Seorang pria botak berlari masuk dengan tergesa-gesa, ke sebuah kantor detektif khusus swasta. Detektif Yang Cuan baru saja kembali dari kantor kepolisian pusat, guna meminta surat pengajuan penyelidikan lapangan atas nama detektif swasta.
"Ketua! Aku kembali. Surat pengajuannya di terima," ucap Detektif Yang sambil mengeluarkan secarik kertas."Bagus! Langsung berangkat," timpal Detektif Jonie."Panggil Detektif Suga, dan juga si pelaku."Detektif Jonie bangkit dari duduknya, dan menyambar jaket kulit yang teronggok di meja kerjanya. Detektif Yang untuk sesaat menghela nafas berat, ia tak menyangka jika ketuanya akan langsung ke TKP begitu surat pengajuannya di terima."Kita tidak rapat dulu, ketua?," tanya Detektif Yang Cuan, yang sedikit kesulitan mengikuti langkah Detektif Jonie yang lebar."Tak usah, kita membutuhkan bukti bukan diskusi yang tak membuahkan hasil seperti itu."....Suasana perumahan di distrik Ss begitu sunyi, apalagi semenjak garis kuning polisi menghiasi salah satu rumah di sana. Detektif Jonie menyibak garis polisi sambil mengenakan sarung tangan karet."Ketua, apa kau yakin kita akan melakukan penyelidikan sekarang?," tanya Detektif Yang."Jika bukan sekarang, lalu kapan?," jawab Detektif Jonie sambil membuka pintu rumah dimana kasus pembunuhan itu terjadi."Tapi, ini sudah malam ketua! Kenapa tidak besok pagi?," tanya Detektif Yang lagi, dengan nada jengkel yang tak dapat ia sembunyikan dari suaranya.Detektif Jonie berhenti dan menatap Detektif Yang, "Apa kau tak lihat berita? Kasus ini sudah muncul di televisi. Apa kau tau artinya? Ini bisa menjadi hal baik dan juga buruk," ucap Detektif Jonie."Meskipun anak itu menjadi pembunuh, tapi pikirkan juga perasaannya. Ini tak sepenuhnya menjadi kesalahan di pelaku."Setelah mendengar perkataan ketuanya yang begitu dalam, Detektif Yang Cuan merasa tertampar dengan kenyataan bahwa dirinya sedikit merasa sangsi pada si pelaku. Matanya yang seringkali bersinggungan dengan masalah benar dan salah, tampaknya juga mengaburkan rasa empati dan nuraninya. Ia terlalu fokus pada hukum dan keadilan."Hukum saat ini terlalu adil, hingga rasanya menjadi tak adil," ucap Detektif Jonie.Clak!Suara pintu yang di buka, mengalihkan perhatian kedua pria yang sedang dalam suasana canggung itu. Sosok Suga muncul dari balik pintu dengan beberapa orang rekan detektif lainnya, juga tak lupa Theo di pelaku."Maaf, kami sedikit terlambat ketua," ucap Detektif Suga."Tak apa, kalau begitu cepat periksa. Kumpulkan dan catat apapun yang di rasa mencurigakan dan perlu di selidiki," seru Detektif Jonie kepada rekan detektif lainnya.Suga memandang keadaan rumah yang tak terlalu besar itu, dengan mata sayu yang terlihat malas. Kondisinya begitu buruk, pecahan kaca dan perabotan yang entah bagaimana bisa hancur berserakan tak menentu."Kau kemari," ucap Suga pada Theo."Kita reka adegan, anggap aku adalah ayahmu. Bagaimana kamu menghampirinya dan menusuknya dengan botol," ucap Suga.Untuk beberapa saat Theo kembali mengulang adegan itu, saat ia menghabisi ayahnya. Semua di lakukan Theo tanpa kurang atau lebih, ia melakukannya sama seperti terakhir kali. Semua masih berjalan lancar saat Suga menanyakan beberapa pertanyaan mengenai adegan itu. Namun, saat semua adegan selesai Theo terlihat tidak baik-baik saja."Hei, kau kenapa? Nak?," tanya Suga sambil memegang pundak Theo.Theo meringis kecil sambil memegangi ulu hatinya, wajahnya pun mendadak pucat. Lalu sedetik kemudian remaja itu lari keluar."Hei! Cepat susul anak itu!,"Theo bersandar pada sebuah pohon dengan tubuh lemas, tak jauh dari TKP yang juga adalah rumahnya. Keringat dingin mengalir di keningnya, saat lagi-lagi rasa mual muncul dan menyeruak di ulu hatinya. Beberapa detektif menyusulnya dengan ekspresi wajah panik, ada juga yang menggerutu menyangka si pelaku melarikan diri. Namun, nyatanya Theo berlari keluar hanya untuk memuntahkan isi perutnya. "Astaga! Kenapa kau sampai berlari! Kau ingin membuatku serangan jantung," seru seorang detektif yang mengejarnya. Theo tak mendengar apa yang di ucapkan oleh detektif itu, ia justru merasa kondisi tubuhnya semakin memburuk. Namun, meski para detektif itu menyadari kondisi Theo memburuk, tak satupun dari mereka peduli.Seorang detektif menghampirinya dan langsung menyeretnya kembali ke TKP. Theo yang bahkan untuk berdiri saja sudah sangat lemas, berjalan sempoyongan saat tangannya di tarik kuat oleh detektif itu. "Biar saya yang tangani senior," seru Suga yang menyusul berlari-lari kecil dari dal
Aku pernah sekali melihat seorang pria, yang menusukan botol pecah pada seseorang di balik gang gelap bangunan-bangunan rumah petak di permukiman kumuh. Dan, aku juga pernah sekali mencobanya. Darah itu terasa dingin dan kental saat melumuri kedua tanganku, dan sensasi itu berlangsung cukup lama meski tanganku sudah di cuci bersih sekalipun. Perasaan tak nyaman yang sulit dijelaskan terus mengikuti ku. Aku pikir, mungkin itu adalah rasa bersalah? ...."Aku tidak tau masalahmu. Mau menyesal atau apapun, terserah padamu. Tapi, jangan pernah berpikir hidupmu telah berakhir. Manusia itu sudah tempatnya salah, mau membunuh, mencuri atau memperkosa sekalipun itu tidak aneh menurutku. Karena manusia di ciptakan dengan emosi, akal dan nafsu." ucap seorang pemuda yang menjadi penghuni tahanan di sana, yang bernama Jerry. "Kau tau apa kasusku?" Theo menggelengkan kepalanya, dan Jerry tertawa kecil dengan suara rendahnya yang entah kenapa terdengar renyah. "Aku menjadi kaki tangan pembunuha
Suga menatap lelah layar monitor komputernya, kasus pembunuhan ayah kandung yang di lakukan seorang remaja menjadi topik paling panas di media sosial. Suga mengerang frustasi saat melihat sederet artikel yang di terbitkan oleh para wartawan, mengenai kasus tersebut. Berbeda dengan kasus sebelumnya, yang di publikasikan setelah tersangka benar-benar dinyatakan bersalah dan mendapatkan hukumannya. Kali ini pelaku yang menjadi perbincangan itu, masih dalam penyelidikan. Terlepas dari dia yang telah membunuh. Namun, ada beberapa poin yang menjadi pertimbangan. Hal itulah yang membuat pelaku belum mendapat putusan mengenai hukuman apa yang ia terima. Akan tetapi, hal penting saat ini adalah mereka sedang menyelidiki orang yang ada di belakang korban. Setelah hasil otopsi yang mengatakan adanya zat narkotika dalam tubuh korban, para detektif langsung menyelidikinya dan menemukan fakta bahwa korban pernah terlibat dalam sebuah kelompok kriminal. Dalam hal ini, sangat penting untuk menghind
Suga menundukkan kepalanya dengan mata terpejam, putusan dari sidang seorang tersangka pembunuhan telah sampai di hasil akhir. Sesuai hukum yang berlaku, jika seseorang yang telah mencapai usia dewasa melakukan tindak pidana, akan di berikan hukum yang sesuai undang-undang yang berlaku. Meski orang itu baru saja melewati usia dewasanya 1 jam yang lalu. Raut wajah putus asa dari remaja yang baru saja mendapatkan hukum pidananya untuk pertama kali, membuat ingatan Suga kembali melayang pada sosok dirinya di masa lalu. Lalu dengan langkah berani dan raut wajah datar andalannya, Suga berjalan menghampiri Theo. "Aku tau ucapanku ini tidak akan bisa mengubah apapun dalam hidupmu, tapi aku harap setelah kamu kembali mendapat kebebasanmu, segera temui aku. Datanglah padaku." ucap Suga. Tanpa menunggu balasan dari Theo, Suga segera berbalik pergi saat beberapa petugas polisi membawa remaja itu untuk mendapat hukumannya. 8 tahun. Itu adalah waktu yang cukup lama untuk mendekam dalam je
Suara ketukan jemari lentik dari siluet seorang perempuan berambut panjang menggema dalam keheningan, di temani cahaya lampu yang remang-remang dalam ruangan yang cukup sempit. Ceklek! Pintu ruangan itu terbuka dan muncullah seorang anak laki-laki dengan seragam sekolah menengah pertama, dengan langkah pelan anak itu berjalan dan duduk di depan perempuan itu. "Bagaimana? Mudah dan cukup memuaskan bukan?" tanya perempuan itu dengan suara lembut dan ramah. Anak laki-laki itu mengangguk dan berterima kasih. Kemudian tangannya merogoh tas ransel yang di bawanya, mengambil sesuatu yang terbungkus tas plastik berwarna hitam dan menyerahkannya pada perempuan itu. "Ya, terima kasih kembali, itu bukan hal yang besar." ucap perempuan itu sambil tersenyum kecil menatap bungkusan misterius itu. Anak laki-laki itu pun pamit pergi, setelah berterima kasih dan menyerahkan bungkusan yang entah apa isinya itu. Setelah kepergian anak itu, perempuan itu pun mulai membuka bungkusan plasti
Suara sirine ambulans dan mobil polisi telah memecah kesunyian malam yang mencekam, ditengah guyuran hujan yang seakan turut bersedih pada sebuah kasus yang menimpa 5 orang yang baru saja menginjak usia dewasa yang tewas secara mengenaskan.Sebuah kamar sewa yang terletak di lantai 7 sebuah rumah susun kumuh, menjadi saksi atas kematian yang menggemparkan itu.Garis kuning polisi sudah di bentangkan sejauh 5 meter dari pintu lobi rusun itu, polisi dan para detektif juga ahli forensik begitu sibuk membedah tempat kejadian perkara."Ini. Aku tidak tau harus merespons bagaimana," ucap seorang dokter muda forensik dengan wajah ngeri saat matanya saling bertatapan dengan mata salah satu korban tewas."Huekk."Seorang detektif bahkan sampai berlari keluar dan memuntahkan isi perutnya, sesaat setelah ia masuk ke tempat kejadian.Bagaimana tidak muntah, lantai ruangan hampir seluruhnya memiliki bercak darah entah ditembok, perabotan bahkan langit-langit rumah. Belum lagi melihat kondisi mayat
Firasat buruknya berubah nyata saat dirinya tiba di sebuah ruangan autopsi. Pupil matanya bergetar melihat jasad yang diyakini adalah kakaknya terbujur kaku dengan kondisi tak lagi utuh. "Kakak...." panggil Suga dengan suara berbisik di samping jasad yang tak berbentuk itu. Suga yang dikenal tangguh, bahkan saat ayah dan ibunya bercerai dan meninggalkan dirinya seorang diri kini terlihat begitu rapuh. Air matanya yang tak pernah keluar kini justru saling berebut untuk tumpah. "Nak, kamu bisa mengambil jasad kakakmu untuk dikremasi sore ini. Untuk sekarang, silakan isi data identitas yang menyatakan memang bahwa jasad ini memang kakakmu," ucap seorang dokter forensik yang mendampingi Suga memasuki ruang autopsi. Suga untuk terakhir kalinya memandang wajah pucat kakaknya sebelum pergi. Saat melewati pintu ruang autopsi Suga sempat melihat, beberapa orang yang datang dengan mata sembab dan begitu kacau. "Mereka keluarga korban yang juga sempat membuat laporan orang hilang. Sama sepe
Rasanya, waktu berjalan begitu cepat. Setelah menjalani sederet tes dan ujian, Suga resmi menjadi salah satu detektif muda di kepolisian. Ia baru mengikuti acara pelantikannya kemarin, dan sekarang sudah dihadapi oleh sebuah kasus.Suga menatap layar proyektor raksasa itu dengan pandangan malas, sesekali mulutnya menguap lebar. Hari ini adalah hari pertamanya masuk kerja, ia mendapat sambutan dari sebuah kasus besar yang sepertinya akan menjadi kasus yang rumit. Pembunuhan yang dilakukan oleh remaja laki-laki pada ayah kandungnya sendiri, ternyata memiliki latar belakang yang cukup rumit. Ayahnya yang seorang pecandu, diduga menjadi tangan kanan dari salah satu gengster dari kelompok yang menjadi buronan. Setelah mendapat informasi jika korban tewas itu memiliki hubungan dengan dunia kriminal abu-abu, para detektif dikerahkan untuk mengusut hal itu. Sedangkan remaja yang menjadi pelakunya ditangani oleh pihak kepolisian setempat sesuai hukum yang berlaku.Dan, kini di ruangan yang r