Melvin jadi kelabakan sekaligus salah tingkah melihat Keyla yang tiba-tiba keluar. Terlebih Melvin tidak lagi terlihat terlalu terluka dengan kakinya. Kedua pria yang berdiri di depan pintu itu pun sedikit mengangkat dagu mereka. Mereka mencari Cindy sesuai dengan foto serta ciri-ciri yang diberikan. Sedangkan wanita yang muncul di rumah Melvin Hadinata ternyata bukan Cindy.“Key, ngapain kamu keluar?!” hardik Melvin dengan nada tertahan. Keyla jadi mengernyit bodoh tak mengerti. Ia pikir jika Melvin mungkin sedang mengerjainya.“Kamu bagaimana sih, Mas? Aku kan cuma tanya. Habisnya kamu lama banget sih!” Keyla membalas dengan ketus serta kesal. Kedua pria tersebut menghela napas panjang dengan raut malas lalu membuang muka. Tinggal Melvin yang kini harus kelabakan mencari alasan yang tepat pada dua orang yang ia kira adalah utusan Sebastian Arson.“Masuk!” Melvin kembali menggeram sekaligus melotot pada Keyla.“Ih, aneh! Siapa sih mereka? Jangan bilang kamu mau nongkrong di luar sama
Cindy perlahan membuka matanya lalu sadar tiba-tiba. Ia langsung bangun serta duduk dengan wajah kebingungan. Cindy baru menarik napas lega saat menyadari jika ia masih di kabin kamar pesawat pribadi dalam perjalanan ke New York. Cindy memegang dirinya dan menyadari jika pakaiannya masih utuh. Ia baru ingat kalau Sebastian menciumnya. Cindy bahkan tidak mengetahui waktu karena perjalanan di pesawat yang cukup lama serta panjang. Tiba-tiba pintu terbuka dan Cindy tersentak kaget.“Sudah bangun, Sayang? Kita sudah mau transit sebentar, ayo keluar.” Sebastian mengajak Cindy keluar dari kamar untuk duduk kembali ke kursi mereka. Cindy pun berdiri dan Sebastian memegang tangannya. Ia tersenyum dengan sikapnya yang lembut seraya membelai kepala Cindy. Tangannya menarik Cindy keluar dari kabin.Setelah pesawat turun, Sebastian menggandeng Cindy ke ruang tunggu VIP. Masa transit akan berlangsung sekitar 1-2 jam. Waktu yang cukup untuk makan malam. Sikap Sebastian m
“Aku gak ingat sama sekali soal penjara itu, Mas. Beneran ....” Cindy mengaku dengan suara nyaris berbisik lembut. Sebastian masih menatap Cindy lekat lalu membelai kepalanya.“Apa kamu gak ingat kalau kamu pernah di New York?” tanya Sebastian masih mengorek keterangan dari Cindy. Ia sangat penasaran dengan kejanggalan kejadian yang membuat Cindy bersikeras tidak mengingatnya sama sekali.“Iya, aku pernah di New York, tapi aku gak ingat pernah kerja di sana. Cuma ... aku gak nyaman balik ke sana, Mas. Ga ada yang aku kenali di sana,” ujar Cindy dengan raut muram serta sedih. Sebastian menarik napas panjang dengan raut serius yang tak jauh berbeda. Ia meyakini jika Cindy memang sudah mengalami sesuatu yang tidak ia ketahui.“Kita akan cari tahu apa yang terjadi di sana, hmm ....”“Rasanya aku gak mau balik ke sana. Kalau ada apa-apa, bagaimana?”“Ada apa-apa?” Sebastian mengulan
Cindy seperti orang gagu setelah kedapatan hendak menghubungi Melvin. Ia tidak memiliki alasan atau pun mampu membela diri. yang dilakukan Sebastian kemudian merusak ponsel Cindy dengan membenturkan LCD nya pada ujung meja.“Mas, itu ....” Cindy separuh memekik karena ponselnya dirusak Sebastian. Tidak hanya itu, Sebastian melepaskan kartu sim yang ada di dalam ponsel untuk kemudian dibuangnya ke toilet sebelum di flush. Cindy hanya bisa bersedih ingin protes tapi tidak bisa.“Kamu berani hubungi dia di belakangku ya? Kamu pikir aku ga akan tahu apa pun yang kamu lakukan?” ucap Sebastian seraya mengibaskan ponsel itu di depan Cindy saat memperingatkannya. Ia lalu melemparkan ponsel itu ke dalam tong sampah.“Tapi, Mas. itu kan ponselku!” Cindy masih protes. Ia mulai kesal dan marah meski tadi sempat terbuai dengan sikap Sebastian yang membuatnya bergairah.“Aku bisa belikan ratusan bahkan ribuan ponsel yang kamu m
Seraya menyengir nakal penuh kemenangan, Sebastian menenggelamkan hasratnya dengan menggigit pelan leher Cindy. Ia sudah tidak peduli sedang berada di mana saat ini. Perjalanan menggunakan pesawat pribadi memudahkan Sebastian melakukan yang ia inginkan di atas awan dengan membawa Cindy terbang. Cindy pun menggeliat sekaligus menggelinjang pelan. Rasa berdesir menjalar dari tengkuk sampai ujung kaki. Panas sekaligus menggairahkan.“Mas, please jangan,” desah Cindy di dekat telinga Sebastian.“Jangan apa? jangan berhenti?” sindir Sebastian masih dengan keasyikannya mengulum kulit leher Cindy dan sebelah tangannya bermain memilin ujung puncak bukit kembar Cindy yang menegang. Tangan Cindy kemudian memberanikan untuk menghentikan tangan nakal itu semakin mempermainkan miliknya.“Cukup, Mas. Jangan ... kita sedang di pesawat.”“Lalu?” Sebastian makin sinis bertanya. Sebastian sedikit menjarakkan wajahnya dari Cin
Pesta di Majorca, Spanyol berlangsung tanpa henti. Selama 48 jam, Jessica Morine Sanjaya berpesta dengan minum dan berjoget sesuka hati. Tak lupa, ia pun berkencan dengan salah satu selebriti pria yang sudah mengincarnya dari hari pertama mereka menginjakkan kaki di pulau tersebut. Majorca yang indah dan hangat semakin membara dengan birahi di atas ranjang Jessica dan sang selebriti.Tak cukup sekali tapi sampai beberapa keduanya bergumul dalam peluh tanpa sehelai benang pun. Jessica sangat senang dipuaskan dan ia menyenangi pria tampan. Siapa yang peduli jika ia sudah menikah dengan Sebastian Arson yang juga memiliki pesona luar biasa. Hanya saja, Jessica tidak datang saat pernikahannya sehingga ia tidak tahu wajah Sebastian sama sekali.“Oh, yes!” Jessica memekik puas seraya terengah. Ia menghempaskan punggungnya usai melakukan hubungan tanpa berbaring. Sang pria juga terengah puas dan ikut berbaring di samping Jessica─tanpa pakaian sama sekali.“Owh, ternyata Dee benar soal dirimu.
Ujung jemari Sebastian memutar lembut pada ujung pundak Cindy yang sedang tertidur di dalam pelukannya. Senyuman Sebastian tidak lekang karena hatinya sedang bahagia. Rasa cintanya pada Cindy terungkap begitu saja. Hidung Sebastian membaui ujung kening Cindy lalu bibirnya mengecup lembut. Cindy yang terlelap lantas sedikit membuka matanya. Ia masih menyandarkan diri pada Sebastian yang memberikan kehangatan cinta yang tak pernah padam untuk Cindy.Cindy pun sedikit menggeliat lalu menaikkan kepala dan memandang Sebastian yang separuh bersandar berbaring. Sebastian tersenyum, tak melepaskan belaian dari rambut Cindy.“Mas?”“Kamu uda bangun, Sayang?” Sebastian bertanya dengan lembut nyaris berbisik. Cindy menundukkan pandangannya dengan wajah merona yang terlihat jelas. Sebastian jadi makin gemas. Cindy masih malu-malu padahal ia bisa merasakan jika Cindy memang menyukainya.“Kenapa kamu malu, Sayang? Apa yang kamu pikirkan? Kita sudah melakukan banyak hal.” Cindy menaikkan pandanganny
“Apa kamu bertemu Mama kamu lagi?” tanya Sebastian makin penasaran. Cindy menggeleng.“Lalu Dion? Dion Juliandra apa dia bersama kamu?” Cindy mengangguk.“Apa Mas Seb kenal Mas Dion?” tanya Cindy lembut. Wajah Sebastian tidak berubah. Ia masih sama datar dan dinginnya. Sebelah jemari Sebastian kemudian memilin rambut Cindy dengan lembut. Ia menahan rasa marahnya pada Dion Juliandra. Pria itu sudah menjebak dan menipu banyak orang termasuk dirinya.“Iya, aku kenal dia. Dulu namanya Steven, tapi ternyata dia berbohong.” Sebastian menjawab dengan nada sinis. Cindy sampai tertegun mendengar hal tersebut. Cindy masih mengingat Dion dan sikapnya yang sangat baik. Dion membantu Cindy sampai akhirnya mereka berpisah karena ia harus kembali ke Amerika.“Apa yang dilakukan oleh Mas Dion, Mas?”Pertanyaan Cindy membuat Sebastian mengeraskan rahangnya. Ia menarik napas panjang tapi sesak dan berat. Se
Tanpa mau pulang ke apartemen mewahnya, Sebastian langsung menuju Moulson begitu ia sampai di Jakarta. Edward sudah menunggu di depan koridor dekat lift. Begitu ia melihat Sebastian, Edward langsung menghampiri.“Pak?”“Mana Cindy?”Sebastian berhenti di depan Edward yang menggeleng dengan wajah tanpa senyuman. Ia melepaskan napas panjang lalu berjalan melewati Edward. Lefrant juga mengikuti Edward yang berjalan setelah Sebastian. mereka sama-sama menuju ruang sekretaris. Tidak ada siapa pun begitu Sebastian masuk. Ia hanya menemukan sepucuk surat dalam amplop di atas meja kerja.Sebastian mengambil surat tersebut lalu membukanya. Wajahnya tampak tegang lalu rahangnya mengeras kala membaca isinya. Sebastian lalu menoleh pada Edward yang ikut masuk.“Kapan dia datang?”“Satu jam yang lalu. Dia langsung pergi setelah memberikan surat itu.” Edward menjawab. Sebastian melepaskan napas berat lalu mengambil ponselnya. Ia mencoba menghubungi nomor Cindi sekali lagi tapi seperti sebelumnya, i
Peter tersenyum kecil melihat Cindy mau duduk dan bicara dengannya. Perjalanan ke Jakarta masih panjang dan Cindy akan kembali pada kehidupannya.“Apa kamu mau makan?” Peter menawarkan sekaligus berbasa-basi. Cindy menggelengkan kepalanya.“Gak, Mas. aku sudah makan.” Peter mengangguk lagi dengan sikap kaku serta saling mengaitkan jemari. Ia tidak tahu harus membicarakan topik apa. sampai Cindy kemudian bicara lebih dulu.“Maafkan aku, Mas.” Peter sedikit terkesiap lalu menoleh pada Cindy. Matanya masih menatap Cindy yang diam melakukan hal yang sama.“Aku sudah membuat kamu terluka dan patah hati. gak seharusnya aku meninggalkan kamu.” Peter semakin tertegun. Ia mengalihkan pandangannya ke arah lain dan saat itu Jasman sedang menatapnya tajam. Jasman tidak bisa mendengar pembicaraan yang terjadi tapi ia tahu jika Peter tidak akan pernah menolak sedikit pun sebuah kesempatan. Peter masih diam tak menjawab. Cindy pun menundukkan pandangannya dan fokus menatap salah satu sudut di depanny
Sepanjang perjalanan panjang menuju Jakarta, Sebastian hanya diam saja. Tidak seperti saat pertama pergi, kali ini Sebastian duduk sendirian. Tiada kehangatan pengantin baru yang pantas dirasakan Sebastian bersama Cindy. Ia bahkan tidak bisa melakukan pernikahan yang sudah direncanakannya dari semenjak di Indonesia.“Pak, sudah waktunya kita transit.” Lefrant memberitahukan pada Sebastian yang masih melamun. Sebastian hanya mengangguk kecil lalu menatap lagi ke arah luar. ia tidak menikmati perjalanan panjang yang sangat melelahkan hati.Sedangkan Lefrant menatap murung pada keadaan Sebastian yang tidak bergerak dari kursinya semenjak beberapa jam lalu. Ia terlihat sangat sedih dan Lefrant tidak tahu harus berbuat seperti apa. ia bahkan tidak tahu caranya bicara pada Sebastian.Lefrant pun membuka room chat dengan Edward di Jakarta. Lefrant sudah menceritakan semuanya. Edward yang sedang mengurus urusan pekerjaan milik Sebastian di Jakarta terpaksa sedikit membagi waktunya untuk memat
Cindy tersenyum saat melihat sosok Kalendra dan Dallas yang sudah lama sekali tidak dilihatnya. Meski tidak bisa mengingat seluruhnya, tetapi Cindy merasa bahagia bertemu kembali dengan dua ponakan yang dulu sempat ia asuh, terutama Dallas.“Aunty pergi ke mana? Aku tidak pernah melihat Aunty lagi,” ujar Kalendra usai melepaskan sedikit pelukannya dari Cindy. Cindy tersenyum lalu membelai pipi Kalendra.“Aunty sedang bersekolah.” Kalendra tersenyum lalu mengangguk. Dallas yang mendekat juga dipeluk Cindy. Cindy bahkan mencium kepala Dallas beberapa kali.“Kamu sudah gede banget!” ucap Cindy dalam bahasa Indonesia. Dallas menyengir.“Aunty bisa bahasa Indonesia?” pekik Dallas menyengir lebar.“Bisa dong, Aunty Cindy kan adik Papa. Tentu saja dia bisa bahasa Indonesia.” Dion menyela dengan senyuman pada Dallas. Dallas kembali memeluk Cindy. Kalendra dan Dallas melepaskan kerinduan mereka pada bibi yang sudah sangat lama tidak mereka temui. Bahkan Dallas sampai melupakan wajah Cindy.Dio
Micheal Arson kini tidak mau lagi kompromi dengan Sebastian soal pernikahannya. Jessica langsung mengadu pada mertuanya itu meminta pertanggung jawabannya. Ia tidak suka jika Sebastian berselingkuh dengan wanita lain sekalipun, pernikahan mereka bukanlah pernikahan yang sesungguhnya.Michael langsung menelepon Sebastian memaksanya untuk segera kembali ke New York. Sebastian yang sedang berada di kamar, rasanya ingin membanting ponsel sekali lagi. ia bahkan belum tidur sama sekali.“Jangan bikin Papa menyeret kamu kemari. Kalau kamu tidak datang, Papa akan benar-benar melakukannya!” Michael mengancam lewat sambungan telepon itu. Sebastian menggeram kesal lalu mematikan panggilan itu begitu saja. Ia sudah tidak lagi memiliki rasa hormat pada ayahnya itu.Sebastian kembali mengurut keningnya. Ia buntu, tak bisa berpikir dengan baik. Tak lama, Lefrant masuk ke kamarnya. Ia baru saja menemui Dion menyerahkan surat-surat milik Cindy.“Kamu dari mana?” hardik Sebastian begitu melihat pengaca
Dion masuk ke kamar Cindy setelah pagi hari. Cindy masih berbaring tengkurap dengan sisa air mata yang mulai mengering di sudut matanya. Dion membiarkan Cindy sendirian semalam agar ia bisa tenang. Pagi ini, mereka akan bicara. perlahan, Dion duduk di sisi ranjang lalu membelai kepala Cindy dengan lembut. mata Cindy pun terbuka perlahan pada Dion yang sedang tersenyum padanya.“Pagi,” sapa Dion dengan senyumannya. Cindy hanya diam dan perlahan bangun. Setelah duduk, Cindy menundukkan wajahnya. Ia tampak kusut karena menangis semalaman. Bahkan pakaiannya belum diganti sama sekali.“Sekarang lebih baik kamu mandi, Mbakmu sudah siapkan air hangat di bathtub. Kamu bisa berendam dan lebih relaks. Setelah segeran, nanti kita sarapan. Setelah itu kamu mau bicara apa pun terserah.” Cindy masih diam menatap Dion yang kemudian mengangguk pelan. Dion pun berdiri hendak keluar kamar. Tangan Cindy tiba-tiba memegang lengannya.“Mas, maafkan aku.” Cindy melirih pelan. Dion melepaskan napas sedikit
“Cindy, Cindy tunggu dulu! Kamu harus mendengar penjelasanku dulu. Hubungan aku dan dia gak seperti yang kamu pikirkan!” pungkas Sebastian membuka jelas masalah yang terjadi. Ia berusaha keras membuat Cindy tidak pergi sama sekali meski sulit. Sebastian tidak mau menyerah. Ia menarik tangan Cindy sebelum ia pergi bersama Dion.“Sudah cukup, Mas. Aku mau pergi!” Cindy membalas dengan menolak Sebastian di depan Dion. Dion belum bicara tapi setidaknya ia sudah mengetahui yang terjadi.“Cindy, kamu gak bisa pergi begitu saja. Kita sudah menikah!”“Gak, aku bukan istri kamu. Bukan aku, tapi perempuan tadi!” sahut Cindy dengan nada tinggi. Seketika Dion membesarkan matanya. Ia mendelik pada Sebastian yang tidak peduli dengan ekspresi kesal Dion. Ternyata Sebastian sudah memiliki istri selain Cindy. Meski masih harus dikonfirmasi tapi hal itulah yang terjadi.Sebastian tidak peduli dan menarik tangan Cindy. Ia panik karena Cindy akan meninggalkannya. Dion yang melihat tidak membiarkan hal te
“Bagaimana dia bisa berubah seperti itu? Aku gak habis pikir!” pungkas Sebastian begitu ia masuk kamar. Sebastian langsung meluapkan rasa kesal dan marahnya pada sikap Cindy pada Lefrant. Lefrant yang mengikuti di belakang menghela napas panjang.“Aku rasa jika Jessica tidak datang, ini tidak akan terjadi.” Lefrant berujar. Sebastian memutar ke belakang dengan pandangan dingin tidak suka meski yang diucapkan Lefrant adalah kenyataan.“Lef, aku gak mau lagi berurusan dengan Jessica!” Sebastian menggeram kesal. Lefrant menggelengkan kepalanya.“Gak bisa. Gak bisa sekarang ....”“Sampai kapan aku baru bisa menceraikan dia? dia sudah membuat semua rencanaku hancur. Sekarang Cindy sudah tahu kalau aku menikah dengan Jessica. Dia pasti gak mau kembali sama aku!” sahut Sebastian dengan suara meninggi penuh kekesalan. Ia menyugar rambutnya dengan gusar lalu melepaskan napas panjang dan meremas rambut. “Aku tahu sekarang posisi kita terjepit ....” Sebastian langsung menunjuk pada Lefrant.“J
“Sayang, tunggu!” Sebastian berhasil menangkap Cindy di depan lift sebelum ia masuk. Cindy tidak mau melihat ke arah Sebastian dan berusaha melepaskan dirinya. Sebastian tidak menyerah. Ia terus memohon bahkan saat beberapa tamu melihatnya.“Dengerin aku dulu, tolong. Dengerin dulu!”“Untuk apa, Mas? kamu sudah terbukti menipuku!” hardik Cindy sembari menangis. Sebastian menggelengkan kepalanya dan mulai kesal.“Ya kamu harusnya gak langsung percaya sama omongan dia!” balas Sebastian meninggikan suaranya.“Tapi dia istri kamu kan?” Sebastian mencebik kesal dan berkacak pinggang. Cindy menoleh dan melihat Lefrant baru datang. Ia langsung berjalan cepat ke arah Lefrant. Entah kenapa dia malah meminta bantuan Lefrant.“Tolong, Pak. Tolong saya!”Kening Lefrant seketika mengernyit. Ia melihat pada Sebastian yang malah kebingungan. Untuk apa Cindy sampai datang pada Lefrant.“Nona?”“Tolong, Pak. Saya gak mau berada di sini.” Cindy jadi makin menangis sesengukan. Sebastian tidak menyukai a