Makan malam keluarga? Oh, hebat. Harusnya Marvel memberi Grace waktu selambat-lambatnya seminggu supaya Grace bisa bersiap dengan gaun atau sesuatu yang mungkin membuatnya pantas untuk bertemu dengan keluarga Hawk.
Tiga puluh menit!Grace mungkin bisa melakukan sesuatu dengan lulur atau berendam supaya tubuhnya lebih wangi. Yang jelas, semua itu tidak bisa dilakukan dalam tiga puluh menit. Grace bersyukur Marvel pernah membelikannya gaun. Itu satu-satunya gaun keren yang Grace miliki. Grace berharap Marvel tidak bosan menatapnya dengan gaun ini. Sekarang, Grace harus melakukan sesuatu dengan wajahnya. Astaga, bagaimana mungkin selama ini Grace tidak punya peralatan rias?! Pintu terketuk keras setelah Grace tercenung menatap bayang diri selama sepuluh menit penuh karena tak tahu harus melakukan apa pada dirinya sendiri. Grace merapikan rambutnya dan mengikat ke belakang. Memulas sedikit pewarna ke bibirnya. Semoga Marvel yang menunggunya baik-baik saja dengan penampilan Gra"Oh, lihat, siapa yang bicara," balas Quan."Kalian keturunan orang bebal, keras kepala setengah mati, jadi jangan mengatai satu sama lain. Kalian sama saja."Marvel tidak menyanggah karena ia sendiri juga pernah melakukan hal yang Ian lakukan."Jadi, kupikir Restha sedang marah?""Sepertinya akan sulit mengaturnya," desah Filawan."Kita bisa meninggalkan Ian di rumah bersama Nini dan Skylar. Kita tidak punya waktu untuk membujuknya ikut.""Aku akan tinggal di rumah," kata Zuela mendongak menatap ayahnya."Mungkin aku yang bersalah dan aku memang cengeng."Marvel bisa melihat dari mana sifat bijaksana itu berasal, dari mana lagi jika bukan dari Quan yang selalu tegar. Marvel melirik adik ibunya yang tersenyum pada Zuela. Gadis itu mengusap pipinya dan terlihat mudah bangkit dari kesedihannya."Itu baru putriku," kata Filawan.Kemudian, dia mengecup puncak kepala Zuela. Zuela berlari ke lantai dua untuk menyusul saudaranya. Marvel men
Untuk pertama kalinya, sejak ketegangan di apartemen karena mereka pun tak sempat berkemas, Virk tertawa. Sebenarnya, Marvel dan Virk punya karakter sama yang tidak mudah terkesan dan sulit tertawa. Namun setiap kali tawa Virk hadir, Grace bisa melihat bahwa Virk ternyata sangat cantik dan anggun terlepas dari penampilannya."Ya, itu sialan juga. Sumpah, aku hampir mencapai limit visaku. Jika bukan karena kakekku bersikeras memberiku sedikit uang, aku tak akan sanggup membeli dua tiket kelas satu. Aku akan memikirkan bagaimana kita membayar uang taksi. Astaga, Ayahku akan membunuhku. Tapi, kupikir dia akan tahu mengapa aku menggunakan uang itu. Kurasa dia setuju jika aku mengajakmu. Jangan sungkan. Kau tak perlu menggantinya. Aku yang memaksamu ikut."Virk tersenyum."Aku tahu Marvel pasti sangat membutuhkanmu. Mungkin, saat ini, hanya kau yang bisa mengendalikan Marvel. Aku tahu persis dia seperti apa. Dia seperti kehilangan seluruh bebannya ketika bersamamu. Dia mem
Grace memikirkan kebenaran kata-kata Marvel. Dia tak punya apa-apa untuk memberi Marvel. Dia tak bisa melakukan apapun karena dia hanya Grace Rania Mirza yang ditarik Marvel dalam kehidupannya. Grace mengangkat kepala dan hanya ada punggung Marvel yang menjauh. Dia tak mengkhawatir apapun saat ini selain pria yang dicintainya terlihat begitu hancur.Astaga, hati Grace juga hancur. Dia mencintai Marvel dengan seluruh hidupnya dan Grace bisa melakukan sesuatu, apa saja, untuk Marvel. Dia bahkan rela memberikan sisa-sisa terakhir apapun miliknya. Grace rela mengosongkan dirinya untuk Marvel. Grace kembali mengejar Marvel dan sebisa mungkin meraih Marvel dalam pelukannya. Marvel membeku ketika pelukan itu begitu erat. Grace tersengal di punggung Marvel dan kesulitan merangkai kata-kata."Aku ... mencintaimu. Aku ... akan ... melakukan apapun, Vel. Apapun. Untukmu."Marvel tegang di balik pelukan Grace. Tangan Marvel mencengkeram tangan Grace kuat-kuat dan Grace merasakan
"Benar. Aku gak akan punya seseorang yang bisa kuanut. Gimana jika aku berakhir sama seperti Eze? Aku gak pernah mau meniru Filawan. Aku gak mau disamakan dengan Filawan. Aku takut jadi seorang bajingan yang lari dari tanggung jawab. Aku menyukai mesin seperti Eze, aku menjalankan bisnis seperti Eze, aku ingin menjadi Eze. Tapi, aku gak mau menjadi Eze yang ingkar janji. Aku gak mau menjadi seorang Eze yang mengingkari janjinya."Grace menggeleng."Gak Dad. Kamu gak perlu jadi siapapun untuk jadi dirimu. Aku hanya ingin Marvel yang memborong seluruh diriku. Aku ingin Marvel yang hanya tertawa ketika di depanku―ya, aku berharap kamu lebih ramah di depan orang lain."Marvel tersenyum segaris."Dan jika aku mati, aku rela kamu menjalani hidup yang lebih baik dengan wanita lain.""Gak," desis Marvel."Kamu bisa bicara enggak," tukas Grace."Tapi, kamu gak pernah tahu apa yang a nokan terjadi di masa depan. Begitupun dengan Ayah Virk. Dia gak tahu akan
Grace menatap Marvel di sampingnya. Menyandarkan kepalanya di bahu Marvel hingga pria itu sedikit bergeser dalam tidurnya. Grace mengecup pipi Marvel untuk banyak kata terima kasih yang tak bisa dia ucapkan. Grace bersumpah sampai kapanpun tak akan berhenti menyerah untuk mendampingi Marvel. Grace baru akan memejamkan mata untuk menikmati posisinya saat ini ketika dia merasakan sentakan keras hingga membuat beberapa penumpang memekik. Grace menarik diri dari pelukan Marvel. Orang-orang mulai panik dan berdiri. Pramugari bergerak cepat untuk menenangkan mereka. Suara interkom berkumandang. Pengisi suaranya bersuara berat namun tetap tenang―mungkin itu taktik. Semua orang tergugu mendengar orang itu berbicara."Kita akan mengalami guncangan. Tolong tetap di kursi dan kencangkan sabuk pengaman Anda. Jangan lupa menaikkan nampan. Guncangannya akan cukup keras. Para pramugari, silakan duduk."Grace terdiam di posisinya. Marvel berada di dekat jendela dan sepertinya guncangan ba
Marvel ingin merangsek untuk menampar mulut tua yang lancang itu. Tapi, dia terpaksa menahan diri karena tidak mau terlibat dalam penganiayaan. Dia tidak mau berurusan dengan polisi menjelang hari pernikahannya."Jangan bicara apapun tentang Ayahku!" teriak Grace cukup kuat hingga Marvel yakin suaranya bisa terdengar tetangga."Kamu gak tahu apa-apa tentang Ayahku!""Sudah!" sela Marvel.Dia menarik Grace ke mobil. Dia sempat memelototi Latuish yang terpekur di depan pintu rumahnya. Kemudian, wanita itu menutup rumah sambil membanting pintu keras-keras. Ketika Marvel masuk ke mobilnya, Grace sudah terisak-isak. Marvel mengerti kegugupan wanita itu belum cukup teratasi, tapi dia justru dikejutkan dengan apapun omong kosong yang Latuish berikan."Itu gak benar," ujar Grace lirih.Dia melipat lengan di dasbor dan menyembunyikan wajah di sana."Ayahku gak seperti itu."Marvel ingin memeluk Grace untuk menenangkan wanita itu, tapi pertama-tama dia
Grace tersentak ketika lengan Marvel mencari-cari, sementara mata pria itu masih terpejam. Grace bingung harus melakukan apa. Beringsut atau menyerahkan diri pada kekasihnya? Ketika lengan Marvel tidak mendapatkan apa yang diinginkannya, pria itu membuka satu matanya. Marvel memutar tubuhnya dan mengerjapkan matanya untuk mengumpulkan kesadaran."Selamat pagi, Grace," ujar Marvel dengan suara khas bangun tidurnya."Pagi," cicit Grace.Dia tak tahu mengapa rasanya begitu gugup. Padahal setiap harinya mereka bangun di ranjang yang sama. Ucapan selamat pagi adalah hal yang lazim mereka lakukan."Kamu tahu apa yang kusyukuri hari ini?""Hum?"Marvel tersenyum lebar seraya menatap Grace."Pertama, aku sekarang punya gadisku. Aku akan bangun seperti ini setiap harinya. Ya, meskipun kita sudah sering melakukan itu. Kedua, aku bersyukur karena gak harus berangkat ke hotel. Aku bisa bergelung sepanjang hari bersamamu dan kita tidak akan memikirkan hal lainn
"Kau sama sekali tidak membantu," ujar Quan.Latuish melarikan jemari ke rambut berubannya. Ia menatap dingin pada Grace."Aku memang emosi waktu itu. Aku terkejut dengan kehadiranmu dan pria pirang itu. Tetapi, aku telah mengatakan yang sebenarnya. Itulah alasan mengapa aku tak pernah berada di sekitar keluarga Jahy. Dia berusaha membangun kehidupan baru bersama pria itu, meninggalkanku dan ... segalanya." Ia menghela napas."Tunggu sebentar."Ketika Latuish telah melangkah ke dalam rumah, Aihara masih mengamati Grace di tempatnya berdiri. Ia maju selangkah demi selangkah hingga jaraknya hanya beberapa kaki dari Grace."Aku tahu siapa itu Jahy," kata Aihara."Dia kakak nomor 2 di keluarga Ibuku," ujar Grace.Aihara mengangguk."Aku ... melihat foto ibuku dan Bibi Rinrada ketika mereka remaja. Bibi Jahy ... dia ... mirip kau."Grace tersenyum. Hatinya berdesir dengan keramahan yang ditawarkan Aihara. Grace menatap Quan yang terkejut melih
"Sekarang buka gerbangnya, kalian bisa memastikannya saat aku sudah pergi," ujar Nantsu menatap sinis pada pengawal.Pengawal itu berpikir keras, mungkin saja itu benar. Nantsu adalah salah satu orang kepercayaan tuannya, jadi tidak mungkin dia berbohong."Baiklah, tetapi cepatlah kembali!" pengawal kemudian membuka gerbangnya.Tanpa mengacuhkan pengawal tersebut, Nantsu kemudian mengemudikan mobilnya dengan sangat kencang. Nantsu tersenyum puas dan sangat lega, karena semua rencananya berjalan dengan lancar. Sesekali dia melihat ke belakang dan melihat Grace yang masih tidak sadarkan diri di sana."Sebentar lagi Sayang, sebentar lagi!" Nantsu berujar dengan smirknya yang licik.2 jam lamanya Nantsu mengemudikan mobilnya, dia ha
Kemudian dia segera mencari kamar Marvel, dan ketika dia membuka pintu kamarnya dia tersenyum senang melihat Grace di sana. Akhirnya tujuannya akan tercapai yaitu merebut Grace dari Marvel dan membawanya pergi. Nantsu masuk dan menutup pintunya kembali. Terlihat seorang gadis sedang terlelap tidur di atas ranjang.'Oh, jika saja aku sedang tidak terburu-buru, akan aku pastikan kita akan bercinta saat ini juga,' batin Nantsu melongo menatap keindahan tubuh Grace meskipun dari belakang.Nantsu berjalan mendekat ke arah Grace dan duduk di sampingnya. Perlahan Nantsu membelai lembut pipi Grace membuat Grace terganggu dan mengerjap membuka matanya. Seketika Grace membuka matanya lebar dan menjauhi Nantsu."Apa yang kau lakukan?! Bagaimana bisa kau sampai di sini?! Untuk apa kau kemari?!!" bentak Nantsu merasa terkejut akan keberadaan Nantsu di kamar Marvel."Waktu kita tidak lama, pergilah bersamaku
"Ah tidak, aku akan menerimanya. Tapi aku tidak akan memakainya, bagaimana jika tergores, bagaimana jika hilang dan bagaimana jika kalung ini diambil orang. Aku akan menyimpannya, dan akan aku pakai lain kali di acara penting saja," lanjut Grace merasa sayang dengan kalung itu."Terserah padamu saja!" Marvel kembali memasukkan kalung itu pada kotak beludru itu dan menyerahkannya pada Grace.Grace menerima kotak itu dan menatap mata Marvel begitu dalam. Lalu dengan tiba-tiba dia berdiri dan meraih tengkuk Marvel Menciumnya dengan penuh kelembutan, memainkan lidah Marvel dan menyesapnya dalam. Marvel terkejut tetapi sangat menikmati ciuman ini, dia terkejut dengan ciuman Grace. Rasanya masih tidak percaya jika saat ini Grace sedang menciumnya. Grace melepas ciumannya dengan nafas yang masih tersenggal-senggal dan dengan cepat dia berlari ke kamar mandi menahan malu. Grace merutuki kebodohannya sendiri yang dengan tiba-tiba mencium Marvel.
Grace hanya diam dan kembali mengeratkan selimut untuk menutupi tubuhnya. Marvel berdiri dari duduknya dan mengambil sebuah buket bunga dan kotak beludru biru yang cukup mewah. Entah apa isinya tetapi Grace bisa menebak bahwa isinya pasti sebuah kalung atau perhiasan lainnya."Pilihlah salah satu, ini hadiah untukmu!" Marvel menyodorkan buket bunga sederhana di tangan kanannya yang menurut Grace itu benar-benar payah, karena bunga itu cukup berantakan dan dapat Grace tebak jika bunga itu dipetik dari kebun belakang, sementara kotak beludru biru di tangan kirinya."Hadiah? Untuk apa?" Grace menatap Davian bingung. Hari ini bukan hari ulang tahunnya lalu mengapa Marvel repot memberinya hadiah, Grace menggaruk tengkuknya yang tidak gatal."Untuk semalam."Grace yang semula menunduk kemudian menatap mata Davian. Ingatannya kembali kepada kejadian semalam, saat dirinya dengan paksa harus mengulum junior Marvel. Oh, sun
Marvel berjalan memasuki mobilnya dan berlalu pergi ke kantor meninggalkan mansion mewahnya. Setelah melihat mobil Marvel pergi, Grace bergegas masuk. Grace mulai menjalankan semua aktivitas paginya, tanpa tahu seseorang sedang mengawasinya dari jauh. Hari berlalu begitu cepat, jam menunjukkan pukul 7 malam. Dan benar saja, Marvel mengirimkan seseorang untuk meriasnya. Grace bingung dibuatnya, pasalnya dia tidak tahu alasan dibalik ini. Dia hanya bisa Grace semua perintah Marvel. Satu jam kemudian Grace sudah siap. Grace berdiri di depan cermin dan memandangi dirinya, dia menelan ludahnya sendiri.'Ke mana dia akan mengajakku pergi, mengapa aku harus memakai gaun terbuka seperti ini,' batin Grace menghela napasnya.Grace berjengit kaget ketika tiba-tiba seseorang memeluknya dari belakang. Marvel memeluk erat Grace dari belakang dan mendaratkan ciuman di leher jenjang Grace, kemudian menumpukkan dagunya di bahu Grace.
Jeol berhenti di tepi jalan yang sepi setelah tadi usai kebut-kebutan di jalanan. Jeol berteriak, memukul kepalanya sendiri dan berulang kali menghantam kemudinya dengan keningnya."Bego lo Jeol! Gila! Sinting!" maki Jeol pada dirinya sendiri."Dia Grace, istri Marvel, sahabat lo!" teriaknya yang tentu di tujukanpada dirinya sendiri."Jeol gila!" Lagi, Jeol kembali menghantam kemudi dengan keningnya sendiri."Kak ... jangan nyakitin diri sendiri." Sebuah suara halus, lembut dan begitu ia kenali membuat Jeol cepat-cepat mengangkat kepalanya, menatap kursi di sebelahnya yang semula kosong namun kini sudah terisi dengan objek kegilaannya tadi. Jeol berteriak, memukul kepalanya sendiri guna menghilangkan sosok Grace di sampingnya."Pergi Grace! Pergi!" teriak Jeol frustasi.Setelah bermenit-menit kemudian, baru Jeol berani membuka mata, di tatapnya kursi sebelahnya yang kini telah kosong seperti semula. Jeol lelah, ia menyandarkan punggung dan kepalan
la kembali ikut tertawa begitu melihat Bryan dikerjai oleh ayahnya, tawa kosong, tawa yang diam-diam di penuhi rasa iri hingga membuat matanya di isi buliran air yang siap jatuh kapan saja. Marvel yang sedari tadi memperhatikan istrinya, kini sedikit bergerak merapatkan kursinya agar lebih dekat pada istrinya. la genggam jemari Grace yang di letakkan di paha lalu membawanya ke pahanya sendiri. Begitu Grace mengalihkan tatapan ke arahnya, Marvel makin mengeratkan genggaman tangannya, ia berikan tatapan seteduh mungkin, sehangat yang ia bisa untuk menyalurkan rasa hangat pada istrinya. Grace tersenyum kecil, matanya yang sedikit memerah jadi menyipit kala bibirnya tertarik ke atas. "Mau nambah?" tanya Grace sebisa mungkin meredam rasa sesaknya. Marvel menggeleng, ia malah meletakkan sendoknya dan beralih mengusap pelan pipi Grace. "I'm here," bisik Marvel pelan, Grace mengangguk dengan mata memerahnya yang cepat-cepat ia usap dengan gerakan seolah mengusap hidungnya.
"Terus nanti kalau mogok lagi, Bapak gimana?" tanya Grace. "Gini ajalah, kebetulan di depan sana sekitaran beberapa meter lagi ada pom bensin. Bapak berhenti di situ, nanti saya carikan tukang bengkel yang bisa jemput Bapak," ucap Jeol pada Pak Didit. Grace kali ini setuju, Pak Didit pun mengiyakan. Sebelum menaiki mobil Jeol, Grace berjalan menuju mobilnya terlebih dahulu guna mengambil tasnya. Setelah segala macam barang bawaannya sudah di tangannya, Grace menghampiri Jeol dan Pak Didit yang masih menunggu. "Bapak duluan Pak, biar kita ngiringin di belakang," ucap Grace sebelum masuk ke dalam mobil Jeol. Setelah mobil Pak Didit melaju, barulah Jeol juga ikut melajukan mobilnya tepat di belakang mobil Pak Didit. Sementara Jeol sibuk menyetir, Grace sendiri sibuk mengistirahatkan badan. "Capek, ya?" tanya Jeol yang diangguki Grace. "Aku boleh numpang tidur nggak, Kak?" tanya Grace dengan suara lelah dan bercampur ngantuk. Jeol menoleh kearah Graxe
"Ya biarin," jawab Grace tak acuh.Marvel hanya tersenyum kecil, ia tahu Grace hanya ingin dirinya istirahat, tapi ya mau bagaimana lagi, pekerjaannya masih ada sedikit lagi, dan ia pun baru selesai makan. Dengan Grace masih berada di gendongan depannya, Marvel kembali menuju sofa tempatnya bekerja tadi, ia duduk di sana dengan Grace yang juga ikut duduk di pangkuannya. Marvel mulai kembali bekerja, sementara Grace hanya bisa cemberut karena Marvel kembali berkutat pada laptopnya.Merasakan gerakan abstrak jemari Grace di punggungnya, Marvel membujuk, "sebentar ya, ini dikit lagi selesai."Setelahnya, ia kembali fokus pada laptopnya. Dua keluarga besar kini sudah berkumpul memenuhi meja makan Marvel, para orang tua sedang asik berbincang sambil menunggu masakan siap di sajikan. Sementara Bryan dan Gio asik berdebat mengenai ajang badminton yang memang sedang diadakan di Korea. Marvel? Marvel ya Marvel, ia hanya akan bersuara ketika di tanya, atau bahkan hanya mengangg