Tubuh Andriyan berhenti berjalan. Kalau memang Devanda menginginkannya, itu akan beda cerita.
“Kamu menginginkannya?”Devanda sebenarnya tidak tau harus menjawab apa. Dia juga tidak memiliki ketertarikan mendalam pada Andriyan yang membuatnya menginginkan pria itu, tetapi dia sangat yakin bahwa dia menginginkan dan siap dengan malam pertama ini. Toh, setelah Andriyan memasukkan miliknya ke dalam milik Devanda, dia akan segera tertidur lelap. Mereka akan melakukannya dalam waktu singkat seperti yang dulu biasa Jonathan lakukan terhadap Devanda di kehidupan sebelumnya.Langkah Andriyan jadi berbelok mendekati Devanda lagi. Dalam jarak sedekat itu, Andriyan kembali bertanya, “Apa kamu benar-benar menginginkannya?”Suara berat Andriyan dan tatapannya yang begitu lekat membuat tubuh Devanda berdesir. Napas wanita itu mulai melambat karena gugup. “I—iya.”“Kamu tidak terpaksa atau merasa ini merupakan kewajiban?&rdqu“Mmh … Iyan ….”Andriyan mengusap rambut Devanda. Dia belum memasukkan miliknya karena dia sadar kalau Devanda takut dan tidak nyaman. “Kamu ingin aku berhenti?”“Kamu kan tidak mungkin mau berhenti.” Malah itu jawaban Devanda.“Aku akan berhenti jika kamu menginginkannya.”“Tidak perlu. Lakukan saja.”Andriyan menatap Devanda lama. Entah mengapa perempuan ini terlihat hanya ingin menyenangkan Andriyan dan tidak begitu peduli dengan pendapatnya sendiri. Padahal Andriyan lebih senang jika dia berhasil memuaskan Devanda. Kepuasan Devanda jauh lebih penting bagi Andriyan.“Kamu masih ingat perkataanku, kan? Kalau kamu tidak suka, maka aku tidak akan melakukannya,” ucap Andriyan.Pria itu benar-benar pria jantan yang selalu menepati ucapannya. Buktinya sekarang, dia rela menahan hasratnya demi kenyamanan Devanda.“Iyan, aku berterima kasih dengan kemurahan
“Orang tua pada umumnya tidak akan mempermalukan putrinya seperti itu. Mereka juga tidak akan menjatuhkan harga diri putrinya di depan suaminya.”Devanda menatap ke arah jendela besar di lantai dua rumahnya. Tempat ini biasanya menjadi tempat ayah dan ibunya bermesraan. Devanda sering melihatnya saat kecil, bahwa ayahnya akan memeluk ibunya dari belakang dan mengatakan kata-kata cinta.“Meski begitu, ibuku itu sangat bersemangat dengan pernikahan kita. Mungkin kalau kita mendengarkan sampai akhir, ibu akan memuji dengan berkata bahwa untungnya berkatmu, semua itu tidak terjadi. Itu bukan sesuatu yang sering terjadi. Ibu juga tidak hanya melakukan itu padaku, tapi pada Delvino juga. Karena ayah sering sibuk bekerja dan ibu hanya di rumah saja, interaksi keluarga semakin jarang dilakukan dan kami jarang berkumpul. Suasana semakin canggung ketika Delvino merantau dan hidup di apartemennya. Aku tidak apa-apa, aku bisa memakluminya,” ucap Devanda.&
“Perjalanannya benar-benar lama. Sepertinya kapalmu sudah rusak.”Andriyan memperhatikan Devanda dengan benar-benar bingung. Sepertinya sejak berada di kapal tadi, suasana hati Devanda buruk dan akan selalu kesal padanya. Padahal Andriyan merasa tidak melakukan kesalahan apa pun. Jadi sebenarnya apa yang membuat perempuan itu merasa kesal? Andriyan masih tidak paham.“Perjalanannya singkat, tapi kamu tidak merasakannya karena sepanjang berlayar kamu tidur.”Wajah Devanda otomatis memerah karena malu.“Memang kenapa? Bukankah tidur itu manusiawi? Apakah maksudmu aku tidak boleh tidur?”Andriyan lelah, dia iyakan saja semua percakapan tidak masuk akal yang keluar dari mulut istrinya itu. Sepertinya ke depannya dia harus membiasakan diri mendengarkan hal semacam ini jika suasana hati Devanda sedang tidak baik. Padahal perempuan ini manis jika bibirnya tertutup.“Melihatmu yang hanya diam, apa kamu sedan
Burung berkicau dengan merdunya. Namun saat hingga di ranting pohon yang dekat dengan balkon, beberapa kali terdengar bersiul menggoda ketika melihat pasangan muda-mudi terlelap dengan posisi saling mendekap.Devanda yang tertidur di lengan Andriyan dan memunggunginya itu tampak nyaman memeluk lengan Andriyan, sedangkan tangan Andriyan yang satunya memeluk perut Devanda dari belakang. Entah saat ini mereka sadar atau tidak.Terik matahari membuat tidur Devanda terganggu karena wajahnya langsung menghadap cahaya. Ia pun mengerjap beberapa kali sampai akhirnya sadar ada yang sedang memeluknya erat seperti bantal.Saat matanya terbuka sempurna, Devanda berusaha mengingat apa yang semalam terjadi. Seingatnya, dia sedang duduk di balkon sambil membaca buku dengan tenang. Betapa frustasi dirinya sekarang ketika mendapati berada di bawah rengkuhan Andriyan lagi. Merasakan dada bidang Andriyan mengenai punggungnya, Devanda jadi melirik ke bawah. Ternyata benar, dia tida
“Saya tau saya tidak berkata begini, tapi semua pegawai di sini mengkhawatirkan Anda, Nyonya,” ucap Senorita.Devanda yang sedang akan memasukkan jajan ke mulutnya jadi terhenti. Ada apa lagi sebenarnya? Apa yang salah? Devanda bingung. Dia pun mematikan tabloidnya yang sedang memutar Drama Korea.“Apa tidak masalah Anda hanya berdiam diri di rumah sepanjang hari?”Bukan bertanya, Devanda merasa kalimat itu terlalu sarkastik baginya yang seharian berguling di atas kasur. Memang tidak ada kegiatan. Mulai dari saat dirinya sampai di Bali, sampai Andriyan kembali bekerja, kegiatan Devanda hanya bangun, tidur, makan, dan bercinta dengan Andriyan. Tapi, itu bukan masalah bagi Andriyan yang sudah kaya raya dan memiliki sifat cemburuan. Dia malah sangat mendukung kegiatan istrinya yang bermalas-malasan di rumah.“Hah?”“Anda kan sedang tidak hamil, tapi Anda hanya makan dan tidur sepanjang hari. Saya tidak suka me
Bahkan di kehidupan ketiga ini, Daffa masih bersikap seperti anjing setia yang menunggu namanya dipanggil.“Mumpung masih di Bali, cobalah berkeliling. Siapa tau kamu tergoda dengan turis asing yang berkunjung kemari,” ucap Devanda.Sontak Daffa menggeleng dengan tegas. “Tidak akan pernah, Kakak! Jangan memaksa!”Devanda jadi tertawa. Kalau bicara begitu, ia terlihat seperti bocah yang alergi dengan perempuan.“Wah, sepertinya kita kedatangan tamu.”Tawa Devanda langsung mereda dengan alami ketika melihat Andriyan bersandar di ambang pintu dengan tatapan yang sangat tidak mengenakkan. Melihat Devanda tertawa renyah dengan pria lain adalah hal yang Andriyan benci. Sekarang siapa lagi bocah ini?“Aku tidak menyangka kamu akan pulang cepat,” ucap Devanda yang sudah menjadi rutinitasnya untuk menyambut kepulangan Andriyan.Andriyan berjalan lebih dulu ke kamar yang kemudian disusul Devanda. Daffa yang merasa canggung hanya diam di ruang tengah dan menunggu. Sembari memperhatikan Andriyan
“Aku ragu kamu akan mengingatnya, bahkan kalau kalian kebetulan bertemu di jalan. Mungkin karena kamu tidak melihatnya cukup menonjol untuk bisa menarik perhatianmu. Dan yang ada di dalam perhatianmu pasti hanya Delvino,” ucap Devanda. “Meski mereka berbeda karena Daffa lebih terampil, cerdas, dan tanggap daripada Delvino, tapi dia juga adikku.”Andriyan sama sekali tidak mendengarkan kalimat Devanda yang menekankan bahwa pria itu adalah adiknya, tapi lebih kepada pujian yang sudah Devanda katakan.“Baiklah, aku paham, dia sangat luar biasa.”“Benar. Aku bilang begini pun karena kamu membahasnya.”Kecemburuan sepertinya sudah menyelimuti kepala Andriyan. Dia hanya mampu menggenggam erat sendok dan garpu ini, berniat melemparkannya sejak tadi.“Setelah makan malam, bolehkah aku bicara dengan Daffa?” tanya Devanda yang meminta izin kepada Andriyan.“Kenapa kamu minta ijin padaku
Tangan Andriyan menurunkan pakaian Devanda sampai putingnya terlihat. Dari belakang pria itu tidak berhenti menciumi leher dan telinga bagian belakang Devanda. Kedua tangannya jelas bergerak memilin putting Devanda. Merasa enak dengan hal itu Devanda terus mendesah sekali dan dua kali, hingga tak terhitung jumlahnya.Sampai akhirnya Devanda menegakkan tubuhnya. Membiarkan kursi yang dia duduki tadi jatuh menggelinding. Andriyan terus meremas payudara Devanda sambil melihat wajah Devanda yang keenakan dari dalam cermin.“Iyan, aku lebih suka di tempat tidur,” ucap Devanda yang wajahnya sudah memanas.Sama halnya Andriyan, tapi dia lebih sibuk memuaskan Devanda. “Aku suka di sini,” ucapnya.“Iyan.”“Tidak,” jawab Andriyan langsung. “Aku suka di sini, Vanda.”“Iyan … ahh … se—sepertinya sudah waktunya untuk melakukannya lagi … ahh … tapi--”“Iya, aku tau kalau kamu tidak suka di depan cermin.” Hanya itu yang dikatakan Andriyan karena dia masih fokus meraba seluruh tubuh Devanda.“Aku tid
Lantas muncul-lah kepingan-kepingan ingatan dari kehidupan pertama. Semua ingatan tentang bagaimana sosok Andriyan terus mewarnai dan memutari hidupnya. Andriyan di kehidupan pertama bagi Devanda sungguh indah. Dia merupakan pria yang sangat bisa diandalkan dan menjadi pelindung hidup Devanda.Tidak berhenti Devanda terkekeh melihat Andriyan yang terus memainkan gitarnya di taman mereka sambil memanggili namanya. Pria yang tidak takut dengan apa pun dan menjadi bagian dari keindahan melodi, itu yang terbenam dalam hati Devanda. Sampai akhirnya satu demi satu peristiwa terjadi yang membuat kecemasan dan ketakutan pada diri pria itu bermunculan.Orang-orang jahat yang tidak suka Andriyan dan Devanda bahagia berkeliling di sekitar mereka untuk bergantian memberikan racun mereka. Tubuh Devanda tiba-tiba tidak seperti normalnya. Dia terus sakit-sakitan dan hanya berdiam di kamar. Meski begitu Devanda selalu menginginkan anak dari Andriyan. Dia ingin melahirkan anak Andriyan padahal kondisi
Lantas muncul-lah kepingan-kepingan ingatan dari kehidupan pertama. Semua ingatan tentang bagaimana sosok Andriyan terus mewarnai dan memutari hidupnya. Andriyan di kehidupan pertama bagi Devanda sungguh indah. Dia merupakan pria yang sangat bisa diandalkan dan menjadi pelindung hidup Devanda.Tidak berhenti Devanda terkekeh melihat Andriyan yang terus memainkan gitarnya di taman mereka sambil memanggili namanya. Pria yang tidak takut dengan apa pun dan menjadi bagian dari keindahan melodi, itu yang terbenam dalam hati Devanda. Sampai akhirnya satu demi satu peristiwa terjadi yang membuat kecemasan dan ketakutan pada diri pria itu bermunculan.Orang-orang jahat yang tidak suka Andriyan dan Devanda bahagia berkeliling di sekitar mereka untuk bergantian memberikan racun mereka. Tubuh Devanda tiba-tiba tidak seperti normalnya. Dia terus sakit-sakitan dan hanya berdiam di kamar. Meski begitu Devanda selalu menginginkan anak dari Andriyan. Dia ingin melahirkan anak Andriyan padahal kondisi
“Senorita, dengarkan aku. Tolong jangan katakan apa pun, kepada siapa pun, kalau suatu saat kau tiba-tiba melihatku tidak sadarkan diri.”“Sa—saya tidak mungkin berani melakukan itu, Tuan! Nyonya … Nyonya harus tahu, kan?”Andriyan menggeleng. “Jangan! Jangan sampai dia tahu! Cukup pengawal saja agar mereka membawaku ke kamar tamu di ujung,” ucap Andriyan.“Tapi Tu … Tuan!” Senorita terkejut melihat tuannya tiba-tiba kehilangan kesadaran. Dia bingung dan panik atas apa yang harus dilakukan. Memanggil nyonyanya tidak mungkin karena Andriyan baru saja memberikan amanat untuk tidak bercerita pada siapa pun jika dirinya kehilangan kesadaran. Dengan panik, Senorita segera berlari keluar rumah untuk memanggil pengawal. “TUAN-TUAN! TOLONG SAYA!”Karena khawatir, para pengawal segera ikut masuk dan menyiapkan senjata mereka apabila memang terjadi bahaya, tapi ternyata yang mereka lihat adalah tuannya yang tergeletak di atas lantai. “Apa yang terjadi, Senorita?!” tanya mereka yang panik.“Ini
“Senorita, dengarkan aku. Tolong jangan katakan apa pun, kepada siapa pun, kalau suatu saat kau tiba-tiba melihatku tidak sadarkan diri.”“Sa—saya tidak mungkin berani melakukan itu, Tuan! Nyonya … Nyonya harus tahu, kan?”Andriyan menggeleng. “Jangan! Jangan sampai dia tahu! Cukup pengawal saja agar mereka membawaku ke kamar tamu di ujung,” ucap Andriyan.“Tapi Tu … Tuan!” Senorita terkejut melihat tuannya tiba-tiba kehilangan kesadaran. Dia bingung dan panik atas apa yang harus dilakukan. Memanggil nyonyanya tidak mungkin karena Andriyan baru saja memberikan amanat untuk tidak bercerita pada siapa pun jika dirinya kehilangan kesadaran. Dengan panik, Senorita segera berlari keluar rumah untuk memanggil pengawal. “TUAN-TUAN! TOLONG SAYA!”Karena khawatir, para pengawal segera ikut masuk dan menyiapkan senjata mereka apabila memang terjadi bahaya, tapi ternyata yang mereka lihat adalah tuannya yang tergeletak di atas lantai. “Apa yang terjadi, Senorita?!” tanya mereka yang panik.“Ini
“Senorita, dengarkan aku. Tolong jangan katakan apa pun, kepada siapa pun, kalau suatu saat kau tiba-tiba melihatku tidak sadarkan diri.”“Sa—saya tidak mungkin berani melakukan itu, Tuan! Nyonya … Nyonya harus tahu, kan?”Andriyan menggeleng. “Jangan! Jangan sampai dia tahu! Cukup pengawal saja agar mereka membawaku ke kamar tamu di ujung,” ucap Andriyan.“Tapi Tu … Tuan!” Senorita terkejut melihat tuannya tiba-tiba kehilangan kesadaran. Dia bingung dan panik atas apa yang harus dilakukan. Memanggil nyonyanya tidak mungkin karena Andriyan baru saja memberikan amanat untuk tidak bercerita pada siapa pun jika dirinya kehilangan kesadaran. Dengan panik, Senorita segera berlari keluar rumah untuk memanggil pengawal. “TUAN-TUAN! TOLONG SAYA!”Karena khawatir, para pengawal segera ikut masuk dan menyiapkan senjata mereka apabila memang terjadi bahaya, tapi ternyata yang mereka lihat adalah tuannya yang tergeletak di atas lantai. “Apa yang terjadi, Senorita?!” tanya mereka yang panik.“Ini
“Tidak! Kumohon! Kumohon jangan!” Mayja terus mencoba membuka ikatan tangannya. Dia tidak bisa mati begitu saja. Rasel pun memintanya untuk tetap hidup. Jadi Mayja tidak boleh mati.“Jika tak bersamaku lagi, ingat warna langit favoritku. Jika memang sudah tak berjalan seiring, jaga diri masing-masing. Jika tiba waktunya nanti, yang tak dipaksa yang kan terjadi. Walau memang sudah tak berjalan seiring, jaga diri masing-masing. Sampai bertemu di lain bumi … sampai bertemu di lain hari ….”Mendadak lagu itu terngiang di dalam telinga Mayja. Lagu ini adalah lagu yang Mayja dengar di dalam mimpinya ketika bertemu Rasel. Apa Rasel ada di sini? Apa Rasel akan membantunya? Pandangan Mayja terus mengedar, sedangkan langkah Sandy semakin maju untuk menjatuhkan mereka bersama.Air mata sudah berlinangan di pipi Mayja. Di saat begini dia paling merindukan Rasel yang tidak akan ragu untuk datang setiap dirinya berada dalam bahaya. Namun Mayja sama sekali tidak bisa menjaga dirinya sendiri. Ini bod
“Maafkan aku, tapi hasilnya menunjukkan adanya tumor di dalam otakmu, Andriyan. Tumor ini cukup besar dan sudah mencapai stadium akhir. Berdasarkan kondisi tumor yang sudah mencapai stadium akhir dan ukurannya yang cukup besar, prognosisnya memang tidak menggembirakan.”Akhir-akhir ini Andriyan lebih sering melamun jika tidak diajak bicara. Seolah ada banyak hal yang sedang dia pikirkan. Bio yang kini menggantikan posisi Rasel sebagai asisten pribadinya mulai menyadari beberapa keanehan itu.Ia pun meletakkan tangannya di bahu Andriyan. “Ada masalah, Tuan?”“Kapan kita bisa menemukan Sandy?” tanya Andriyan yang pandangannya sama sekali tidak beralih dan masih melamun.“Tuan!”Sontak Andriyan tersentak mendengar teriakan itu. Dia segera menoleh ke arah Bio dengan raut marah. “Kenapa kamu berteriak?!”“Saya hanya khawatir pada Anda yang akhir-akhir ini sering tidak fokus. Padahal baru beberapa waktu lalu saya melaporkan bahwa kami menerima kabar bahwa kini dia berada di Bali. Ada orang
“Takdir sedang berulang. Akan ada konsekuensi dibalik pengulangan peristiwa yang pernah terjadi sebelumnya.”Konsekuensi, tampaknya itu yang sedang Andriyan hadapi saat ini. Kejadian di kehidupan kali ini memang banyak mirip di kehidupan pertama, tapi bedanya Devanda yang diserang oleh penyakit mematikan. Entah mengapa rasanya Andriyan lebih tenang jika memikirkan bahwa orang yang diberi penyakit adalah Devanda, bukan dirinya. Sehingga Andriyan hanya perlu menemukan Sandy Gautama agar Devanda tidak lagi dalam bahaya.Tubuh Andriyan terjatuh lemas di bangku tunggu rumah sakit. Dari banyaknya orang yang berlalu-lalang, dia merasa seperti hanya dirinya yang memiliki waktu singkat dan terhenti di tempat. Dia tidak bisa memikirkan apa pun. Mengetahui kabar bahwa akan mati ternyata tidak terlalu menyenangkan saat memiliki seseorang yang berharga. Bukankah tangis Devanda akan begitu kencang berhari-hari setelah kepergiannya nanti?Berbagai hal indah yang masih ingin dibagikan Andriyan pada D
“Anak dan wanita? Kalau melihat dari situasi di sekitarnya, kemarin saat diperiksa Moana itu sedang hamil … hah?!” Devanda langsung menutup mulutnya. Tidak percaya jika apa yang dikatakan Andriyan waktu itu memiliki kemungkinan untuk benar. “Ti—tidak mungkin, kan?”Andriyan mengedikkan kedua bahunya sembari bersedekap dada. Sebenarnya dia mendatangi Jonathan atas permintaan istrinya itu. Padahal berbincang dengan pria itu terasa sangat menyebalkan. Meski Andriyan memang merasakan perubahan yang signifikan darinya.Di lain sisi, Devanda merasa tenang karena Jonathan di penjara. Sehingga ancaman terbesarnya dalam kehidupan ketiga ini bisa dia hindari sejauh-jauhnya. Satu-satunya masalah yang harus Devanda tuntaskan hanya tentang Sandy Gautama yang posisinya masih berkeliaran di luar sana. Kapan pun dia bisa mendatangi Mayja lagi. Itu sebabnya Devanda masih belum bisa merasa sepenuhnya tenang.“Siapa pun wanita dan anak yang Jonathan maksud, semoga saja dia baik-baik saja. Karena tidak a