Perjalanan panjang penuh cacian dan desahan yang melebur jadi satu itu langsung berakhir saat barisan mobil Rolls-Royce yang mendampingi sebuah mobil Limousine bergerak memasuki pekarangan. Pekarangan istana super mewah milik Marvel Zeroun Montefalco yang dipertegas dengan ukiran emas nama panjangnya di atas sebuah batu besar yang dikelilingi kumpulan bunga mawar merah. Lengkap dengan sebuah air mancur kecil yang terlihat sangat indah di bawah pendaran cahaya matahari. Marvel menarik tubuhnya dan dengan cepat merapikan kaus Grace untuk menutupi dadanya yang penuh dengan bekas merah. Pun tulang selangkanya yang kini bertebaran noda kissmark. Dalam air matanya yang masih berlinang, Grace coba untuk mengatur napasnya yang malah terdengar menggoda di telinga Marvel. Di telinga pria nakal yang terus mengecup bibirnya dan memainkan dadanya tanpa henti! Nakal! Seorang pelayan pria paruh baya membuka pintu mobil di hadapannya dan langsung membungkuk sopan begitu Tuan Mudanya berjalan melewa
"Sayang!"Sayup-sayup teriakan kencang Marvel yang mengisi genderang telinga Grace, perlahan memudar saat ia terus menggerakkan kakinya berlari pergi dari tempat itu. Menuruni undakan tangga, melewati beberapa lorong besar, terus berlari dengan ketakutan, dan baru berhenti saat dirinya menjejakkan kaki di antara pepohonan lebat nan rimbun. Sebelah tangannya bertopang pada sebuah pohon di dekatnya, sementara tangan lainnya menepuk-nepuk dadanya yang sesak karena berlari jauh tanpa pemanasan. Sejujurnya dia tidak menyangka jika mansion ini memiliki luas yang sangat spektakuler. Membuatnya sampai harus kehabisan napas, hanya karena ia berlari keluar dari rumah pria sialan itu menuju sisi lain dari rumah ini. Grace mengedarkan pandangannya ke sekeliling, dan baru menyadari bahwa dia telah memasuki sebuah hutan lebat. Oh, Grace berharap suatu hari nanti dia bisa memiliki rumah sebesar ini agar bisa memasang banyak perangkap jika suatu saat Marvel berusaha mengejarnya. Grace menoleh. T
"Aku menyukainya Pervey, aku menyukainya!"Pervey memutar bola matanya malas mendengar itu."Kau bisa kunjungi dia sesuka hatimu. Bukankah pintu rumahnya akan selalu terbuka untuk setiap tamu yang datang?""Ya! Tapi, tidak dengan pintu hatinya."Pria berkebangsaan Itali dengan cambang tipis di sekitar rahang kukuhnya itu, hanya bisa berdecak sebal mendengar itu."Apa yang kau ketahui tentang hati, perasaan, dan cinta Molina? Hentikan kata-kata bualan semacam itu."Maristella Anna Molina Orlain, wanita cantik berambut hitam legam dengan blus dan rok span hitam yang membentuk lekuk tubuhnya, berdecih sinis mendengar cibiran itu."Pria penyuka sesama jenis sepertimu tidak akan pernah memahami apa yang orang normal seperti aku rasakan," balasnya lalu menenggak alkohol miliknya."Jadi, tetaplah diam. Jalankan perintahku dan kau akan mendapatkan semua yang kau mau."Pervey mendesis tajam mendengar itu. Memandangi tubuh aduhai sahabat wanitanya yang kini berjalan
"Ponsel, kartu, dompet, parfum, dan beberapa make up yang mungkin kamu perlukan, sudah aku sediakan di dalamnya. Ambillah."Manik mata madu Grace melebar sejenak mendengar itu. Dia memandangi tas mewah yang masih tergenggam di tangan Marvel. Sejujurnya dia sedikit ragu untuk menerimanya, hanya saja ..."Marvel, aku ...""Tidak ada penolakan, Sayang," tandas Marvel yang langsung menyerahkannya langsung pada sebelah tangan Grace.Tubuhnya berjengit singkat saat kulit lembut itu bersentuhan dengan tangannya. Ini aneh. Bahkan setelah banyaknya jam yang mereka habiskan untuk bercinta, hal-hal menggelikan semacam ini belum juga bisa menghilang di antara mereka. Grace menyampirkan rambutnya canggung, pun Marvel yang langsung menggaruk tengkuknya yang tidak gatal."Lebih baik kita berangkat sekarang," ucap Marvel membuka suara. Grace mengangguk.Dan getaran aneh itu harus kembali ia rasakan saat Marvel menggenggam erat tangannya dan mengajaknya untuk melangkah bersama kelu
Satu lagi. Jika pria dingin yang tidak suka membuka suaranya seperti Marvel, tiba-tiba memaki Molina atas kekasaran wanita itu pada wanita yang kini berada di dekatnya, siapapun dia, pastilah memiliki arti yang sangat penting dalam kehidupan seorang Marvel Zeroun Montefalco. Grace menoleh takut saat mendengar namanya beberapa kali disebut oleh gerombolan wanita di dekatnya. Tubuhnya mengejang kaget saat Marvel tiba-tiba menarik dirinya untuk berlindung di balik punggungnya."Jangan lepas genggamanku."Grace seketika langsung terhenyak.Untuk sepersekian detik di dalam hidupnya, Grace dapat merasakan hatinya dipenuhi kehangatan asing yang belum pernah dia rasakan. Yang sukses untuk memancing air matanya untuk mengalir lebih deras. Ia menurunkan pandangannya pada sebelah tangannya yang tertaut erat pada Marvel. Pria itu nampak tidak mengendurkannya sedikitpun, membuatnya merasa tenang meski semua mata kini tertuju padanya."Aku benar-benar akan menghancurkan hidupmu, Molin
"Itu-"Sejenak Marvel terdiam canggung dengan kata-katanya sendiri."Kepalamu gak sakit saat aku mendudukkanmu kayak gini?"Segaris senyum menahan tawa, terlihat samar pada wajah Grace. Dia menggeleng, dan membiarkan Marvel mengecup puncak kepalanya lembut."Bersiap-siaplah, kita akan pergi ke Los Angeles sebentar lagi.""Untuk apa?""Aku harus bertemu dengan beberapa rekanku. Lagipula kamu gak ingin berbelanja?"Belanja? Sejujurnya kata kerja itu tidak pernah ada di dalam kamus kegiatannya. Jika yang dimaksudkan Marvel adalah berbelanja sayur-sayuran dan tepung terigu, maka dia sering melakukannya. Namun sepertinya bukanlah 'belanja' seperti itu yang dimaksudkan Marvel. Grace sering mendengar bahwa Los Angelesmerupakan kota maju yang indah dengan ribuan pakaian modis yang digunakan oleh seluruh artis dan banyaknya orang terkenal yang sengaja berlibur di kota itu. Los Angeles juga termasuk dalam salah satu kota pusat mode dunia, dengan kemewa
"BAGAIMANA JIKA SESUATU TERJADI PADANYA?! KAU MAU AKU MEMBUNUHMU?!" Marvel berteriak murka dan kembali melayangkan tinju kerasnya pada ulu hati Azlan. Pria muda bertubuh kekar itu hanya bisa terdiam pasrah menerima semua pukulan yang meremukkan dadanya itu."Sial! SIAL!" teriak Marvel lagi lalu mengacak-acak rambutnya kasar.Apa Azlan benar-benar sebodoh itu sampai dia berani mengijinkan Grace untuk pergi sendirian menuju tempat yang belum dia ketahui letaknya? Oh astaga, jika sesuatu terjadi pada wanita itu, Marvel bersumpah akan membunuh seluruh bawahannya dengan kedua tangannya sendiri. Menyiksanya kejam dan memberikan mayat-mayat mereka pada seluruh hewan buas peliharaannya.'Wanita itu ingin memilikimu seutuhnya. Dengan cara merusak kebun ganjamu, dan mungkin akan memakai Grace sebagai tak-tik selanjutnya. Jaga wanita itu baik-baik.'Marvel memejamkan matanya kesal. Setelah rapat panjang yang telah terjadi hari itu, rasanya dia makin tidak bisa berjauhan den
"Gimana tidurmu? Aku tebak kamu gak tidur semalam."Marvel menoleh mendengar itu. Bagaimana mungkin Grace bisa tahu jika dia tidak tidur semalaman? Apa dia sempat membuat Grace terbangun?"Kantung matamu terlihat gelap," ucap Grace lagi seolah mengerti dengan sorot penuh tanya yang diberikan padanya.Kedua tangannya yang tengah memeluk lengan kukuh Marvel, langsung turun dan ganti menggenggam tangan yang selama ini selalu membuatnya merasa aman."Kenapa kamu gak bangunkan aku? Aku bisa menemanimu.""Aku gak mau mengganggu tidurmu, Sayang," jawab Marvel pelan seraya mengetatkan tangannya yang sedang digenggam hangat oleh wanitanya.Kekalutan yang membayangi benaknya, berangsur-angsur menghilang saat perlahan dirinya mulai dialiri kehangatan yang menenangkan."Padahal aku gak keberatan untuk menemanimu kalau kamu membutuhkannya," balas Grace lalu menghela napas kesal. Marvel tersenyum samar melihat itu."Kehadiranmu di dekatku udah membuatku mer
Grace mengangguk, pandangannya yang sedang teredar pada pemandangan indah di sekitarnya, sesekali harus teralihkan kala Marvel menarik tangannya untuk berjalan mengikutinya. Langkah Marvel yang terlalu besar, seringkali membuat Grace kesulitan untuk menyeimbangkan langkah-langkahnya. Seperti tahu akan kesulitan yang dihadapi Grace, Marvel sesekali menghentikan langkahnya dan menunggu Grace untuk berjalan menghampirinya. Dengan riang dan senyum yang tidak mau lepas dari wajahnya. Keduanya terus berjalan dengan tangan yang saling mengenggam mesra. Melewati sebuah jalan batu sederhana yang akhirnya mengantarkam mereka pada sebuah telaga besar dengan air yang sangat jernih.Grace membulatkan bibirnya tidak percaya melihat pemandangan di hadapannya. Dia ingat sekali pernah membayangkan telaga yang dimaksudkan Marvel, dan memikirkan keindahannya hingga terlelap. Tapi dia tak pernah menyangka bahwa keindahan yang dia bayangkan, tidaklah ada apa-apanya dibandingkan apa yang dilih
"Sekarang buka gerbangnya, kalian bisa memastikannya saat aku sudah pergi," ujar Nantsu menatap sinis pada pengawal.Pengawal itu berpikir keras, mungkin saja itu benar. Nantsu adalah salah satu orang kepercayaan tuannya, jadi tidak mungkin dia berbohong."Baiklah, tetapi cepatlah kembali!" pengawal kemudian membuka gerbangnya.Tanpa mengacuhkan pengawal tersebut, Nantsu kemudian mengemudikan mobilnya dengan sangat kencang. Nantsu tersenyum puas dan sangat lega, karena semua rencananya berjalan dengan lancar. Sesekali dia melihat ke belakang dan melihat Grace yang masih tidak sadarkan diri di sana."Sebentar lagi Sayang, sebentar lagi!" Nantsu berujar dengan smirknya yang licik.2 jam lamanya Nantsu mengemudikan mobilnya, dia ha
Kemudian dia segera mencari kamar Marvel, dan ketika dia membuka pintu kamarnya dia tersenyum senang melihat Grace di sana. Akhirnya tujuannya akan tercapai yaitu merebut Grace dari Marvel dan membawanya pergi. Nantsu masuk dan menutup pintunya kembali. Terlihat seorang gadis sedang terlelap tidur di atas ranjang.'Oh, jika saja aku sedang tidak terburu-buru, akan aku pastikan kita akan bercinta saat ini juga,' batin Nantsu melongo menatap keindahan tubuh Grace meskipun dari belakang.Nantsu berjalan mendekat ke arah Grace dan duduk di sampingnya. Perlahan Nantsu membelai lembut pipi Grace membuat Grace terganggu dan mengerjap membuka matanya. Seketika Grace membuka matanya lebar dan menjauhi Nantsu."Apa yang kau lakukan?! Bagaimana bisa kau sampai di sini?! Untuk apa kau kemari?!!" bentak Nantsu merasa terkejut akan keberadaan Nantsu di kamar Marvel."Waktu kita tidak lama, pergilah bersamaku
"Ah tidak, aku akan menerimanya. Tapi aku tidak akan memakainya, bagaimana jika tergores, bagaimana jika hilang dan bagaimana jika kalung ini diambil orang. Aku akan menyimpannya, dan akan aku pakai lain kali di acara penting saja," lanjut Grace merasa sayang dengan kalung itu."Terserah padamu saja!" Marvel kembali memasukkan kalung itu pada kotak beludru itu dan menyerahkannya pada Grace.Grace menerima kotak itu dan menatap mata Marvel begitu dalam. Lalu dengan tiba-tiba dia berdiri dan meraih tengkuk Marvel Menciumnya dengan penuh kelembutan, memainkan lidah Marvel dan menyesapnya dalam. Marvel terkejut tetapi sangat menikmati ciuman ini, dia terkejut dengan ciuman Grace. Rasanya masih tidak percaya jika saat ini Grace sedang menciumnya. Grace melepas ciumannya dengan nafas yang masih tersenggal-senggal dan dengan cepat dia berlari ke kamar mandi menahan malu. Grace merutuki kebodohannya sendiri yang dengan tiba-tiba mencium Marvel.
Grace hanya diam dan kembali mengeratkan selimut untuk menutupi tubuhnya. Marvel berdiri dari duduknya dan mengambil sebuah buket bunga dan kotak beludru biru yang cukup mewah. Entah apa isinya tetapi Grace bisa menebak bahwa isinya pasti sebuah kalung atau perhiasan lainnya."Pilihlah salah satu, ini hadiah untukmu!" Marvel menyodorkan buket bunga sederhana di tangan kanannya yang menurut Grace itu benar-benar payah, karena bunga itu cukup berantakan dan dapat Grace tebak jika bunga itu dipetik dari kebun belakang, sementara kotak beludru biru di tangan kirinya."Hadiah? Untuk apa?" Grace menatap Davian bingung. Hari ini bukan hari ulang tahunnya lalu mengapa Marvel repot memberinya hadiah, Grace menggaruk tengkuknya yang tidak gatal."Untuk semalam."Grace yang semula menunduk kemudian menatap mata Davian. Ingatannya kembali kepada kejadian semalam, saat dirinya dengan paksa harus mengulum junior Marvel. Oh, sun
Marvel berjalan memasuki mobilnya dan berlalu pergi ke kantor meninggalkan mansion mewahnya. Setelah melihat mobil Marvel pergi, Grace bergegas masuk. Grace mulai menjalankan semua aktivitas paginya, tanpa tahu seseorang sedang mengawasinya dari jauh. Hari berlalu begitu cepat, jam menunjukkan pukul 7 malam. Dan benar saja, Marvel mengirimkan seseorang untuk meriasnya. Grace bingung dibuatnya, pasalnya dia tidak tahu alasan dibalik ini. Dia hanya bisa Grace semua perintah Marvel. Satu jam kemudian Grace sudah siap. Grace berdiri di depan cermin dan memandangi dirinya, dia menelan ludahnya sendiri.'Ke mana dia akan mengajakku pergi, mengapa aku harus memakai gaun terbuka seperti ini,' batin Grace menghela napasnya.Grace berjengit kaget ketika tiba-tiba seseorang memeluknya dari belakang. Marvel memeluk erat Grace dari belakang dan mendaratkan ciuman di leher jenjang Grace, kemudian menumpukkan dagunya di bahu Grace.
Jeol berhenti di tepi jalan yang sepi setelah tadi usai kebut-kebutan di jalanan. Jeol berteriak, memukul kepalanya sendiri dan berulang kali menghantam kemudinya dengan keningnya."Bego lo Jeol! Gila! Sinting!" maki Jeol pada dirinya sendiri."Dia Grace, istri Marvel, sahabat lo!" teriaknya yang tentu di tujukanpada dirinya sendiri."Jeol gila!" Lagi, Jeol kembali menghantam kemudi dengan keningnya sendiri."Kak ... jangan nyakitin diri sendiri." Sebuah suara halus, lembut dan begitu ia kenali membuat Jeol cepat-cepat mengangkat kepalanya, menatap kursi di sebelahnya yang semula kosong namun kini sudah terisi dengan objek kegilaannya tadi. Jeol berteriak, memukul kepalanya sendiri guna menghilangkan sosok Grace di sampingnya."Pergi Grace! Pergi!" teriak Jeol frustasi.Setelah bermenit-menit kemudian, baru Jeol berani membuka mata, di tatapnya kursi sebelahnya yang kini telah kosong seperti semula. Jeol lelah, ia menyandarkan punggung dan kepalan
la kembali ikut tertawa begitu melihat Bryan dikerjai oleh ayahnya, tawa kosong, tawa yang diam-diam di penuhi rasa iri hingga membuat matanya di isi buliran air yang siap jatuh kapan saja. Marvel yang sedari tadi memperhatikan istrinya, kini sedikit bergerak merapatkan kursinya agar lebih dekat pada istrinya. la genggam jemari Grace yang di letakkan di paha lalu membawanya ke pahanya sendiri. Begitu Grace mengalihkan tatapan ke arahnya, Marvel makin mengeratkan genggaman tangannya, ia berikan tatapan seteduh mungkin, sehangat yang ia bisa untuk menyalurkan rasa hangat pada istrinya. Grace tersenyum kecil, matanya yang sedikit memerah jadi menyipit kala bibirnya tertarik ke atas. "Mau nambah?" tanya Grace sebisa mungkin meredam rasa sesaknya. Marvel menggeleng, ia malah meletakkan sendoknya dan beralih mengusap pelan pipi Grace. "I'm here," bisik Marvel pelan, Grace mengangguk dengan mata memerahnya yang cepat-cepat ia usap dengan gerakan seolah mengusap hidungnya.
"Terus nanti kalau mogok lagi, Bapak gimana?" tanya Grace. "Gini ajalah, kebetulan di depan sana sekitaran beberapa meter lagi ada pom bensin. Bapak berhenti di situ, nanti saya carikan tukang bengkel yang bisa jemput Bapak," ucap Jeol pada Pak Didit. Grace kali ini setuju, Pak Didit pun mengiyakan. Sebelum menaiki mobil Jeol, Grace berjalan menuju mobilnya terlebih dahulu guna mengambil tasnya. Setelah segala macam barang bawaannya sudah di tangannya, Grace menghampiri Jeol dan Pak Didit yang masih menunggu. "Bapak duluan Pak, biar kita ngiringin di belakang," ucap Grace sebelum masuk ke dalam mobil Jeol. Setelah mobil Pak Didit melaju, barulah Jeol juga ikut melajukan mobilnya tepat di belakang mobil Pak Didit. Sementara Jeol sibuk menyetir, Grace sendiri sibuk mengistirahatkan badan. "Capek, ya?" tanya Jeol yang diangguki Grace. "Aku boleh numpang tidur nggak, Kak?" tanya Grace dengan suara lelah dan bercampur ngantuk. Jeol menoleh kearah Graxe
"Ya biarin," jawab Grace tak acuh.Marvel hanya tersenyum kecil, ia tahu Grace hanya ingin dirinya istirahat, tapi ya mau bagaimana lagi, pekerjaannya masih ada sedikit lagi, dan ia pun baru selesai makan. Dengan Grace masih berada di gendongan depannya, Marvel kembali menuju sofa tempatnya bekerja tadi, ia duduk di sana dengan Grace yang juga ikut duduk di pangkuannya. Marvel mulai kembali bekerja, sementara Grace hanya bisa cemberut karena Marvel kembali berkutat pada laptopnya.Merasakan gerakan abstrak jemari Grace di punggungnya, Marvel membujuk, "sebentar ya, ini dikit lagi selesai."Setelahnya, ia kembali fokus pada laptopnya. Dua keluarga besar kini sudah berkumpul memenuhi meja makan Marvel, para orang tua sedang asik berbincang sambil menunggu masakan siap di sajikan. Sementara Bryan dan Gio asik berdebat mengenai ajang badminton yang memang sedang diadakan di Korea. Marvel? Marvel ya Marvel, ia hanya akan bersuara ketika di tanya, atau bahkan hanya mengangg