Theo bersandar pada sebuah pohon dengan tubuh lemas, tak jauh dari TKP yang juga adalah rumahnya. Keringat dingin mengalir di keningnya, saat lagi-lagi rasa mual muncul dan menyeruak di ulu hatinya.
Beberapa detektif menyusulnya dengan ekspresi wajah panik, ada juga yang menggerutu menyangka si pelaku melarikan diri. Namun, nyatanya Theo berlari keluar hanya untuk memuntahkan isi perutnya."Astaga! Kenapa kau sampai berlari! Kau ingin membuatku serangan jantung," seru seorang detektif yang mengejarnya.Theo tak mendengar apa yang di ucapkan oleh detektif itu, ia justru merasa kondisi tubuhnya semakin memburuk. Namun, meski para detektif itu menyadari kondisi Theo memburuk, tak satupun dari mereka peduli.Seorang detektif menghampirinya dan langsung menyeretnya kembali ke TKP. Theo yang bahkan untuk berdiri saja sudah sangat lemas, berjalan sempoyongan saat tangannya di tarik kuat oleh detektif itu."Biar saya yang tangani senior," seru Suga yang menyusul berlari-lari kecil dari dalam TKP.Suga langsung membawa Theo ke dalam mobil yang terparkir tak jauh dari mereka, "Ini minumlah dulu," ucapnya sambil menyodorkan botol air minum."Kenapa kau lari tadi? Mau kemana?" tanya Suga.Theo dengan wajah yang masih pucat dan suara yang lemas menjawab, "Aku mual, dan sedikit pusing."Suga mengulurkan tangannya ke arah dahi Theo untuk merasakan suhu tubuhnya. Melihat bagaimana Theo yang bernapas sedikit tersengal, Suga kira mungkin anak itu demam. Namun, suhu tubuhnya tak panas. Bahkan berbanding terbalik, tubuhnya sangat dingin."Sejak kapan kamu merasa tak enak badan?" tanya Suga lagi, "Ku pikir kemarin saat kita bertemu di ruang interogasi kamu terlihat sehat."Theo tak menjawab dan hanya mengangguk lemas. Ia bahkan tak peduli lagi apa yang di katakan oleh detektif muda itu, saat indra pendengarannya hanya mendengar suara dengungan yang menyebalkan. Theo hanya ingin menutup matanya dan rasa tak nyaman itu hilang."Ketua! Sepertinya kondisi pelaku tidak baik. Apakah penyidikan ini akan di lanjutkan?," tanya Suga lewat sambungan telepon."Kamu di mana sekarang?," tanya Detektif Jonie."Aku di mobil.""Baik. Sepertinya memang ada masalah pada psikologisnya. Kamu bawa anak itu ke rumah sakit, dan kembalikan dia ke ruang tahanan sementara. Kami akan terus melakukan penyelidikan disini.Setelah Suga menghubungi si ketua, ia segera menghidupkan mesin dan meluncur menuju rumah sakit.....Pukul 3 dini hari kurang 10 menit.Theo duduk bersandar di dinding ruang tahanan yang dingin, matanya menatap kosong pada ventilasi kecil yang menjadi satu-satunya lubang di ruangan yang tertutup itu.Dalam suasana sunyi dan remang-remang, Theo menangis terisak tanpa seorangpun yang tau. Tangannya yang pernah dia gunakan untuk menusuk perut ayahnya, senantiasa gemetar dan terasa dingin.Terhitung 2 minggu sejak insiden itu. Namun, bayangan berdarah pada tangannya tak kunjung menghilang."Hei! Kenapa? Kau menangis setelah melakukan sebuah kejahatan? Kau akhirnya menyesal?" ucap seorang pemuda berambut orange, yang berbaring tak jauh dari Theo.Pemuda itu satu-satunya penghuni ruang tahanan itu, sebelum Theo datang. Theo yang mendengar pertanyaan dari pemuda itu, menggelengkan kepalanya."Lalu kenapa?" tanya pemuda itu lagi, "Lihat aku, ku pikir usia kita tak berbeda jauh. Aku tertangkap saat memutilasi. Omong-omong, kau di tangkap karena apa?"Theo tak menjawab, ia melirik ke arah pemuda itu bertanya-tanya kenapa dia terlihat begitu santai mengatakan tindakan kriminalnya pada orang tak di kenal sepertinya."Aku, membunuh ayahku...." gumam Theo.Trang!"Berisik! Tidur!" ucap seorang petugas sambil memukul pintu baja tempat Theo ditahan.Aku pernah sekali melihat seorang pria, yang menusukan botol pecah pada seseorang di balik gang gelap bangunan-bangunan rumah petak di permukiman kumuh. Dan, aku juga pernah sekali mencobanya. Darah itu terasa dingin dan kental saat melumuri kedua tanganku, dan sensasi itu berlangsung cukup lama meski tanganku sudah di cuci bersih sekalipun. Perasaan tak nyaman yang sulit dijelaskan terus mengikuti ku. Aku pikir, mungkin itu adalah rasa bersalah? ...."Aku tidak tau masalahmu. Mau menyesal atau apapun, terserah padamu. Tapi, jangan pernah berpikir hidupmu telah berakhir. Manusia itu sudah tempatnya salah, mau membunuh, mencuri atau memperkosa sekalipun itu tidak aneh menurutku. Karena manusia di ciptakan dengan emosi, akal dan nafsu." ucap seorang pemuda yang menjadi penghuni tahanan di sana, yang bernama Jerry. "Kau tau apa kasusku?" Theo menggelengkan kepalanya, dan Jerry tertawa kecil dengan suara rendahnya yang entah kenapa terdengar renyah. "Aku menjadi kaki tangan pembunuha
Suga menatap lelah layar monitor komputernya, kasus pembunuhan ayah kandung yang di lakukan seorang remaja menjadi topik paling panas di media sosial. Suga mengerang frustasi saat melihat sederet artikel yang di terbitkan oleh para wartawan, mengenai kasus tersebut. Berbeda dengan kasus sebelumnya, yang di publikasikan setelah tersangka benar-benar dinyatakan bersalah dan mendapatkan hukumannya. Kali ini pelaku yang menjadi perbincangan itu, masih dalam penyelidikan. Terlepas dari dia yang telah membunuh. Namun, ada beberapa poin yang menjadi pertimbangan. Hal itulah yang membuat pelaku belum mendapat putusan mengenai hukuman apa yang ia terima. Akan tetapi, hal penting saat ini adalah mereka sedang menyelidiki orang yang ada di belakang korban. Setelah hasil otopsi yang mengatakan adanya zat narkotika dalam tubuh korban, para detektif langsung menyelidikinya dan menemukan fakta bahwa korban pernah terlibat dalam sebuah kelompok kriminal. Dalam hal ini, sangat penting untuk menghind
Suga menundukkan kepalanya dengan mata terpejam, putusan dari sidang seorang tersangka pembunuhan telah sampai di hasil akhir. Sesuai hukum yang berlaku, jika seseorang yang telah mencapai usia dewasa melakukan tindak pidana, akan di berikan hukum yang sesuai undang-undang yang berlaku. Meski orang itu baru saja melewati usia dewasanya 1 jam yang lalu. Raut wajah putus asa dari remaja yang baru saja mendapatkan hukum pidananya untuk pertama kali, membuat ingatan Suga kembali melayang pada sosok dirinya di masa lalu. Lalu dengan langkah berani dan raut wajah datar andalannya, Suga berjalan menghampiri Theo. "Aku tau ucapanku ini tidak akan bisa mengubah apapun dalam hidupmu, tapi aku harap setelah kamu kembali mendapat kebebasanmu, segera temui aku. Datanglah padaku." ucap Suga. Tanpa menunggu balasan dari Theo, Suga segera berbalik pergi saat beberapa petugas polisi membawa remaja itu untuk mendapat hukumannya. 8 tahun. Itu adalah waktu yang cukup lama untuk mendekam dalam je
Suara ketukan jemari lentik dari siluet seorang perempuan berambut panjang menggema dalam keheningan, di temani cahaya lampu yang remang-remang dalam ruangan yang cukup sempit. Ceklek! Pintu ruangan itu terbuka dan muncullah seorang anak laki-laki dengan seragam sekolah menengah pertama, dengan langkah pelan anak itu berjalan dan duduk di depan perempuan itu. "Bagaimana? Mudah dan cukup memuaskan bukan?" tanya perempuan itu dengan suara lembut dan ramah. Anak laki-laki itu mengangguk dan berterima kasih. Kemudian tangannya merogoh tas ransel yang di bawanya, mengambil sesuatu yang terbungkus tas plastik berwarna hitam dan menyerahkannya pada perempuan itu. "Ya, terima kasih kembali, itu bukan hal yang besar." ucap perempuan itu sambil tersenyum kecil menatap bungkusan misterius itu. Anak laki-laki itu pun pamit pergi, setelah berterima kasih dan menyerahkan bungkusan yang entah apa isinya itu. Setelah kepergian anak itu, perempuan itu pun mulai membuka bungkusan plasti
Polisi yang berbicara dengan rekannya itu kemudian mengangguk dan mengambil radio untuk menghubungi Detektif Jonie. "Detektif Jonie, kami telah menemukan mayat di rusun Distrik 07," kata polisi itu melalui radio. Detektif Jonie yang sedang dalam perjalanan ke tempat kejadian kasus orang hilang sebelumnya, langsung berubah arah dan menuju ke lokasi mayat ditemukan. Saat Detektif Jonie tiba di lokasi, ia langsung memeriksa mayat dan tempat kejadian. "Mayat ini tidak memiliki tangan kiri," kata Detektif Jonie kepada polisi yang berada di lokasi. Polisi itu mengangguk dan memberikan laporan tentang penemuan mayat itu. Detektif Jonie kemudian meminta polisi untuk mengambil sidik jari mayat dan membandingkannya dengan data korban orang hilang sebelumnya. Saat polisi sedang mengambil sidik jari, Detektif Jonie menerima panggilan telepon dari seseorang yang tidak dikenal. "Detektif Jonie, kamu sedang menyelidiki kasus orang hilang, bukan?" kata suara di telepon. Detektif Joni
Detektif Jonie memandang pria itu dengan curiga. Ia tidak tahu apa motif pria itu untuk membantu. "Apa yang Anda maksud dengan 'Luna sedang dalam bahaya'?" tanya Detektif Jonie. Pria itu mengambil napas dalam-dalam sebelum menjawab. "Luna telah menerima ancaman dari seseorang yang tidak dikenal," kata pria itu. "Dan saya pikir ancaman itu terkait dengan kasus orang hilang yang sedang Anda selidiki." Detektif Jonie langsung meminta pria itu untuk memberikan lebih banyak informasi tentang ancaman itu. Saat pria itu sedang menjelaskan, polisi yang sedang mencari alamat rumah Luna datang menghampiri Detektif Jonie. "Detektif, kami telah menemukan alamat rumah Luna," kata polisi itu. "Apa itu?" tanya Detektif Jonie. "Alamat rumah Luna adalah di sebuah apartemen di kota," jawab polisi itu. "Tapi, ada sesuatu yang aneh. Apartemen itu telah dikosongkan." Detektif Jonie langsung meminta polisi untuk menyelidiki apartemen itu lebih lanjut. Detektif Jonie dan polisi yang men
Detektif Jonie dan polisi itu mendengar suara langkah kaki yang semakin dekat. Mereka berdua mempersiapkan diri untuk menghadapi apa pun yang akan terjadi. Tiba-tiba, seorang bayangan muncul di tangga. Bayangan itu terlihat seperti seorang wanita dengan rambut panjang dan gaun hitam. "Siapa Anda?" tanya Detektif Jonie, mencoba untuk tidak menunjukkan rasa takut. Bayangan itu tidak menjawab. Ia terus berjalan menuju Detektif Jonie dan polisi itu. Detektif Jonie dapat merasakan adrenalin yang meningkat dalam tubuhnya. Ia tidak tahu apa yang akan terjadi selanjutnya... Tiba-tiba, bayangan itu berhenti di depan Detektif Jonie. Ia menatap Detektif Jonie dengan mata yang kosong. "Selamat datang, Detektif Jonie," kata bayangan itu dengan suara yang pelan. "Saya telah menunggu Anda." Pertemuan misterius dengan seorang pria aneh, pada awalnya Detektif Jonie merasa skeptis. Akan tetapi, saat ia mulai membuka suara. Entah itu sebuah fakta atau bukan, itu cukup membuat Detektif itu tercen
Setelah 2 hari lalu mendapat pecuil petunjuk aneh dari orang misterius dalam telpon, dan juga teror yang mendadak di alami oleh Detektif Jonie. Kini pria itu kembali bekerja bersama rekan timnya lain. Saat ini Detektif Jonie terus memeriksa data para korban, mencari pola atau kesamaan yang dapat membantu mengungkap identitas pembunuh. Suga, yang sedari tadi duduk diam, tiba-tiba berbicara. "Detektif, saya pikir saya tahu apa yang sedang terjadi," kata Suga. Detektif Jonie menoleh ke Suga dengan rasa penasaran. "Apa yang Anda maksud?" tanya Detektif Jonie. Suga mengambil napas dalam-dalam sebelum menjawab. "Saya pikir pembunuh ini sedang mencoba mengirimkan pesan," kata Suga. "Pesan yang terkait dengan anggota tubuh yang hilang." Detektif Jonie merasa bahwa Suga mungkin benar. "Apa yang Anda pikir pesan itu?" tanya Detektif Jonie. Suga menggelengkan kepala. "Saya tidak tahu," kata Suga. "Tapi saya pikir kita harus mencari tahu." Detektif Jonie mengangguk setuju. "Baik, kit
Setelah beberapa saat, Kanaya berhenti menangis dan memisahkan dirinya dari Theo. Ia memandang Theo dengan mata yang masih basah. "Kakak... kenapa kamu datang?" tanya Kanaya dengan suara yang lembut. Theo merasa sedikit gugup, tapi ia berusaha untuk tetap tenang. "Kakak ingin melihatmu, Kanaya," jawab Theo. "Kakak ingin membantumu pulih." Kanaya memandang Theo dengan mata yang penuh keraguan. "Apakah kakak bisa membantuku?" tanya Kanaya. Theo mengangguk dengan percaya diri. "Kakak bisa, Kanaya," jawab Theo. "Kakak akan membantumu pulih dan melupakan masa lalumu." Kanaya memandang Theo dengan mata yang penuh harapan. "Terima kasih, kakak," gumam Kanaya. Theo tersenyum dan memeluk Kanaya lagi. "Kakak akan selalu ada untukmu, Kanaya," jawab Theo. Saat itu, Suga memasuki kamar dan memandang Theo dan Kanaya dengan senyum. "Bagaimana kabar, Kanaya?" tanya Suga. Kanaya memandang Suga dengan mata yang penuh rasa terima kasih. "Terima kasih, Suga-san," jawab Kanay
Saat Suga dan rekan Detektif lainnya selalu di sibukkan oleh berbagai kasus,waktu terus berlalu dengan cepat. Delapan tahun telah berlalu sejak Theo dipenjara. Ia telah mengalami banyak hal di balik jeruji besi, dari pertarungan dengan narapidana lain hingga pertobatan dan perubahan diri. Theo telah menjadi orang yang berbeda dari yang dulu. Ia telah memikirkan kesalahannya dan memutuskan untuk mengubah hidupnya. Ia telah mengikuti program rehabilitasi dan telah belajar banyak hal baru. Tapi meskipun ia telah berubah, Theo masih merasa bahwa ia memiliki hutang budi kepada Suga. Ia masih ingat janji yang Suga buat kepadanya, dan ia berharap bahwa Suga masih menungguinya. Suatu hari, Theo dipanggil oleh petugas penjara untuk menerima tamu. Ia tidak tahu siapa tamu itu, tapi ia berharap bahwa itu adalah Suga... Apakah tamu itu benar-benar Suga? Apakah Theo akan dapat memenuhi janjinya kepada Suga? Semua itu masih menjadi misteri... Theo berjalan menuju ruang tamu, hatinya ber
Suga langsung merasa bahwa ada sesuatu yang tidak biasa tentang kasus ini. Pembunuh berantai satu dekade lalu tidak meninggalkan pesan seperti itu. "Apa yang membuat pembunuh ini berbeda dari pembunuh berantai satu dekade lalu?" tanya Suga kepada Detektif Jonie. Detektif Jonie menggelengkan kepala. "Saya tidak tahu," kata Detektif Jonie. "Tapi saya pikir kita harus mencari tahu." Suga mengangguk setuju. "Saya akan memeriksa profil psikologis pembunuh berantai satu dekade lalu dan membandingkannya dengan profil psikologis pembunuh ini," kata Suga. Setelah beberapa saat, Suga menemukan sesuatu yang mencolok. "Pembunuh berantai satu dekade lalu memiliki motif yang jelas, yaitu untuk mencapai keseimbangan," kata Suga. "Tapi pembunuh ini memiliki motif yang tidak jelas. Ia meninggalkan pesan yang berbeda dari pembunuh berantai satu dekade lalu." Detektif Jonie mengangguk dengan serius. "Saya pikir kita harus mencari tahu apa yang membuat pembunuh ini berbeda dari pembunuh beranta
Setelah 2 hari lalu mendapat pecuil petunjuk aneh dari orang misterius dalam telpon, dan juga teror yang mendadak di alami oleh Detektif Jonie. Kini pria itu kembali bekerja bersama rekan timnya lain. Saat ini Detektif Jonie terus memeriksa data para korban, mencari pola atau kesamaan yang dapat membantu mengungkap identitas pembunuh. Suga, yang sedari tadi duduk diam, tiba-tiba berbicara. "Detektif, saya pikir saya tahu apa yang sedang terjadi," kata Suga. Detektif Jonie menoleh ke Suga dengan rasa penasaran. "Apa yang Anda maksud?" tanya Detektif Jonie. Suga mengambil napas dalam-dalam sebelum menjawab. "Saya pikir pembunuh ini sedang mencoba mengirimkan pesan," kata Suga. "Pesan yang terkait dengan anggota tubuh yang hilang." Detektif Jonie merasa bahwa Suga mungkin benar. "Apa yang Anda pikir pesan itu?" tanya Detektif Jonie. Suga menggelengkan kepala. "Saya tidak tahu," kata Suga. "Tapi saya pikir kita harus mencari tahu." Detektif Jonie mengangguk setuju. "Baik, kit
Detektif Jonie dan polisi itu mendengar suara langkah kaki yang semakin dekat. Mereka berdua mempersiapkan diri untuk menghadapi apa pun yang akan terjadi. Tiba-tiba, seorang bayangan muncul di tangga. Bayangan itu terlihat seperti seorang wanita dengan rambut panjang dan gaun hitam. "Siapa Anda?" tanya Detektif Jonie, mencoba untuk tidak menunjukkan rasa takut. Bayangan itu tidak menjawab. Ia terus berjalan menuju Detektif Jonie dan polisi itu. Detektif Jonie dapat merasakan adrenalin yang meningkat dalam tubuhnya. Ia tidak tahu apa yang akan terjadi selanjutnya... Tiba-tiba, bayangan itu berhenti di depan Detektif Jonie. Ia menatap Detektif Jonie dengan mata yang kosong. "Selamat datang, Detektif Jonie," kata bayangan itu dengan suara yang pelan. "Saya telah menunggu Anda." Pertemuan misterius dengan seorang pria aneh, pada awalnya Detektif Jonie merasa skeptis. Akan tetapi, saat ia mulai membuka suara. Entah itu sebuah fakta atau bukan, itu cukup membuat Detektif itu tercen
Detektif Jonie memandang pria itu dengan curiga. Ia tidak tahu apa motif pria itu untuk membantu. "Apa yang Anda maksud dengan 'Luna sedang dalam bahaya'?" tanya Detektif Jonie. Pria itu mengambil napas dalam-dalam sebelum menjawab. "Luna telah menerima ancaman dari seseorang yang tidak dikenal," kata pria itu. "Dan saya pikir ancaman itu terkait dengan kasus orang hilang yang sedang Anda selidiki." Detektif Jonie langsung meminta pria itu untuk memberikan lebih banyak informasi tentang ancaman itu. Saat pria itu sedang menjelaskan, polisi yang sedang mencari alamat rumah Luna datang menghampiri Detektif Jonie. "Detektif, kami telah menemukan alamat rumah Luna," kata polisi itu. "Apa itu?" tanya Detektif Jonie. "Alamat rumah Luna adalah di sebuah apartemen di kota," jawab polisi itu. "Tapi, ada sesuatu yang aneh. Apartemen itu telah dikosongkan." Detektif Jonie langsung meminta polisi untuk menyelidiki apartemen itu lebih lanjut. Detektif Jonie dan polisi yang men
Polisi yang berbicara dengan rekannya itu kemudian mengangguk dan mengambil radio untuk menghubungi Detektif Jonie. "Detektif Jonie, kami telah menemukan mayat di rusun Distrik 07," kata polisi itu melalui radio. Detektif Jonie yang sedang dalam perjalanan ke tempat kejadian kasus orang hilang sebelumnya, langsung berubah arah dan menuju ke lokasi mayat ditemukan. Saat Detektif Jonie tiba di lokasi, ia langsung memeriksa mayat dan tempat kejadian. "Mayat ini tidak memiliki tangan kiri," kata Detektif Jonie kepada polisi yang berada di lokasi. Polisi itu mengangguk dan memberikan laporan tentang penemuan mayat itu. Detektif Jonie kemudian meminta polisi untuk mengambil sidik jari mayat dan membandingkannya dengan data korban orang hilang sebelumnya. Saat polisi sedang mengambil sidik jari, Detektif Jonie menerima panggilan telepon dari seseorang yang tidak dikenal. "Detektif Jonie, kamu sedang menyelidiki kasus orang hilang, bukan?" kata suara di telepon. Detektif Joni
Suara ketukan jemari lentik dari siluet seorang perempuan berambut panjang menggema dalam keheningan, di temani cahaya lampu yang remang-remang dalam ruangan yang cukup sempit. Ceklek! Pintu ruangan itu terbuka dan muncullah seorang anak laki-laki dengan seragam sekolah menengah pertama, dengan langkah pelan anak itu berjalan dan duduk di depan perempuan itu. "Bagaimana? Mudah dan cukup memuaskan bukan?" tanya perempuan itu dengan suara lembut dan ramah. Anak laki-laki itu mengangguk dan berterima kasih. Kemudian tangannya merogoh tas ransel yang di bawanya, mengambil sesuatu yang terbungkus tas plastik berwarna hitam dan menyerahkannya pada perempuan itu. "Ya, terima kasih kembali, itu bukan hal yang besar." ucap perempuan itu sambil tersenyum kecil menatap bungkusan misterius itu. Anak laki-laki itu pun pamit pergi, setelah berterima kasih dan menyerahkan bungkusan yang entah apa isinya itu. Setelah kepergian anak itu, perempuan itu pun mulai membuka bungkusan plasti
Suga menundukkan kepalanya dengan mata terpejam, putusan dari sidang seorang tersangka pembunuhan telah sampai di hasil akhir. Sesuai hukum yang berlaku, jika seseorang yang telah mencapai usia dewasa melakukan tindak pidana, akan di berikan hukum yang sesuai undang-undang yang berlaku. Meski orang itu baru saja melewati usia dewasanya 1 jam yang lalu. Raut wajah putus asa dari remaja yang baru saja mendapatkan hukum pidananya untuk pertama kali, membuat ingatan Suga kembali melayang pada sosok dirinya di masa lalu. Lalu dengan langkah berani dan raut wajah datar andalannya, Suga berjalan menghampiri Theo. "Aku tau ucapanku ini tidak akan bisa mengubah apapun dalam hidupmu, tapi aku harap setelah kamu kembali mendapat kebebasanmu, segera temui aku. Datanglah padaku." ucap Suga. Tanpa menunggu balasan dari Theo, Suga segera berbalik pergi saat beberapa petugas polisi membawa remaja itu untuk mendapat hukumannya. 8 tahun. Itu adalah waktu yang cukup lama untuk mendekam dalam je