Devanda meletakkan kertas naskahnya di atas meja. “Hei, kenapa kamu terus … me—mengungkit, astaga, baiklah! Oke, mari kita dengar, apa yang kukatakan semalam? Hm? Apa? Memangnya apa yang sudah kukatakan?” Devanda menegakkan tubuhnya karena dia tidak mau ketahuan gemetaran.
Andriyan pun ikut meletakkan kertas naskahnya dan berdiri menghadap Devanda. “Kamu mengaku.”
Devanda sangat syok mendengar Andriyan yang langsung mengatakan intinya tanpa basa-basi lebih dulu. “A—apa? Uhuk! Uhuk! Ka—kamu bilang apa? Aku apa? Hei, Iyan, kamu mengenalku. Itu jelas omong kosong. Memang aku bilang apa? Apa aku bilang aku menyukaimu? Hahaha, i—itu jelas omong kosong! Astaga, aku pasti sudah gila. Kebiasaan mabukku sangat parah.” Devanda memegangi kepalanya sendiri karena mulai stress memikirkan bagaimana cara agar dia dapat menghindari situasi ini.
Tatapan Andriyan yang begitu dalam me
Devanda baru saja menyelesaikan acara penekanan kontrak bersama pemain film yang lain. Sebelum pulang mereka semua sepakat untuk mengadakan makan bersama. Saat sedang bersiap, Devanda merasakan ada getaran dari sakunya. Sepertinya ada yang menelepon dirinya yang ternyata adalah Andriyan. Melihat nama Andriyan jadi mengingatkan Devanda pada peristiwa kemarin.Kemarin ….“Memangnya apa yang tidak bisa kutangani? Vanda, aku yakin! Aku yakin soal perasaanku dan begitu juga kamu.”“Memangnya aku kenapa?” tanya Devanda. “Bagaimana kamu tahu perasaanku? Ya, aku mungkin sedikit bingung karena setiap hari dan setiap saat melihat wajahmu dalam rumah yang sama. Jadi wajar kalau aku tiba-tiba tertarik karena terbiasa denganmu. Tapi itu kan karena terbiasa tinggal bersama!”Andriyan langsung mendekatkan tubuhnya. “Baiklah, mungkin itu perasaan suka sesaat, tapi bagaimana dengan sekarang? Kenapa kamu melaku
Devanda dan Andriyan sudah masuk di dalam mobil. Mayja yang menyetir, Devanda yang duduk di sampingnya, dan Andriyan yang berada di belakang. Sepanjang perjalanan, mereka bertiga memilih diam setelah percakapan di luar mobil tadi. Mayja jadi merasa canggung atas keheningan dari kedua atasannya ini.“Nona, apa Anda ingin mencoba makanan yang sedang populer seperti biasanya?” tanya Mayja yang menghentikan laju mobil ketika rambu lalu lintas berwarna merah.Devanda berpikir sebentar, tapi belum sempat menjawab, bunyi keroncongan terdengar dari perutnya. Yang menandakan bahwa dia sedang kelaparan. “Kita makan dulu sebelum pulang, Mayja,” ucap Andriyan mengambil alih. Devanda hanya berdeham lalu menempelkan keningnya di kaca mobil untuk menyembunyikan rasa malunya.Sampainya mereka di salah satu tempat makan yang cukup populer sekarang, Mayja menghentikan laju mobil. Ia memarkirkan mobil mereka ketika melihat tuk
Andriyan tidak berhenti mengamati Devanda dengan bibir tersenyum lebar. Tangannya menggenggam hangat tangan cantik itu, sedangkan Devanda menahan senyumnya sambil mengalihkan pandang. Rasanya canggung bagi Devanda. Berbeda dengan Andriyan yang sudah menantikan hal ini dari lama.“I—Iyan, jangan terus melihatku begitu! Lihatlah langitnya,” ucap Devanda yang merasa tak nyaman ditatap terus. Rasanya sangat panas di wajahnya.“Kenapa? Kamu tidak suka kupandangi?”Bukan begitu maksud Devanda, tapi dia tidak bisa menjelaskan dengan membalas tatapan Andriyan. Maka yang ia bisa hanya menutup wajahnya dengan satu tangan, lalu berkata, “Bu—bukan begitu maksudku. Kamu membuatku malu! Lihatlah ke atas.”Merasa tidak ada jawaban dari Andriyan, Devanda akhirnya menoleh. Tapi ternyata pria itu masih menatapnya dengan senyuman lebar. Sontak Devanda memukul lengan Andriyan. “Ish, ayolah!
Hari ini merupakan berlangsungnya acara pernikahan Rasel dan Mayja. Karena ini merupakan pernikahan kontrak yang hanya berlangsung sampai Mayja selesai melunasi hutang ayahnya. Kalau dibuat target, Mayja menentukan dalam 3 tahun dia sudah harus selesai menebus seluruh hutang sang ayah.Karena tahu Mayja tidak memiliki keluarga yang bisa mengurus pernikahannya, Devanda turun tangan sebagai wali. Dia dengan telaten membantu Mayja mengurus segalanya, apalagi tentang persiapan pernikahan. Anggap saja ini sebagai cara Devanda membalas kebaikan Mayja selama ini.Dengan gaun berwarna putih yang menjuntai, Mayja tampak cantik dengan bunga yang mengitari bagian bawah sanggul kecilnya. Lehernya yang jenjang memperindah penampilannya sekarang. Devanda kali pertama menggunakan bakat meriasnya. Ternyata ingatan di kehidupan pertama masih berguna sampai sekarang.“Ini cantik sekali, Nona!” seru Mayja kala melihat hasil dandanan Devan
Menjadi seorang istri ternyata tidak se-menakutkan itu. Setelah pernikahan, Rasel dan Senja pindah ke rumah Mayja. Hal paling utama yang mereka lakukan adalah pisah kamar. Rasel dan Mayja yang menempati lantai dua tidur di kamar yang berbeda, sedangkan Senja tidur di lantai satu di mana itu merupakan kamar paling luas.Selain itu, Mayja jadi memiliki uang lebih banyak karena setengah gaji Rasel diberikan pada Mayja sebagai nafkah. Yang anehnya, yang kata Rasel hanya setengah ternyata sangatlah banyak. Sebenarnya seberapa banyak gaji yang diberikan oleh Andriyan padanya? Padahal menurutnya gaji dari Devanda sudah banyak, tapi ternyata gaji yang diberikan Andriyan jauh lebih banyak.“Apa ini tidak akan ketahuan Senja?” tanya Mayja ketika Rasel sedang membereskan barangnya ke kamar milik Rasel yang berhadapan dengan kamar Mayja.“Tenang saja. Meski kelihatan dewasa, anak itu masih polos dan bisa dikelabui. Kita tingg
119Tidak tahu harus bertingkah bagaimana, Mayja berjalan dengan canggung di sebelah Rasel. Padahal tadi niatnya adalah jalan-jalan di mall sebagai pengawal hari liburnya yang cerah, tapi terpaksa dia harus jalan bersama Rasel karena Senja menyudutkan keduanya bahwa mereka adalah sepasang suami istri sekarang sehingga harus keluar bersama.Padahal Mayja ingin menikmati liburannya. Dia jadi menghela napas berat. Kalau begini, dia tidak bisa keliling dengan nyaman. “Kenapa, Mayja? Apa kamu merasa tidak nyaman?”Sontak Mayja membulatkan matanya. Dia segera menggeleng. Bagaimana Rasel bisa tahu isi hatinya? Apa pria ini punya kemampuan menerawang isi hati? Aneh sekali! “Tidak, kok. Semuanya baik-baik saja.”Rasel pun mengangguk, dia menyapu pandangannya ke sekitar. “Mau ke mana kita sekarang?”“Aku mau belanja, tapi sebelum itu aku mau beli es krim oreo di depan,” kata Mayja. Dia sangat mencintai es krim. Karena tadi mereka habis makan, rasanya akan lebih dinetralisir dengan es krim.“Bai
119Tidak tahu harus bertingkah bagaimana, Mayja berjalan dengan canggung di sebelah Rasel. Padahal tadi niatnya adalah jalan-jalan di mall sebagai pengawal hari liburnya yang cerah, tapi terpaksa dia harus jalan bersama Rasel karena Senja menyudutkan keduanya bahwa mereka adalah sepasang suami istri sekarang sehingga harus keluar bersama.Padahal Mayja ingin menikmati liburannya. Dia jadi menghela napas berat. Kalau begini, dia tidak bisa keliling dengan nyaman. “Kenapa, Mayja? Apa kamu merasa tidak nyaman?”Sontak Mayja membulatkan matanya. Dia segera menggeleng. Bagaimana Rasel bisa tahu isi hatinya? Apa pria ini punya kemampuan menerawang isi hati? Aneh sekali! “Tidak, kok. Semuanya baik-baik saja.”Rasel pun mengangguk, dia menyapu pandangannya ke sekitar. “Mau ke mana kita sekarang?”“Aku mau belanja, tapi sebelum itu aku mau beli es krim oreo di depan,” kata Mayja. Dia sangat mencintai es krim. Karena tadi mereka habis makan, rasanya akan lebih dinetralisir dengan es krim.“Bai
“Aku kesal sekali melihat mantan Mayja di pasar malam ini. Dia sangat merusak suasana hatiku. Entah Mayja sudah melihatnya atau belum, tapi kuharap mereka tidak bertemu. Si brengsek itu hanya akan menyakiti Mayja. Tapi, aku sangat puas dengan kerja sama kita malam ini, hahaha!” seru Devanda.Andriyan terkekeh, dia bisa mengerti bagaimana Devanda begitu menyayangi Mayja seperti saudara perempuannya sendiri. Hal yang sama juga ia rasakan pada Rasel. Namun, karena mereka jarang menghabiskan waktu bersama, Rasel jadi semakin formal dan menunjukkan profesionalitas kerja dengannya. Sehingga hubungan pribadi mereka semakin merenggang, diganti hubungan kerja yang semakin kuat.“Aku berharap tidak ada yang mengganggu hubungan Rasel dan Mayja. Mereka pasangan yang manis,” ucap Andriyan.“Kamu benar! Mereka pasangan yang manis. Mari kita berdoa pada Tuhan agar mereka tetap terjaga.” Andriyan dan Devanda melewati komedi putar yang sedang dikerumuni banyak orang, di mana terdapat pasangan yang sed
Lantas muncul-lah kepingan-kepingan ingatan dari kehidupan pertama. Semua ingatan tentang bagaimana sosok Andriyan terus mewarnai dan memutari hidupnya. Andriyan di kehidupan pertama bagi Devanda sungguh indah. Dia merupakan pria yang sangat bisa diandalkan dan menjadi pelindung hidup Devanda.Tidak berhenti Devanda terkekeh melihat Andriyan yang terus memainkan gitarnya di taman mereka sambil memanggili namanya. Pria yang tidak takut dengan apa pun dan menjadi bagian dari keindahan melodi, itu yang terbenam dalam hati Devanda. Sampai akhirnya satu demi satu peristiwa terjadi yang membuat kecemasan dan ketakutan pada diri pria itu bermunculan.Orang-orang jahat yang tidak suka Andriyan dan Devanda bahagia berkeliling di sekitar mereka untuk bergantian memberikan racun mereka. Tubuh Devanda tiba-tiba tidak seperti normalnya. Dia terus sakit-sakitan dan hanya berdiam di kamar. Meski begitu Devanda selalu menginginkan anak dari Andriyan. Dia ingin melahirkan anak Andriyan padahal kondisi
Lantas muncul-lah kepingan-kepingan ingatan dari kehidupan pertama. Semua ingatan tentang bagaimana sosok Andriyan terus mewarnai dan memutari hidupnya. Andriyan di kehidupan pertama bagi Devanda sungguh indah. Dia merupakan pria yang sangat bisa diandalkan dan menjadi pelindung hidup Devanda.Tidak berhenti Devanda terkekeh melihat Andriyan yang terus memainkan gitarnya di taman mereka sambil memanggili namanya. Pria yang tidak takut dengan apa pun dan menjadi bagian dari keindahan melodi, itu yang terbenam dalam hati Devanda. Sampai akhirnya satu demi satu peristiwa terjadi yang membuat kecemasan dan ketakutan pada diri pria itu bermunculan.Orang-orang jahat yang tidak suka Andriyan dan Devanda bahagia berkeliling di sekitar mereka untuk bergantian memberikan racun mereka. Tubuh Devanda tiba-tiba tidak seperti normalnya. Dia terus sakit-sakitan dan hanya berdiam di kamar. Meski begitu Devanda selalu menginginkan anak dari Andriyan. Dia ingin melahirkan anak Andriyan padahal kondisi
“Senorita, dengarkan aku. Tolong jangan katakan apa pun, kepada siapa pun, kalau suatu saat kau tiba-tiba melihatku tidak sadarkan diri.”“Sa—saya tidak mungkin berani melakukan itu, Tuan! Nyonya … Nyonya harus tahu, kan?”Andriyan menggeleng. “Jangan! Jangan sampai dia tahu! Cukup pengawal saja agar mereka membawaku ke kamar tamu di ujung,” ucap Andriyan.“Tapi Tu … Tuan!” Senorita terkejut melihat tuannya tiba-tiba kehilangan kesadaran. Dia bingung dan panik atas apa yang harus dilakukan. Memanggil nyonyanya tidak mungkin karena Andriyan baru saja memberikan amanat untuk tidak bercerita pada siapa pun jika dirinya kehilangan kesadaran. Dengan panik, Senorita segera berlari keluar rumah untuk memanggil pengawal. “TUAN-TUAN! TOLONG SAYA!”Karena khawatir, para pengawal segera ikut masuk dan menyiapkan senjata mereka apabila memang terjadi bahaya, tapi ternyata yang mereka lihat adalah tuannya yang tergeletak di atas lantai. “Apa yang terjadi, Senorita?!” tanya mereka yang panik.“Ini
“Senorita, dengarkan aku. Tolong jangan katakan apa pun, kepada siapa pun, kalau suatu saat kau tiba-tiba melihatku tidak sadarkan diri.”“Sa—saya tidak mungkin berani melakukan itu, Tuan! Nyonya … Nyonya harus tahu, kan?”Andriyan menggeleng. “Jangan! Jangan sampai dia tahu! Cukup pengawal saja agar mereka membawaku ke kamar tamu di ujung,” ucap Andriyan.“Tapi Tu … Tuan!” Senorita terkejut melihat tuannya tiba-tiba kehilangan kesadaran. Dia bingung dan panik atas apa yang harus dilakukan. Memanggil nyonyanya tidak mungkin karena Andriyan baru saja memberikan amanat untuk tidak bercerita pada siapa pun jika dirinya kehilangan kesadaran. Dengan panik, Senorita segera berlari keluar rumah untuk memanggil pengawal. “TUAN-TUAN! TOLONG SAYA!”Karena khawatir, para pengawal segera ikut masuk dan menyiapkan senjata mereka apabila memang terjadi bahaya, tapi ternyata yang mereka lihat adalah tuannya yang tergeletak di atas lantai. “Apa yang terjadi, Senorita?!” tanya mereka yang panik.“Ini
“Senorita, dengarkan aku. Tolong jangan katakan apa pun, kepada siapa pun, kalau suatu saat kau tiba-tiba melihatku tidak sadarkan diri.”“Sa—saya tidak mungkin berani melakukan itu, Tuan! Nyonya … Nyonya harus tahu, kan?”Andriyan menggeleng. “Jangan! Jangan sampai dia tahu! Cukup pengawal saja agar mereka membawaku ke kamar tamu di ujung,” ucap Andriyan.“Tapi Tu … Tuan!” Senorita terkejut melihat tuannya tiba-tiba kehilangan kesadaran. Dia bingung dan panik atas apa yang harus dilakukan. Memanggil nyonyanya tidak mungkin karena Andriyan baru saja memberikan amanat untuk tidak bercerita pada siapa pun jika dirinya kehilangan kesadaran. Dengan panik, Senorita segera berlari keluar rumah untuk memanggil pengawal. “TUAN-TUAN! TOLONG SAYA!”Karena khawatir, para pengawal segera ikut masuk dan menyiapkan senjata mereka apabila memang terjadi bahaya, tapi ternyata yang mereka lihat adalah tuannya yang tergeletak di atas lantai. “Apa yang terjadi, Senorita?!” tanya mereka yang panik.“Ini
“Tidak! Kumohon! Kumohon jangan!” Mayja terus mencoba membuka ikatan tangannya. Dia tidak bisa mati begitu saja. Rasel pun memintanya untuk tetap hidup. Jadi Mayja tidak boleh mati.“Jika tak bersamaku lagi, ingat warna langit favoritku. Jika memang sudah tak berjalan seiring, jaga diri masing-masing. Jika tiba waktunya nanti, yang tak dipaksa yang kan terjadi. Walau memang sudah tak berjalan seiring, jaga diri masing-masing. Sampai bertemu di lain bumi … sampai bertemu di lain hari ….”Mendadak lagu itu terngiang di dalam telinga Mayja. Lagu ini adalah lagu yang Mayja dengar di dalam mimpinya ketika bertemu Rasel. Apa Rasel ada di sini? Apa Rasel akan membantunya? Pandangan Mayja terus mengedar, sedangkan langkah Sandy semakin maju untuk menjatuhkan mereka bersama.Air mata sudah berlinangan di pipi Mayja. Di saat begini dia paling merindukan Rasel yang tidak akan ragu untuk datang setiap dirinya berada dalam bahaya. Namun Mayja sama sekali tidak bisa menjaga dirinya sendiri. Ini bod
“Maafkan aku, tapi hasilnya menunjukkan adanya tumor di dalam otakmu, Andriyan. Tumor ini cukup besar dan sudah mencapai stadium akhir. Berdasarkan kondisi tumor yang sudah mencapai stadium akhir dan ukurannya yang cukup besar, prognosisnya memang tidak menggembirakan.”Akhir-akhir ini Andriyan lebih sering melamun jika tidak diajak bicara. Seolah ada banyak hal yang sedang dia pikirkan. Bio yang kini menggantikan posisi Rasel sebagai asisten pribadinya mulai menyadari beberapa keanehan itu.Ia pun meletakkan tangannya di bahu Andriyan. “Ada masalah, Tuan?”“Kapan kita bisa menemukan Sandy?” tanya Andriyan yang pandangannya sama sekali tidak beralih dan masih melamun.“Tuan!”Sontak Andriyan tersentak mendengar teriakan itu. Dia segera menoleh ke arah Bio dengan raut marah. “Kenapa kamu berteriak?!”“Saya hanya khawatir pada Anda yang akhir-akhir ini sering tidak fokus. Padahal baru beberapa waktu lalu saya melaporkan bahwa kami menerima kabar bahwa kini dia berada di Bali. Ada orang
“Takdir sedang berulang. Akan ada konsekuensi dibalik pengulangan peristiwa yang pernah terjadi sebelumnya.”Konsekuensi, tampaknya itu yang sedang Andriyan hadapi saat ini. Kejadian di kehidupan kali ini memang banyak mirip di kehidupan pertama, tapi bedanya Devanda yang diserang oleh penyakit mematikan. Entah mengapa rasanya Andriyan lebih tenang jika memikirkan bahwa orang yang diberi penyakit adalah Devanda, bukan dirinya. Sehingga Andriyan hanya perlu menemukan Sandy Gautama agar Devanda tidak lagi dalam bahaya.Tubuh Andriyan terjatuh lemas di bangku tunggu rumah sakit. Dari banyaknya orang yang berlalu-lalang, dia merasa seperti hanya dirinya yang memiliki waktu singkat dan terhenti di tempat. Dia tidak bisa memikirkan apa pun. Mengetahui kabar bahwa akan mati ternyata tidak terlalu menyenangkan saat memiliki seseorang yang berharga. Bukankah tangis Devanda akan begitu kencang berhari-hari setelah kepergiannya nanti?Berbagai hal indah yang masih ingin dibagikan Andriyan pada D
“Anak dan wanita? Kalau melihat dari situasi di sekitarnya, kemarin saat diperiksa Moana itu sedang hamil … hah?!” Devanda langsung menutup mulutnya. Tidak percaya jika apa yang dikatakan Andriyan waktu itu memiliki kemungkinan untuk benar. “Ti—tidak mungkin, kan?”Andriyan mengedikkan kedua bahunya sembari bersedekap dada. Sebenarnya dia mendatangi Jonathan atas permintaan istrinya itu. Padahal berbincang dengan pria itu terasa sangat menyebalkan. Meski Andriyan memang merasakan perubahan yang signifikan darinya.Di lain sisi, Devanda merasa tenang karena Jonathan di penjara. Sehingga ancaman terbesarnya dalam kehidupan ketiga ini bisa dia hindari sejauh-jauhnya. Satu-satunya masalah yang harus Devanda tuntaskan hanya tentang Sandy Gautama yang posisinya masih berkeliaran di luar sana. Kapan pun dia bisa mendatangi Mayja lagi. Itu sebabnya Devanda masih belum bisa merasa sepenuhnya tenang.“Siapa pun wanita dan anak yang Jonathan maksud, semoga saja dia baik-baik saja. Karena tidak a