Bruk!
Seorang pria terhempas cukup keras ke lantai yang dingin tanpa keramik. Ruangan itu remang dengan lampu seadanya. Tempatnya pengap tanpa jendela, tidak ada tempat untuk menemukan udara kecuali pintu yang kini tengah terbuka lebar."Brengsek!!"Calantas tertatih dengan luka di pelipis matanya. Tangannya bergerak di lantai tersebut hanya tangan karena fungsi kakinya sudah tidak bisa bergerak sejak lumpuh beberapa waktu lalu."Siapa kalian?!""Kenapa menculikku?"Seorang pria dingin dengan jas hitam menatap dingin ke arah Calantas. Tidak ada senyum ketakutan atau bersahabat dari wajahnya. Mata birunya melihat lurus ke arah Calantas."Kau?!" Mata biru Calantas memicing seakan mengingat siapa pemuda yang sedang berdiri dihadapannya itu.Tap ...Tap ...Tap ...Langkah sepatu pria di hadapan Calantas terdengar lambat. Dia berjalan santai ke arah Calantas lalu berjongkok ke arah pria itu. Matanya semakin melihat tajam wajah CalanTiga belas jam kemudian, rumah kediaman Marvel. Sebuah mobil mewah memasuki jalan menuju pekarangan manssion. Dan seorang pemuda keluar dari mobil tersebut. Dia keluar dibantu supir yang membukakan pintu untuknya. Pemuda itu turun dari mobil tanpa membawa apa-apa di tangannya dia hanya berjalan menaiki anak tangga disusul beberapa anak buah di belakangnya. Marvel melangkah cepat menuju anak tangga berlantai dua. Selanjutnya, Marvel berjalan melewati kolam renang yang memang terlihat dari depan. Setelah itu, Marvel kembali menaiki anak tangga menuju pintu utama yang sesungguhnya. Sebelum sampai di pintu utama, Marvel melewati samping kanan dan kiri sebuah taman yang memiliki tenda. Marvel tidak melihat sekelilingnya, dia hanya fokus menuju pintu utama manssion. Dia ingin segera bertemu seseorang."My soon!" pekik seorang wanita tidak terlalu jauh dari punggung Marvel.Marvel spontan berhenti melangkah sebelum memasuki pintu utama dia menoleh ke belakang melihat ke arah pere
Grace menatap wajah tampan itu dari bawah sementara mulut kecilnya kini terisi penuh oleh milik lelaki itu yang telah menegang sempurna, berurat serta sedikit melengkung dengan ukuran yang lumayan cukup besar untuk mulut kecil sepertinya. Dia memajukan kepala maju mundur. Grace berpegangan pada paha Marvel yang kini menekan kepalanya kuat kemudian dia sendiri yang menggerakkan pinggulnya maju mundur membuat Grace sulit untuk bernapas dan mengontrol diri, jemari lentik Grace naik menyentuh perut Marvel sementara lelaki itu kini menggerakkan pinggul cepat hingga miliknya masuk ke dalam mulut Grace lebih dalam."Ah .. ouh ... Sayang ... ah ... ah ... aku keluar."Pria itu menghentikan pergerakannya lantas mengelus pipi gadis itu dan menarik tengkuknya untuk mengecup bibir sang kekasih dengan gerakan lembut yang memabukan, saling membelit lidah menimbulkan lelehan saliva sudut bibir Grace, namun lebih dulu Marvel sapu dengan lidah yang bergerak lembut."Kenapa?"Marv
Kaki Marvel melangkah menuruni tangga, ia tersenyum saat pandangan menangkap sang kekasih tengah berdiri di dapur, gadis milik Marvel Zeroun Montefalco sangat terlihat cantik meski dia berpenampilan sederhana namun hal itu selalu membuat lelaki pemilik hotel terbesar itu jatuh dalam pesonanya. Dia berdehem seraya melangkah memasuki dapur membuat para pelayan menoleh padanya, namun berbeda dengan Grace yang masih sibuk dengan peralatan dapur hingga tidak mengetahui seorang lelaki seksi tengah berada di belakang tubuh."Ada yang bisa kubantu, Nona?" Marvel bertanya dengan lengan yang bergerak mengelus pinggang Grace, tanpa sepengetahuan para pelayan."Gadisku sangat cantik," bisiknya dengan suara serak yang halus, membuat Grace menoleh ke arah Marvel dan mengusap pipi lelaki itu dari samping, sementara lengan kekasihnya bergerak memeluk pinggang."Wah ... pancake ... ah sayang sekali aku gak bisa memakannya.""Kenapa?" tanya Grace merasa bingung akan hal itu.
"Selamat datang Tuan Marvel."Marvel Zeroun Montefalco mengangguk datar menanggapi sambutan hormat yang diberikan padanya itu. Dia melemparkan tatapan menggodanya pada beberapa wanita yang ia lewati di sepanjang lorong, yang juga sedang menggodanya penuh arti. Jika saja dia tidak ingat tujuannya pergi ke tempat ini, mungkin dia sudah menarik wanita-wanita itu dan menghabiskan malamnya dengan cara yang menyenangkan. Senyum tegasnya terurai singkat begitu mata coklat gelapnya melihat teman-temannya sudah terduduk di kursi mereka masing-masing dengan seorang wanita yang tengah dikecup di atas pangkuan mereka. Dia menempatkan dirinya pada sebuah kursi tersisa yang berada di tengah sebuah meja bundar besar."Kau menepati janjimu, Marvel Zeroun Montefalco." Mihary Vle menoleh mendengar suara berat yang dikenalinya itu."Seorang mafia harus selalu menepati janjinya, bukan Balq Bernardo?" balasnya tajam dengan senyum miring tidak terbaca. Balq tertawa."Maaf, atas ketida
Marvel menghela napas panjang begitu dia selesai membaca laporan singkat dari beberapa anak buahnya yang sudah dia perintahkan untuk memastikan keadaan Grace. Dan cukup lega untuk mengetahui bahwa wanita itu baik-baik saja, apalagi saat dia mengetahui bahwa Grace sudah kembali kuliah seperti biasa. Marvel meletakkan ponselnya. Menyesap kopinya sejenak sembari termenung.'Seharusnya aku mengantarnya kembali tadi malam. Bukannya meninggalkan dia berjam-jam seperti itu.'Ya, kata-kata itu terus terngiang-ngiang di kepalanya yang terus menyerukan sebuah penyesalan besar. Yang juga membuatnya merasa gagal menjadi seorang pria dewasa yang bertanggung jawab. Marvel menggelengkan kepalanya pelan bersamaan dengan desahan kasarnya yang sarat akan kekesalan. Dan bertambah kesal begitu dia mengingat laporan lain yang masuk ke ponselnya semalam. Di mana Zafe terlihat sedang berbincang akrab dengan Grace sebelum dia meminta supirnya untuk mengantar wanita itu pulang. Marvel menjambak ra
Marvel mengangguk yakin. Merapikan pakaian hangatnya sebentar sebelum akhirnya merebahkan tubuhnya di atas kasur. Dan nyaris mengumpat kencang begitu alas keras itu menekan punggungnya kencang. Bersempit-sempitan di atas kasur adalah salah satu hal yang dibenci Marvel dalam hidupnya. Tapi, bersempit-sempitan bersama Grace adalah hal terindah yang ingin dilakukannya."Tidurlah dengan nyaman," suruhnya begitu Grace menepikan dirinya pada dinding tanpa henti.Wanita itu meringis pelan dan langsung menghentikan kegiatannya. Meski nyatanya, Grace ingin tidur di sofa saja untuk menghalau ketidak-nyamanan ini, Marvel sepertinya tidak akan mengijinkan hal itu terjadi. Mengingat pria itu sudah mengunci pintu kamarnya dan menyimpannya langsung pada saku celananya."Tidurlah."Grace mengangguk. Memperbaiki selimutnya sekali lagi dengan kaku. Bagaimana tidak? Tubuhnya berdempet langsung dengan tubuh pria yang tidak diduganya akan bersama dirinya malam ini. Menghadirkan aroma lain ya
Perjalanan panjang penuh cacian dan desahan yang melebur jadi satu itu langsung berakhir saat barisan mobil Rolls-Royce yang mendampingi sebuah mobil Limousine bergerak memasuki pekarangan. Pekarangan istana super mewah milik Marvel Zeroun Montefalco yang dipertegas dengan ukiran emas nama panjangnya di atas sebuah batu besar yang dikelilingi kumpulan bunga mawar merah. Lengkap dengan sebuah air mancur kecil yang terlihat sangat indah di bawah pendaran cahaya matahari. Marvel menarik tubuhnya dan dengan cepat merapikan kaus Grace untuk menutupi dadanya yang penuh dengan bekas merah. Pun tulang selangkanya yang kini bertebaran noda kissmark. Dalam air matanya yang masih berlinang, Grace coba untuk mengatur napasnya yang malah terdengar menggoda di telinga Marvel. Di telinga pria nakal yang terus mengecup bibirnya dan memainkan dadanya tanpa henti! Nakal! Seorang pelayan pria paruh baya membuka pintu mobil di hadapannya dan langsung membungkuk sopan begitu Tuan Mudanya berjalan melewa
"Sayang!"Sayup-sayup teriakan kencang Marvel yang mengisi genderang telinga Grace, perlahan memudar saat ia terus menggerakkan kakinya berlari pergi dari tempat itu. Menuruni undakan tangga, melewati beberapa lorong besar, terus berlari dengan ketakutan, dan baru berhenti saat dirinya menjejakkan kaki di antara pepohonan lebat nan rimbun. Sebelah tangannya bertopang pada sebuah pohon di dekatnya, sementara tangan lainnya menepuk-nepuk dadanya yang sesak karena berlari jauh tanpa pemanasan. Sejujurnya dia tidak menyangka jika mansion ini memiliki luas yang sangat spektakuler. Membuatnya sampai harus kehabisan napas, hanya karena ia berlari keluar dari rumah pria sialan itu menuju sisi lain dari rumah ini. Grace mengedarkan pandangannya ke sekeliling, dan baru menyadari bahwa dia telah memasuki sebuah hutan lebat. Oh, Grace berharap suatu hari nanti dia bisa memiliki rumah sebesar ini agar bisa memasang banyak perangkap jika suatu saat Marvel berusaha mengejarnya. Grace menoleh. T
"Sekarang buka gerbangnya, kalian bisa memastikannya saat aku sudah pergi," ujar Nantsu menatap sinis pada pengawal.Pengawal itu berpikir keras, mungkin saja itu benar. Nantsu adalah salah satu orang kepercayaan tuannya, jadi tidak mungkin dia berbohong."Baiklah, tetapi cepatlah kembali!" pengawal kemudian membuka gerbangnya.Tanpa mengacuhkan pengawal tersebut, Nantsu kemudian mengemudikan mobilnya dengan sangat kencang. Nantsu tersenyum puas dan sangat lega, karena semua rencananya berjalan dengan lancar. Sesekali dia melihat ke belakang dan melihat Grace yang masih tidak sadarkan diri di sana."Sebentar lagi Sayang, sebentar lagi!" Nantsu berujar dengan smirknya yang licik.2 jam lamanya Nantsu mengemudikan mobilnya, dia ha
Kemudian dia segera mencari kamar Marvel, dan ketika dia membuka pintu kamarnya dia tersenyum senang melihat Grace di sana. Akhirnya tujuannya akan tercapai yaitu merebut Grace dari Marvel dan membawanya pergi. Nantsu masuk dan menutup pintunya kembali. Terlihat seorang gadis sedang terlelap tidur di atas ranjang.'Oh, jika saja aku sedang tidak terburu-buru, akan aku pastikan kita akan bercinta saat ini juga,' batin Nantsu melongo menatap keindahan tubuh Grace meskipun dari belakang.Nantsu berjalan mendekat ke arah Grace dan duduk di sampingnya. Perlahan Nantsu membelai lembut pipi Grace membuat Grace terganggu dan mengerjap membuka matanya. Seketika Grace membuka matanya lebar dan menjauhi Nantsu."Apa yang kau lakukan?! Bagaimana bisa kau sampai di sini?! Untuk apa kau kemari?!!" bentak Nantsu merasa terkejut akan keberadaan Nantsu di kamar Marvel."Waktu kita tidak lama, pergilah bersamaku
"Ah tidak, aku akan menerimanya. Tapi aku tidak akan memakainya, bagaimana jika tergores, bagaimana jika hilang dan bagaimana jika kalung ini diambil orang. Aku akan menyimpannya, dan akan aku pakai lain kali di acara penting saja," lanjut Grace merasa sayang dengan kalung itu."Terserah padamu saja!" Marvel kembali memasukkan kalung itu pada kotak beludru itu dan menyerahkannya pada Grace.Grace menerima kotak itu dan menatap mata Marvel begitu dalam. Lalu dengan tiba-tiba dia berdiri dan meraih tengkuk Marvel Menciumnya dengan penuh kelembutan, memainkan lidah Marvel dan menyesapnya dalam. Marvel terkejut tetapi sangat menikmati ciuman ini, dia terkejut dengan ciuman Grace. Rasanya masih tidak percaya jika saat ini Grace sedang menciumnya. Grace melepas ciumannya dengan nafas yang masih tersenggal-senggal dan dengan cepat dia berlari ke kamar mandi menahan malu. Grace merutuki kebodohannya sendiri yang dengan tiba-tiba mencium Marvel.
Grace hanya diam dan kembali mengeratkan selimut untuk menutupi tubuhnya. Marvel berdiri dari duduknya dan mengambil sebuah buket bunga dan kotak beludru biru yang cukup mewah. Entah apa isinya tetapi Grace bisa menebak bahwa isinya pasti sebuah kalung atau perhiasan lainnya."Pilihlah salah satu, ini hadiah untukmu!" Marvel menyodorkan buket bunga sederhana di tangan kanannya yang menurut Grace itu benar-benar payah, karena bunga itu cukup berantakan dan dapat Grace tebak jika bunga itu dipetik dari kebun belakang, sementara kotak beludru biru di tangan kirinya."Hadiah? Untuk apa?" Grace menatap Davian bingung. Hari ini bukan hari ulang tahunnya lalu mengapa Marvel repot memberinya hadiah, Grace menggaruk tengkuknya yang tidak gatal."Untuk semalam."Grace yang semula menunduk kemudian menatap mata Davian. Ingatannya kembali kepada kejadian semalam, saat dirinya dengan paksa harus mengulum junior Marvel. Oh, sun
Marvel berjalan memasuki mobilnya dan berlalu pergi ke kantor meninggalkan mansion mewahnya. Setelah melihat mobil Marvel pergi, Grace bergegas masuk. Grace mulai menjalankan semua aktivitas paginya, tanpa tahu seseorang sedang mengawasinya dari jauh. Hari berlalu begitu cepat, jam menunjukkan pukul 7 malam. Dan benar saja, Marvel mengirimkan seseorang untuk meriasnya. Grace bingung dibuatnya, pasalnya dia tidak tahu alasan dibalik ini. Dia hanya bisa Grace semua perintah Marvel. Satu jam kemudian Grace sudah siap. Grace berdiri di depan cermin dan memandangi dirinya, dia menelan ludahnya sendiri.'Ke mana dia akan mengajakku pergi, mengapa aku harus memakai gaun terbuka seperti ini,' batin Grace menghela napasnya.Grace berjengit kaget ketika tiba-tiba seseorang memeluknya dari belakang. Marvel memeluk erat Grace dari belakang dan mendaratkan ciuman di leher jenjang Grace, kemudian menumpukkan dagunya di bahu Grace.
Jeol berhenti di tepi jalan yang sepi setelah tadi usai kebut-kebutan di jalanan. Jeol berteriak, memukul kepalanya sendiri dan berulang kali menghantam kemudinya dengan keningnya."Bego lo Jeol! Gila! Sinting!" maki Jeol pada dirinya sendiri."Dia Grace, istri Marvel, sahabat lo!" teriaknya yang tentu di tujukanpada dirinya sendiri."Jeol gila!" Lagi, Jeol kembali menghantam kemudi dengan keningnya sendiri."Kak ... jangan nyakitin diri sendiri." Sebuah suara halus, lembut dan begitu ia kenali membuat Jeol cepat-cepat mengangkat kepalanya, menatap kursi di sebelahnya yang semula kosong namun kini sudah terisi dengan objek kegilaannya tadi. Jeol berteriak, memukul kepalanya sendiri guna menghilangkan sosok Grace di sampingnya."Pergi Grace! Pergi!" teriak Jeol frustasi.Setelah bermenit-menit kemudian, baru Jeol berani membuka mata, di tatapnya kursi sebelahnya yang kini telah kosong seperti semula. Jeol lelah, ia menyandarkan punggung dan kepalan
la kembali ikut tertawa begitu melihat Bryan dikerjai oleh ayahnya, tawa kosong, tawa yang diam-diam di penuhi rasa iri hingga membuat matanya di isi buliran air yang siap jatuh kapan saja. Marvel yang sedari tadi memperhatikan istrinya, kini sedikit bergerak merapatkan kursinya agar lebih dekat pada istrinya. la genggam jemari Grace yang di letakkan di paha lalu membawanya ke pahanya sendiri. Begitu Grace mengalihkan tatapan ke arahnya, Marvel makin mengeratkan genggaman tangannya, ia berikan tatapan seteduh mungkin, sehangat yang ia bisa untuk menyalurkan rasa hangat pada istrinya. Grace tersenyum kecil, matanya yang sedikit memerah jadi menyipit kala bibirnya tertarik ke atas. "Mau nambah?" tanya Grace sebisa mungkin meredam rasa sesaknya. Marvel menggeleng, ia malah meletakkan sendoknya dan beralih mengusap pelan pipi Grace. "I'm here," bisik Marvel pelan, Grace mengangguk dengan mata memerahnya yang cepat-cepat ia usap dengan gerakan seolah mengusap hidungnya.
"Terus nanti kalau mogok lagi, Bapak gimana?" tanya Grace. "Gini ajalah, kebetulan di depan sana sekitaran beberapa meter lagi ada pom bensin. Bapak berhenti di situ, nanti saya carikan tukang bengkel yang bisa jemput Bapak," ucap Jeol pada Pak Didit. Grace kali ini setuju, Pak Didit pun mengiyakan. Sebelum menaiki mobil Jeol, Grace berjalan menuju mobilnya terlebih dahulu guna mengambil tasnya. Setelah segala macam barang bawaannya sudah di tangannya, Grace menghampiri Jeol dan Pak Didit yang masih menunggu. "Bapak duluan Pak, biar kita ngiringin di belakang," ucap Grace sebelum masuk ke dalam mobil Jeol. Setelah mobil Pak Didit melaju, barulah Jeol juga ikut melajukan mobilnya tepat di belakang mobil Pak Didit. Sementara Jeol sibuk menyetir, Grace sendiri sibuk mengistirahatkan badan. "Capek, ya?" tanya Jeol yang diangguki Grace. "Aku boleh numpang tidur nggak, Kak?" tanya Grace dengan suara lelah dan bercampur ngantuk. Jeol menoleh kearah Graxe
"Ya biarin," jawab Grace tak acuh.Marvel hanya tersenyum kecil, ia tahu Grace hanya ingin dirinya istirahat, tapi ya mau bagaimana lagi, pekerjaannya masih ada sedikit lagi, dan ia pun baru selesai makan. Dengan Grace masih berada di gendongan depannya, Marvel kembali menuju sofa tempatnya bekerja tadi, ia duduk di sana dengan Grace yang juga ikut duduk di pangkuannya. Marvel mulai kembali bekerja, sementara Grace hanya bisa cemberut karena Marvel kembali berkutat pada laptopnya.Merasakan gerakan abstrak jemari Grace di punggungnya, Marvel membujuk, "sebentar ya, ini dikit lagi selesai."Setelahnya, ia kembali fokus pada laptopnya. Dua keluarga besar kini sudah berkumpul memenuhi meja makan Marvel, para orang tua sedang asik berbincang sambil menunggu masakan siap di sajikan. Sementara Bryan dan Gio asik berdebat mengenai ajang badminton yang memang sedang diadakan di Korea. Marvel? Marvel ya Marvel, ia hanya akan bersuara ketika di tanya, atau bahkan hanya mengangg