Kehidupan pertama ….
“NATHAN! NATHAN! AKU MOHON! AKU MOHON JANGAN SAKITI ANGGA! NATHAN!” Devanda tidak berhenti menggebrak-gebrak pintu agar Jonathan mau mendengarnya dan melepaskan Erlangga. Tanpa henti Devanda melakukannya, dengan tangis yang sudah berlinangan sejak dua jam yang lalu.
“Jonathan, aku mohon … ini bukan karena Angga! Dia tidak melakukan apa pun. Baiklah, ini salahku! Ya, ini semua salahku yang sibuk sampai tidak ada waktu untukmu! Ini salahku karena bicara yang tidak-tidak tentang perceraian dan meninggalkanmu! Jadi, kumohon … kumohon lepaskan Tuan Angga! Ya? Sayang?!” Devanda menggedor-gedornya lagi, sampai akhirnya pintu pun terbuka. Terlihat Jonathan muncul dengan wajah yang terciprat darah segar. Entah itu milik siapa, tapi Devanda yakin bahwa ada milik Erlangga di sana.
Pria berdarah dingin itu memperhatikan Devanda yang membatu karena terkejut melihat cipratan darah
“Devanda benar-benar menemui pria itu?”Rasel berdiri dengan tegap di dekat Andriyan yang berdiri menghadap jendela kamar. “Ya, Tuan. Mereka bertemu secara tertutup di salah satu restoran Jepang yang terkenal.”“Tertutup?!” Andriyan membalik tubuhnya. Rasanya semuanya berantakan, tidak ada yang berjalan sesuai harapan Andriyan. Dia tidak tahu kesalahannya apa dan apa yang sudah membuat Devanda kecewa padanya. Sekarang dia malah mendengar perempuan itu bertemu dengan pria lain. Katanya, Erlangga Putra memang masih lajang dalam waktu lama, padahal ada banyak perempuan yang berusaha memikat hatinya.Mungkinkah alasannya adalah Devanda?“Tuan, nanti setelah Mayja pulang, saya akan mencari tahunya. Anda tenang saja.”Andriyan tidak yakin kalau Mayja juga mengetahui apa isi percakapan Devanda dengan pria itu jika hubungan keduanya saja Mayja tidak pernah tahu. Mungkin sa
Ternyata kali ini pun Andriyan gagal menemui Devanda karena setelah membersihkan diri dan bersiap, perempuan itu langsung berangkat keluar. Sepertinya menemui si Erlangga-Erlangga itu. Padahal Andriyan sudah berpikir bahwa selama dia sakit dan beristirahat di rumah, dia akan sengaja bermanja-manja agar Devanda lebih cemas dan merawatnya.Di sisi lain, sejak Erlangga setuju untuk membantu Devanda kembali terjun di dunia entertain, Devanda mulai berlatih dengan pelatih yang Erlangga siapkan untuk debutnya. Kemampuan akting Devanda belum hilang, dia masih bisa mengasahnya lagi karena sudah lama tidak digunakan. Sebab ingatan kehidupan lampau terkadang memiliki beberapa sisi yang sudah terhapus oleh ingatan baru.“Hari ini pun kemampuan Anda luar biasa, Nyonya,” ucap Stefani, pelatih akting Devanda.“Terima kasih, Nyonya. Ini semua berkat Anda yang mengajari saya dengan sabar,” jawab Devanda dengan seulas senyum
“Kamu yang harus mengendalikan dirimu! Iyan, kamu, yang harus sadar! Kamu harus sadar diri!”Kalimat itu sedikit menyakiti Andriyan, seolah dia diminta sadar diri sebelum memiliki perasaan pada Devanda. Andriyan memang bukan pria se-hebat itu. Dia tidak sepenuhnya berhak memonopoli Devanda karena perempuan itu juga berhak mendapatkan pria yang lebih baik darinya. Perkataan Devanda hari ini jadi membuat Andriyan semakin sadar diri.Devanda menatap lurus Andriyan yang terdiam. “Kamu mau tahu kan kenapa aku marah dan menghindarimu selama ini? Kamu mau tahu siapa yang menjadi alasanku untuk marah dan bersikap tidak seperti biasanya? Kamu mau tahu … kenapa aku tidak menjawab ketika kamu menyatakan perasaanmu berkali-kali?”Andriyan memilih diam. Dia ingin mendengar semuanya. Kalau dia menyela sedikit saja, dia takut kehilangan kesempatan untuk mendengarkan isi hati Devanda.“Aku berusaha! Aku
“Ini, Nona.” Devanda menerima obat pengar yang dibawakan Mayja lalu segera meminumnya.“May, kabarkan pada Stefani kalau hari ini aku harus beristirahat karena tidak enak badan.”“Baik, Nona.” Mayja beranjak dari sana untuk menelepon Stefani.Mendengar itu, Delvino menaikkan kedua alisnya. “Stefani? Siapa itu? Apa Kakak mulai melakukan sesuatu yang aneh?”Keberadaan Delvino sungguh membuatnya semakin pusing. “Sebenarnya apa yang kamu lakukan di sini, Vino?”“Kakak pindah ke ibukota lagi tanpa mengabari keluarga. Tentu aku dikirim papa ke sini untuk memeriksa keadaanmu dan suamimu.”Mendengar kata suami, Devanda jadi teringat kejadian semalam. Secara otomatis wajahnya merona, ia langsung mengalihkan pandang.“Tapi dari pagi aku sudah tidak melihatmu suamimu di sini. Apa dia tidak pulang?” tanya Delvino.Tidak mungki
“Devanda.”Suara ini adalah suara kutukan di kehidupan pertamanya. Kenapa dia mendengarnya sekarang dan di tempat ini? Padahal tujuan Devanda keluar hari ini hanya untuk mencari udara segar dan makan bersama Mayja. Wajah Jonathan yang tersenyum senang tampak menjengkelkan di mata Devanda. Sebab itu adalah awal di balik seluruh penderitaan Devanda.“Selamat siang, Kak,” sapanya.“Tidak kusangka akhirnya kita bertemu lagi di ibukota. Jadi, bagaimana kabarmu selama di sini? Apa di sini lebih baik dari tempatmu sebelumnya?”Devanda mengalihkan pandangannya. Dia berharap tidak perlu ada percakapan yang berlarut panjang dengan pria ini karena tidak nyaman. “Sama saja, seperti biasanya, Kak.”“Aku berharap kamu punya hubungan yang baik dengan Kinara waktu itu karena tidak mudah membawanya ikut bersamaku. Jadi, bagaimana pendapatmu tentangnya?”Perkataan Jonat
“Kamu tidak ingat apa-apa?!” Andriyan terbelalak, bahkan sampai tidak bisa menelan air botol mineral yang sedang dia pegang sekarang. Tubuhnya mendadak kaku mendengar Devanda tidak mengerti atau bahkan tidak tahu apa-apa dengan yang terjadi kemarin. Padahal dia sudah berbunga-bunga sejak pagi tadi.Devanda memejamkan mata dan mencoba mengurut keningnya yang terasa pening. “Hei, berhenti bertanya. Aku benar-benar tidak ingat.” Meski sebenarnya Devanda bukan tidak ingat, tapi menahan rasa malunya.“Apa kamu benar-benar bisa … melupakan itu?” Andriyan tidak hanya terdengar kecewa, tapi dia tidak percaya kalau Devanda memiliki kebiasaan minum sangat buruk sampai melupakan semua kejadian berharga saat sedang mabuk.“Apa kamu yakin tidak ingat apa pun?” Andriyan masih berusaha untuk menekan Devanda agar mengingatnya. Tidak mungkin jika dia mengingat memori itu sendirian.Devan
Devanda meletakkan kertas naskahnya di atas meja. “Hei, kenapa kamu terus … me—mengungkit, astaga, baiklah! Oke, mari kita dengar, apa yang kukatakan semalam? Hm? Apa? Memangnya apa yang sudah kukatakan?” Devanda menegakkan tubuhnya karena dia tidak mau ketahuan gemetaran.Andriyan pun ikut meletakkan kertas naskahnya dan berdiri menghadap Devanda. “Kamu mengaku.”Devanda sangat syok mendengar Andriyan yang langsung mengatakan intinya tanpa basa-basi lebih dulu. “A—apa? Uhuk! Uhuk! Ka—kamu bilang apa? Aku apa? Hei, Iyan, kamu mengenalku. Itu jelas omong kosong. Memang aku bilang apa? Apa aku bilang aku menyukaimu? Hahaha, i—itu jelas omong kosong! Astaga, aku pasti sudah gila. Kebiasaan mabukku sangat parah.” Devanda memegangi kepalanya sendiri karena mulai stress memikirkan bagaimana cara agar dia dapat menghindari situasi ini.Tatapan Andriyan yang begitu dalam me
Devanda baru saja menyelesaikan acara penekanan kontrak bersama pemain film yang lain. Sebelum pulang mereka semua sepakat untuk mengadakan makan bersama. Saat sedang bersiap, Devanda merasakan ada getaran dari sakunya. Sepertinya ada yang menelepon dirinya yang ternyata adalah Andriyan. Melihat nama Andriyan jadi mengingatkan Devanda pada peristiwa kemarin.Kemarin ….“Memangnya apa yang tidak bisa kutangani? Vanda, aku yakin! Aku yakin soal perasaanku dan begitu juga kamu.”“Memangnya aku kenapa?” tanya Devanda. “Bagaimana kamu tahu perasaanku? Ya, aku mungkin sedikit bingung karena setiap hari dan setiap saat melihat wajahmu dalam rumah yang sama. Jadi wajar kalau aku tiba-tiba tertarik karena terbiasa denganmu. Tapi itu kan karena terbiasa tinggal bersama!”Andriyan langsung mendekatkan tubuhnya. “Baiklah, mungkin itu perasaan suka sesaat, tapi bagaimana dengan sekarang? Kenapa kamu melaku
Lantas muncul-lah kepingan-kepingan ingatan dari kehidupan pertama. Semua ingatan tentang bagaimana sosok Andriyan terus mewarnai dan memutari hidupnya. Andriyan di kehidupan pertama bagi Devanda sungguh indah. Dia merupakan pria yang sangat bisa diandalkan dan menjadi pelindung hidup Devanda.Tidak berhenti Devanda terkekeh melihat Andriyan yang terus memainkan gitarnya di taman mereka sambil memanggili namanya. Pria yang tidak takut dengan apa pun dan menjadi bagian dari keindahan melodi, itu yang terbenam dalam hati Devanda. Sampai akhirnya satu demi satu peristiwa terjadi yang membuat kecemasan dan ketakutan pada diri pria itu bermunculan.Orang-orang jahat yang tidak suka Andriyan dan Devanda bahagia berkeliling di sekitar mereka untuk bergantian memberikan racun mereka. Tubuh Devanda tiba-tiba tidak seperti normalnya. Dia terus sakit-sakitan dan hanya berdiam di kamar. Meski begitu Devanda selalu menginginkan anak dari Andriyan. Dia ingin melahirkan anak Andriyan padahal kondisi
Lantas muncul-lah kepingan-kepingan ingatan dari kehidupan pertama. Semua ingatan tentang bagaimana sosok Andriyan terus mewarnai dan memutari hidupnya. Andriyan di kehidupan pertama bagi Devanda sungguh indah. Dia merupakan pria yang sangat bisa diandalkan dan menjadi pelindung hidup Devanda.Tidak berhenti Devanda terkekeh melihat Andriyan yang terus memainkan gitarnya di taman mereka sambil memanggili namanya. Pria yang tidak takut dengan apa pun dan menjadi bagian dari keindahan melodi, itu yang terbenam dalam hati Devanda. Sampai akhirnya satu demi satu peristiwa terjadi yang membuat kecemasan dan ketakutan pada diri pria itu bermunculan.Orang-orang jahat yang tidak suka Andriyan dan Devanda bahagia berkeliling di sekitar mereka untuk bergantian memberikan racun mereka. Tubuh Devanda tiba-tiba tidak seperti normalnya. Dia terus sakit-sakitan dan hanya berdiam di kamar. Meski begitu Devanda selalu menginginkan anak dari Andriyan. Dia ingin melahirkan anak Andriyan padahal kondisi
“Senorita, dengarkan aku. Tolong jangan katakan apa pun, kepada siapa pun, kalau suatu saat kau tiba-tiba melihatku tidak sadarkan diri.”“Sa—saya tidak mungkin berani melakukan itu, Tuan! Nyonya … Nyonya harus tahu, kan?”Andriyan menggeleng. “Jangan! Jangan sampai dia tahu! Cukup pengawal saja agar mereka membawaku ke kamar tamu di ujung,” ucap Andriyan.“Tapi Tu … Tuan!” Senorita terkejut melihat tuannya tiba-tiba kehilangan kesadaran. Dia bingung dan panik atas apa yang harus dilakukan. Memanggil nyonyanya tidak mungkin karena Andriyan baru saja memberikan amanat untuk tidak bercerita pada siapa pun jika dirinya kehilangan kesadaran. Dengan panik, Senorita segera berlari keluar rumah untuk memanggil pengawal. “TUAN-TUAN! TOLONG SAYA!”Karena khawatir, para pengawal segera ikut masuk dan menyiapkan senjata mereka apabila memang terjadi bahaya, tapi ternyata yang mereka lihat adalah tuannya yang tergeletak di atas lantai. “Apa yang terjadi, Senorita?!” tanya mereka yang panik.“Ini
“Senorita, dengarkan aku. Tolong jangan katakan apa pun, kepada siapa pun, kalau suatu saat kau tiba-tiba melihatku tidak sadarkan diri.”“Sa—saya tidak mungkin berani melakukan itu, Tuan! Nyonya … Nyonya harus tahu, kan?”Andriyan menggeleng. “Jangan! Jangan sampai dia tahu! Cukup pengawal saja agar mereka membawaku ke kamar tamu di ujung,” ucap Andriyan.“Tapi Tu … Tuan!” Senorita terkejut melihat tuannya tiba-tiba kehilangan kesadaran. Dia bingung dan panik atas apa yang harus dilakukan. Memanggil nyonyanya tidak mungkin karena Andriyan baru saja memberikan amanat untuk tidak bercerita pada siapa pun jika dirinya kehilangan kesadaran. Dengan panik, Senorita segera berlari keluar rumah untuk memanggil pengawal. “TUAN-TUAN! TOLONG SAYA!”Karena khawatir, para pengawal segera ikut masuk dan menyiapkan senjata mereka apabila memang terjadi bahaya, tapi ternyata yang mereka lihat adalah tuannya yang tergeletak di atas lantai. “Apa yang terjadi, Senorita?!” tanya mereka yang panik.“Ini
“Senorita, dengarkan aku. Tolong jangan katakan apa pun, kepada siapa pun, kalau suatu saat kau tiba-tiba melihatku tidak sadarkan diri.”“Sa—saya tidak mungkin berani melakukan itu, Tuan! Nyonya … Nyonya harus tahu, kan?”Andriyan menggeleng. “Jangan! Jangan sampai dia tahu! Cukup pengawal saja agar mereka membawaku ke kamar tamu di ujung,” ucap Andriyan.“Tapi Tu … Tuan!” Senorita terkejut melihat tuannya tiba-tiba kehilangan kesadaran. Dia bingung dan panik atas apa yang harus dilakukan. Memanggil nyonyanya tidak mungkin karena Andriyan baru saja memberikan amanat untuk tidak bercerita pada siapa pun jika dirinya kehilangan kesadaran. Dengan panik, Senorita segera berlari keluar rumah untuk memanggil pengawal. “TUAN-TUAN! TOLONG SAYA!”Karena khawatir, para pengawal segera ikut masuk dan menyiapkan senjata mereka apabila memang terjadi bahaya, tapi ternyata yang mereka lihat adalah tuannya yang tergeletak di atas lantai. “Apa yang terjadi, Senorita?!” tanya mereka yang panik.“Ini
“Tidak! Kumohon! Kumohon jangan!” Mayja terus mencoba membuka ikatan tangannya. Dia tidak bisa mati begitu saja. Rasel pun memintanya untuk tetap hidup. Jadi Mayja tidak boleh mati.“Jika tak bersamaku lagi, ingat warna langit favoritku. Jika memang sudah tak berjalan seiring, jaga diri masing-masing. Jika tiba waktunya nanti, yang tak dipaksa yang kan terjadi. Walau memang sudah tak berjalan seiring, jaga diri masing-masing. Sampai bertemu di lain bumi … sampai bertemu di lain hari ….”Mendadak lagu itu terngiang di dalam telinga Mayja. Lagu ini adalah lagu yang Mayja dengar di dalam mimpinya ketika bertemu Rasel. Apa Rasel ada di sini? Apa Rasel akan membantunya? Pandangan Mayja terus mengedar, sedangkan langkah Sandy semakin maju untuk menjatuhkan mereka bersama.Air mata sudah berlinangan di pipi Mayja. Di saat begini dia paling merindukan Rasel yang tidak akan ragu untuk datang setiap dirinya berada dalam bahaya. Namun Mayja sama sekali tidak bisa menjaga dirinya sendiri. Ini bod
“Maafkan aku, tapi hasilnya menunjukkan adanya tumor di dalam otakmu, Andriyan. Tumor ini cukup besar dan sudah mencapai stadium akhir. Berdasarkan kondisi tumor yang sudah mencapai stadium akhir dan ukurannya yang cukup besar, prognosisnya memang tidak menggembirakan.”Akhir-akhir ini Andriyan lebih sering melamun jika tidak diajak bicara. Seolah ada banyak hal yang sedang dia pikirkan. Bio yang kini menggantikan posisi Rasel sebagai asisten pribadinya mulai menyadari beberapa keanehan itu.Ia pun meletakkan tangannya di bahu Andriyan. “Ada masalah, Tuan?”“Kapan kita bisa menemukan Sandy?” tanya Andriyan yang pandangannya sama sekali tidak beralih dan masih melamun.“Tuan!”Sontak Andriyan tersentak mendengar teriakan itu. Dia segera menoleh ke arah Bio dengan raut marah. “Kenapa kamu berteriak?!”“Saya hanya khawatir pada Anda yang akhir-akhir ini sering tidak fokus. Padahal baru beberapa waktu lalu saya melaporkan bahwa kami menerima kabar bahwa kini dia berada di Bali. Ada orang
“Takdir sedang berulang. Akan ada konsekuensi dibalik pengulangan peristiwa yang pernah terjadi sebelumnya.”Konsekuensi, tampaknya itu yang sedang Andriyan hadapi saat ini. Kejadian di kehidupan kali ini memang banyak mirip di kehidupan pertama, tapi bedanya Devanda yang diserang oleh penyakit mematikan. Entah mengapa rasanya Andriyan lebih tenang jika memikirkan bahwa orang yang diberi penyakit adalah Devanda, bukan dirinya. Sehingga Andriyan hanya perlu menemukan Sandy Gautama agar Devanda tidak lagi dalam bahaya.Tubuh Andriyan terjatuh lemas di bangku tunggu rumah sakit. Dari banyaknya orang yang berlalu-lalang, dia merasa seperti hanya dirinya yang memiliki waktu singkat dan terhenti di tempat. Dia tidak bisa memikirkan apa pun. Mengetahui kabar bahwa akan mati ternyata tidak terlalu menyenangkan saat memiliki seseorang yang berharga. Bukankah tangis Devanda akan begitu kencang berhari-hari setelah kepergiannya nanti?Berbagai hal indah yang masih ingin dibagikan Andriyan pada D
“Anak dan wanita? Kalau melihat dari situasi di sekitarnya, kemarin saat diperiksa Moana itu sedang hamil … hah?!” Devanda langsung menutup mulutnya. Tidak percaya jika apa yang dikatakan Andriyan waktu itu memiliki kemungkinan untuk benar. “Ti—tidak mungkin, kan?”Andriyan mengedikkan kedua bahunya sembari bersedekap dada. Sebenarnya dia mendatangi Jonathan atas permintaan istrinya itu. Padahal berbincang dengan pria itu terasa sangat menyebalkan. Meski Andriyan memang merasakan perubahan yang signifikan darinya.Di lain sisi, Devanda merasa tenang karena Jonathan di penjara. Sehingga ancaman terbesarnya dalam kehidupan ketiga ini bisa dia hindari sejauh-jauhnya. Satu-satunya masalah yang harus Devanda tuntaskan hanya tentang Sandy Gautama yang posisinya masih berkeliaran di luar sana. Kapan pun dia bisa mendatangi Mayja lagi. Itu sebabnya Devanda masih belum bisa merasa sepenuhnya tenang.“Siapa pun wanita dan anak yang Jonathan maksud, semoga saja dia baik-baik saja. Karena tidak a