Setelah jam makan siang, Cindy ingin memberikan laporan yang sudah ia selesaikan pada Sebastian. Namun kening Cindy mengernyit saat melihat Sebastian tidak berada di ruangannya. Mejanya tidak berubah sama sekali, artinya dari pagi usai sarapan, Sebastian tidak berada di kantornya.
“Pak?” Cindy memanggil. Ia memeriksa ruang rahasia, masih rapi seperti semula.
“Ke mana dia? Apa dia pulang?” Cindy bertanya pada dirinya sendiri. Ia ragu hendak meletakkan laporan tersebut di atas meja. Jika Sebastian tidak kembali maka tidak ada gunanya meletakkan dokumen tersebut. Cindy pun memutuskan kembali ke ruangannya seraya menunggu Sebastian.
Nyatanya Cindy tetap tidak bisa tenang padahal Sebastian tidak sedang mengganggunya seperti sebelumnya. Cindy mengalihkan pikiran dengan mengerjakan pekerjaan yang lain tapi beberapa kali ia melirik ke depan. Dinding kantornya terbuat dari kaca transparan yang membuat mudah bagi Cindy mengenali jika ada yang lewat
Sebastian mendorong Cindy ke dinding dan dengan cepat menyibakkan rambut panjangnya ke samping. Ia meraba lalu mencium dari tengkuk sampai belakang pundak. Cindy langsung gemetaran dan membeku.“Harum,” gumam Sebastian pelan dan Cindy hanya terengah diam saja tanpa bisa berbuat apa-apa. Kedua tangannya mengepal tapi tak bisa bergerak, Sebastian seperti sedang mengunci Cindy. Sebastian masih terus menjalarkan kecupannya di tengkuk Cindy yang mematung. Ia sampai berhenti bernapas.Tangan kanan Sebastian mulai meraba dan akhirnya membuka kancing kemeja yang dikenakan Cindy lalu menyelipkannya di balik pakaian itu. Tangan itu lantas meremas salah satu dada yang masih terbalut bra. Sebastian menarik ke atas rambut Cindy dengan sebelah tangannya yang lain dan membawa nya ke wajah lalu mengecupi basah tengkuk Cindy bahkan sampai menggigitnya pelan. Cindy seolah reflek hendak melepaskan dirinya tapi Sebastian malah menyusupkan tangannya ke balik bra.“
Cindy bergegas duduk di toilet lalu membuka keran bidet dan menyemprotkan dengan cepat di bagian kewanitaannya yang basah berlendir. Sambil menggigit bibir erat-erat, ia mencoba membersihkan jejak Sebastian dari tubuhnya. Air mata itu menetes begitu saja padahal sudah beberapa kali Sebastian menjamahnya. Hanya saja kali ini, Cindy merasa begitu kotor. Sebastian membuatnya seperti wanita murahan tanpa harga diri. Akhirnya Cindy membungkukkan diri dan menangis terduduk di toilet dengan tangan basah dan semprotan bidet yang masih menyala. Dosa tidak akan bisa dihapuskan dengan air. Milik Sebastian telah mengobrak-abrik perasaan Cindy dan harga dirinya sebagai wanita. Tidak ada yang bisa membantunya. Sementara itu, Sebastian mengenakan kembali vest yang ia lepaskan lalu mengancing pergelangan kemeja satu per satu. Ia menoleh sejenak ke kamar mandi yang dimasuki oleh Cindy beberapa saat lalu dengan kening sedikit cemas. Sebastian tidak ingin Cindy terlalu lama di dalam. I
Sebastian mendekat pada Cindy lalu meraih sebelah tangannya. Wajah Cindy tampak muram dan tidak sehat. “Saya ....” “Kita rapikan pakaian kamu dulu. Kalau ada yang melihat nanti mereka membicarakan kamu,” ujar Sebastian menarik lembut tangan Cindy. Cindy masih menurut. Fisiknya sangat lelah selama 24 jam belakangan ini. Ia mendapatkan perlakuan yang tidak mengenakkan di rumah dan kini di kantor malah lebih buruk. Sebastian hendak mengancingkan kemeja Cindy tapi tangan Cindy memegangnya. “Jangan, Pak. Biar saya rapikan pakaian saya di ruangan saja. Permisi.” Cindy berbalik meninggalkan Sebastian yang kali ini hanya diam saja. Sebastian masih berpikir tentang apa yang harus ia lakukan pada Cindy sekarang. Waktu berlalu dan hari mulai malam. Cindy belum pulang dan masih menimbang-nimbang akan ke mana. Ia duduk di ruangannya berpikir untuk pulang tapi bukan ke sana. “Apa aku minta tolong sama Naomi aja?” gumam Cindy pelan. Ia tidak mau pulang ke ru
Melvin yang sempat diculik oleh orang-orang Sebastian dikembalikan ke rumahnya dalam keadaan pingsan. Saat sadar, Melvin terbangun di sofa ruang tamu. Seorang pelayan tua yang sudah bekerja di rumah orang tuanya kaget saat Melvin bangun.“Di mana gue! eh, ini ....”“Tuan sudah bangun? Tadi Tuan pingsan,” ujar pembantu itu dengan wajah cemas. Kening Melvin mengernyit kebingungan. Kepalanya pusing dan ia malah tertidur di sofa depan. Apa yang terjadi sebelum ini adalah mimpi?“Kok gue bisa ada di sini?” pungkasnya dengan rasa kesal. Pembantu itu mengernyit lalu mendekat sambil berjongkok.“Tadi ada tukang siomay yang mampir katanya Tuan pingsan di dekat gerbang depan. Jadi dia nolongin bawa masuk kemari. Pas saya ngambil minum, Tuan bangun. Padahal saya mau telepon Nyonya,” lapor pembantu itu menjelaskan.Melvin terperangah sampai kebingungan. Rasa-rasanya tadi ia diculik oleh Sebastian dan dipukuli. La
Meisya dan Pratama baru pulang dari rumah sakit dan kantor polisi setelah jam makan malam berlalu. Meisya masih marah dan pasti akan memukul Cindy jika ia melihat menantunya itu di rumah. Begitu melihat ibunya, Melvin langsung datang.“Bagaimana keadaan Mama?” tanya Melvin pada Meisya yang masih menyimpan amarah.“Mama mau bicara sama kamu, Melvin!” Meisya menegaskan. Ia masih meringis kesakitan pada hidungnya diberikan sedikit plester. Pratama juga tak mau membela Melvin kali ini. Biar saja ia menghadapi semuanya sendiri. Melvin masih menurut. Dengan kaki terpincang ia mendekat duduk di sofa lalu meletakkan kedua tongkat di sebelahnya.“Kamu liat kan seperti apa keadaan Mama. Mama harusnya masuk rumah sakit gara-gara kelakuan barbar istri kamu itu!” hardik Meisya langsung mencerocos mengomeli Melvin. Melvin masih belum menjawab. Ia membuang sejenak pandangannya ke arah lain.“Dia itu bukan perempuan bener, Melvin. Sudah seharusnya kamu ceraikan dia!” imbuh Meisya lagi. Melvin langsu
Cindy hanya bisa diam mematung menatap Sebastian yang dengan gampangnya menyebut menikah. Bagaimana caranya menikah sementara dirinya masih terikat pernikahan dengan Melvin?“Bapak ngomong apa?”“Kamu mau status kan? Ya uda kamu jadi istriku. Kita menikah besok, gampang kan?” sahut Sebastian dengan angkuhnya. Cindy dengan cepat menggeleng.“Saya masih istrinya Melvin, Pak ....”“Lalu? Kamu kan bisa ceraikan dia!” Cindy tetap menggeleng. Kali ini ia sampai membuang muka. Sebastian jadi merasa serba salah. Memang paling susah jika harus memaksa Cindy. Wanita itu terus bisa membuat Sebastian kalang kabut.“Pak, tolong ... saya mau pulang ....”“Sekali lagi kamu ngomong kayak gitu aku akan ikat mulut kamu!” Sebastian mengancam karena tak tahan dengan rengekan Cindy bukan karena keinginannya mau pulang. sikap Cindy membuat gairah Sebastian naik tanpa bisa dikendalikan. Wanita
Cindy sudah berpakaian lebih santai dengan kaos kebesaran dan celana pendek setelah mandi yang nyaman. Tidak hanya itu, Sebastian juga sudah mandi serta berganti pakaian. Sekarang Sebastian sedang mengoleskan obat gel untuk menghilangkan luka pada siku Cindy.“Kamu masih gak mau cerita luka ini karena apa?” tanya Sebastian masih mengoleskan perlahan ointment tersebut. Cindy memindahkan matanya dari memperhatikan luka di sikunya lalu pada mata Sebastian. Ia sedikit mengerucutkan bibirnya dan Sebastian kembali melihat pada luka.“Saya sudah bilang ....”“Ah, itu lagi. kamu pikir berbohong itu bagus?” Sebastian menyindir meski dengan sikap yang masih tergolong lembut. Sebastian sudah sangat kesal tapi tak bisa berbuat apa pun.“Saya gak bohong, Pak,” jawab Cindy sedikit merengek. Ia kembali cemberut dan Sebastian kembali menatap Cindy lebih lekat tanpa senyuman. Ia mulai bosan dengan sikap Cindy yang sangat keras kepala.“Sampai kapan kamu akan seperti ini? Dulu kamu gak pernah berbohong
PRANG – Naomi kaget saat terdengar kaca jendela yang pecah. Segera ia bangun dari tidur dan mengecek. Naomi sedang tidur dan ia kaget saat melihat ada pecahan kaca di ruang depan. Beberapa batu terlihat di lantai. Naomi pun berjalan mendekat lalu menyibakkan sedikit gorden dan mengecek keluar.“Siapa yang lemparin kaca rumahku?” gumam Naomi dengan bola mata melirik ke kanan dan kiri. Tidak ada siapa pun di luar membuat Naomi makin curiga. Jantungnya berdegup makin kencang. Naomi jadi takut. Tiba-tiba suara dering ponselnya mengejutkan Naomi. Ia sampai memekik.“Oh, Tuhan! Aku pikir apa.” Naomi menggerutu dengan jantung yang masih melompat-lompat. Rasanya seperti baru saja dibom. Ia kembali ke kamar dan mengecek ponsel. Kening Naomi mengernyit dalam melihat nomor asing yang menghubunginya. Naomi pun mengangkat panggilan tersebut.“Naomi Jingga?” sebut suara dari ponsel.“Iya? Ini siapa ya?” tanya Naomi
Tanpa mau pulang ke apartemen mewahnya, Sebastian langsung menuju Moulson begitu ia sampai di Jakarta. Edward sudah menunggu di depan koridor dekat lift. Begitu ia melihat Sebastian, Edward langsung menghampiri.“Pak?”“Mana Cindy?”Sebastian berhenti di depan Edward yang menggeleng dengan wajah tanpa senyuman. Ia melepaskan napas panjang lalu berjalan melewati Edward. Lefrant juga mengikuti Edward yang berjalan setelah Sebastian. mereka sama-sama menuju ruang sekretaris. Tidak ada siapa pun begitu Sebastian masuk. Ia hanya menemukan sepucuk surat dalam amplop di atas meja kerja.Sebastian mengambil surat tersebut lalu membukanya. Wajahnya tampak tegang lalu rahangnya mengeras kala membaca isinya. Sebastian lalu menoleh pada Edward yang ikut masuk.“Kapan dia datang?”“Satu jam yang lalu. Dia langsung pergi setelah memberikan surat itu.” Edward menjawab. Sebastian melepaskan napas berat lalu mengambil ponselnya. Ia mencoba menghubungi nomor Cindi sekali lagi tapi seperti sebelumnya, i
Peter tersenyum kecil melihat Cindy mau duduk dan bicara dengannya. Perjalanan ke Jakarta masih panjang dan Cindy akan kembali pada kehidupannya.“Apa kamu mau makan?” Peter menawarkan sekaligus berbasa-basi. Cindy menggelengkan kepalanya.“Gak, Mas. aku sudah makan.” Peter mengangguk lagi dengan sikap kaku serta saling mengaitkan jemari. Ia tidak tahu harus membicarakan topik apa. sampai Cindy kemudian bicara lebih dulu.“Maafkan aku, Mas.” Peter sedikit terkesiap lalu menoleh pada Cindy. Matanya masih menatap Cindy yang diam melakukan hal yang sama.“Aku sudah membuat kamu terluka dan patah hati. gak seharusnya aku meninggalkan kamu.” Peter semakin tertegun. Ia mengalihkan pandangannya ke arah lain dan saat itu Jasman sedang menatapnya tajam. Jasman tidak bisa mendengar pembicaraan yang terjadi tapi ia tahu jika Peter tidak akan pernah menolak sedikit pun sebuah kesempatan. Peter masih diam tak menjawab. Cindy pun menundukkan pandangannya dan fokus menatap salah satu sudut di depanny
Sepanjang perjalanan panjang menuju Jakarta, Sebastian hanya diam saja. Tidak seperti saat pertama pergi, kali ini Sebastian duduk sendirian. Tiada kehangatan pengantin baru yang pantas dirasakan Sebastian bersama Cindy. Ia bahkan tidak bisa melakukan pernikahan yang sudah direncanakannya dari semenjak di Indonesia.“Pak, sudah waktunya kita transit.” Lefrant memberitahukan pada Sebastian yang masih melamun. Sebastian hanya mengangguk kecil lalu menatap lagi ke arah luar. ia tidak menikmati perjalanan panjang yang sangat melelahkan hati.Sedangkan Lefrant menatap murung pada keadaan Sebastian yang tidak bergerak dari kursinya semenjak beberapa jam lalu. Ia terlihat sangat sedih dan Lefrant tidak tahu harus berbuat seperti apa. ia bahkan tidak tahu caranya bicara pada Sebastian.Lefrant pun membuka room chat dengan Edward di Jakarta. Lefrant sudah menceritakan semuanya. Edward yang sedang mengurus urusan pekerjaan milik Sebastian di Jakarta terpaksa sedikit membagi waktunya untuk memat
Cindy tersenyum saat melihat sosok Kalendra dan Dallas yang sudah lama sekali tidak dilihatnya. Meski tidak bisa mengingat seluruhnya, tetapi Cindy merasa bahagia bertemu kembali dengan dua ponakan yang dulu sempat ia asuh, terutama Dallas.“Aunty pergi ke mana? Aku tidak pernah melihat Aunty lagi,” ujar Kalendra usai melepaskan sedikit pelukannya dari Cindy. Cindy tersenyum lalu membelai pipi Kalendra.“Aunty sedang bersekolah.” Kalendra tersenyum lalu mengangguk. Dallas yang mendekat juga dipeluk Cindy. Cindy bahkan mencium kepala Dallas beberapa kali.“Kamu sudah gede banget!” ucap Cindy dalam bahasa Indonesia. Dallas menyengir.“Aunty bisa bahasa Indonesia?” pekik Dallas menyengir lebar.“Bisa dong, Aunty Cindy kan adik Papa. Tentu saja dia bisa bahasa Indonesia.” Dion menyela dengan senyuman pada Dallas. Dallas kembali memeluk Cindy. Kalendra dan Dallas melepaskan kerinduan mereka pada bibi yang sudah sangat lama tidak mereka temui. Bahkan Dallas sampai melupakan wajah Cindy.Dio
Micheal Arson kini tidak mau lagi kompromi dengan Sebastian soal pernikahannya. Jessica langsung mengadu pada mertuanya itu meminta pertanggung jawabannya. Ia tidak suka jika Sebastian berselingkuh dengan wanita lain sekalipun, pernikahan mereka bukanlah pernikahan yang sesungguhnya.Michael langsung menelepon Sebastian memaksanya untuk segera kembali ke New York. Sebastian yang sedang berada di kamar, rasanya ingin membanting ponsel sekali lagi. ia bahkan belum tidur sama sekali.“Jangan bikin Papa menyeret kamu kemari. Kalau kamu tidak datang, Papa akan benar-benar melakukannya!” Michael mengancam lewat sambungan telepon itu. Sebastian menggeram kesal lalu mematikan panggilan itu begitu saja. Ia sudah tidak lagi memiliki rasa hormat pada ayahnya itu.Sebastian kembali mengurut keningnya. Ia buntu, tak bisa berpikir dengan baik. Tak lama, Lefrant masuk ke kamarnya. Ia baru saja menemui Dion menyerahkan surat-surat milik Cindy.“Kamu dari mana?” hardik Sebastian begitu melihat pengaca
Dion masuk ke kamar Cindy setelah pagi hari. Cindy masih berbaring tengkurap dengan sisa air mata yang mulai mengering di sudut matanya. Dion membiarkan Cindy sendirian semalam agar ia bisa tenang. Pagi ini, mereka akan bicara. perlahan, Dion duduk di sisi ranjang lalu membelai kepala Cindy dengan lembut. mata Cindy pun terbuka perlahan pada Dion yang sedang tersenyum padanya.“Pagi,” sapa Dion dengan senyumannya. Cindy hanya diam dan perlahan bangun. Setelah duduk, Cindy menundukkan wajahnya. Ia tampak kusut karena menangis semalaman. Bahkan pakaiannya belum diganti sama sekali.“Sekarang lebih baik kamu mandi, Mbakmu sudah siapkan air hangat di bathtub. Kamu bisa berendam dan lebih relaks. Setelah segeran, nanti kita sarapan. Setelah itu kamu mau bicara apa pun terserah.” Cindy masih diam menatap Dion yang kemudian mengangguk pelan. Dion pun berdiri hendak keluar kamar. Tangan Cindy tiba-tiba memegang lengannya.“Mas, maafkan aku.” Cindy melirih pelan. Dion melepaskan napas sedikit
“Cindy, Cindy tunggu dulu! Kamu harus mendengar penjelasanku dulu. Hubungan aku dan dia gak seperti yang kamu pikirkan!” pungkas Sebastian membuka jelas masalah yang terjadi. Ia berusaha keras membuat Cindy tidak pergi sama sekali meski sulit. Sebastian tidak mau menyerah. Ia menarik tangan Cindy sebelum ia pergi bersama Dion.“Sudah cukup, Mas. Aku mau pergi!” Cindy membalas dengan menolak Sebastian di depan Dion. Dion belum bicara tapi setidaknya ia sudah mengetahui yang terjadi.“Cindy, kamu gak bisa pergi begitu saja. Kita sudah menikah!”“Gak, aku bukan istri kamu. Bukan aku, tapi perempuan tadi!” sahut Cindy dengan nada tinggi. Seketika Dion membesarkan matanya. Ia mendelik pada Sebastian yang tidak peduli dengan ekspresi kesal Dion. Ternyata Sebastian sudah memiliki istri selain Cindy. Meski masih harus dikonfirmasi tapi hal itulah yang terjadi.Sebastian tidak peduli dan menarik tangan Cindy. Ia panik karena Cindy akan meninggalkannya. Dion yang melihat tidak membiarkan hal te
“Bagaimana dia bisa berubah seperti itu? Aku gak habis pikir!” pungkas Sebastian begitu ia masuk kamar. Sebastian langsung meluapkan rasa kesal dan marahnya pada sikap Cindy pada Lefrant. Lefrant yang mengikuti di belakang menghela napas panjang.“Aku rasa jika Jessica tidak datang, ini tidak akan terjadi.” Lefrant berujar. Sebastian memutar ke belakang dengan pandangan dingin tidak suka meski yang diucapkan Lefrant adalah kenyataan.“Lef, aku gak mau lagi berurusan dengan Jessica!” Sebastian menggeram kesal. Lefrant menggelengkan kepalanya.“Gak bisa. Gak bisa sekarang ....”“Sampai kapan aku baru bisa menceraikan dia? dia sudah membuat semua rencanaku hancur. Sekarang Cindy sudah tahu kalau aku menikah dengan Jessica. Dia pasti gak mau kembali sama aku!” sahut Sebastian dengan suara meninggi penuh kekesalan. Ia menyugar rambutnya dengan gusar lalu melepaskan napas panjang dan meremas rambut. “Aku tahu sekarang posisi kita terjepit ....” Sebastian langsung menunjuk pada Lefrant.“J
“Sayang, tunggu!” Sebastian berhasil menangkap Cindy di depan lift sebelum ia masuk. Cindy tidak mau melihat ke arah Sebastian dan berusaha melepaskan dirinya. Sebastian tidak menyerah. Ia terus memohon bahkan saat beberapa tamu melihatnya.“Dengerin aku dulu, tolong. Dengerin dulu!”“Untuk apa, Mas? kamu sudah terbukti menipuku!” hardik Cindy sembari menangis. Sebastian menggelengkan kepalanya dan mulai kesal.“Ya kamu harusnya gak langsung percaya sama omongan dia!” balas Sebastian meninggikan suaranya.“Tapi dia istri kamu kan?” Sebastian mencebik kesal dan berkacak pinggang. Cindy menoleh dan melihat Lefrant baru datang. Ia langsung berjalan cepat ke arah Lefrant. Entah kenapa dia malah meminta bantuan Lefrant.“Tolong, Pak. Tolong saya!”Kening Lefrant seketika mengernyit. Ia melihat pada Sebastian yang malah kebingungan. Untuk apa Cindy sampai datang pada Lefrant.“Nona?”“Tolong, Pak. Saya gak mau berada di sini.” Cindy jadi makin menangis sesengukan. Sebastian tidak menyukai a