Ibu itu pun kemudian bertanya, "Wah, ada tamu. Siapakah nama pemuda ini?"
Disapa begitu, Rama pun dengan sopan berusaha untuk berdiri, tetapi melihat keadaannya yang sepertinya kesakitan, ibu Siti pun melarangnya untuk bergerak.
"Kalau begitu, tidak usah berdiri, Nak, kita bersalaman sambil duduk saja," ucap Ibu Siti.
Kemudian, datanglah Ayah Siti yang juga terkejut melihat ruang tamunya ramai. Ia langsung mengenali sosok baru yang belum pernah ia jumpai sebelumnya, sekaligus menanyakan hal yang sama.
"Halo, Ayah ketinggalan rupanya. Salam kenal, Nak, dengan Mas siapa ini, ya?" sapa Ayah Siti seraya mengulurkan tangan untuk bersalaman.
Awalnya Siti dan Reno saling pandang, tapi akhirnya Siti mendapat ide juga. "Mmm ... kenalkan, Ibu, Ayah, ini adalah Mas Rama," papar Siti yang senyumnya melebar dari telinga kiri hingga ke telinga kanan.
Mereka pun bersalaman
Reno dan Siti, dibantu Bapak, lalu membawa Rama ke dalam kamar. Setelah itu, Reno berpamitan pada Bapak Siti, untuk pulang."Terimakasih Nak Reno, karena sudah mengantarkan Siti dan suaminya pulang ke rumah Bapak," ujar Bapak tulus. Tanpa mengetahui apa yang sebenarnya terjadi.Reno mengangguk. "Sama-sama, Pak," jawab Reno, lalu beranjak keluar, dan berpamitan pada Emak yang berpapasan dengannya di ruang depan.Tak lama kemudian, suara deru mobil terdengar di halaman rumah, yang semakin lama semakin menjauh.Setelah Reno pergi, Bapak menoleh pada anak gadisnya yang masih duduk di tepi tempat tidur, di samping pria yang pingsan itu."Bapak dan Emak menunggumu di depan ya Siti. Bapak masih ingin dengar cerita dari kamu. Kami masih belum mengerti benar cerita kamu, tadi. Bapak mau dengar sekali lagi penjelasanmu," ujar Bapak, sambil menutup tirai kamar, dimana Siti berada bersama pr
"Mak, Mas Rama nggak begitu. Aku sangat yakin kalau dia sangat mencintaiku jadi aku tidak masalah meski hanya jadi yang kedua. Aku juga sangat mencintainya, Mak." Kedua orang tua Siti mendesah pelan untuk menghilangkan sesaknya dada. Sungguh mereka tidak habis pikir atas apa yang anaknya pikirkan dan lakukan."Kalau dia baik seharusnya dia selesaikan dulu urusan sama istri pertamanya baru dia menikahimu dan itu pun melamarmu kemari dan meminta restu kepada kami. Tapi nyatanya apa? Dia sama sekali gak kesini kan? Memangnya kamu itu kambing yang bisa main dikawinin begitu aja?!" ketus emaknya Siti. Sungguh ia merasa kesal karena anaknya begitu bodoh yang mau begitu saja dikibulin dan terpedaya oleh majikannya dengan mengatasnamakan cinta."Mak, tolong dong hargai keputusan Siti, Siti juga berhak bahagia dan bahagianya Siti hanya dengan Mas Rama. Siti sangat yakin kalau Mas Rama itu sangat m
"Kamu ngomong apa sih, Mas? Tentu saja aku tidak akan pernah meninggalkanmu karena aku hanya mencintaimu dan kamulah satu-satunya pria yang mampu menggetarkan hatiku. Tak ada lagi yang mampu mengusik jiwaku selain dirimu, Mas. Untuk sebab itu berjanjilah padaku kalau kamu akan bertahan di sisiku hingga kita menua bersama kelak.""Aku janji, Sayang, aku janji. Aku janji kita akan tetap hidup bersamamu hingga kita menua kelak." Anin dan Rama saling berpelukan erat. Seolah-olah mereka adalah kembar siam yang tak akan pernah terpisahkan oleh jarak dan waktu. Setelah puas saling merangkul dan memeluk kini keduanya melepaskan diri namun tidak membuat jarak di antara keduanya terpisah. Anin dan Rama semakin dekat dan kedua wajah itu kian menghangat tatkala dua benda kenyal berwarna pink alami saling bertaut.Suara kecapan kian terdengar di telinga keduanya menjadikan hasrat mereka kian menggeb
Erghh." Rama menggeram merasakan nyeri di sekitar tubuhnya yang penuh luka-luka. Erangan yang keluar dari bibir Rama membuat Siti dan Ani saling berpandangan."Siti, kayaknya suami kamu sudah bsngun deh. Coba kamu cek, takutnya dia haus dan mau minum atau dia malah lapar, ini biar Emak yang terusin," titah Ani pada anak satu-satunya itu."Baik, Mak, Siti mau lihat Mas Rama dulu ke dalam." Siti meletakkan serbet yang ada di tangannya yang ia gunakan untuk mengelap meja makan yang kotor karena terkena tumpahan kuah sayur yang dibawanya tadi.Bergegas Siti berjalan menuju kamar yang ditempati oleh Rama. Tampak Rama kesusahan yang berusaha untuk bangun dari posisinya tidur. Siti dengan segera menangkap tubuh kekar itu dan mencoba membantunya."Mas kamu mau apa? Kamu kan belum boleh bergerak dulu. Kamu harus istirahat. Luka di
"Baiklah, kita habiskan dulu sarapannya terus kita segera ke kantor polisi. Aku sudah tidak sabar berita apa yang akan mereka bicarakan sama kita." Sekar mengangguk setuju dengan yang Anin katakan.Keduanya pun melakukan sarapan dengan khidmat dan menghabiskannya tanpa ada sepatah kata pun keluar dari bibir mereka untuk melakukan obrolan. Baik Anin maupun Sekar sama-sama hanyut dengan pikirannya masing-masing dan ingin segera sampai di kantor polisi untuk mengetahui lebih lanjut kejadian naas yang menimpa Rama.***"Pagi, Pak, maaf saya baru datang jam segini, kira-kira ada info apa ya? Sehingga malam-malam Bapak menghubungi saya untuk databg pagi ini?" tanya Anin langsung pada pak Rudi setelah ia mendaratkan tubuhnya di kursi yang ada tepat di hadapan meja kerja pak Rudi.Pak Rudi tersenyum kecil dan ia terlihat menghembuskan napasnya. Anin yang melihat sudah sangat tidak sabar dengan berita yan
"Terserah kamu, Mbak, aku sama sekali enggak takut karena bukan aku yang melakukannya. Kamu mikir dong, Mbak, gimana aku bisa melakukannya kalau aku saja berada di sini!""Orang licik sepertimu pasti punya seribu cara untuk melakukan apa pun demi ambisimu itu!""Terserah! Sudahlah kalau tidak ada yang penting lagi lebih baik kalian pulang saja! Kedatangan kalian kesini justru bikin moodku rusak tau gak!" Zea berdiri dari posisi duduknya dan Anin niatnya ingin mencekal tangan Zea. Akan tetapi, Sekar mencegahnya karena sedari tadi Sekar perhatikan kalau Zea tidak berbohong dan itu terlihat dari carq Zea menjawab dan dari sorot matanya."Mi, kenapa ditahan? Anin masih belum selesai bertanya sama jalang itu!" sentak Anin sembari menghempas tangan Sekar yang menggenggamnya. Anin mendesah membuang napaasnya saat melihat Zea yang sudah berjalan menjauhi dirinya juga Sekar."Sudahlah
"Detektif Akbar maksudnya, Mi?""Nah, itu maksud Mami.""Ide bagus, Mi. Anin sampai lupa."Tanpa menunggu waktu lama, Anin langsung menggeser layar ponsel. Dengan lincah mencari nama detektif Akbar di kontak ponselnya. Sengaja mengaktifkan fitur pengeras suara. Agar mertuanya bisa ikut mendengar pembicaraan antara Akbar dan Anin."Hallo, Akbar.""Hallo, ini Anin?""Iya, Bar. Ini aku. Tolong aku lagi. Penting sekali.""Ada masalah apa, Nin?""Aku tidak bisa menceritakannya di telepon. Aku harap, kamu bisa datang ke sini. Secepatnya. Sebelum besok. Aku tidak punya waktu lama untuk membicarakan ini semua.""Tampaknya kondisimu sangat rumit. Baiklah, selepas magrib, aku datang ke rumah. Saat ini, biarkan aku menyelesaikan peke
Anin menggigit bibirnya. Sementara sebelah tangannya memegang dadanya. Bagaimanapun dia cuma seorang perempuan yang dihadapkan oleh orang misterius yang mencoba memerasnya."Bagaimana Nyonya?" tanya orang itu kembali.Sepertinya dia tidak main-main dengan ancamannya. Mau tidak mau Anin memang harus memberi kepastian."Apa jaminannya untukku? Bagaimana aku tahu kalau kamu tidak akan menipuku?" Anin mencoba msngulur waktu."Jangan banyak alasan, Nyonya! Saya tidak main-main dengan ancaman saya! Jika dalam hitungan jam Anda tidak memberikan uang tebusan itu sekarang juga. Saya pastikan suami Anda—""Tunggu! Berapa uang yang kamu minta?" potong Anin cepat.Perempuan itu memijat pelipisnya yang terasa berdenyut sakit. Dia berharap semua yang dilaluinya hari
Bugh. Anin memukulkan sepotong bambu sepanjang tangan orang dewasa ke arah Siti secara cepat sehingga membuat Siti tersungkur ke arah samping dan pisau itu terlepas dan mendarat di bawa kaki Anin. Jadi, Anin sudah melihat bambu itu sejak tadi dan Anin sudah memikirkan ke arah sana karena ia hanya menunggu saat yang tepat saja. Kini pisau itu sudah aman berada di tangannya. Reno dan pak Slamet segera memegangi Siti yang berniat ingin menyerang kembali Anin meski dengan tangan kosong. Tidak lama kemudian tiga orang polisi pun masuk ke dalam rumah pak Slamet dan membantu Reno juga pak Slamet mengamankan Siti. Siti meronta dan berteriak minta untuk dilepaskan. Ternyata para polisi itu juga diminta Anin untuk datang ke rumah Siti. Namun, di tengah perjalanan ban mobil mereka pecah sehingga mengharuskan mereka menggantinya terlebih dahulu dengan ban serep. "Lepaskan aku dasar bangsat kalian semua. Lepaskan!" Siti terus saja berteriak dan meronta membuat para tetangga yang sejak tadi k
"Tolong buka pikiranmu, Siti. Lepaskan Rama, biarkan dia hidup tenang bersama keluarganya sendiri," ucap pak Slamet, "Kalau kau sayang pada lelaki itu ... Kau pasti tidak akan tega melihatnya menderita dan jauh dari keluarganya seperti sekarang ini bukan?"Suaranya kini terdengar melemah dan tulus. Ia menatap Siti dengan tatapan dalam, sampai-sampai membuat gadis itu tampak terdiam dan menundukkan kepalanya.Sepertinya ucapan pak Slamet sedikit berpengaruh, membuat senyuman pak Slamet mulai terlihat.Sedangkan mak Jumi, wanita itu masih terisak dan terus berharap sebuah keajaiban datang dan merubah jalan pikiran Siti.Beberapa detik berlalu, Siti mulai mengangkat wajahnya, dengan sedikit melemahkan bahkan meSitiunkan pisau yang menempel pada pergelangan tangannya.Hal itu sontak membuat mak Jumi dan pak Slamet sedikit tersenyum simpul."Tidak!" ucap Siti dengan lantang. Membuat sepasang suami istri tersebut kembali tercengang.Kening pak Slamet kembali mengerut karenanya, senyuman yan
Siti yang merasa frustasi karena keinginannya tidak tercapai dan mendapat penolakan dari Bapaknya langsung emosi. Tanpa pikir panjang, dia meraih pisau yang berada di rak dapur.Siti mengacungkan pisau itu ke arah Mak Jumi dan Pak Slamet yang bergidik ngeri.“Apa yang kamu lakukan Siti?” teriak Pak Slamet.“Kalau Bapak tidak mau menikahkan aku, maka aku akan bunuh diri.”“Siti..”"Astagfirullah, Siti! Apa-apaan kau ini, Nak!?" teriak mak Jumi yang mulai terlibat histeris.Betapa terkejutnya mak Jumi tat kala anak gadis satu-satunya tengah memegangi sebilah pisau, bahkan tanpa rasa takut sekalipun.Mak Jumi tidak menyangka jika Siti akan bertindak sejauh ini, setan apa yang tengah merasuki gadis itu? Sungguh tak dapat dipercaya.Siti yang sudah terobsesi oleh ambisinya sendiri, oleh rasa cintanya
“Tidak seperti itu Mak, Mas Rama itu belum sepenuhnya ingat apa yang terjadi, jadi kita harus cepat, tolong nikahkan aku dengan Mas Rama,” Siti tetap bersikukuh untuk menikah dengan Rama.Tapi Pak Slamet masih bertindak waras, sebagai orang yang sudah makan asam garam kehidupan, dia tidak ingin gegabah dalam mengambil keputusan. Lebih baik tidak jadi menikah jika kedepannya pernikahan itu tidak bisa di jamin kelanggengannya.Dan dia yakin Rama akan sadar dengan sepenuhnya, jika waktu itu tiba, dia yakin Rama akan membuang anak gadisnya.Dengan latar belakang yang di miliki Rama, dia yakin Rama akan melakukan itu. Masih untung jika hanya di ceraikan, bagaimana kalau putrinya di laporkan ke polisi dengan pasal penipuan.Pak Slamet sendiri sudah berkonsultasi dengan orang-orang pintar seperti Pak RT, Pak Kepala desa bahwa tindakan penipuan bisa berakhir di penjara, bukan hanya anaknya tapi j
“Kamu itu Siti, Bapakmu baru datang, sudah kamu cerca pertanyaan, buatkan minum sana dulu,” cerca Mak Jumi.Mak Jumi tak habis pikir dengan perubahan sikap Siti yang sangat drastic antara sebelum berangkat ke kota dan sesudahnya, hingga Mak Jumi berpikir apakah kehidupan kota begitu cepat merubah sikap seseorang?“Iya Mak, aku kan cuman nanya saja, kok Mak marah,” gumam Siti sembari masuk ke dapur, tidak lupa dia menghentak-hentakkan kakinya tanda kesal karena omelan Mak Jumi.“Apakah kita salah mendidik anak kita Mak?” tanya Pak Slamet sedih. Dia kecewa dengan perubahan sikap Siti yang semakin menjadi-jadi, minim sopan santun dan sangat suka menggerutu, sama sekali tidak menunjukkan kasih sayang kepadanya.“Entahlah Pak, selama ini kita juga menyayangi dia dengan tulus ikhlas, Mak ini juga selalu mendoakan Siti agar menjadi anak sholehah, tapi kok jadinya be
Maka dari itu, pak RT kini sudah mengizinkan semua pelaku keributan itu untuk pulang ke rumah masing-masing."Yasudah, kalau begitu kalian pulanglah!" ucap pak RT."Terimakasih, Pak," ucap pak Selamet dengan senyuman yang samar."Terimakasih untuk semuanya, Pak." Pun juga dengan bu Lela yang juga mengucapkan terimakasih untuk pak RT.Tak berselang lama, kini pak Selamet pun menangkup bahu sang istri. Di mana ia menuntun mak Jumi untuk segera pulang dari rumah pak RT. Sedangkan bu Lela ... dia berjalan di depan kedua pasangan suami istri itu.Tetapi setelah berjalan cukup jauh dari rumah pak RT, pak Selamet yang sedari tadi menatap punggung bu Lela dengan tajam dan penuh amarah itu, pun pada akhirnya membuka suaranya."Bu Lela, tunggu sebentar!" ucapnya dengan cukup penuh ketaj
"Ya itu bukan urusan saya! Kan memang Bu Lela yang maunya menunjukkan ke orang-orang kalau anak saya itu berbuat zina! Ya kalau tidak ada buktinya, mau dibawa ke pengadilan pun tidak bisa dibuktikan! Selama ini saya yang jadi saksi kuncinya bersama Mak Jumi. Kalau saya sudah bilang anak saya tidak tinggal sekamar, tanyakan saja kepada Rama, kasarannya dia sebagai korban pun juga akan berkata jujur kalau dia tidak pernah sekamar dengan anak saya. Mau apa kalau sudah begitu? Dia bisa saja mengatakan kalau dia tidak ingin dibawa Siti ke sini, tetapi saya yakin dia pasti dengan jujur mengatakan kalau tidak melakukan hal zina itu. Dia ini pria yang bertanggung jawab, Bu. Dia sendiri juga tidak tahu selama ini kenapa walaupun anak saya mengaku istrinya, tapi tidak pernah bersentuhan dengannya. Kalau memang dia pria seperti kebanyakan, sejak awal juga pasti menagih-nagih, Bu, untuk diberikan haknya dia sebagai suami oleh anak saya dan anak saya pun kalau memang tidak bermoral
Pak Slamet masih dengan tatapannya menghina itu langsung berceloteh, "Mau apa lagi, Bu? Tidak bisa membalas, ya, karena ketahuan? Begini sajalah, Bu, selama ini saya tidak mau mengikuti langkah Ibu. Ibarat kata gajah dipelupuk mata tidak kelihatan, kuman di seberang lautan kelihatan yaitu Bu Lela sendiri. Kesalahannya sendiri saja sebesar gunung tidak ditampakkan ke publik, tapi kalau tahu ada kesalahan orang lain saja paling cepat mengompori yang lainnya. Memangnya semua orang di sini sempurna apa? Tidak pernah membuat dosa begitu? Lagi pula, Siti ini anak saya! Buat apa turut campur? Orang, saya saja tidak pernah ikut campur masalah Ibu. Saya sendiri sudah tahu dari dulu kelakuan Ibu, tapi saya pendam sendiri saja. Tidak ada untungnya juga. Buat apa saya suka lihat ibu dikeroyok massa?"Bu Lela menelan ludah menutupi rasa gugupnya yang sudah merebak di dada. Ia tidak mau terlihat kalah, karena kalau seandainya ia sampai gemetar di hadapan Pak Slamet, maka otom
Pria paruh baya itu pun terus berusaha untuk menjelaskan secara rinci permasalahan yang sebenarnya terjadi. Tetapi bagaimanapun penjelasan yang diutarakan oleh Pak Slamet sama sekali tidak mengubah pemikiran Bu Lela dan juga Bu Sri. Kedua wanita itu terus saja berusaha keras menepis penjelasan yang Pak Slamet berikan. Bahkan Pak RT pun dibuat kewalahan dengan ulah kedua wanita itu. Terlebih ucapan Bu Lela dan Bu Sri yang terkadang tidak bisa untuk di sela."Apa pun alasannya tetap saja yang dilakukan oleh Siti itu tidak benar, Pak Slamet. Walaupun tidak berbuat zina di sini, tetapi aku yakin Siti dan pria kota itu pasti sudah pernah berbuat zina saat berada di kota. Ulah mereka justru hanya akan membuat malapetaka untuk desa kita. Siti sangat pantas untuk diusir dari Desa ini dan jangan biarkan dia kembali lagi," seru Bu Sri dengan begitu lantang."Benar apa yang dikatakan oleh Bu Sri, Pak RT. Sebagai rukun tetang