Home / Romansa / Obsesi Tuan Hagen / BAB 3 I Pria Asing Di Depan Pintu

Share

BAB 3 I Pria Asing Di Depan Pintu

Author: Blezzia
last update Last Updated: 2021-08-09 22:25:15

Langkah Camellia terdengar ragu-ragu saat mendekati pintu. Namun, dia pernah merasakan hal seperti ini saat di awal-awal kebangkrutan sang Ayah.

Ketika itu, banyak debt collector mendatangi rumah mereka, dan satu per satu perabotan di sana diangkut paksa. Mulai dari lukisan sampai album foto keluarga. Katanya, bingkai pada foto-foto itu bernilai ribuan dollar.

Camellia tahu akan hal itu, sehingga dia tidak bisa berkata apa-apa dan meminta agar setiap lembar foto dikembalikan pada waktunya.

Dia juga ingat sangat jelas, ketika semua isi lemari dan guci diambil sampai tidak bersisa. Membuat Camellia kesulitan memilih baju untuk keluar rumah. Karena itulah, tidak lagi ada benda yang bisa dipakai di sana.

Jadi, kali ini apa lagi yang mereka minta? Tubuhnya?

Menyadari ke mana arah pemikirannya saat ini, Camellia pun menggelengkan kepala. Tidak mungkin dia akan merendahkan diri sampai sejauh itu, sehingga tanpa sadar kesedihannya semakin dalam.

Tetapi, dengan cepat dia menata ekspresi kembali, dan berpura-pura menyambut tamu-tamunya dengan ramah. Dan bila paparazzi yang ada di luar sana, Camellia akan menutup pintu tepat di depan wajah mereka saat itu juga.

Namun, saat pintu di hadapannya terbuka, dia mendapati tiga orang laki-laki berjas hitam berdiri tepat di depannya.

Seketika Camellia mundur selangkah. Tangannya yang memegang gagang pintu bergetar karena konflik batin; antara membantingnya keras atau menunggu pria-pria itu mengatakan maksud kedatangan mereka.

Dia kesulitan menelan saliva, tetapi dengan memberanikan diri gadis muda itu pun bertanya.

“Ada keperluan apa tuan-tuan datang ke sini?”

Mendengar nada suaranya yang sedikit bergetar namun menunjukkan keberanian, salah satu dari pria-pria itu tersenyum miring. Saat itulah, perhatian Camellia teralihkan pada sosok berparas rupawan yang menyilaukan mata di hadapannya.

Untuk sesaat, dia nyaris lupa caranya menarik napas. Terutama ketika mata keduanya saling beradu dan mengunci beberapa waktu. Tanpa malu, Camellia mengobservasi setiap lekuk wajah maskulin pria itu yang tampak indah dibingkai oleh rambut hitam segelap malam.

Bahkan, untuk ukuran laki-laki berekspresi dingin seperti dia, memiliki hidung yang tinggi, bibir yang tegas, alis hitam tebal dengan bulu mata lentik nan panjang rasanya seperti dosa besar.

Tidak mungkin Tuhan menciptakan sosok pria berparas sesempurna itu. Dan lihatlah, tatapan setajam elang yang berasal dari manik mata sehitam obsidiannya, mampu menggetarkan hati wanita mana saja yang sempat berpapasan pandang.

Tidak hanya itu, bahunya yang tinggi dipadukan postur tubuh proporsional dengan cetakan otot yang terlihat jelas dari balutan jas di tubuhnya, memberikan kesan bahwa dia adalah boss dari dua pria di sana.

“Apa sudah puas memandangiku, Miss?”

Mendengar suara maskulinnya yang dalam, namun terkesan dingin, membuat Camellia terpaku.

Terutama, ketika mata obsidian itu balas menatap ke arahnya.

Tanpa gadis itu sadari, wajah putihnya pun bersemu. Dan dengan cepat dia mengerjabkan kelopak mata untuk mengusir bayangan pria itu.

Seketika kepala Camellia menunduk ke bawah, sengaja menjauhi kontak mata mereka.

Sekarang, bukan saatnya mengagumi paras tampan yang berdiri di depan rumah.

Untuk menutupi kegugupan, Camellia pun berdehem pelan yang tanpa diduga membuat rambut panjang keemasannya membentuk tirai di depan wajah.

“Aku tidak sedang melihat sesuatu,” gumamnya, nyaris seperti sebuah bisikan yang membuat ketiga pria di sana tanpa sadar mencondongkan tubuh ke depan, hanya untuk mendengar apa yang baru saja Camellia katakan.

Setelahnya, suasana di antara mereka berubah hening. Akan tetapi, tekanan dari aura yang pria-pria itu bawa membuat tubuhnya menggigil kembali.

Dan ternyata, semua gerakan halus pada tubuh Camellia tidaklah luput dari pandangan si pria bermata obsidian.

“Kami tidak memiliki banyak waktu, Miss Duncan,” kata pria berwajah keras yang berdiri tepat di sebelah kanan pria itu. “Ada sesuatu yang ingin dibicarakan denganmu.”

Seketika tubuh Camellia menjadi tegang. Batinnya menjeritkan; inilah bagian terburuk yang akan datang.

Karena biasanya, orang-orang yang bertamu ke sana akan membicarakan hal yang sama; uang dan tenggat waktu membayar hutang.

“A-apa keperluan kalian datang ke sini?” tanyanya terbata dengan tangan meremas gagang pintu, sedang satunya berpegangan pada celana tidur.

Sengaja Camellia tidak mempersilahkan pria-pria itu masuk ke rumah, karena dengan begitu dia bisa langsung menutup pintu dan menguncinya bila ternyata kedatangan mereka untuk menyakiti di saat tidak ada siapapun selain dirinya.

Akhirnya, pria berambut brunet yang sejak tadi diam di sebelah kiri si pria bermata obsidian pun menjawab.

“Di mana sopan santunmu saat menerima tamu?” ucapnya tajam, tanpa berbasa-basi dan jelas sekali tidak senang dibiarkan di luar sejak tadi. “Kau tidak mempersilahkan kami masuk ke dalam untuk membicarakan ini dengan sikap ramah tamah.”

Tangan Camellia yang sejak tadi memegang gagang pintu pun mengerat, akan tetapi dia mencoba untuk memasang senyuman walau sekadarnya pada tiga pria-pria itu.

“Oh, maaf kan aku. Tapi …,” jedanya sembari melirik ke dalam.

Seketika tiga pasang mata mengikuti arah pandang Camellia, dan saat itulah mereka menyadari maksud tatapan barusan.

“Ah … kursi,” ucap pria berambut brunett.

Kepala Camellia mengangguk pelan, dan berharap pria-pria itu tidak menginjakkan kaki mereka lebih dari ini. Namun ternyata, si pria bermata obsidian memiliki pemikiran berbeda. Dia malah mendekat hingga pucuk hidung mereka nyaris bersentuh yang seketika membuat mata Camellia membulat sempurna.

Ketika gadis itu hendak mundur selangkah, tiba-tiba saja dia nyaris terjatuh, tapi dengan cepat lengan kekar pria di depannya itu menangkap pinggangnya dan menarik tubuh Camellia ke dalam dekapannya.

Hal ini menjadikan jantung gadis muda itu berpacu. Selama ini, dia tidak pernah berada sangat dekat dengan pria mana saja, sehingga tangannya menepis lengan pria itu dan dia pun menghindari kontak fisik mereka.

Kini, keduanya berdiri berjauhan.

Melihat apa yang Camellia coba lakukan, sudut bibir pria itu pun berkedut hingga membentuk senyuman setengah lingkaran yang segera lenyap saat Camellia berkedip dua kali.

“Frank,” panggil pria yang mendebarkan jantung gadis itu.

Namun, matanya yang menghanyutkan tampak terpaku pada wanita di hadapan. Sehingga Camellia pun memilih mundur beberapa langkah.

“Yes, Sir,” jawab pria yang tadi berdiri di sisi kiri.

Camellia mengukir wajah pria bernama Frank tersebut untuk katalog memorinya di masa depan. Dan sangat hati-hati dia mengobservasi mereka lagi.

“Berikan kertas yang tadi kau bawa, kemudian tunggulah di dalam mobil sampai pembicaraan ini selesai,” perintahnya yang langsung dikerjakan dua pria tersebut.

Selama mengatakan itu, tidak sedikit pun mata obsidian pria di depan Camellia beralih dari wajah feminimnya, membuat dia gugup dan gelisah hingga tanpa sadar menggigit bibir bagian bawah sembari memainkan hem baju yang dipakai malam tadi.

Dan tentu saja, mata pria itu beralih ke bibir ranumnya dengan tatapan terang-terangan, sehingga dia pun melepas gigitan tersebut yang untuk beberapa waktu membuat manik obsidiannya berkilat … kecewa?

Tidak lama kemudian, setumpuk dokumen disodorkan pada pria itu, yang disambut tanpa sekali pun memalingkan mata dari Camellia, sehingga gadis itu menundukkan kepalanya dalam-dalam.

Setelahnya, langkah kaki kedua pria itu semakin lama terdengar sayup-sayup menjauh. Menandakan hanya dia dan si pria bermata obsidian yang tersisa di ruangan tanpa sofa.

Menyadari kekuarangan rumahnya saat ini, Camellia pun berdehem pelan.

“Tidak ada tempat untuk duduk. Kau bisa menyampaikan urusanmu sekarang,” ucapnya dengan nada malu.

Tapi, pria itu seakan tidak peduli. Karena dia langsung menyodorkan dokumen di tangan dan memberikannya pada Camellia.

“Urusan ini tidak butuh meja dan kursi,” balasnya, masih dengan kertas yang menggantung di antara mereka. “Baca dan pelajari,” ucap pria itu, terdengar datar dengan ekspresi yang membuat Camellia menelan saliva kembali.

Tangan gadis itu terulur seketika, dan di saat kulit mereka saling bersentuh, Camellia merasakan sebuah sengatan listrik yang mengalir di antara keduanya. Hingga membuat dia menahan napas dengan mata membulat ke arah pria di hadapan.

Sayangnya, dia tidak menemukan ekspresi serupa pada wajah pria tersebut.

‘Apa dia tidak merasakan yang barusan?’ batin Camellia dengan lengan sedikit bergetar.

Begitu dokumen tersebut berpindah tangan, dia pun membaca isinya sekilas. Dan saat itulah, Camellia tahu bahwa dia berada dalam masalah serius. Karena pria yang kini berdiri di tengah-tengah ruangan kosong rumahnya adalah sosok yang selama ini tidak Camellia inginkan kehadirannya.

Menyadari ekspresi ketakutan di wajah gadis itu, si pria bermata obsidian pun tersenyum sumbang dengan sebelah alis naik ke dahi.

Sementara itu, tangannya pun terulur ke depan.

“Oh, aku lupa memperkenalkan diri. Namaku, Blake Hagen.”

Related chapters

  • Obsesi Tuan Hagen   BAB 4 I Sentuhan Pria Itu

    Blake Hagen. Pria paling ditakuti di seluruh Kota Lancester. Dia menguasai perdagangan dan beberapa hal yang diisukan sebagai transaksi ilegal. Bahkan, gadis sepolos Camellia pernah mendengar legenda yang menceritakan bagaimana pria itu bekerja di tempat yang tidak seharusnya.Banyak orang yang tidak ingin berseberangan dengan si lelaki pemilik mata obsidian, karena sekali saja membuat Blake Hagen marah, maka kedamaian hanya tinggal angan-angan.Itu sebabnya Camellia tidak mampu membalas tatapan pria itu setelah dia mempelajari nama yang sangat tabu disebut di seantero Kota Lancester. Apa lagi saat ini dia berada dalam radar pria itu yang merupakan berita buruk bagi masa depan Camellia.“Apa kau tidak mau menyambut uluran tanganku?”Pertanyaan pria tersebut mengangkat kepala Camellia seketika. Dan saat itulah dia baru menyadari bahwa sejak tadi Hagen menunggu jabatan tangan darinya, yang tentu saja tidak ingin Camellia lakukan.Akan tet

    Last Updated : 2021-08-12
  • Obsesi Tuan Hagen   BAB 5 I Sebut Namaku, Princess

    “Sebut namaku, dengan begitu aku akan melepasmu,” bisik Hagen yang sengaja menyentuhkan pucuk hidung mereka, membuat Camellia menahan napas untuk sementara.Hal itu membuat dada Camellia naik turun. Dalam sekejab paru-parunya meminta asupan oksigen dengan cepat. Berdekatan dengan pria itu membuatnya sesak.Dengan gelisah, ujung lidah Camellia menyapu bibir ranumnya yang sedikit merekah seperti kelopak bunga, yang tanpa gadis itu sadari mengundang perhatian Hagen seketika.Begitu dia tahu akan kesalahannya, Camellia pun mengatup bibir dan menggigit pelan mulut bagian dalamnya sembari mengutuk diri dalam hati.Tidak tahan akan godaan gadis di hadapannya yang bertingkah sangat polos, Hagen menyentuh bibir Camellia menggunakan ujung ibu jari dengan sengaja, membuat mata gadis itu membulat sebesar purnama, menjadikan napas Camellia tercekat saat itu juga.“Apa sesulit itu menyebut namaku, Princess?” bisik Hagen dengan suara renda

    Last Updated : 2021-08-12
  • Obsesi Tuan Hagen   BAB 6 I Tidur Denganku Selama Satu Tahun

    “Ti-tiga pilihan?” tanya Camellia terbata-bata.Mata bulat jernihnya yang berwarna hazel menatap Hagen penuh kebingungan.“Ya, aku memberikan tiga pilihan yang dapat melunasi seluruh hutang keluargamu,” jelas Hagen dengan kedua jempolnya yang mengelus halus permukaan wajah gadis itu.“Apa yang … kau mau?”Senyuman Hagen semakin lebar, namun tatapan lembutnya yang tadi digantikan dengan suatu pandangan … vulgar. Seketika mengetuk hati Camellia dengan kerasnya, membuat dia lupa caranya bernapas untuk sesaat.Gadis itu pun memegangi pergelangan tangan Hagen, bermaksud menepis sentuhan pria itu pada tubuhnya, namun Camellia tidak mampu menghalau tangan pria itu walaupun hanya seinci. Menjadikan Camellia frustrasi yang jelas tergambar dari ekspresi wajahnya.Hal itu memudahkan Hagen untuk membaca setiap perubahan emosi Camellia, layaknya lembaran buku yang sedang pria itu baca.Masih dengan

    Last Updated : 2021-08-13
  • Obsesi Tuan Hagen   BAB 7 I Blake Hagen, Si Brengsek

    Langkah Camellia yang menaiki tangga tampak terseok. Pandangan matanya yang menatap lurus ke depan terlihat kosong. Kini, kepalanya dipenuhi oleh perkataan-perkataan Hagen, yang terus membayangi di sepanjang jalan menuju kamar.“Tidur setahun dengannya, katanya,” gumam Camellia yang seketika menghentikan langkah. Satu tangannya yang memegang anak tangga mengepal erat. “Aku tidak akan tidur denganmu! Kau pria brengsek!”Sekuat tenaga Camellia berteriak, hingga tubunya setengah membungkuk.“Siapa kau yang berani-berani merendahkanku!”Dia memukul keras pegangan tangga di bawah tangannya sampai telapaknya mati rasa.“Dasar kau @$%^&@ dan juga @#4$%#& kuharap juniormu %$#@^& dan ****** Mati saja kau @#%^&.” Gadis itu pun terus memaki tanpa jeda dengan kata-kata sangat vulgar dan penuh warna, yang kebetulan saja dia dengar dari pekerja kebun serta para pelayan ketika rumah itu masih berada

    Last Updated : 2021-08-14
  • Obsesi Tuan Hagen   BAB 8 I Telepon Tidak Terduga

    Pena di tangan Camellia melingkari setiap daftar tempat yang sedang mencari karyawan. Sebagian dia coret dengan tambahan catatan kapan akan memasukkan lamaran di sana.Beberapa waktu lalu, dia bahkan melamar secara online ke beberapa perusahaan yang hanya membutuhkan ijazah SMA, tapi semuanya memberikan jawaban serupa.‘Maaf kan kami, Miss Duncan, tetapi anda tidak sesuai kualifikasi yang kami cari.’Anehnya, semua perusahaan itu menuliskan hal yang sama. Seolah-olah ada seseorang yang mendikte mereka. Dan satu-satunya pelaku yang dia curigai adalah Blake Hagen.“Dasar bajingan,” umpat Camellia seraya melempar pena ke dinding hingga tutupnya pecah.Dia melipat kaki di bawah tubuh dan memeluknya erat sembari membenamkan kepala.Sekuat tenaga gadis itu menahan isak tangis, hingga merasa sesak di dada.“Hhhh …,” desahnya, menarik napas keras dengan rasa putus asa. “Apa yang harus kulakukan

    Last Updated : 2021-10-01
  • Obsesi Tuan Hagen   BAB 9 I Kau Ingin Melakukannya Denganku, Princess?

    Langkah kaki Camellia saat melintasi trotoar tampak lesu. Gadis itu bahkan menggunakan tas selempang di atas kepala untuk menghalau terik matahari yang perlahan meninggi.Dan dengan menahan rasa lapar, Camellia pun mempercepat langkah.Beberapa kali kepalanya menoleh ke belakang, karena dia merasa seakan sedang diikuti, tapi tetap saja tidak ada siapa-siapa di sana.“Tenanglah, Camellia. Itu hanya imajinasimu saja,” bisiknya sembari terus berjalan.Saat mendekati sebuah restaurant kecil, langkah Camellia terhenti. Wajahnya sedikit berbinar begitu mendapati iklan lowongan pekerjaan yang ditaruh tepat di depan jendela kaca.Gadis itu melirik sebentar lowongan tersebut, sebelum akhirnya dia masuk ke dalam dan berpapasan dengan salah satu pelayan wanita yang memiliki usia tidak jauh dengannya.“Hay, bolehkah aku berbicara dengan manajermu?” tanya Camellia secara tiba-tiba yang menyebabkan wanita pelayan itu menatapnya dua

    Last Updated : 2021-10-02
  • Obsesi Tuan Hagen   BAB 10 I Pria Itu Hanya Ingin Mengikutinya

    Tangan Hagen sedikit meregang begitu dia merasakan perlawanan Camellia melemah. Pria itu pun melepas lilitan lengan kekarnya dari tubuh gadis itu.Perlahan-lahan, dia pun mundur. Namun, tatapannya tidak sedikit pun lepas dari Camellia.“Kau benar-benar laki-laki yang tidak punya perasaan,” umpat gadis itu dengan tatapan berapi-api.Mata Hagen yang tadinya memandang biasa, berubah menjadi sedikit lebih tajam.“Ah, Princess, aku bahkan tidak mengatakan sesuatu yang dapat melukaimu,” ucapnya dengan senyuman miring.Ketika Camellia hendak mengatakan umpatan, tiba-tiba saja dia mendengar suara kriuk yang berasal dari perutnya sendiri. Hal itu membuat keduanya terdiam.

    Last Updated : 2021-10-03
  • Obsesi Tuan Hagen   BAB 11 I Kumohon, Pergilah

    Tatapan Camellia terpaku pada pantry yang tidak berisi. Lagi-lagi dia dihadapkan pada ancaman kelaparan, dan hal ini membuatnya ingin menangis. Terutama ketika dia hanya menemukan setumpuk roti yang akan kadaluarsa beberapa hari lagi.Dengan tangan gemetar dan tubuh sedikit lemas, gadis itu menahan tangis yang hendak jatuh.Seharian mencari pekerjaan, tapi ternyata tidak semudah itu.“Aku harus bagaimana, Ayah,” bisiknya tercekat.Melihat hanya roti dan beberapa bungkus mie yang tersisa, Camellia tahu dia tidak punya pilihan saat ini.Tangan gadis itu baru saja hendak mengambil roti tersebut, ketika tiba-tiba terdengar suara bell rumahnya berbunyi.Dengan dahi berkerut dan hati bertanya, gadis itu pun mengurungkan niat untuk makan, lalu menutup pintu kulkas pelan.Dia bergegas menuju pintu, hanya untuk mendapati Frank berdiri di hadapan.Senyum yang tadinya hendak merekah, berubah menjadi raut masam penuh ketidaksuk

    Last Updated : 2021-10-09

Latest chapter

  • Obsesi Tuan Hagen   TAMAT

    Camellia baru saja terbangun, dan dirinya menatap puas dengan pandangan berbinar pada pria yang masih terlelap di samping tempatnya berbaring. Dengan ujung jemari yang menari-nari di atas kulit telanjang pada punggung pria itu, Camellia mencoba menahan diri agar tidak tertawa, terutama ketika Hagen menggumamkan sesuatu di dalam tidurnya. Tahu bahwa dia hanya akan membangunkan singa yang lapar, Camellia memilih untuk segera bangkit dari tempat tidur dan berjalan menuju kamar mandi. Setelah beberapa waktu kemudian, Hagen tampak masih tertidur dengan posisinya semula, sehingga Camellia membiarkannya dan terus melangkah ke arah balkon. Gadis itu tampak menikmati semilir angin pagi yang menyuguhkan pemandangan hutan beton di hadapan. Sembari menyeduh susu cokelat hangat, tatapan Camellia tertuju pada arakan langit cerah yang memenuhi kota New York. Dia hendak menyesap minumnya kembali, saat tiba-tiba sepasang tangan kekar memeluk dari arah belakang. “Morning, Princess,” sapa Hagen, s

  • Obsesi Tuan Hagen   EKSTRA PART 4

    Saat Ini, di Luna Star Hotel. Honeymoon On New York.Di salah satu kamar Luna Star Hotel, ditemani cahaya remang-remang. Aroma kopi yang maskulin dan wangi mawar yang berpadu. Camellia menatap punggung lebar dan kokoh yang membelakanginya dengan desah napas yang teratur.Otot-otot liat itu menggoda mata Camellia untuk tidak berpaling sedikit pun. Namun, bukan itu yang membuat Camellia masih terjaga kendati jam dinding mewah yang tergantung di depan pintu sudah menunjukkan pukul tiga pagi.Matanya belum perpaling ketika punggung kokoh serupa Dewa Yunani itu berbalik dengan sepasang mata yang menghunjam Camellia. Warna hitam obsidian yang bersinar itu menatap langsung ke arah bola mata Camellia.Dia tidak mampu mengontrol detak jantungnya yang berdesir cepat ketika Hagen memamerkan senyum tipis yang menghiasi wajah rupawannya tersebut.“Mengapa kau belum juga tidur?” Suara parau yang berat dan dalam itu seolah menyedot semua akal sehat Camellia.Camellia tidak mampu menjawab. Tubuhnya

  • Obsesi Tuan Hagen   EKSTRA PART 3

    Camellia tidak tahu harus melakukan apa dalam situasinya saat ini, sehingga dia hanya mendengarkan suara hangat pria itu yang kini menggelitik telinganya.“Cukup anggukan kepalamu jika kau setuju.”Mendengar instruksinya, Camellia pun mengangguk cepat.Jelas sekali bahwa gadis itu tengah ketakutan.Menyadari hal itu, pria yang kini membekapnya pun tampak berusaha menenangkan.“Sssttt … aku tidak berniat melukaimu. Yang aku butuhkan hanya bantuan.”Seketika, Camellia pun menarik napas dalam-dalam sembari memejamkan mata untuk menenangkan diri. Ketika dia dapat mengontrol rasa takut yang sempat menguasai, gadis itu mengangguk samar dan pelan. Tetapi, tetap saja pria bersuara maskulin yang menenangkan di balik punggungnya tidak melepaskan bekapan tangan dari mulutnya.“Seseorang tengah mengincar keberadaanku, dan jika kau bisa menyembunyikanku sampai supirku tiba, maka aku akan melakukan apa saja untuk melindungimu di masa mendatang.”Mendengar penjelasannya, tanpa Camellia sadari, manik

  • Obsesi Tuan Hagen   EKSTRA PART 2

    Beberapa Minggu setelah pertemuan dengan Jeff, Camellia tampak lebih berhati-hati dengan sekitar.Sesekali gadis itu merasakan seseorang tengah mengikutinya, dan hal itu semakin membuat Camellia merasa tidak aman jika jalan sendirian, walaupun hanya sekedar melakukannya di lingkungan sekolah yang ramai oleh lalu-lalang siswa lainnya.Camellia lebih memilih untuk mengajak Bella agar dapat menemaninya kemanapun dia pergi. Hal ini tentu saja membuat gadis enam belas tahun itu bertanya-tanya akan perubahan sikapnya.“Ada apa denganmu? Mengapa kau terlihat seperti orang yang ingin menyembunyikan diri, Lia?”Mendengar itu, kepala Camellia pun menggeleng samar.Akhir-akhir ini dia lebih banyak diam, terutama setelah acara pentas seni, dimana sang ayah tidak menghadiri undangan yang telah Camellia berikan pada butler keluarganya.Dia tidak tahu dimana letak kesalahannya. Padahal kehadiran ayahnya sangat Camellia tunggu waktu itu.Dan, sepulang dari acara pentas seni, dia pun menanyakan alasan

  • Obsesi Tuan Hagen   EKSTRA PART 1

    Lancester, Tiga Setengah Tahun yang lalu.Camellia baru saja pulang dari sekolah, saat tiba-tiba salah satu butler menyambutnya dengan wajah sedikit masam. Jelas sekali, terjadi sesuatu sehingga membuat seisi rumah menjadi sangat tidak bersahabat dan bersitegang.Mendapati keadaan itu, Camellia pun melirik kembali pada jajaran mobil mewah yang terparkir di halaman.Biasanya, sang ayah; Edgar Duncan, selalu mengundang beberapa orang paling berpengaruh di Lancester dan Denver untuk mengadakan rapat bulanan yang selalu diadakan di rumah mereka.Pemandangan mobil mewah memenuhi parkiran bukanlah hal yang asing baginya. Namun, gadis muda itu tampak khawatir, karena setiap kali pertemuan itu dilaksanakan, pasti ada saja sesuatu yang janggal terjadi.Misalnya beberapa bulan lalu, salah satu anggota parlemen di Lancester menghilang secara misterius, dan keluarga dari parlemen tersebut tidak lagi terdengar kabarnya seminggu kemudian. Dan, Camellia tahu penyebabnya, tidak lain adalah rahasia di

  • Obsesi Tuan Hagen   Epilog

    Tidak ada yang lebih bahagia dari pasangan Hagen dan Camellia, yang kini berdansa di tengah-tengah ballroom yang dipenuhi oleh orang-orang terdekat mereka. Tidak hanya itu, beberapa orang berpengaruh di Lancester dan juga Denver tampak berkumpul di bawah atap yang sama, menari, berbicara dan tertawa dengan siapa saja yang mereka temui di Kastil Petunia.Camellia yang tampak sangat cantik dengan gaun satin berwarna putih, memahat sempurna pada lekuk tubuh feminimnya, hingga mampu membuat mata Hagen berbinar hanya dengan menatapnya.Pria itu bahkan tidak bisa menjauhkan tangannya dari pinggang ataupun jemari lentik gadis itu.Jelas sekali, keduanya hanyut dalam dansa dengan melody lambat di bawah lampu kristal yang menghiasi langit-langit ballroom.Sementara itu, tidak jauh dari keduanya, Erlinda dan Cintya yang juga berdandan cantik dengan gaun berwarna pastel senada, tampak mengagumi pasangan berdansa yang berada di tengah-tengah ruangan.“Ahhhh … aku benar-benar menginginkan pernikah

  • Obsesi Tuan Hagen   BAB 169 I Dia Tidak Akan Tahu

    Petunia tidak seperti hari-hari biasa. Kini, kastil megah itu dihiasi oleh berbagai rangkaian bunga yang menghiasi setiap dinding, meja, dan sudut-sudut ruangan. Bahkan, dengan sangat spesifik, Hagen memesan beberapa jenis bunga atas saran dari Jaxon Bradwood.Tentu saja hal itu dikarenakan mereka menghindari insiden di masa lalu, dimana pernikahan Jaxon berakhir bencana akibat Mia alergi bunga Snow on Mountain. Dengan sangat hati-hati, orang-orang yang bekerja di Kastil Petunia pun memilah dan mengawasi setiap bunga yang datang sebelum menyebarkannya di beberapa tempat.Frank bahkan tampak lebih sibuk dari biasanya.Kini, stelan hitam pria itu dilengkapi alat komunikasi yang terpasang di telinga.Dan dengan mata elangnya yang mengawasi jalannya persiapan, Frank memberi sedikit instruksi di sana sini pada penjaga kastil yang berkeliling dari satu ruang ke ruang lainnya.Sementara itu, Erlinda tampak sibuk menyiapkan beberapa kamar untuk setiap tamu yang akan menginap. Begitu pula deng

  • Obsesi Tuan Hagen   BAB 168 I Aku Mencintaimu, Camellia

    Hagen menemani Camellia saat mengunjungi Edgar Duncan di rumah sakit. Dengan perasaan yang berat, Hagen menyadari bahwa pria tua di hadapannya benar-benar tidak memiliki harapan untuk umur panjang, membuat pandangannya jatuh pada Camellia yang tampak setia menunggu sang ayah yang terbaring layaknya tubuh tanpa nyawa dengan bantuan penunjang kehidupan di atas tempat tidur.Tanpa sedikit pun mengganggu gadis itu, Hagen bergegas keluar dari ruangan dan memilih duduk di salah satu rangkaian kursi tunggu, yang berada tepat di depan ruang perawatan Edgar Duncan.Sesekali Hagen menarik napas sembari menengadah pada langit-langit lorong rumah sakit.Saat itulah dia menyadari bahwa dirinya tidak mungkin menyembunyikan keberadaan bayi mungil yang kini diberikan pada Danny Johanson.Cepat atau lambat, Camellia harus mengetahui keberadaan bayi itu. Meskipun keduanya tidak berhubungan darah, tetapi Talia Duncan tetaplah adik bagi Camellia. Dan, tidak mungkin dia akan diam saja saat mengetahui sem

  • Obsesi Tuan Hagen   BAB 167 I Pergulatan Di Ranjang

    “Kau sudah membawa semuanya?” tanya Hagen pada Frank begitu dirinya tiba di Petunia.Setelah meninggalkan Denver, Hagen memutuskan untuk meminta bawahannya agar mengantarkan Camellia kembali ke rumah. Dan mereka pun tiba dalam waktu terpisah.“Aye, Boss,” jawab Frank diikuti anggukan. “Nyonya ada di dalam kamar. Beristirahat,” ujar Frank, yang segera merubah panggilannya pada Camellia.Dalam waktu sangat singkat, kabar pernikahan keduanya pun menghebohkan para pelayan di Kastil Petunia. Bahkan, tidak sedikit yang merayakan bergabungnya nyonya baru di sana. Setidaknya, Hagen telah memilih wanita yang tepat, dan bukannya wanita seperti Irene yang pasti akan menyiksa para pelayan.“Aku meminta Jaxon untuk mengurus Alfred,” ucap Hagen secara tiba-tiba, yang tentu saja membuat Frank mengerti akan maksudnya.Kepala keamanan Petunia itu tampak mengangguk paham dan setelahnya berdeham pelan.“Aku akan datang ke kediaman Ryder untuk memberikan kabar.”Mendengar ucapan bawahannya itu, Hagen tid

DMCA.com Protection Status