"Sayang."
Suara itu, akhirnya ia mendengarnya lagi. Grace memandangi pria dalam balutan kaus hitam polos yang baru datang itu melalui pantulan cermin sambil tetap menghapus sisa riasannya. Dia membasuh wajahnya lalu mengeringkannya dengan cepat. Marvel tersenyum samar sambil tetap memperhatikan setiap gerak-gerik wanita itu. Bagai mimpi indah yang terjadi, Marvel merasa hatinya sangat berbunga-bunga hari ini. Dan senyumnya langsung terkembang begitu melihat cincin permata yang telah diberinya melingkar manis pada sebelah tangan Grace yang sedang merapikan rambut panjangngya."Cincin itu cocok sekali denganmu. Sangat cantik seperti dirimu."Grace hanya membalasnya dengan tersenyum meski debar di jantungnya mulai tidak karuan. Dia berusaha mengalihkan fokusnya dari Marvel yang sejak tadi mengawasi setiap gerak-geriknya tanpa henti. Tubuhnya tiba-tiba terdorong lembut saat Marvel memegang kedua bahunya, membuat mata mereka bertemu dan terkunci untuk beberapa saat. TanganMarvel mendengus pelan begitu tangan-tangan wanita di sekelilingnya itu mulai menyentuh wajahnya lalu menyandarkan tubuh mereka pada dada bidangnya dengan manja. Secara gamblang, Marvel memang sama sekali tidak bereaksi. Dia hanya diam dan menikmatinya sementara minuman dalam gelasnya sudah terisi berkali-kali. Seorang wanita dengan dress mini berwarna biru tua menggelayutkan tangannya pada leher Marvel lalu menyandarkan kepalanya, disusul oleh seorang wanita berambut coklat di sebelahnya yang mulai memainkan rambutnya lembut. Kesadaran Marvel yang makin menurun karena minuman yang diminumnya bersamaan dengan naluri kelaki-lakiannya yang merespons seluruh kecupan itu, membuatnya tak sadar bahwa jarum jam telah bergerak melewati dini hari. Barulah setelah dia menguap dan mengecek ponselnya, matanya terbelalak. Ada beberapa pesan dan panggilan tidak terjawab di sana. Tubuhnya sontak menegang, bagaimana mungkin dia lupa kalau sudah meninggalkan wanitanya sendirian di supermarket padaha
"Aku gak mau membuat kekasihku menunggu lebih lama lagi," godanya membuat sebuah senyum kembali muncul pada wajah Grace. Marvel melepas jasnya dan langsung memeluk wanitanya hangat."Aku merindukanmu, Sayang. Sepi sekali rasanya harus tidur sendirian tanpamu."Rona-rona kebahagiaan, muncul di kedua pipi Grace yang tengah mengulum senyumnya. Dia tidak tahu perasaannya yang sebenarnya pada Marvel. Hanya memutuskan untuk tetap bersikap baik nyatanya membuat perasaan yang ditahannya itu kian terkikis setiap harinya. Dan bahkan ia tidak tahu apa ria masih bersandiwara sekarang atau justru mengikuti kata hatinya."Kamu gak merindukanku, Sayang?""A-aku merindukanmu."Marvel mengurai pelukannya dengan tatap curiga."Benarkah?"Entah kenapa perasaannya sempat tidak enak semalam saat memikirkan Grace."Tentu. Terasa berbeda saat tidur sendirian di kamar yang seluas itu," ucap Grace berbohong, padahal semalam dia tidur dengan pulas sekali karena pulang
Grace membuka matanya yang langsung memicing kala cahaya terang yang menembus di celah-celah tirai menyentuh pandangannya. Dia menoleh, Marvel sudah tidak ada di sana. Lebih tepatnya pria itu sepertinya tidak tidur di sebelahnya karena tempatnya masih rapi, sama seperti bagaimana semalam terakhir dia melihatnya. Grace menghela napas panjang. Kedua tangannya bergantian memijit pelipisnya yang berdenyut karena menangis semalaman. Dia berusaha untuk tidak memikirkannya lagi pagi ini, tapi entah kenapa bayangan kejadian semalam di mana Marvel menginjak-injak bunga yang diberikan untuknya langsung membuat hatinya panas. Dasar pria semena-menaDia melangkahkan kakinya menuju kamar mandi dan bersiap. Bahkan setelah banyaknya air mata yang ia keluarkan semalam juga saat air mengguyur tubuhnya, hatinya masih berharap bisa melihat Marvel pagi ini. Tapi nihil, para pelayan hanya mengatakan jika pria itu sudah pergi sejak semalam dan belum kembali lagi. Grace hanya mengiyakan datar meski d
terbelalak begitu Marvel menyuruh wanita itu mengemudikan mobilnya. Apa itu artinya Marvel akan membawanya pergi? Ke mana? Lian hanya berharap semoga dia tidak membawa wanita jalang itu ke rumah. Dan ternyata dugaannya salah. Grace baru saja selesai merias wajahnya. Wajah yang pucat dengan mata sembab. Tubuhnya jadi melemah hari ke hari, entah pusing, mual, setiap hari dia merasakannya. Sebelah tangannya segera meraih kunci mobilnya yang tergeletak lalu melangkah pergi.Baru saja ia menuruni undakan tangga yang pertama, matanya dikejutkan dengan kehadiran Marvel yang terlihat sangat berantakan dengan wajah memerah. Bau alkohol juga rokok yang sangat menyengat langsung membuat perutnya mual. Tapi, dia menahannya, dan memberanikan diri mendekati pacarnya itu."Vel."Air matanya langsung jatuh begitu tangannya kembali bisa menyentuh wajah pria itu. Wajah yang sudah dia rindukan selama dua minggu terakhir. Marvel sempat menggeliat pelan sebelum membuka matanya perla
"Aku sudah meminta Arata dan Devonn untuk berbelanja. Mungkin mereka akan tiba nanti sore."Grace mengangguk lesu, mengedarkan pandangannya ke sekeliling lalu menghela napas pelan."Terima kasih banyak, Aizen."Aizen balas mengangguk dengan senyum hangat di wajahnya."Kau harus makan setelah ini, aku ingat kau belum makan sejak tadi." Grace tertawa pelan mendengarnya."Perutku mual, rasanya aku tidak bisa makan apapun saat ini.""Mungkin karena kau sudah lama tidak pergi dengan pesawat?" gurau Aizen yang langsung membeku begitu Grace melontarkan jawaban padanya.Aizen mendesah kasar mendengar itu. Grace benar, jika saja wanita itu sudah sejak awal memberitahunya mengenai hal ini, ia tidak mungkin membawanya pergi ratusan kilometer jauhnya dari New York."Kau harusnya katakan sejak awal padaku, Grace. Bagaimana jika—""Nyatanya aku baik-baik saja sekarang," sela Grace lalu menyeringai lembut."Sudahlah Aizen."Aizen terheny
Grace memejamkan matanya dan membiarkan air mata itu kembali menuruni wajahnya, menyapu seluruh riasan tipisnya bersama air mata kesedihan yang dia keluarkan. Mungkin dia bisa saja tidak kembali. Dan sejauh apapun dia coba untuk berpisah, akan selalu membuatnya merindukan pria itu. Benar-benar menyebalkan. Grace tersentak begitu mendapati ponselnya bergetar tanda ada panggilan yang masuk. Dan nama seseorang yang terpampang di layarnya membuat dia menyingkirkan ponsel itu asal."Kau tidak angkat teleponnya?" tanya Aizen yang baru saja melangkah masuk ke dalam kamar.Grace menggeleng samar lalu mematikan ponselnya lagi saat panggilan itu selesai. Aizen duduk di tepi kasur lalu memandangi wanita di hadapannya lekat-lekat. Grace terdiam murung, entah mengapa ada rasa takut di hatinya untuk bertemu dengan Marvel lagi."Aku tidak bisa Zen," tuturnya pelan."Kenapa?" balas Aizen lembut.Dia merapihkan selimut yang dipakai Grace lalu kembali memandanginya dengan han
Di dalam kamar, Deven terus meluruhkan air matanya. Berapa kalipun dia mengusapnya, rasanya percuma. Pria tua itu pun bangkit dari duduknya begitu mendengar panggilan putra sulungnya. Dia amati foto pernikahannya dengan Noza 38 tahun lalu yang menggantung di dinding."Noza-ku ..." Deven menekan dadanya yang sesak, kemudian menyeka air matanya."Daddy."Deven tersenyum begitu bersitatap dengan Marvel."Semua orang menunggu di bawah. Aku akan panggil Wei."Deven mengangguk. Marvel berjalan menuju kamar adiknya. Jeritan gadis itu terus terdengar. Ia buka pintu kamar Wei. Begitu terbuka, tubuh Wei terlempar padanya. Marvel menangkapnya dengan sigap. Di balik badan adiknya, netra Marvel bertemu dengan milik Lones yang kepayahan."Kakak! Ayo, bangunkan Mommy!""Kau tidak lihat?""Huh?" Gadis itu terdiam."Bukan hanya kamu yang kehilangan Mommy."Air mata Wei kembali mengalir."Kakakmu ini ..." Marvel menepuk dada kirinya." ... r
Lagi-lagi air mata Grace bergulir mendengar itu."Bagaimana dengan anak yang ada pada Ginie? Aku tidak sanggup membayangkannya."Aizen terdiam mendengarnya, ia kembali mengusap wajah Grace perlahan."Anak yang dikandung Ginie, bukanlah anaknya Grace. Aku sudah mendengarnya sendiri dari Marvel, hanya aku belum melihat bukti-buktinya.""Benarkah?"Anggukan yang diberikan Aizen memberikan perasaan aneh yang muncul pada dada Grace. Sebuah perasaan ringan yang sarat akan kebahagiaan. Tapi, bisa saja pria itu memanipulasinya dan mengancam Ginie untuk tidak mengakui anak itu adalah anaknya, mungkin saja begitu."Mungkin Marvel membayar Ginie untuk menutup mulutnya.""Tidak, dia bukan lagi pria seperti itu Grace. Dia sudah berubah.""Tapi—""Aku akan bawakan bukti-buktinya jika aku sudah mendapatkannya langsung dari Marvel."Grace mendesah kasar mendengarnya. Bagaimanapun juga,Aizen pasti akan memintanya untuk kembali. Meski sejujurnya
"Sekarang buka gerbangnya, kalian bisa memastikannya saat aku sudah pergi," ujar Nantsu menatap sinis pada pengawal.Pengawal itu berpikir keras, mungkin saja itu benar. Nantsu adalah salah satu orang kepercayaan tuannya, jadi tidak mungkin dia berbohong."Baiklah, tetapi cepatlah kembali!" pengawal kemudian membuka gerbangnya.Tanpa mengacuhkan pengawal tersebut, Nantsu kemudian mengemudikan mobilnya dengan sangat kencang. Nantsu tersenyum puas dan sangat lega, karena semua rencananya berjalan dengan lancar. Sesekali dia melihat ke belakang dan melihat Grace yang masih tidak sadarkan diri di sana."Sebentar lagi Sayang, sebentar lagi!" Nantsu berujar dengan smirknya yang licik.2 jam lamanya Nantsu mengemudikan mobilnya, dia ha
Kemudian dia segera mencari kamar Marvel, dan ketika dia membuka pintu kamarnya dia tersenyum senang melihat Grace di sana. Akhirnya tujuannya akan tercapai yaitu merebut Grace dari Marvel dan membawanya pergi. Nantsu masuk dan menutup pintunya kembali. Terlihat seorang gadis sedang terlelap tidur di atas ranjang.'Oh, jika saja aku sedang tidak terburu-buru, akan aku pastikan kita akan bercinta saat ini juga,' batin Nantsu melongo menatap keindahan tubuh Grace meskipun dari belakang.Nantsu berjalan mendekat ke arah Grace dan duduk di sampingnya. Perlahan Nantsu membelai lembut pipi Grace membuat Grace terganggu dan mengerjap membuka matanya. Seketika Grace membuka matanya lebar dan menjauhi Nantsu."Apa yang kau lakukan?! Bagaimana bisa kau sampai di sini?! Untuk apa kau kemari?!!" bentak Nantsu merasa terkejut akan keberadaan Nantsu di kamar Marvel."Waktu kita tidak lama, pergilah bersamaku
"Ah tidak, aku akan menerimanya. Tapi aku tidak akan memakainya, bagaimana jika tergores, bagaimana jika hilang dan bagaimana jika kalung ini diambil orang. Aku akan menyimpannya, dan akan aku pakai lain kali di acara penting saja," lanjut Grace merasa sayang dengan kalung itu."Terserah padamu saja!" Marvel kembali memasukkan kalung itu pada kotak beludru itu dan menyerahkannya pada Grace.Grace menerima kotak itu dan menatap mata Marvel begitu dalam. Lalu dengan tiba-tiba dia berdiri dan meraih tengkuk Marvel Menciumnya dengan penuh kelembutan, memainkan lidah Marvel dan menyesapnya dalam. Marvel terkejut tetapi sangat menikmati ciuman ini, dia terkejut dengan ciuman Grace. Rasanya masih tidak percaya jika saat ini Grace sedang menciumnya. Grace melepas ciumannya dengan nafas yang masih tersenggal-senggal dan dengan cepat dia berlari ke kamar mandi menahan malu. Grace merutuki kebodohannya sendiri yang dengan tiba-tiba mencium Marvel.
Grace hanya diam dan kembali mengeratkan selimut untuk menutupi tubuhnya. Marvel berdiri dari duduknya dan mengambil sebuah buket bunga dan kotak beludru biru yang cukup mewah. Entah apa isinya tetapi Grace bisa menebak bahwa isinya pasti sebuah kalung atau perhiasan lainnya."Pilihlah salah satu, ini hadiah untukmu!" Marvel menyodorkan buket bunga sederhana di tangan kanannya yang menurut Grace itu benar-benar payah, karena bunga itu cukup berantakan dan dapat Grace tebak jika bunga itu dipetik dari kebun belakang, sementara kotak beludru biru di tangan kirinya."Hadiah? Untuk apa?" Grace menatap Davian bingung. Hari ini bukan hari ulang tahunnya lalu mengapa Marvel repot memberinya hadiah, Grace menggaruk tengkuknya yang tidak gatal."Untuk semalam."Grace yang semula menunduk kemudian menatap mata Davian. Ingatannya kembali kepada kejadian semalam, saat dirinya dengan paksa harus mengulum junior Marvel. Oh, sun
Marvel berjalan memasuki mobilnya dan berlalu pergi ke kantor meninggalkan mansion mewahnya. Setelah melihat mobil Marvel pergi, Grace bergegas masuk. Grace mulai menjalankan semua aktivitas paginya, tanpa tahu seseorang sedang mengawasinya dari jauh. Hari berlalu begitu cepat, jam menunjukkan pukul 7 malam. Dan benar saja, Marvel mengirimkan seseorang untuk meriasnya. Grace bingung dibuatnya, pasalnya dia tidak tahu alasan dibalik ini. Dia hanya bisa Grace semua perintah Marvel. Satu jam kemudian Grace sudah siap. Grace berdiri di depan cermin dan memandangi dirinya, dia menelan ludahnya sendiri.'Ke mana dia akan mengajakku pergi, mengapa aku harus memakai gaun terbuka seperti ini,' batin Grace menghela napasnya.Grace berjengit kaget ketika tiba-tiba seseorang memeluknya dari belakang. Marvel memeluk erat Grace dari belakang dan mendaratkan ciuman di leher jenjang Grace, kemudian menumpukkan dagunya di bahu Grace.
Jeol berhenti di tepi jalan yang sepi setelah tadi usai kebut-kebutan di jalanan. Jeol berteriak, memukul kepalanya sendiri dan berulang kali menghantam kemudinya dengan keningnya."Bego lo Jeol! Gila! Sinting!" maki Jeol pada dirinya sendiri."Dia Grace, istri Marvel, sahabat lo!" teriaknya yang tentu di tujukanpada dirinya sendiri."Jeol gila!" Lagi, Jeol kembali menghantam kemudi dengan keningnya sendiri."Kak ... jangan nyakitin diri sendiri." Sebuah suara halus, lembut dan begitu ia kenali membuat Jeol cepat-cepat mengangkat kepalanya, menatap kursi di sebelahnya yang semula kosong namun kini sudah terisi dengan objek kegilaannya tadi. Jeol berteriak, memukul kepalanya sendiri guna menghilangkan sosok Grace di sampingnya."Pergi Grace! Pergi!" teriak Jeol frustasi.Setelah bermenit-menit kemudian, baru Jeol berani membuka mata, di tatapnya kursi sebelahnya yang kini telah kosong seperti semula. Jeol lelah, ia menyandarkan punggung dan kepalan
la kembali ikut tertawa begitu melihat Bryan dikerjai oleh ayahnya, tawa kosong, tawa yang diam-diam di penuhi rasa iri hingga membuat matanya di isi buliran air yang siap jatuh kapan saja. Marvel yang sedari tadi memperhatikan istrinya, kini sedikit bergerak merapatkan kursinya agar lebih dekat pada istrinya. la genggam jemari Grace yang di letakkan di paha lalu membawanya ke pahanya sendiri. Begitu Grace mengalihkan tatapan ke arahnya, Marvel makin mengeratkan genggaman tangannya, ia berikan tatapan seteduh mungkin, sehangat yang ia bisa untuk menyalurkan rasa hangat pada istrinya. Grace tersenyum kecil, matanya yang sedikit memerah jadi menyipit kala bibirnya tertarik ke atas. "Mau nambah?" tanya Grace sebisa mungkin meredam rasa sesaknya. Marvel menggeleng, ia malah meletakkan sendoknya dan beralih mengusap pelan pipi Grace. "I'm here," bisik Marvel pelan, Grace mengangguk dengan mata memerahnya yang cepat-cepat ia usap dengan gerakan seolah mengusap hidungnya.
"Terus nanti kalau mogok lagi, Bapak gimana?" tanya Grace. "Gini ajalah, kebetulan di depan sana sekitaran beberapa meter lagi ada pom bensin. Bapak berhenti di situ, nanti saya carikan tukang bengkel yang bisa jemput Bapak," ucap Jeol pada Pak Didit. Grace kali ini setuju, Pak Didit pun mengiyakan. Sebelum menaiki mobil Jeol, Grace berjalan menuju mobilnya terlebih dahulu guna mengambil tasnya. Setelah segala macam barang bawaannya sudah di tangannya, Grace menghampiri Jeol dan Pak Didit yang masih menunggu. "Bapak duluan Pak, biar kita ngiringin di belakang," ucap Grace sebelum masuk ke dalam mobil Jeol. Setelah mobil Pak Didit melaju, barulah Jeol juga ikut melajukan mobilnya tepat di belakang mobil Pak Didit. Sementara Jeol sibuk menyetir, Grace sendiri sibuk mengistirahatkan badan. "Capek, ya?" tanya Jeol yang diangguki Grace. "Aku boleh numpang tidur nggak, Kak?" tanya Grace dengan suara lelah dan bercampur ngantuk. Jeol menoleh kearah Graxe
"Ya biarin," jawab Grace tak acuh.Marvel hanya tersenyum kecil, ia tahu Grace hanya ingin dirinya istirahat, tapi ya mau bagaimana lagi, pekerjaannya masih ada sedikit lagi, dan ia pun baru selesai makan. Dengan Grace masih berada di gendongan depannya, Marvel kembali menuju sofa tempatnya bekerja tadi, ia duduk di sana dengan Grace yang juga ikut duduk di pangkuannya. Marvel mulai kembali bekerja, sementara Grace hanya bisa cemberut karena Marvel kembali berkutat pada laptopnya.Merasakan gerakan abstrak jemari Grace di punggungnya, Marvel membujuk, "sebentar ya, ini dikit lagi selesai."Setelahnya, ia kembali fokus pada laptopnya. Dua keluarga besar kini sudah berkumpul memenuhi meja makan Marvel, para orang tua sedang asik berbincang sambil menunggu masakan siap di sajikan. Sementara Bryan dan Gio asik berdebat mengenai ajang badminton yang memang sedang diadakan di Korea. Marvel? Marvel ya Marvel, ia hanya akan bersuara ketika di tanya, atau bahkan hanya mengangg