“Terima kasih sudah mengantarkanku,” ucap Mayja ketika mobil yang ditumpanginya dengan Rasel berhenti di depan area kos Mayja. Sebenarnya masih ada kecemasan besar yang dimiliki Rasel terkait tempat yang ditinggali perempuan itu sekarang, tapi karena belum menikah, Rasel jadi tidak bisa membawa Mayja pergi dari tempat itu dan tinggal bersamanya.
“Aku harap kamu meneleponku kapan pun jika terjadi sesuatu. Melihat kamu masih tinggal di tempat itu membuatku terganggu,” kata Rasel.
Mayja senang mendengarnya karena dia merasakan kepedulian dari orang lain. “Tenang saja. Aku pasti akan meminta bantuan kalau terjadi sesuatu.” Setelah mengatakan itu, Mayja menghela napas berat sembari menatap jalan raya yang ada di depan mereka.
“Apa kamu terbebani dengan kepindahan tuan dan nyonya ke ibukota? Kamu masih ingin tinggal di sini?” tanya Rasel, menebak apa yang sedang dipikirkan Mayja karena raut
“Tuan Jonathan?”Mayja dan Rasel saling beradu pandang, hingga keheningan dalam mencerna situasi itu terinterupsi oleh dering ponsel Rasel. Setelah mengambil ponselnya dari saku celana, Rasel melihat nama ‘Tuan Andriyan’ yang terpampang di layar. “Aku mengangkatnya sebentar,” kata Rasel sembari melirik Mayja. Mayja pun membalasnya dengan anggukan.“Ya, Tuan?”“Rasel, aku ingin kamu mencari tahu sesuatu.”Tidak biasanya Andriyan memberikan perintah malam-malam begini kalau bukan tentang sesuatu yang genting. “Baik, Tuan.”“Cari tahu siapa pria bernama Kanello di negara ini. Kalau di negara luar pun ada, berikan semua informasinya padaku,” ucap Andriyan.“Kanello?”Mendengar Rasel menyebut nama yang sangat ia kenal, Mayja langsung menoleh. Tatapan Mayja membuat Rasel curiga, tapi ia masih dalam
Andriyan dan Devanda sudah tiba di ibukota. Mereka menaiki penerbangan yang sama dengan Jonathan dan Kinara, tetapi berpisah di bandara. Memperhatikan macetnya jalan raya, Devanda jadi ingat bagaimana kehidupan pertama yang begitu melelahkan. Saat itu mobilisasinya cukup tinggi karena dia harus berlalu-lalang ke sana ke mari sebagai artis yang memiliki jadwal padat.Namun, dari keberangkatan mereka sampai tiba di bandara, Devanda tidak menghiraukan Andriyan yang terus mengajaknya bicara. Wanita itu semakin dingin dari biasanya. Hal itu sangat menyiksa Andriyan karena tidak tahu kesalahannya apa dan apa yang harus diperbaikinya. Bertanya pada Mayja juga percuma karena perempuan itu juga merasakan perubahan tanpa sebab Devanda.“Setelah ini kamu mau makan siang apa?” tanya Andriyan saat mobil mereka hampir sampai di basement apartemen.“Kamu makan duluan saja. Aku ada janji dengan seseorang,” jawab Devanda.
“Karena suara bising mereka terdengar mulai menyenangkan.”Mayja sungguh tidak mengerti. Andai dia bisa masuk ke dalam kepala Devanda, dia sangat ingin tahu apa saja yang ada di dalamnya. “Mayja, pangkas rambutku!”“Pa—pangkas?”Devanda mengangguk, lalu meletakkan tangannya di bahunya. “Se-bahu.”Sesuai permintaan Devanda, Mayja mulai memangkas rambut panjang yang dimiliki perempuan itu jadi se-bahu. Pangkasannya sangat rapi karena Mayja memang sudah ahli. Perubahan gaya rambut ini sekaligus merupakan perubahan penampilan Devanda. Dandanan yang lebih tebal dari biasanya, gaya rambut model baru, dan pakaian mewah yang dikenakannya membuat Devanda seperti orang asing. Mayja saja sampai tidak percaya bahwa hari seperti ini akan tiba. Apa ini benar-benar Devanda, atasannya yang sudah bertahun-tahun ia temani?“Tenangkan dirimu, May. Sepertinya kamu sangat terkeju
Kehidupan pertama ….“NATHAN! NATHAN! AKU MOHON! AKU MOHON JANGAN SAKITI ANGGA! NATHAN!” Devanda tidak berhenti menggebrak-gebrak pintu agar Jonathan mau mendengarnya dan melepaskan Erlangga. Tanpa henti Devanda melakukannya, dengan tangis yang sudah berlinangan sejak dua jam yang lalu.“Jonathan, aku mohon … ini bukan karena Angga! Dia tidak melakukan apa pun. Baiklah, ini salahku! Ya, ini semua salahku yang sibuk sampai tidak ada waktu untukmu! Ini salahku karena bicara yang tidak-tidak tentang perceraian dan meninggalkanmu! Jadi, kumohon … kumohon lepaskan Tuan Angga! Ya? Sayang?!” Devanda menggedor-gedornya lagi, sampai akhirnya pintu pun terbuka. Terlihat Jonathan muncul dengan wajah yang terciprat darah segar. Entah itu milik siapa, tapi Devanda yakin bahwa ada milik Erlangga di sana.Pria berdarah dingin itu memperhatikan Devanda yang membatu karena terkejut melihat cipratan darah
“Devanda benar-benar menemui pria itu?”Rasel berdiri dengan tegap di dekat Andriyan yang berdiri menghadap jendela kamar. “Ya, Tuan. Mereka bertemu secara tertutup di salah satu restoran Jepang yang terkenal.”“Tertutup?!” Andriyan membalik tubuhnya. Rasanya semuanya berantakan, tidak ada yang berjalan sesuai harapan Andriyan. Dia tidak tahu kesalahannya apa dan apa yang sudah membuat Devanda kecewa padanya. Sekarang dia malah mendengar perempuan itu bertemu dengan pria lain. Katanya, Erlangga Putra memang masih lajang dalam waktu lama, padahal ada banyak perempuan yang berusaha memikat hatinya.Mungkinkah alasannya adalah Devanda?“Tuan, nanti setelah Mayja pulang, saya akan mencari tahunya. Anda tenang saja.”Andriyan tidak yakin kalau Mayja juga mengetahui apa isi percakapan Devanda dengan pria itu jika hubungan keduanya saja Mayja tidak pernah tahu. Mungkin sa
Ternyata kali ini pun Andriyan gagal menemui Devanda karena setelah membersihkan diri dan bersiap, perempuan itu langsung berangkat keluar. Sepertinya menemui si Erlangga-Erlangga itu. Padahal Andriyan sudah berpikir bahwa selama dia sakit dan beristirahat di rumah, dia akan sengaja bermanja-manja agar Devanda lebih cemas dan merawatnya.Di sisi lain, sejak Erlangga setuju untuk membantu Devanda kembali terjun di dunia entertain, Devanda mulai berlatih dengan pelatih yang Erlangga siapkan untuk debutnya. Kemampuan akting Devanda belum hilang, dia masih bisa mengasahnya lagi karena sudah lama tidak digunakan. Sebab ingatan kehidupan lampau terkadang memiliki beberapa sisi yang sudah terhapus oleh ingatan baru.“Hari ini pun kemampuan Anda luar biasa, Nyonya,” ucap Stefani, pelatih akting Devanda.“Terima kasih, Nyonya. Ini semua berkat Anda yang mengajari saya dengan sabar,” jawab Devanda dengan seulas senyum
“Kamu yang harus mengendalikan dirimu! Iyan, kamu, yang harus sadar! Kamu harus sadar diri!”Kalimat itu sedikit menyakiti Andriyan, seolah dia diminta sadar diri sebelum memiliki perasaan pada Devanda. Andriyan memang bukan pria se-hebat itu. Dia tidak sepenuhnya berhak memonopoli Devanda karena perempuan itu juga berhak mendapatkan pria yang lebih baik darinya. Perkataan Devanda hari ini jadi membuat Andriyan semakin sadar diri.Devanda menatap lurus Andriyan yang terdiam. “Kamu mau tahu kan kenapa aku marah dan menghindarimu selama ini? Kamu mau tahu siapa yang menjadi alasanku untuk marah dan bersikap tidak seperti biasanya? Kamu mau tahu … kenapa aku tidak menjawab ketika kamu menyatakan perasaanmu berkali-kali?”Andriyan memilih diam. Dia ingin mendengar semuanya. Kalau dia menyela sedikit saja, dia takut kehilangan kesempatan untuk mendengarkan isi hati Devanda.“Aku berusaha! Aku
“Ini, Nona.” Devanda menerima obat pengar yang dibawakan Mayja lalu segera meminumnya.“May, kabarkan pada Stefani kalau hari ini aku harus beristirahat karena tidak enak badan.”“Baik, Nona.” Mayja beranjak dari sana untuk menelepon Stefani.Mendengar itu, Delvino menaikkan kedua alisnya. “Stefani? Siapa itu? Apa Kakak mulai melakukan sesuatu yang aneh?”Keberadaan Delvino sungguh membuatnya semakin pusing. “Sebenarnya apa yang kamu lakukan di sini, Vino?”“Kakak pindah ke ibukota lagi tanpa mengabari keluarga. Tentu aku dikirim papa ke sini untuk memeriksa keadaanmu dan suamimu.”Mendengar kata suami, Devanda jadi teringat kejadian semalam. Secara otomatis wajahnya merona, ia langsung mengalihkan pandang.“Tapi dari pagi aku sudah tidak melihatmu suamimu di sini. Apa dia tidak pulang?” tanya Delvino.Tidak mungki
Lantas muncul-lah kepingan-kepingan ingatan dari kehidupan pertama. Semua ingatan tentang bagaimana sosok Andriyan terus mewarnai dan memutari hidupnya. Andriyan di kehidupan pertama bagi Devanda sungguh indah. Dia merupakan pria yang sangat bisa diandalkan dan menjadi pelindung hidup Devanda.Tidak berhenti Devanda terkekeh melihat Andriyan yang terus memainkan gitarnya di taman mereka sambil memanggili namanya. Pria yang tidak takut dengan apa pun dan menjadi bagian dari keindahan melodi, itu yang terbenam dalam hati Devanda. Sampai akhirnya satu demi satu peristiwa terjadi yang membuat kecemasan dan ketakutan pada diri pria itu bermunculan.Orang-orang jahat yang tidak suka Andriyan dan Devanda bahagia berkeliling di sekitar mereka untuk bergantian memberikan racun mereka. Tubuh Devanda tiba-tiba tidak seperti normalnya. Dia terus sakit-sakitan dan hanya berdiam di kamar. Meski begitu Devanda selalu menginginkan anak dari Andriyan. Dia ingin melahirkan anak Andriyan padahal kondisi
Lantas muncul-lah kepingan-kepingan ingatan dari kehidupan pertama. Semua ingatan tentang bagaimana sosok Andriyan terus mewarnai dan memutari hidupnya. Andriyan di kehidupan pertama bagi Devanda sungguh indah. Dia merupakan pria yang sangat bisa diandalkan dan menjadi pelindung hidup Devanda.Tidak berhenti Devanda terkekeh melihat Andriyan yang terus memainkan gitarnya di taman mereka sambil memanggili namanya. Pria yang tidak takut dengan apa pun dan menjadi bagian dari keindahan melodi, itu yang terbenam dalam hati Devanda. Sampai akhirnya satu demi satu peristiwa terjadi yang membuat kecemasan dan ketakutan pada diri pria itu bermunculan.Orang-orang jahat yang tidak suka Andriyan dan Devanda bahagia berkeliling di sekitar mereka untuk bergantian memberikan racun mereka. Tubuh Devanda tiba-tiba tidak seperti normalnya. Dia terus sakit-sakitan dan hanya berdiam di kamar. Meski begitu Devanda selalu menginginkan anak dari Andriyan. Dia ingin melahirkan anak Andriyan padahal kondisi
“Senorita, dengarkan aku. Tolong jangan katakan apa pun, kepada siapa pun, kalau suatu saat kau tiba-tiba melihatku tidak sadarkan diri.”“Sa—saya tidak mungkin berani melakukan itu, Tuan! Nyonya … Nyonya harus tahu, kan?”Andriyan menggeleng. “Jangan! Jangan sampai dia tahu! Cukup pengawal saja agar mereka membawaku ke kamar tamu di ujung,” ucap Andriyan.“Tapi Tu … Tuan!” Senorita terkejut melihat tuannya tiba-tiba kehilangan kesadaran. Dia bingung dan panik atas apa yang harus dilakukan. Memanggil nyonyanya tidak mungkin karena Andriyan baru saja memberikan amanat untuk tidak bercerita pada siapa pun jika dirinya kehilangan kesadaran. Dengan panik, Senorita segera berlari keluar rumah untuk memanggil pengawal. “TUAN-TUAN! TOLONG SAYA!”Karena khawatir, para pengawal segera ikut masuk dan menyiapkan senjata mereka apabila memang terjadi bahaya, tapi ternyata yang mereka lihat adalah tuannya yang tergeletak di atas lantai. “Apa yang terjadi, Senorita?!” tanya mereka yang panik.“Ini
“Senorita, dengarkan aku. Tolong jangan katakan apa pun, kepada siapa pun, kalau suatu saat kau tiba-tiba melihatku tidak sadarkan diri.”“Sa—saya tidak mungkin berani melakukan itu, Tuan! Nyonya … Nyonya harus tahu, kan?”Andriyan menggeleng. “Jangan! Jangan sampai dia tahu! Cukup pengawal saja agar mereka membawaku ke kamar tamu di ujung,” ucap Andriyan.“Tapi Tu … Tuan!” Senorita terkejut melihat tuannya tiba-tiba kehilangan kesadaran. Dia bingung dan panik atas apa yang harus dilakukan. Memanggil nyonyanya tidak mungkin karena Andriyan baru saja memberikan amanat untuk tidak bercerita pada siapa pun jika dirinya kehilangan kesadaran. Dengan panik, Senorita segera berlari keluar rumah untuk memanggil pengawal. “TUAN-TUAN! TOLONG SAYA!”Karena khawatir, para pengawal segera ikut masuk dan menyiapkan senjata mereka apabila memang terjadi bahaya, tapi ternyata yang mereka lihat adalah tuannya yang tergeletak di atas lantai. “Apa yang terjadi, Senorita?!” tanya mereka yang panik.“Ini
“Senorita, dengarkan aku. Tolong jangan katakan apa pun, kepada siapa pun, kalau suatu saat kau tiba-tiba melihatku tidak sadarkan diri.”“Sa—saya tidak mungkin berani melakukan itu, Tuan! Nyonya … Nyonya harus tahu, kan?”Andriyan menggeleng. “Jangan! Jangan sampai dia tahu! Cukup pengawal saja agar mereka membawaku ke kamar tamu di ujung,” ucap Andriyan.“Tapi Tu … Tuan!” Senorita terkejut melihat tuannya tiba-tiba kehilangan kesadaran. Dia bingung dan panik atas apa yang harus dilakukan. Memanggil nyonyanya tidak mungkin karena Andriyan baru saja memberikan amanat untuk tidak bercerita pada siapa pun jika dirinya kehilangan kesadaran. Dengan panik, Senorita segera berlari keluar rumah untuk memanggil pengawal. “TUAN-TUAN! TOLONG SAYA!”Karena khawatir, para pengawal segera ikut masuk dan menyiapkan senjata mereka apabila memang terjadi bahaya, tapi ternyata yang mereka lihat adalah tuannya yang tergeletak di atas lantai. “Apa yang terjadi, Senorita?!” tanya mereka yang panik.“Ini
“Tidak! Kumohon! Kumohon jangan!” Mayja terus mencoba membuka ikatan tangannya. Dia tidak bisa mati begitu saja. Rasel pun memintanya untuk tetap hidup. Jadi Mayja tidak boleh mati.“Jika tak bersamaku lagi, ingat warna langit favoritku. Jika memang sudah tak berjalan seiring, jaga diri masing-masing. Jika tiba waktunya nanti, yang tak dipaksa yang kan terjadi. Walau memang sudah tak berjalan seiring, jaga diri masing-masing. Sampai bertemu di lain bumi … sampai bertemu di lain hari ….”Mendadak lagu itu terngiang di dalam telinga Mayja. Lagu ini adalah lagu yang Mayja dengar di dalam mimpinya ketika bertemu Rasel. Apa Rasel ada di sini? Apa Rasel akan membantunya? Pandangan Mayja terus mengedar, sedangkan langkah Sandy semakin maju untuk menjatuhkan mereka bersama.Air mata sudah berlinangan di pipi Mayja. Di saat begini dia paling merindukan Rasel yang tidak akan ragu untuk datang setiap dirinya berada dalam bahaya. Namun Mayja sama sekali tidak bisa menjaga dirinya sendiri. Ini bod
“Maafkan aku, tapi hasilnya menunjukkan adanya tumor di dalam otakmu, Andriyan. Tumor ini cukup besar dan sudah mencapai stadium akhir. Berdasarkan kondisi tumor yang sudah mencapai stadium akhir dan ukurannya yang cukup besar, prognosisnya memang tidak menggembirakan.”Akhir-akhir ini Andriyan lebih sering melamun jika tidak diajak bicara. Seolah ada banyak hal yang sedang dia pikirkan. Bio yang kini menggantikan posisi Rasel sebagai asisten pribadinya mulai menyadari beberapa keanehan itu.Ia pun meletakkan tangannya di bahu Andriyan. “Ada masalah, Tuan?”“Kapan kita bisa menemukan Sandy?” tanya Andriyan yang pandangannya sama sekali tidak beralih dan masih melamun.“Tuan!”Sontak Andriyan tersentak mendengar teriakan itu. Dia segera menoleh ke arah Bio dengan raut marah. “Kenapa kamu berteriak?!”“Saya hanya khawatir pada Anda yang akhir-akhir ini sering tidak fokus. Padahal baru beberapa waktu lalu saya melaporkan bahwa kami menerima kabar bahwa kini dia berada di Bali. Ada orang
“Takdir sedang berulang. Akan ada konsekuensi dibalik pengulangan peristiwa yang pernah terjadi sebelumnya.”Konsekuensi, tampaknya itu yang sedang Andriyan hadapi saat ini. Kejadian di kehidupan kali ini memang banyak mirip di kehidupan pertama, tapi bedanya Devanda yang diserang oleh penyakit mematikan. Entah mengapa rasanya Andriyan lebih tenang jika memikirkan bahwa orang yang diberi penyakit adalah Devanda, bukan dirinya. Sehingga Andriyan hanya perlu menemukan Sandy Gautama agar Devanda tidak lagi dalam bahaya.Tubuh Andriyan terjatuh lemas di bangku tunggu rumah sakit. Dari banyaknya orang yang berlalu-lalang, dia merasa seperti hanya dirinya yang memiliki waktu singkat dan terhenti di tempat. Dia tidak bisa memikirkan apa pun. Mengetahui kabar bahwa akan mati ternyata tidak terlalu menyenangkan saat memiliki seseorang yang berharga. Bukankah tangis Devanda akan begitu kencang berhari-hari setelah kepergiannya nanti?Berbagai hal indah yang masih ingin dibagikan Andriyan pada D
“Anak dan wanita? Kalau melihat dari situasi di sekitarnya, kemarin saat diperiksa Moana itu sedang hamil … hah?!” Devanda langsung menutup mulutnya. Tidak percaya jika apa yang dikatakan Andriyan waktu itu memiliki kemungkinan untuk benar. “Ti—tidak mungkin, kan?”Andriyan mengedikkan kedua bahunya sembari bersedekap dada. Sebenarnya dia mendatangi Jonathan atas permintaan istrinya itu. Padahal berbincang dengan pria itu terasa sangat menyebalkan. Meski Andriyan memang merasakan perubahan yang signifikan darinya.Di lain sisi, Devanda merasa tenang karena Jonathan di penjara. Sehingga ancaman terbesarnya dalam kehidupan ketiga ini bisa dia hindari sejauh-jauhnya. Satu-satunya masalah yang harus Devanda tuntaskan hanya tentang Sandy Gautama yang posisinya masih berkeliaran di luar sana. Kapan pun dia bisa mendatangi Mayja lagi. Itu sebabnya Devanda masih belum bisa merasa sepenuhnya tenang.“Siapa pun wanita dan anak yang Jonathan maksud, semoga saja dia baik-baik saja. Karena tidak a