras kepalamu itu hanya menyiksa diri.”Seketika kepala Camellia berputar dan menatap ke arah sumber suara. Untuk sesaat mata gadis itu membulat. Dengan napas tercekat, Camellia berusaha untuk bangkit, namun perutnya lagi-lagi menahan dia tetap berbaring di ra

    Terakhir Diperbarui : 2021-10-10
  • Obsesi Tuan Hagen   BAB 13 I Princess

    “Partner ranjang katanya?” sungut Camellia begitu dia mengunci pintu rumah. Sudah dua hari berlalu sejak saat itu, tetapi pesan pada secarik kertas yang Blake Hagen tinggalkan tidak pernah lepas dari isi kepala Camellia. Gadis itu bahkan memaki Hagen setiap kali ingatan akan pria itu hadir secara tiba-tiba. Dia merasa kesal luar biasa, karena pria itu tampak percaya diri bisa memiliki tubuhnya. “Tidak akan kubiarkan dia mendapat jawaban yang diinginkan,” kesal gadis itu sembari menghentak kunci pintu hingga terlepas. Dengan perasaan setengah marah, Camellia berbalik badan hendak menuju gerbang rumah. Hari ini dia akan mencari lowongan pekerjaan. Tidak ada kata menyerah dalam kamusnya. Baginya, Blake Hagen hanya ngengat pengganggu bukan sesuatu yang harus dia takuti. Dia bersumpah tidak akan menyerah pada pria itu. “Lihat saja, Tuan Tanpa Hati, aku akan buktikan padamu bahwa kau bukanlah seorang dewa!” Camellia melangkah

    Terakhir Diperbarui : 2021-11-06
  • Obsesi Tuan Hagen   BAB 14 I Apa Kau Butuh P3K?

    Langkah Hagen terdengar berat ketika dia melintasi ruangan kantor miliknya di pusat kota Lancester. Gedung lima puluh lantai yang dia beri nama Blake Tower itu tampak berdiri gagah di antara rimba bangunan beton lainnya.Athena, sekretaris pribadi Hagen tampak pucat pasih begitu melihat kedatangannya dari arah lift. Wanita dua puluh lima tahun itu tergagap dan langsung mengejarnya dengan gesture gelisah.“Pa-Pak CEO,” panggil wanita itu halus dengan tangan saling bertaut.Dia tampak sengaja menghalangi langkah Hagen yang hendak menuju ruang kerja pribadi.Mendapati gelagat Athen yang familiar, Hagen mengerti apa yang terjadi, membuatnya menyipitkan mata hingga tangannya yang berada di saku celana mengepal seketika.Langkah kakinya yang lebar pun terhenti, dan dengan tatapan setajam belati, dia melirik ke arah pintu dan Athena bergantian.“Apa si brengsek itu melakukannya lagi di ruanganku?”Suara Hagen terdenga

    Terakhir Diperbarui : 2021-11-07

Bab terbaru

  • Obsesi Tuan Hagen   TAMAT

    Camellia baru saja terbangun, dan dirinya menatap puas dengan pandangan berbinar pada pria yang masih terlelap di samping tempatnya berbaring. Dengan ujung jemari yang menari-nari di atas kulit telanjang pada punggung pria itu, Camellia mencoba menahan diri agar tidak tertawa, terutama ketika Hagen menggumamkan sesuatu di dalam tidurnya. Tahu bahwa dia hanya akan membangunkan singa yang lapar, Camellia memilih untuk segera bangkit dari tempat tidur dan berjalan menuju kamar mandi. Setelah beberapa waktu kemudian, Hagen tampak masih tertidur dengan posisinya semula, sehingga Camellia membiarkannya dan terus melangkah ke arah balkon. Gadis itu tampak menikmati semilir angin pagi yang menyuguhkan pemandangan hutan beton di hadapan. Sembari menyeduh susu cokelat hangat, tatapan Camellia tertuju pada arakan langit cerah yang memenuhi kota New York. Dia hendak menyesap minumnya kembali, saat tiba-tiba sepasang tangan kekar memeluk dari arah belakang. “Morning, Princess,” sapa Hagen, s

  • Obsesi Tuan Hagen   EKSTRA PART 4

    Saat Ini, di Luna Star Hotel. Honeymoon On New York.Di salah satu kamar Luna Star Hotel, ditemani cahaya remang-remang. Aroma kopi yang maskulin dan wangi mawar yang berpadu. Camellia menatap punggung lebar dan kokoh yang membelakanginya dengan desah napas yang teratur.Otot-otot liat itu menggoda mata Camellia untuk tidak berpaling sedikit pun. Namun, bukan itu yang membuat Camellia masih terjaga kendati jam dinding mewah yang tergantung di depan pintu sudah menunjukkan pukul tiga pagi.Matanya belum perpaling ketika punggung kokoh serupa Dewa Yunani itu berbalik dengan sepasang mata yang menghunjam Camellia. Warna hitam obsidian yang bersinar itu menatap langsung ke arah bola mata Camellia.Dia tidak mampu mengontrol detak jantungnya yang berdesir cepat ketika Hagen memamerkan senyum tipis yang menghiasi wajah rupawannya tersebut.“Mengapa kau belum juga tidur?” Suara parau yang berat dan dalam itu seolah menyedot semua akal sehat Camellia.Camellia tidak mampu menjawab. Tubuhnya

  • Obsesi Tuan Hagen   EKSTRA PART 3

    Camellia tidak tahu harus melakukan apa dalam situasinya saat ini, sehingga dia hanya mendengarkan suara hangat pria itu yang kini menggelitik telinganya.“Cukup anggukan kepalamu jika kau setuju.”Mendengar instruksinya, Camellia pun mengangguk cepat.Jelas sekali bahwa gadis itu tengah ketakutan.Menyadari hal itu, pria yang kini membekapnya pun tampak berusaha menenangkan.“Sssttt … aku tidak berniat melukaimu. Yang aku butuhkan hanya bantuan.”Seketika, Camellia pun menarik napas dalam-dalam sembari memejamkan mata untuk menenangkan diri. Ketika dia dapat mengontrol rasa takut yang sempat menguasai, gadis itu mengangguk samar dan pelan. Tetapi, tetap saja pria bersuara maskulin yang menenangkan di balik punggungnya tidak melepaskan bekapan tangan dari mulutnya.“Seseorang tengah mengincar keberadaanku, dan jika kau bisa menyembunyikanku sampai supirku tiba, maka aku akan melakukan apa saja untuk melindungimu di masa mendatang.”Mendengar penjelasannya, tanpa Camellia sadari, manik

  • Obsesi Tuan Hagen   EKSTRA PART 2

    Beberapa Minggu setelah pertemuan dengan Jeff, Camellia tampak lebih berhati-hati dengan sekitar.Sesekali gadis itu merasakan seseorang tengah mengikutinya, dan hal itu semakin membuat Camellia merasa tidak aman jika jalan sendirian, walaupun hanya sekedar melakukannya di lingkungan sekolah yang ramai oleh lalu-lalang siswa lainnya.Camellia lebih memilih untuk mengajak Bella agar dapat menemaninya kemanapun dia pergi. Hal ini tentu saja membuat gadis enam belas tahun itu bertanya-tanya akan perubahan sikapnya.“Ada apa denganmu? Mengapa kau terlihat seperti orang yang ingin menyembunyikan diri, Lia?”Mendengar itu, kepala Camellia pun menggeleng samar.Akhir-akhir ini dia lebih banyak diam, terutama setelah acara pentas seni, dimana sang ayah tidak menghadiri undangan yang telah Camellia berikan pada butler keluarganya.Dia tidak tahu dimana letak kesalahannya. Padahal kehadiran ayahnya sangat Camellia tunggu waktu itu.Dan, sepulang dari acara pentas seni, dia pun menanyakan alasan

  • Obsesi Tuan Hagen   EKSTRA PART 1

    Lancester, Tiga Setengah Tahun yang lalu.Camellia baru saja pulang dari sekolah, saat tiba-tiba salah satu butler menyambutnya dengan wajah sedikit masam. Jelas sekali, terjadi sesuatu sehingga membuat seisi rumah menjadi sangat tidak bersahabat dan bersitegang.Mendapati keadaan itu, Camellia pun melirik kembali pada jajaran mobil mewah yang terparkir di halaman.Biasanya, sang ayah; Edgar Duncan, selalu mengundang beberapa orang paling berpengaruh di Lancester dan Denver untuk mengadakan rapat bulanan yang selalu diadakan di rumah mereka.Pemandangan mobil mewah memenuhi parkiran bukanlah hal yang asing baginya. Namun, gadis muda itu tampak khawatir, karena setiap kali pertemuan itu dilaksanakan, pasti ada saja sesuatu yang janggal terjadi.Misalnya beberapa bulan lalu, salah satu anggota parlemen di Lancester menghilang secara misterius, dan keluarga dari parlemen tersebut tidak lagi terdengar kabarnya seminggu kemudian. Dan, Camellia tahu penyebabnya, tidak lain adalah rahasia di

  • Obsesi Tuan Hagen   Epilog

    Tidak ada yang lebih bahagia dari pasangan Hagen dan Camellia, yang kini berdansa di tengah-tengah ballroom yang dipenuhi oleh orang-orang terdekat mereka. Tidak hanya itu, beberapa orang berpengaruh di Lancester dan juga Denver tampak berkumpul di bawah atap yang sama, menari, berbicara dan tertawa dengan siapa saja yang mereka temui di Kastil Petunia.Camellia yang tampak sangat cantik dengan gaun satin berwarna putih, memahat sempurna pada lekuk tubuh feminimnya, hingga mampu membuat mata Hagen berbinar hanya dengan menatapnya.Pria itu bahkan tidak bisa menjauhkan tangannya dari pinggang ataupun jemari lentik gadis itu.Jelas sekali, keduanya hanyut dalam dansa dengan melody lambat di bawah lampu kristal yang menghiasi langit-langit ballroom.Sementara itu, tidak jauh dari keduanya, Erlinda dan Cintya yang juga berdandan cantik dengan gaun berwarna pastel senada, tampak mengagumi pasangan berdansa yang berada di tengah-tengah ruangan.“Ahhhh … aku benar-benar menginginkan pernikah

  • Obsesi Tuan Hagen   BAB 169 I Dia Tidak Akan Tahu

    Petunia tidak seperti hari-hari biasa. Kini, kastil megah itu dihiasi oleh berbagai rangkaian bunga yang menghiasi setiap dinding, meja, dan sudut-sudut ruangan. Bahkan, dengan sangat spesifik, Hagen memesan beberapa jenis bunga atas saran dari Jaxon Bradwood.Tentu saja hal itu dikarenakan mereka menghindari insiden di masa lalu, dimana pernikahan Jaxon berakhir bencana akibat Mia alergi bunga Snow on Mountain. Dengan sangat hati-hati, orang-orang yang bekerja di Kastil Petunia pun memilah dan mengawasi setiap bunga yang datang sebelum menyebarkannya di beberapa tempat.Frank bahkan tampak lebih sibuk dari biasanya.Kini, stelan hitam pria itu dilengkapi alat komunikasi yang terpasang di telinga.Dan dengan mata elangnya yang mengawasi jalannya persiapan, Frank memberi sedikit instruksi di sana sini pada penjaga kastil yang berkeliling dari satu ruang ke ruang lainnya.Sementara itu, Erlinda tampak sibuk menyiapkan beberapa kamar untuk setiap tamu yang akan menginap. Begitu pula deng

  • Obsesi Tuan Hagen   BAB 168 I Aku Mencintaimu, Camellia

    Hagen menemani Camellia saat mengunjungi Edgar Duncan di rumah sakit. Dengan perasaan yang berat, Hagen menyadari bahwa pria tua di hadapannya benar-benar tidak memiliki harapan untuk umur panjang, membuat pandangannya jatuh pada Camellia yang tampak setia menunggu sang ayah yang terbaring layaknya tubuh tanpa nyawa dengan bantuan penunjang kehidupan di atas tempat tidur.Tanpa sedikit pun mengganggu gadis itu, Hagen bergegas keluar dari ruangan dan memilih duduk di salah satu rangkaian kursi tunggu, yang berada tepat di depan ruang perawatan Edgar Duncan.Sesekali Hagen menarik napas sembari menengadah pada langit-langit lorong rumah sakit.Saat itulah dia menyadari bahwa dirinya tidak mungkin menyembunyikan keberadaan bayi mungil yang kini diberikan pada Danny Johanson.Cepat atau lambat, Camellia harus mengetahui keberadaan bayi itu. Meskipun keduanya tidak berhubungan darah, tetapi Talia Duncan tetaplah adik bagi Camellia. Dan, tidak mungkin dia akan diam saja saat mengetahui sem

  • Obsesi Tuan Hagen   BAB 167 I Pergulatan Di Ranjang

    “Kau sudah membawa semuanya?” tanya Hagen pada Frank begitu dirinya tiba di Petunia.Setelah meninggalkan Denver, Hagen memutuskan untuk meminta bawahannya agar mengantarkan Camellia kembali ke rumah. Dan mereka pun tiba dalam waktu terpisah.“Aye, Boss,” jawab Frank diikuti anggukan. “Nyonya ada di dalam kamar. Beristirahat,” ujar Frank, yang segera merubah panggilannya pada Camellia.Dalam waktu sangat singkat, kabar pernikahan keduanya pun menghebohkan para pelayan di Kastil Petunia. Bahkan, tidak sedikit yang merayakan bergabungnya nyonya baru di sana. Setidaknya, Hagen telah memilih wanita yang tepat, dan bukannya wanita seperti Irene yang pasti akan menyiksa para pelayan.“Aku meminta Jaxon untuk mengurus Alfred,” ucap Hagen secara tiba-tiba, yang tentu saja membuat Frank mengerti akan maksudnya.Kepala keamanan Petunia itu tampak mengangguk paham dan setelahnya berdeham pelan.“Aku akan datang ke kediaman Ryder untuk memberikan kabar.”Mendengar ucapan bawahannya itu, Hagen tid

DMCA.com Protection Status