Sesampainya di rumah, Luna dan Rose langsung berpelukan bak saudara kembar yang sudah lama berpisah. Keduanya banyak mencarter bersama, bahkan lucunya Luna banyak memasak hari ini. Entah kenapa, dia ingin sekali memasak, dan ternyata tuan rumah dan nyonya rumah pulang setelah satu tahun. Padahal keduanya baru saling kenal setahun lalu. Tak satu pun dari mereka tahu apa pun tentang latar belakang satu sama lain. Tapi mereka berteman dan saling mencintai. Bisa dibilang saudara kandung yang baru bertemu saat dewasa. Tidak berhubungan tetapi searah. "Apakah Andrew dan Andrea nakal, Luna?" dia bertanya. Dia ingin tahu apakah anak-anaknya mengganggu Luna atau tidak. Bukankah buruk jika kedua anaknya menyusahkan Luna? Mungkin orang yang mendengar ini akan merasa aneh, bagaimana bisa seorang tuan merasa tidak enak karena telah merepotkan pelayannya? Karena menurut Rose, pembantu juga manusia, dan derajat manusia pun sama. Jika kita ingin dihormati maka kita harus belajar me
Hari ini adalah hari pertama Rose bekerja. Dia akan tiba di kantor sepuluh menit sebelum bel berbunyi, dia tidak ingin memberikan kesan buruk di hari pertamanya. Dia diantar ke mejanya oleh orang yang mewawancarainya kemarin. Ketika dia ditunjukkan tempat duduknya, dia terkejut karena orang yang duduk di sebelahnya adalah Claire. Dulunya pegawai suaminya, kini satu kantor lagi. “Rose, perkenalkan. Ini Claire, asistenmu, dan Claire adalah manajer baru kita," kata wanita itu. "Halo, Rose?" Claire juga terkejut. "Kalian saling kenal?" "Iya bu, dia adalah istri dari mantan bos saya di perusahaan sebelumnya," ucap Claire. "Wah? Benarkah? Bagus sekali, tidak meminta pekerjaan pada suamimu." "Hanya mencari suasana baru, Bu." Rose tersenyum canggung. “Padahal seingatku, perusahaan tempat Claire bekerja dulu itu besar lho. Kamu pasti bosan, makan, dan ingin bekerja.” “Jangan panggil aku ibu, panggil saja namaku. Bukankah kamu asisten CEO? Seharusnya aku yang memangg
Andrew telah dipindahkan ke ruang rawat inap setelah operasi dua hari lalu. Sebelumnya, si kecil harus dirawat di ICU selama dua malam. Steven dan Rose pun tidur di kursi ruang tunggu selama dua malam, hal itu dikarenakan Rose sama sekali enggan meninggalkan Andrew. Padahal harus mengorbankan punggungnya dan Steven yang sudah sangat kaku karena duduk semalaman. Itu terjadi dua malam berturut-turut. Bagaimana lagi, kalau bukan di sini Rose juga tidak akan tenang. Dia akan gelisah sepanjang malam memikirkan putranya. Pagi-pagi sekali perawat memindahkan Andrew ke ruang rawat inap VVIP sesuai permintaan Steven. Steven dan Rose cukup lega karena Andrew sudah memasuki masa pemulihan. Setidaknya Andrew menjadi lebih baik. Berbeda dengan hari-hari sebelumnya, kondisinya sangat memprihatinkan. Andrew juga telah menunjukkan tanda-tanda sadar. Dengan menggerakkan jarinya beberapa kali, dia pun mulai mengigau. Ponsel Steven berbunyi, ia lalu menjawab panggilan masuk itu. Karena
"Beri aku seorang anak! Aku akan memberikan apa pun yang kamu inginkan," kata Steven. Dia adalah pemilik perusahaan yang memiliki cabang di seluruh dunia. Hartanya tak terhitung jumlahnya. "Kenapa harus saya? Saya hanya pegawai Anda, Pak," kata Rose. "Yah, karena kamu pantas mendapatkannya. Ayo lakukan sekarang!" tanya Steven, sudah mulai melepas bajunya satu per satu. Rose menutup matanya. Dia tidak bisa melakukan itu dengan bosnya sendiri. Rose adalah seorang yatim piatu dan baru bekerja di salah satu perusahaan Steven selama seminggu. Namun sebelumnya Rose melakukan kesalahan karena terlambat ke kantor. Hal ini membuat Rose dipanggil oleh bosnya untuk menemui bosnya, Steven. Steven hendak memeluk Rose tetapi Rose mundur. Dia merasa enggan untuk melaksanakan hukuman. Padahal dia tahu bahwa biasanya jika dia terlambat ke kantor, dia mungkin akan memberikan peringatan. Namun sebelumnya dia terlambat karena bus kota yang dia tumpangi tiba-tiba mogok dan dia menunggu kedatangan
Pesan kedua adalah dari debt collector. [Kamu pandai menghasilkan uang. Jika Anda mengetahui hal ini, mengapa Anda tidak selalu pandai menghasilkan uang? Jika sudah lama seperti ini, bunga utang Anda akan meningkat. Tidak apa-apa. Yang penting sekarang utangmu sudah lunas.] Rose bahkan lebih terkejut. Ternyata perkataan Steven tidak main-main padahal itu akan membantu semua biaya ekonomi. Itu berarti dia harus melakukan apa yang diminta Steven, yaitu menikah dan memberinya anak. Pada malam hari. Rose telah didandani dengan sangat cantik oleh penata rias yang diminta datang oleh Steven. Dengan bantuan gaun berwarna peach dan tiara di kepalanya, Rose terlihat sangat cantik. Dan ternyata adiknya juga pergi ke rumah Rose. "Charlotte, kamu di rumah?" Rose bertanya masih di depan cermin. Melirik kedatangan kakaknya. "Tentu saja, aku akan pulang. Hari ini kakakku akan menikah, dan aku juga dijemput lebih awal. Selamat! Karena kamu akan menikah dengan pria yang baik," kata Charlo
"Tahan sebentar! Sakit ini hanya sebentar. Kamu akan merasakan sensasi yang luar biasa setelah ini," bisik Steven. Dia kemudian mendorong kembali pantatnya. Dan dengan gerakan lambat semakin cepat. Rose yang tadi menyeringai kini berbalik mendesah. Dia tidak lagi kesakitan. Dia merasa baik. Memang benar kata Steven tadi sakitnya hanya sesaat. Tidak butuh waktu lama bagi Rose untuk merasa telah mencapai puncak lagi. Itu berdenyut dan dirasakan oleh Steven. Steven yang juga hendak mencapai puncak akhirnya mengeluarkan cairan putih kental di rahim Rose. Keduanya lemas dan penuh keringat. Steven menekan tubuh Rose dengan nafas yang tidak beraturan. "Terima kasih," bisik Steven di telinga Rose. Rose hanya tersenyum dan merasakan tubuhnya terasa enak. Dia baru sadar kalau dia belum mandi. Tentu saja, bau badannya tidak enak. Dia kemudian meminta Steven untuk tidur di sampingnya saja. "Aku akan mandi," kata Rose. Namun Steven memeluk tubuh Rose seolah tak mau ditinggal pergi ke kam
"Yah, terserah kamu, oke! Tapi sebaiknya kamu tidak seperti ini, Rose! Harga diri suamimu akan hancur jika dia tahu kamu suka makan di pinggir jalan. Kamu bisa lihat sendiri betapa mewahnya dia." adalah. Dia adalah seorang miliarder," kata Claire. "Sudahlah, tidak perlu banyak bicara nanti waktu makan siang selesai hanya karena kamu. Cepat pesan makanan kesukaan kita!" tanya Rose sambil menarik tangan Claire. Claire tidak bisa berhenti memikirkan cara berpikir temannya. Rose harus bisa mengubah sikapnya setelah menikah dengan orang nomor satu di perusahaan. Belum lagi kebiasaannya makan di pinggir jalan. Tapi begitulah Rose. Dia terbiasa melakukan itu. Selama itu masih baik untuk Rose, kenapa tidak? Waktu kantor telah tiba. Rose menunggu Steven dari lantai atas di lobi. Claire pulang lebih awal. Tak lama kemudian Steven muncul bersama anak buahnya. Rose mengikuti di belakang Steven. Dan mereka masuk ke dalam mobil secara bergantian. Dalam perjalanan pulang Steven juga tetap di
"Bisa dibilang begitu. Karena tidak ada yang bisa mengatakan itu selain Pak Steven. Memang Pak Steven pernah menikah sebelumnya. Tapi mereka sudah lama bercerai. Dan pernikahan itu hanya bertahan tidak lebih dari satu tahun," terangnya. Nyonya Luna. Rose mengerutkan kening padanya. "Hah, kok bisa?" "Maaf, saya tidak bisa menjelaskan hal ini karena bukan ranah saya. Mungkin nanti bisa ditanyakan langsung ke Pak Steven," jawab Bu Luna. "Baik," kata Mawar. Dia tidak bertanya lebih banyak. Karena dia merasa suaminya menyembunyikan sesuatu. Setelah itu Rose melanjutkan perjalanannya ke lantai dua. Dia kagum karena rumah itu sangat mewah. Kemarin dia tidak sempat memperhatikan semua itu karena dia terlalu sibuk untuk bingung dan tidak percaya dengan pernikahannya. Akhirnya Rose berhenti dulu di lantai lima karena lelah. Meski terlihat seperti hotel, kamar utamanya ada di lantai lima. Lainnya hanya untuk koleksi dan kamar pembantu. Dan yang di lantai paling atas adalah kama
Andrew telah dipindahkan ke ruang rawat inap setelah operasi dua hari lalu. Sebelumnya, si kecil harus dirawat di ICU selama dua malam. Steven dan Rose pun tidur di kursi ruang tunggu selama dua malam, hal itu dikarenakan Rose sama sekali enggan meninggalkan Andrew. Padahal harus mengorbankan punggungnya dan Steven yang sudah sangat kaku karena duduk semalaman. Itu terjadi dua malam berturut-turut. Bagaimana lagi, kalau bukan di sini Rose juga tidak akan tenang. Dia akan gelisah sepanjang malam memikirkan putranya. Pagi-pagi sekali perawat memindahkan Andrew ke ruang rawat inap VVIP sesuai permintaan Steven. Steven dan Rose cukup lega karena Andrew sudah memasuki masa pemulihan. Setidaknya Andrew menjadi lebih baik. Berbeda dengan hari-hari sebelumnya, kondisinya sangat memprihatinkan. Andrew juga telah menunjukkan tanda-tanda sadar. Dengan menggerakkan jarinya beberapa kali, dia pun mulai mengigau. Ponsel Steven berbunyi, ia lalu menjawab panggilan masuk itu. Karena
Hari ini adalah hari pertama Rose bekerja. Dia akan tiba di kantor sepuluh menit sebelum bel berbunyi, dia tidak ingin memberikan kesan buruk di hari pertamanya. Dia diantar ke mejanya oleh orang yang mewawancarainya kemarin. Ketika dia ditunjukkan tempat duduknya, dia terkejut karena orang yang duduk di sebelahnya adalah Claire. Dulunya pegawai suaminya, kini satu kantor lagi. “Rose, perkenalkan. Ini Claire, asistenmu, dan Claire adalah manajer baru kita," kata wanita itu. "Halo, Rose?" Claire juga terkejut. "Kalian saling kenal?" "Iya bu, dia adalah istri dari mantan bos saya di perusahaan sebelumnya," ucap Claire. "Wah? Benarkah? Bagus sekali, tidak meminta pekerjaan pada suamimu." "Hanya mencari suasana baru, Bu." Rose tersenyum canggung. “Padahal seingatku, perusahaan tempat Claire bekerja dulu itu besar lho. Kamu pasti bosan, makan, dan ingin bekerja.” “Jangan panggil aku ibu, panggil saja namaku. Bukankah kamu asisten CEO? Seharusnya aku yang memangg
Sesampainya di rumah, Luna dan Rose langsung berpelukan bak saudara kembar yang sudah lama berpisah. Keduanya banyak mencarter bersama, bahkan lucunya Luna banyak memasak hari ini. Entah kenapa, dia ingin sekali memasak, dan ternyata tuan rumah dan nyonya rumah pulang setelah satu tahun. Padahal keduanya baru saling kenal setahun lalu. Tak satu pun dari mereka tahu apa pun tentang latar belakang satu sama lain. Tapi mereka berteman dan saling mencintai. Bisa dibilang saudara kandung yang baru bertemu saat dewasa. Tidak berhubungan tetapi searah. "Apakah Andrew dan Andrea nakal, Luna?" dia bertanya. Dia ingin tahu apakah anak-anaknya mengganggu Luna atau tidak. Bukankah buruk jika kedua anaknya menyusahkan Luna? Mungkin orang yang mendengar ini akan merasa aneh, bagaimana bisa seorang tuan merasa tidak enak karena telah merepotkan pelayannya? Karena menurut Rose, pembantu juga manusia, dan derajat manusia pun sama. Jika kita ingin dihormati maka kita harus belajar me
Saat malam tiba, Rose dan Luna sedang menemani si kembar menonton film kartun di ruang tamu. Rose sudah memerintahkan Luna untuk menyuruh semua orang ke kamar masing-masing. Agar Rose bisa menonton dengan tenang. Tak kenal takut karena para pelayan dan pengawal. “Tadi Ibu menyuruh pembantu untuk membuatkan brownies, coklat, dan rasa strawberry,” kata Rose. Dia berbicara tentang brownies yang disajikan di atas meja di ruang tamu. Terima kasih, Ibu!” Seru Andrew, lelaki kecil itu segera memakan brownies yang sudah disiapkan Ibu. “Ibu, Andrea mau susu,” kata Andrea sambil menatap Rose dengan mata menggemaskan. Mata anak anjing? Mungkin itu namanya. Biarkan aku mengambilnya, oke? Tawaran Luna dijawab Andrea dengan anggukan antusias. Luna lalu pergi membuatkan susu untuk si kembar. Dia juga membuatkan jus untuk Rose. Saat menyajikan minuman, Rose merasa aneh karena hanya ada t
Saat malam tiba, Rose dan Luna sedang menemani si kembar menonton film kartun di ruang tamu. Rose sudah memerintahkan Luna untuk menyuruh semua orang ke kamar masing-masing. Agar Rose bisa menonton dengan tenang. Tak kenal takut karena para pelayan dan pengawal. “Tadi Ibu menyuruh pembantu untuk membuatkan brownies, coklat, dan rasa strawberry,” kata Rose. Dia berbicara tentang brownies yang disajikan di atas meja di ruang tamu. Terima kasih, Ibu!” Seru Andrew, lelaki kecil itu segera memakan brownies yang sudah disiapkan Ibu. “Ibu, Andrea mau susu,” kata Andrea sambil menatap Rose dengan mata menggemaskan. Mata anak anjing? Mungkin itu namanya. Biarkan aku mengambilnya, oke? Tawaran Luna dijawab Andrea dengan anggukan antusias. Luna lalu pergi membuatkan susu untuk si kembar. Dia juga membuatkan jus untuk Rose. Saat menyajikan minuman, Rose merasa aneh karena hanya ada tiga gelas. "Kenapa hanya tiga?" dia bertanya. “Bukankah hanya kamu dan si kembar? Apakah
Pagi ini Rose akan menjalani beberapa terapi di rumah sakit. Steven tidak berangkat ke kantor dan memilih menemani Rose. Wanita itu sedikit gugup karena ini adalah yang pertamanya. Tentu saja, bukan? Seperti sebelumnya, Rose menggunakan pakaian tertutup serta masker dan topi. Wanita tidak ingin menjadi pusat perhatian orang-orang disekitarnya. “Rose, kita hampir sampai. Jangan gugup, lakukan yang terbaik, aku bersamamu,” kata Steven. Pria itu menatap mata manik istrinya. Rose terdiam, wanita itu lalu mengikuti langkah perawat itu hingga menemui dokter yang akan membantunya dalam terapi. "Hai! Bagaimana kabar Rose?" tanya seorang dokter wanita muda. Ya, dokter tersebut adalah dokter yang mendiagnosis Rose mengalami gangguan kecemasan umum. "Hei, apa yang akan kita lakukan?" tanya Rose sedikit gugup. Dokter muda itu memandang sekelilingnya, dan dia mengert
Andrew tiba-tiba terbangun dan melihat ibunya sedang melamun. Andrew lalu berdiri dan memeluk Rose dari belakang. Rose melemparkan Andrew ke tanah, untung Andrew terjatuh di tempat tidur. Supaya tidak berdarah atau terluka, mungkin hanya sedikit syok saja. Tangisan Andrew menyadarkan Rose dan Steven pun terbangun. Steven berlari menghampiri Andrew yang menangis dengan wajah memerah. Steven memeluk Andrew dengan erat, berusaha menenangkan putranya. “Aku baru saja ingin memeluk Ibu, tapi Ibu malah dilempar,” kata Andrew sambil menangis. Rose merebut Andrew dari Steven lalu memeluk erat putranya itu. Rose terus menangis sambil terus menggumamkan kata maaf. Andrew memeluk Rose dengan erat, sangat erat. Ketika Andrew menyadari bahwa dia membuat ibunya menangis, anak berusia tujuh tahun itu langsung berhenti menangis. Dia menyeka air mata ibunya. Andrew tak ingin ada air mata di antara mereka. Yang ada hanya senyuman, semoga selamanya. "Hentikan Ibu! Jangan menangis, A
Setelah orang tuanya kembali, Rose langsung menuju kamarnya, wanita itu terdiam di dalam kamar, dan Rose masih berkata bagaimana jika ada sesuatu yang sangat penting, padahal tadi wanita itu bisa saja? Tentu saja hal itu membuat Steven khawatir, Steven langsung masuk ke dalam kamarnya, ia ingin memeriksa apakah Rose baik-baik saja. Sesampainya di kamar, pria itu mendapati istrinya sedang duduk kosong. Akhir-akhir ini ia sering menatap Rose sambil melamun sendirian dalam waktu yang lama. Semua ini karena teror gila yang dikirimkan Helen. Dia mendekati istrinya dan menariknya untuk bersandar di dadanya. Rose masih menatap satu titik dengan tatapan kosong, padahal tubuhnya sudah berada dalam pelukan Steven. “Sekarang kamu tidak perlu khawatir, kami sudah pergi menemui Helen. Dia sudah meminta maaf dan berjanji tidak akan melakukan kesalahan yang sama," ucap Steven berusaha menenangkan istrinya. Ia berharap perkataannya cukup menenangkan istrinya.
Penjelasan “Rose, kenapa kamu masih duduk disana? Ayo berangkat!” ajak Nyonya Vega. Mereka sudah bersiap berangkat ke rumah Helen, namun tidak bersama Rose. Ia merasa enggan untuk bertemu dengan Helen, apalagi mengingat teror yang mengerikan. "Aku tunggu di rumah saja, aku tidak akan pergi," ucap Rose dengan tidak nyaman. "Ada apa Rose? semuanya akan baik-baik saja, ayo kita jelaskan semua yang terjadi pada Helen," ucap nyonya Vega. Namun Rose tetap menggelengkan kepalanya, mengingat ia tak ingin bertemu dengan wanita yang menerornya. Rose sepertinya tidak bisa menerima kelakuan Helen yang diberikan padanya. Saat mengangkat pun kata Andrea hanya Rose yang selalu berusaha menghindari wanita itu. Lalu bagaimana ceritanya jika kali ini Rose harus ke rumahnya? Temui dia secara terbuka? "Ada apa sayang? Apa ada sesuatu yang mengganggu pikiranmu?" Steven bertanya dengan lembut."A-aku, aku tunggu sa