“Bukan, Ma. Aku hanya gak mau merepotkan Mama dan Papa,” jawab Cindy dengan pandangan menunduk. Mata Meisya memicing tak suka. Baginya Cindy hanyalah menantu tak berguna yang seharusnya tidak lagi bersama Melvin. Cindy tidak mau terlalu menanggapi mertuanya itu. Ia segera membantu Melvin yang turun dari kursi penumpang ke kursi roda.
Sebelah kakinya masih bisa dipakai dan ia bisa sedikit berdiri dengan sebelah kaki meski masih harus ditopang. Cindy yang terus membantu termasuk mendorong kursi roda Melvin masuk ke rumah.
Sementara di luar, sebuah mobil SUV mewah berhenti di depan gerbang lalu membuka kaca jendelanya. Lefrant Emir sedang mengawasi Cindy yang mendorong Melvin masuk ke rumah. Ia mendengus keras lalu menggeleng pelan.
“Pak, Pak Sebastian sudah tiba!” salah satu pengawal lalu melapor pada Lefrant. Lefrant menoleh sekilas lalu berdecap. Ia tahu jika Sebastian pasti pulang gara-gara Cindy.
“Mana Cindy?” begitu
Cindy terburu-buru berlari dari lobi ke lift. Sepeda motor yang mengantarkannya tidak diperbolehkan masuk ke area gedung. Sehingga Cindy terpaksa berjalan dari gerbang masuk ke lobi utama dan sekarang ke lift. Ia sudah kehabisan tenaga dan kakinya sakit karena mengenakan sepatu pump heels.“Huff, aduh aku telat.” Cindy melenguh kelelahan bersandar di dinding lift yang sedang membawanya ke lantai paling atas tempat di mana kantornya berada.Cindy segera keluar begitu pintu lift terbuka. Ia harus masuk ke ruangannya sebelum ketahuan oleh Lefrant Emir. Tapi Cindy yang terengah berhenti di depan pintu ruangannya. Sebastian sudah duduk di kursi kerjanya menunggu Cindy yang baru saja datang. Rasanya jantung dan napas Cindy lepas sudah. Matanya membesar melihat Sebastian berdiri dari kursinya.“Dari mana kamu?” Sebastian bertanya dengan wajah datar dan suara dingin tanpa emosi. Cindy tak berani menatap wajah bosnya. Ia sudah ketahuan kabur.
Napas Cindy rasanya mau putus. Ternyata Edward dan Lefrant adalah dua orang yang sudah mengetahui tujuan Cindy bisa berada di Moulson. Ia tertegun menatap Edward seperti hilang arwah.“Bagaimana Bapak bisa mengatakan jika Pak Sebastian sudah menyelamatkan saya? Dia sudah menyiksa saya dan Bapak diam saja,” ucap Cindy dengan air mata berlinang dan suara mulai parau karena menahan tangis.“Apa kamu mengira Pak Sebastian yang jahat? Apa kamu gak bisa merasakan apa yang dia rasakan? Untuk apa dia mengangkat kamu menjadi sekretarisnya, dia punya alasan yang kuat ... atau lebih buruk. Dendam yang kuat.” Cindy hanya bisa diam saja.“Kamu kabur hanya untuk menemui pria yang sudah menjerumuskan kamu. Menurut kamu apa itu sebuah kebodohan?” sindir Edward jadi makin kesal.“Mas Melvin adalah suami saya ....”“Suami bodoh yang menggadaikan istrinya di meja judi. Itu bukan suami, itu adalah seorang bajingan.
Para staf cleaning servis menyulap pantri sederhana menjadi tempat yang layak untuk memasak. Mereka juga memesan bahan-bahan makanan termasuk daging sirloin impor kualitas terbaik untuk diolah oleh Cindy. Sesungguhnya Cindy tidak memiliki banyak waktu untuk membuat steak. Namun apa boleh buat, Sebastian tidak memberikannya waktu.“Kira-kira bakalan empuk gak, Bu?” tanya salah satu staf pada Cindy. Cindy tersenyum lalu mengedikkan bahunya.“Harusnya perlu waktu yang lama untuk marinasi daging tapi Pak Sebastian gak mau menunggu.” Cindy menjawab. Ia sedang melakukan marinasi daging dengan beberapa bumbu sebelum memanggangnya dengan oven. Setelahnya Cindy menyiapkan sayuran serta menu yang lain sebelum daging bisa dipanggang. Para staf itu memperhatikan sekaligus membantu Cindy menyiapkan semuanya.Sedangkan Sebastian menunggu di ruang rahasia tanpa bergerak dari kursi makan sama sekali.“Apa Bapak gak mau makan steak di tempat biasa saja?” Lefrant menawarkan. Sebastian melirik lalu memi
Sebastian menarik Cindy keluar dari ruang CEO tanpa peduli jika ia mau protes atau semacamnya. Cindy mencoba bernegosiasi lagi sebelum ia benar-benar tidak bisa lepas dari Sebastian.“Pak, tolong! Saya gak bisa pulang ke sana!” Sebastian yang separuh menyeret Cindy lalu berhenti dan langsung berbalik.“Kenapa?”“Dia masih suami ....”“Ceraikan! Aku bilang ceraikan. Gampang kan?” potong Sebastian cepat. Cindy jadi serba salah. Ia bingung harus bicara seperti apa agar Sebastian mau melepaskannya.“Saya janji saya akan kembali bekerja besok. Pagi-pagi saya akan datang.” Cindy pun membujuk dengan berjanji. Sebastian masih berwajah datar. Ia kembali berbalik menarik Cindy bersamanya. Namun, kakinya berhenti di tengah lobi. parkir depan terlihat banyak orang.“Pak, kita lewat belakang!” ujar salah satu pengawal. Sebastian pun mendelik tak suka.“Ada apa ini?”“Reporter, Pak!”Dengusan keras serta kesal keluar dari mulut Sebastian. Ia pun berbalik dan masih menarik tangan Cindy bersamanya. C
Meisya langsung melotot saat Cindy baru masuk ke rumah. Ia berkacak pinggang berjalan pada Cindy yang hendak masuk ke kamar.“Hei, kamu kira ini rumah kamu bisa pulang sembarangan jam berapa pun!” seru Meisya menyalak. Suaranya sampai ke seluruh rumah dan cukup mengagetkan Cindy.“Aku baru pulang kerja, Ma.” Cindy bicara memberikan alasannya.“Mau dari tempat kerja kek, mau dari mana kek. Kamu harus tahu kalau rumah ini ada aturannya!” Meisya berteriak lagi dengan mata melotot. Cindy pun hanya diam saja menundukkan kepalanya. Tidak ada gunanya membantah sekarang.“Sekarang kamu beresin dapur sampai bersih baru kamu masuk kamar. Enak aja tinggal datang, makan, tidur di sini tapi gak kerja sama sekali!”“Tapi, Ma. Aku baru pulang dan ini sudah malam. Besok saja aku akan bereskan ....” Meisya dengan kasarnya mendorong Cindy sampai ia terjatuh di lantai dengan keras.“Ahh!”
“Jangan teriak!” hardik Pratama tertahan dengan mata melotot membekap Cindy. Cindy sangat kaget sampai tidak tahu harus bernapas. Ia menahannya seperti baru saja diterjang sesuatu di kepala. Matanya tak bisa berkedip melihat ayah mertuanya kini mengimpitkan tubuhnya pada Cindy.“Kamu tahu kan? Kalau ini malam Jum’at?” Cindy mengernyit tak mengerti. Pratama makin menyeringai liar. Tengkuk Cindy seketika dingin dan menggigil. Ia jadi takut dan perasaannya langsung berubah tak enak. Hal buruk akan terjadi padanya.“Aku butuh seseorang. Aku yakin kamu pasti mau membantu Papa, kan?” Pratama kembali mendesis. Cindy jadi bingung. Ia tak suka, tak nyaman. Cindy mendorong Pratama. Pratama tak mau melepaskan sehingga Cindy jadi seperti sedang bergelut.“Diam!” Pratama memaksa Cindy dengan memeluknya.“Lepasin, Pa! Lepasin!” Cindy makin ketakutan. Ia tidak menyangka sama sekali dengan sikap Pratama ya
Sebastian tengah membaca beberapa artikel berita tentang dirinya dan Cindy. Tidak ada yang mencurigai hubungan mereka sama sekali. Berita yang diturunkan juga bukan berita besar. Setidaknya gampang meredamnya.“Naomi Jingga, ini temannya Cindy?” tanya Sebastian membaca nama kontributor berita yang menulis artikel yang sudah ia baca.“Iya, Pak. Dia orang yang sama yang membawa Nona Cindy ke rumahnya saat dia kabur pertama kali.” Sebastian menoleh pada Lefrant yang meletakkan secangkir kopi untuknya. Mata Sebastian pindah dari Lefrant pada kopi yang ia hidangkan.“Ini kopi siapa?”“Kopi Bapak.”“Buatan Cindy?” Lefrant menarik napas panjang.“Bukan.” Sebastian kembali melihat berita dengan bibir yang dimajukan tanda tak suka.“Untuk kamu aja kopinya. Kalau buatan Cindy aku mau.”Lefrant mengangguk pelan lalu mengambil kembali cangkir kopi itu dan m
“Cindy! Cindy!”Cindy terengah dan langsung membuka mata karena kaget. Ia baru saja bermimpi bertemu dengan seorang wanita yang menidurkannya di atas pangkuan dengan lembut. Meskipun, Cindy tidak bisa melihat wajahnya. Ia yakin jika bertemu ibunya dalam mimpi.Saat tersentak kaget, Cindy ternyata berada di kamar mandi. Duduk di lantai yang dingin semalaman dengan tubuh lelah, kesakitan serta luka yang mengering.“Cindy!” ketukan di pintu terdengar lagi. suara Melvin yang memanggil namanya. Cindy perlahan bangun dari posisinya. Ia membuka pintu sedikit demi sedikit. Tampak wajah Melvin yang mengernyit cemas.Melvin menarik napas panjang kala melihat Cindy akhirnya mau keluar. Ia sudah menunggu semalaman bahkan harus mencari kunci cadangan kamar untuk bisa masuk. tetapi ia tidak bisa menemukan Cindy yang bersembunyi di kamar mandi. Bahkan setelah membuka pintu pun, Cindy masih tidak keluar. Ia tetap memegang pintu dengan wajah pucat ketakutan.“Ayo keluar! Ngapain kamu di dalam?” hardik
Tanpa mau pulang ke apartemen mewahnya, Sebastian langsung menuju Moulson begitu ia sampai di Jakarta. Edward sudah menunggu di depan koridor dekat lift. Begitu ia melihat Sebastian, Edward langsung menghampiri.“Pak?”“Mana Cindy?”Sebastian berhenti di depan Edward yang menggeleng dengan wajah tanpa senyuman. Ia melepaskan napas panjang lalu berjalan melewati Edward. Lefrant juga mengikuti Edward yang berjalan setelah Sebastian. mereka sama-sama menuju ruang sekretaris. Tidak ada siapa pun begitu Sebastian masuk. Ia hanya menemukan sepucuk surat dalam amplop di atas meja kerja.Sebastian mengambil surat tersebut lalu membukanya. Wajahnya tampak tegang lalu rahangnya mengeras kala membaca isinya. Sebastian lalu menoleh pada Edward yang ikut masuk.“Kapan dia datang?”“Satu jam yang lalu. Dia langsung pergi setelah memberikan surat itu.” Edward menjawab. Sebastian melepaskan napas berat lalu mengambil ponselnya. Ia mencoba menghubungi nomor Cindi sekali lagi tapi seperti sebelumnya, i
Peter tersenyum kecil melihat Cindy mau duduk dan bicara dengannya. Perjalanan ke Jakarta masih panjang dan Cindy akan kembali pada kehidupannya.“Apa kamu mau makan?” Peter menawarkan sekaligus berbasa-basi. Cindy menggelengkan kepalanya.“Gak, Mas. aku sudah makan.” Peter mengangguk lagi dengan sikap kaku serta saling mengaitkan jemari. Ia tidak tahu harus membicarakan topik apa. sampai Cindy kemudian bicara lebih dulu.“Maafkan aku, Mas.” Peter sedikit terkesiap lalu menoleh pada Cindy. Matanya masih menatap Cindy yang diam melakukan hal yang sama.“Aku sudah membuat kamu terluka dan patah hati. gak seharusnya aku meninggalkan kamu.” Peter semakin tertegun. Ia mengalihkan pandangannya ke arah lain dan saat itu Jasman sedang menatapnya tajam. Jasman tidak bisa mendengar pembicaraan yang terjadi tapi ia tahu jika Peter tidak akan pernah menolak sedikit pun sebuah kesempatan. Peter masih diam tak menjawab. Cindy pun menundukkan pandangannya dan fokus menatap salah satu sudut di depanny
Sepanjang perjalanan panjang menuju Jakarta, Sebastian hanya diam saja. Tidak seperti saat pertama pergi, kali ini Sebastian duduk sendirian. Tiada kehangatan pengantin baru yang pantas dirasakan Sebastian bersama Cindy. Ia bahkan tidak bisa melakukan pernikahan yang sudah direncanakannya dari semenjak di Indonesia.“Pak, sudah waktunya kita transit.” Lefrant memberitahukan pada Sebastian yang masih melamun. Sebastian hanya mengangguk kecil lalu menatap lagi ke arah luar. ia tidak menikmati perjalanan panjang yang sangat melelahkan hati.Sedangkan Lefrant menatap murung pada keadaan Sebastian yang tidak bergerak dari kursinya semenjak beberapa jam lalu. Ia terlihat sangat sedih dan Lefrant tidak tahu harus berbuat seperti apa. ia bahkan tidak tahu caranya bicara pada Sebastian.Lefrant pun membuka room chat dengan Edward di Jakarta. Lefrant sudah menceritakan semuanya. Edward yang sedang mengurus urusan pekerjaan milik Sebastian di Jakarta terpaksa sedikit membagi waktunya untuk memat
Cindy tersenyum saat melihat sosok Kalendra dan Dallas yang sudah lama sekali tidak dilihatnya. Meski tidak bisa mengingat seluruhnya, tetapi Cindy merasa bahagia bertemu kembali dengan dua ponakan yang dulu sempat ia asuh, terutama Dallas.“Aunty pergi ke mana? Aku tidak pernah melihat Aunty lagi,” ujar Kalendra usai melepaskan sedikit pelukannya dari Cindy. Cindy tersenyum lalu membelai pipi Kalendra.“Aunty sedang bersekolah.” Kalendra tersenyum lalu mengangguk. Dallas yang mendekat juga dipeluk Cindy. Cindy bahkan mencium kepala Dallas beberapa kali.“Kamu sudah gede banget!” ucap Cindy dalam bahasa Indonesia. Dallas menyengir.“Aunty bisa bahasa Indonesia?” pekik Dallas menyengir lebar.“Bisa dong, Aunty Cindy kan adik Papa. Tentu saja dia bisa bahasa Indonesia.” Dion menyela dengan senyuman pada Dallas. Dallas kembali memeluk Cindy. Kalendra dan Dallas melepaskan kerinduan mereka pada bibi yang sudah sangat lama tidak mereka temui. Bahkan Dallas sampai melupakan wajah Cindy.Dio
Micheal Arson kini tidak mau lagi kompromi dengan Sebastian soal pernikahannya. Jessica langsung mengadu pada mertuanya itu meminta pertanggung jawabannya. Ia tidak suka jika Sebastian berselingkuh dengan wanita lain sekalipun, pernikahan mereka bukanlah pernikahan yang sesungguhnya.Michael langsung menelepon Sebastian memaksanya untuk segera kembali ke New York. Sebastian yang sedang berada di kamar, rasanya ingin membanting ponsel sekali lagi. ia bahkan belum tidur sama sekali.“Jangan bikin Papa menyeret kamu kemari. Kalau kamu tidak datang, Papa akan benar-benar melakukannya!” Michael mengancam lewat sambungan telepon itu. Sebastian menggeram kesal lalu mematikan panggilan itu begitu saja. Ia sudah tidak lagi memiliki rasa hormat pada ayahnya itu.Sebastian kembali mengurut keningnya. Ia buntu, tak bisa berpikir dengan baik. Tak lama, Lefrant masuk ke kamarnya. Ia baru saja menemui Dion menyerahkan surat-surat milik Cindy.“Kamu dari mana?” hardik Sebastian begitu melihat pengaca
Dion masuk ke kamar Cindy setelah pagi hari. Cindy masih berbaring tengkurap dengan sisa air mata yang mulai mengering di sudut matanya. Dion membiarkan Cindy sendirian semalam agar ia bisa tenang. Pagi ini, mereka akan bicara. perlahan, Dion duduk di sisi ranjang lalu membelai kepala Cindy dengan lembut. mata Cindy pun terbuka perlahan pada Dion yang sedang tersenyum padanya.“Pagi,” sapa Dion dengan senyumannya. Cindy hanya diam dan perlahan bangun. Setelah duduk, Cindy menundukkan wajahnya. Ia tampak kusut karena menangis semalaman. Bahkan pakaiannya belum diganti sama sekali.“Sekarang lebih baik kamu mandi, Mbakmu sudah siapkan air hangat di bathtub. Kamu bisa berendam dan lebih relaks. Setelah segeran, nanti kita sarapan. Setelah itu kamu mau bicara apa pun terserah.” Cindy masih diam menatap Dion yang kemudian mengangguk pelan. Dion pun berdiri hendak keluar kamar. Tangan Cindy tiba-tiba memegang lengannya.“Mas, maafkan aku.” Cindy melirih pelan. Dion melepaskan napas sedikit
“Cindy, Cindy tunggu dulu! Kamu harus mendengar penjelasanku dulu. Hubungan aku dan dia gak seperti yang kamu pikirkan!” pungkas Sebastian membuka jelas masalah yang terjadi. Ia berusaha keras membuat Cindy tidak pergi sama sekali meski sulit. Sebastian tidak mau menyerah. Ia menarik tangan Cindy sebelum ia pergi bersama Dion.“Sudah cukup, Mas. Aku mau pergi!” Cindy membalas dengan menolak Sebastian di depan Dion. Dion belum bicara tapi setidaknya ia sudah mengetahui yang terjadi.“Cindy, kamu gak bisa pergi begitu saja. Kita sudah menikah!”“Gak, aku bukan istri kamu. Bukan aku, tapi perempuan tadi!” sahut Cindy dengan nada tinggi. Seketika Dion membesarkan matanya. Ia mendelik pada Sebastian yang tidak peduli dengan ekspresi kesal Dion. Ternyata Sebastian sudah memiliki istri selain Cindy. Meski masih harus dikonfirmasi tapi hal itulah yang terjadi.Sebastian tidak peduli dan menarik tangan Cindy. Ia panik karena Cindy akan meninggalkannya. Dion yang melihat tidak membiarkan hal te
“Bagaimana dia bisa berubah seperti itu? Aku gak habis pikir!” pungkas Sebastian begitu ia masuk kamar. Sebastian langsung meluapkan rasa kesal dan marahnya pada sikap Cindy pada Lefrant. Lefrant yang mengikuti di belakang menghela napas panjang.“Aku rasa jika Jessica tidak datang, ini tidak akan terjadi.” Lefrant berujar. Sebastian memutar ke belakang dengan pandangan dingin tidak suka meski yang diucapkan Lefrant adalah kenyataan.“Lef, aku gak mau lagi berurusan dengan Jessica!” Sebastian menggeram kesal. Lefrant menggelengkan kepalanya.“Gak bisa. Gak bisa sekarang ....”“Sampai kapan aku baru bisa menceraikan dia? dia sudah membuat semua rencanaku hancur. Sekarang Cindy sudah tahu kalau aku menikah dengan Jessica. Dia pasti gak mau kembali sama aku!” sahut Sebastian dengan suara meninggi penuh kekesalan. Ia menyugar rambutnya dengan gusar lalu melepaskan napas panjang dan meremas rambut. “Aku tahu sekarang posisi kita terjepit ....” Sebastian langsung menunjuk pada Lefrant.“J
“Sayang, tunggu!” Sebastian berhasil menangkap Cindy di depan lift sebelum ia masuk. Cindy tidak mau melihat ke arah Sebastian dan berusaha melepaskan dirinya. Sebastian tidak menyerah. Ia terus memohon bahkan saat beberapa tamu melihatnya.“Dengerin aku dulu, tolong. Dengerin dulu!”“Untuk apa, Mas? kamu sudah terbukti menipuku!” hardik Cindy sembari menangis. Sebastian menggelengkan kepalanya dan mulai kesal.“Ya kamu harusnya gak langsung percaya sama omongan dia!” balas Sebastian meninggikan suaranya.“Tapi dia istri kamu kan?” Sebastian mencebik kesal dan berkacak pinggang. Cindy menoleh dan melihat Lefrant baru datang. Ia langsung berjalan cepat ke arah Lefrant. Entah kenapa dia malah meminta bantuan Lefrant.“Tolong, Pak. Tolong saya!”Kening Lefrant seketika mengernyit. Ia melihat pada Sebastian yang malah kebingungan. Untuk apa Cindy sampai datang pada Lefrant.“Nona?”“Tolong, Pak. Saya gak mau berada di sini.” Cindy jadi makin menangis sesengukan. Sebastian tidak menyukai a