Selain mengunjungi kedua orang tuanya, salah satu alasan Isabella ke New York adalah untuk memeriksa kandungan. New York mempunyai banyak rumah sakit terbaik, disalah satunya kebetulan Isabella mengenal dokter spesialis kandungan. Tidak berani mengambil resiko jika memeriksa kandungannya di Italia, mata-mata Javier ada dimana-mana. Maka itu kemarin ia menyempatkan diam-diam mendatangi dokter kenalannya dan ingin juga USG kandungannya. Salah Isabella yang menaruh foto hasil USG sembarangan. Kalau saja semalam ia menyembunyikannya mungkin foto tersebut sekarang tidak ada di tangan Diana. Mau bagaimana lagi, Isabella hanya memilih pasrah dan membenarkan kecurigaan Diana kepadanya. Diana tertegun. “Sudah berapa minggu?” Seraya mendekati Isabella kemudian mengelus perutnya.“Sudah mau hampir tiga minggu.”“Aku tidak sabar menunggu.” Diana antusia menunggu cucu ketiganya. “Sampai kapan kau akan merahasiakan kehamilanmu?” “Entalah.”Mungkin sampai masalahnya dengan Javier membaik. Seben
“Tuan, Tuan!”Pintu ruangan terbanting kencang hingga menimbulkan suara yang cukup nyaring. Mata tajam Javier langsung memandang Tayler yang sedang mengatur nafasnya. “Tuan…maafkan saya lancang langsung masuk ke ruangan anda.” Tayler membungkukan badannya lalu berkata kembali dengan gugup. “Saya ingin menyampaikan bahwa Nyonya Isabella tidak kembali lagi setelah mendatangi taman tersebut.” Alangkah tekerjutnya Javier. “Maksudmu istriku hilang?” desis Javier. Tayler menangguk takut. “Dari informasi orang suruhan anda, Nyonya pergi bersama dengan Tuan muda Jayden.” Javier menggebrak mejanya. “Sialan! Bagaimana bisa kalian bodoh sekali hah?! Aku sudah mengirim beberapa penjagaan untuk keluargaku, tetapi masih saja kalian tidak bisa menjaga mereka dengan benar!” Teriakan Javier menggema di ruang kerjannya. Setelah dinyatakan sembuh walau tangannya masih diperban, Javier melakukan aktifitas pekerjaannya kembali. Tayler yang memang mengatur semua penjagaan Isabella dan kedua anaknya s
“Oh, Nyonya yang terhomat sudah bangun rupanya.”Munculah seorang yang amat Isabella kenal. Pelayan yang selama ini berpihak padanya tengah menatapnya mengejek. Gia berpenampilan berbeda. Sebelumnya selalu memakai seragam maid, kini dress minim melekat di tubuhnya. “Kenapa terkejut? Kalian itu emang benar pasangan yang bodoh. Mudah sekali ditertipu.” Gia tertawa sembari melangkah mendekati Jayden. “Anakmu tampan sekali…”“Jangan beraninya kau sentuh!” teriak Isabella.Sayangnya Gia sudah berjongkok di hadapan Jayden dan menyentuh rambut halusnya, sedangkan Jayden hanya menangis, disisa kebernaniannya Jayden menjambak cepat rambut Gia. “Menjauhlah nenek sihir!” “Aw! Sakit sialan!” bentak Gia seraya menampar Jayden hingga anak itu kembali menangis. “Jalang! Beraninya kau!!!” Hati Isabella membara ketika melihat anaknya disakiti di depan matanya. Jayden tidak diam saja, ia membalaskan dendamnya dengan menampar pipi Gia dan menendang perut wanita itu kencang, walaupun badan ia kecil n
Tidak terpikir selama hidupnya Javier akan melihat orang yang disayangnya tengah berjuang di dalam ruang operasi. Setelah Javier dan Xander menemukan Isabella dan Jayden di sebuah kamar rumah Wiliam yang tersembunyi, ia langsung membawa keduanya ke rumah sakit terdekat. Sedangkan, Wiliam diurus oleh Xander. Entah apa yang dilakukan adiknya itu Javier tidak peduli. Pikirannya sedang kalut memikirkan istrinya sedang dalam ruang operasi. “Tuan.” Tayler menghampiri Javier. “Tuan muda Jayden sudah sadar dan langsung berteriak mencari anda dan Nyonya Isabella.” Javier yang mendengar hal tersebut sigap bergegas menemui Jayden. Anaknya mengalami luka kecil di bagian kepala akibat pukulan Wiliam.“Daddy!” rengek Jayden seraya megulurkan kedua tangannya, ingin memeluk Javier. “Kau masih merasa sakit?” Javier menatap anaknya khawatir. Jayden menggeleng di dekapan Javier. “Mommy…sudah bangun?” Javier menggeleng. “Jay, terus berdoa untuk Mommy agar segera bangun.” Javier memang tidak member
"Good night, Isa. Aku harus pergi walau terpaksa. Aku harus membantu si bodoh Xander untuk mengejar bajingan itu dahulu. Sebenarnya aku tidak rela meninggalkanmu. Tetapi Xander itu ceroboh, namun karena kau mengatakan kepadaku harus menjaga Xander, aku tepati janjiku, Isa.” Javier mengelus surai istrinya kemudian mengecup dahi Isabella. Memang Isabella pernah mengatakan pada Javier kalau semisalnya mereka dalam keadaan berbahaya, tolong lindungi Xander juga. Isabella tahu Javier dan Xander berbeda. Xander tidak ahli dalam hal seperti itu.Setelah puas memandang istrinya, Javier mengecup kedua mata Isabella yang tertutup. “Kalau begitu aku pergi dahulu.” Sebelum pergi, Javier memerintah beberapa bodyguard untuk menjaga Isabella dan juga memanggil Lauren untuk menjaga Isabella. Tidak akan tenang hatinya jika meninggalkan Isabella seorang diri."Posisimu dimana?" Javier langsung bertanya pada Xander melalui telepon."Aku tidak tahu! Sekelilingku hanya hutan." Suara Xander tidak terlalu
Terlihat jelas darah terus keluar dari perut Xander, hampir sebagian sisi bawah kanan kemeja putih Xander dibasahi oleh darah. Lewat walkie talkie Javier memerintah pengawal yang berjaga di luar hutan. “Ambilkan kotak P3K,” ujar Javier dengan santai.Disisa kesadaran Xander, ia menyadari kedatangan Javier lantas tersenyum. “Aku sudah duga, kau akan menyelamatkanku.” Javier berdecak. “Hanya kebetulan saja aku melihatmu. Tadinya aku malas, karena waktuku terbatas.” Xander justru tertawa. “Gengsimu melampu tinggi sekali. Dasar pria tua.” Setelah itu Xander sedikit berteriak karena dengan wajah datarnya Javier menekan luka di perut Xander.“Brengsek,” lirih Xander. Ia merasa tubuhnya semakin lemas akibat lumayan banyak darah yang keluar.“Kau ditusuk oleh siapa?” Javier bertanya seraya menyingkap kemeja Xander dan melihat luka yang cukup parah. “Hantu mungkin,” canda Xander. Pengawal yang Javier perintahkan mengambil kotak obat pun sudah datang. Segera Javier membukanya dan mencari j
“Sialan!” Xander melotot pada pengawal itu.Sedangkan, sang pelaku justru terbahak-bahak. “Ternyata Tuan Xander anak mommy.” “Diam kau, botak!” geram Xander.Pengawal tersebut berhenti tertawa. “Namaku Dean, bukan botak.”Xander memutar matanya malas. “Ya, ya, ya. Whatever. Kau ini tidak ada sopan-sopannya ya?!” Baru kali ini Xander mendapati pengawal sejenis Dean.Dean tersenyum. “Maaf Tuan, saya bukan pengawalmu, jadi tidak apa 'kan saya bercanda sedikit tadi?” “Bercanda gigi mu ompong! Sekali lagi jika kau mengkageti aku, gigi mu akan ku rontokan! Mau?!” Xander menatap garang Dean. Saat tadi dengan Dean mengkageti dirinya, luka Xander jadi teramat sakit akibat pergerakan yang berlebihan. Xander takut jahitannya akan terlepas, membayangkannya aja sudah mengerikan. Dean sontak menggeleng. “Jika Tuan merontokan gigi saya, saya akan meninggalkan Tuan saja.” ancam Dean. Baru saja Dean ingin beranjak pergi, suara nyaring Xander membuat tidak jadi pergi. “Beraninya kau meninggalkan a
Javier masih ingat dahulu saat Victor bercerita mengenai impian pamannya, Wiliam. Wiliam berkeinginan membangun sebuah rumah dengan teknologi cangih. Dimana rumah tersebut bisa otomatis turun ke bawah tanah dan bisa lagi kembali seperti semula dengan menggunakan sebuah tombol saja rumah itu bisa bergerak turun maupun naik kembali.Cukup mengejutkan bagi Javier ternyata Wiliam benar-benar membuat rumah yang menurutnya mustahil. Javier tidak bisa membayangkan bagaimana sebuah bangunan turun perlahan ke bawah tanah. Kalau sebuah kotak persegi saja, seperti berbentuk lift, itu mungkin saja. Tetapi ini rumah. Sekarang Javier tinggal memikirkan bagaimana cara masuk ke dalam rumah tersebut. Sebab, tidak ada tombol atau sesuatu yang menujukannya. "Coba tidak cari kembali sekitar ini, ada semacam tombol atau tidak," perintah Javier pada bawahannya. Sementara Javier menyalakan walkie talkie untuk menghubungi Xander, ingin mengetahi kondisi pria itu. Saat walkie talkie sudah terhubung denga
"Mana mereka? Mengapa tidak membawa sendiri tas mereka? " tanya Isabella pada Grace yang memasuki ruang tengah dengan membawa tas sekolah miliki kedua anaknya. "Mereka langsung pergi ke halaman belakang untuk memindahkan pembibitan tugas sekolah Iriana karena hujan." "Alasan, untuk bisa bermain hujan." Kata Isabella yang ditanggapi senyum oleh Grace pengasuh ketiga anaknya.Isabella menyadari sesuatu, "Apakah Isya tahu?" putri si bungsu yang sudah berusia 3 tahun tentu saja pulang lebih awal dari kedua kakaknya tadi berlari dari dapur untuk menyambut kepulangan kedua kakaknya. "Tadi masih berdiri diteras." Jawab Grace yang juga memiliki pemikiran yang sama. Dia segera memberikan tas sekolah ditangannya pada pelayan yang ada disana dan meminta tolong untuk dibawa keruang belajar sebelum menyusul nyonyanya kedepan. Kelihatannya sesuai dugaannya, si kembar sudah menuruni tangga depan bahkan ketika melihat Isabella datang bukannya berbalik kembali untuk naik, mereka berdua memperc
Kedua anak kecil berlari menyabut kedatangan lsabella, bergantian memeluknya seperti Isabella yang sudah meninggalkan mereka beberapa hari, padahal Isabella hanya pergi beberapa jam lebih tepatnya dia pergi menemani suaminya menghadiri perjamuan makan siang sehingga saat ketiga putranya pulang sekolah dia tidak ada dirumah. "Merindukan mommy?" tanya Isabella. "Tidak boleh, hanya daddy yang boleh merindukan mommy." Kata Jayden. Isabella tertawa, Javier selalu bertingkah sama dengan anak-anaknya jika berhubungan dengan dirinya. "Mom, minggu depan ada acara outbond disekolah, apakah aku boleh ikut?" tanya Iriana. "Mom, ada tugas sekolah yang tidak kumengerti." Kata Jayden. Isabella tersenyum, duduk diantara kedua anaknya, "Kalian bertiga menyambut mommy ternyata ada kepentingan, tapi mana adik kalian?" Isabella baru menyadari kedua putri bungsunya tidak ada, padahal ini adalah jam bermain mereka yang artinya walau si bungsu baru berusia 5 bulan, kedua kakaknya selalu mengajak adi
Javier menatap Isabella yang masih terlelap di depannya. Sudah hampir 7 jam paska operasi caesarnya selesai. Dengkuran halus Isabella terdengar. Matanya juga masih terpejam. Istrinya yang kuat. Isabella baru saja melahirkan anak ketiga merrka.Isabella dan Javier bersyukur sudah dikarunai tiga anak. Mereka mempunyai kembali anak perempuan yang cantik. Permasalahan besar hari itu selesai dan kehidupan Isabella dan Javier berjalan sangat baik. Kehamilan Isabella juga tidaklah mudah. Banyak hal yang harus dikhawatirkan karena dokter mengatakan fisik Isabella tidak sekuat dulu saat melahirkan kedua anak kembarnya. Mungkin juga karena efek dari kelahiran pertamanya. Kehamilan anak tiga juga terasa sangat berat bagi Isabella. Di bulan kelima, pernah Javier mendapati Isabella yang menangis tiba-tiba di depan pintu rumah mereka. Ia memegang perutnya sambil sesunggukan. Ternyata karena rasa tidak nyaman dan sesak di dadanya. Penderitaan Isabella jauh lebih menyakitkan ketimbang kehamilan
Orang-orang bilang, cinta itu akan hadir karena terbiasa. Dan mungkin Javier pun sudah merasakan cinta tersebut untuk Isabella. Dia tak tahu kapan perasaan itu datang, dan Javier baru sadar akan perasaannya saat melihat Isabella berjuang mati-matian di dalam ruang persalinan saat akan melahirkan anak mereka. Javier gugup, panik, dan takut secara bersamaan. Melihat Isabella yang sudah sangat lemas padahal anak mereka belum lahir. Javier sangat takut Isabella akan kenapa-kenapa. Karena itu dia setia mendampingi Isabella, menggenggam tangannya dengan erat dan mengucapkan kata-kata penyemangat. Setelah perjuangan yang hebat dan melelahkan, akhirnya lahirlah bayi mereka yang berjenis kelamin perempuan. Javier tersenyum penuh haru saat perawat menaruh bayinya di atas tubuh Isabella. "Cantik. Seperti kau," bisik Javier. Isabella tersenyum lemah mendengar itu. Dia menatap bayinya, kemudian air mata menetes dari sudut matanya. Isabella merasa tak percaya dia akan di fase ini dalam waktu
FLASHBACK. ————————“Javier! Jayden!" jeritan Isabella terdengar ketika ia melihat ruang pakaiannya yang berantakan. Tentu saja ini ulah Jayden dan suaminya, Javier, yang selalu menemani putra mereka saat beraksi. Kali ini bukan baju, tas, atau sepatu Isabella yang menjadi korbannya. Tapi alat rias lsabella dan juga perhiasannya. Tak jauh dari tempat kejadian perkara, Isabella bisa mendengar tawa geli yang tertahan. Ia berjalan menuju salah satu ujung lemarinya. Ada kaki mungil yang terlihat mencoba bersembunyi di balik lemari. “Mommy bisa melihat kalian berdua," ujar Isabella. Ia menoleh mendapati Jayden dengan celana pendek dan kaus serta wajah cemong terkena berbagai jenis alat rias Isabella. Beberapa kalung berlian milik Isabella tergantung di tubuh mungil Jayden. Di sampingnya ada Javier yang menutup mulut Jayden agar anak itu tidak menimbulkan tawa berisik. Wajah Javier juga sama kacaunya dengan Jayden dan sebuah ikat rambut kecil di depan kepala Javier yang menyembul s
Senyum Javier merekah ketika ia sibuk melihat ulang hasil foto-foto liburan mereka di ponsel dan kameranya. Kiri dan kanannya ada Jayden serta Iriana yang ikut berfokus pada gambar di kamera sang ayah. Sesekali mereka heboh ketika melihat salah satu yang mengeluarkan ekspresi konyol dalam foto. "Daddy, nanti kita akan liburan lagi? Dengan Mr. Xander bolekah?" tanya Jayden pada sang ayah. Mereka sudah sampai kembali ke Italia dan Javier masih berada di kediaman orang tuanya karena anak-anak memintanya bermain di sana sebentar saja. "Why not? Nanti Daddy tanya dia dahulu." Javier mencubit gemas pipi anak tersebut. Tampaknya memang tidak terelakkan lagi. Kedua anaknya sangat senang bermain dengan Xander. "Aku menyukai Mr. Xander, dia menyenangkan. Karena selama ini Mr. Xander menyebalkan di mataku," ujar Jayden.Javier dengan cepat menoleh pada anak laki lakinya. Oh ayolah. Javier seorang pria. Dia jelas tau jika Jayden menganggap Xander bagaikan kakanya karena itu yang Jayden la
Hari terakhir liburan sekolah Jayden dan Iriana sudah di depan mata. Isabella terbangun dari tidurnya. Ia mengusap mata dan menyadari dirinya berada di kamar utama. Tempat yang seharusnya Javier gunakan. Tapi tidak ada Javier di kamar ini. Seingat Isabella ia tertidur di depan saat menonton bersama Javier. Mungkin Javier memindahkannya.Mereka tidak mungkin melakukan hal-hal aneh seperti malam sebelumnya. Isabella yakin sekali akan hal itu. Ia bangkit dan keluar dari kamar utama. Ruang tengah kosong. Tidak ada tampak kehidupan di sana. Pintu menuju luar pun kosong. Isabella terus berjalan menuju kamar lainnya. Tempat kedua putrinya tidur. Begitu Isabella membuka pembatas ruangan itu, ia mendapati pemandangan konyol di depannya. Javier yang masih terlelap di atas kasur Iriana. Lalu kedua anaknya sibuk mengikat rambut Javier dengan ikat rambut mereka yang Isabella letakkan di meja samping kasur. Seulas senyum Isabella mengembang. Javier tampak tidur sangat lelap sampai tak sadar hasi
Matahari sudah terbit dan menampakkan cahaya pagi yang indah. Sebagian cahaya matahari masuk ke dalam kamar lewat sela-sela gorden. Dan Isabella sudah terbangun sejak beberapa menit yang lalu. Saat bangun dan menyadari kondisi tubuh dia dan Javier yang telanjang, wajah Isabella langsung memerah karena malu. Kejadian semalam saat dia dan Javier melakukan hubungan intim terus terbayang dalam benak Isabella. Dan itu membuat dia semakin malu jadinya. Isabella tidak langsung turun dari ranjang dan memilih tetap berbaring di samping Javier. Tubuhnya menghadap ke arah Javier yang tidur dengan posisi terlentang. Mata Isabella memperhatikan struktur wajah Javier yang sempurna dari jarak yang sangat dekat. Dan baru sekarang Isabella menyadari kalau suaminya tersebut sangat tampan. Isabella lalu kembali mengingat perjalanan dia dan Javier selama dua bulan menjadi pasangan suami istri. Hubungan mereka baik, tak pernah bersitegang ataupun bertengkar.Javier jika dilihat sekilas terlihat seper
Pagi ini, Isabella bangun dengan keadaan yang sehat seperti biasa. Dia tidak merasakan pusing atau mual, bahkan tidak muntah-muntah juga. Dan sampai sekarang, belum ada hal yang aromanya sangat menusuk dan mengganggu Isabella. Semuanya terasa sangat normal. Maka pantas bulan kemarin dia tak sadar dirinya hamil. Haid masih keluar, juga tak ada tanda-tanda hamil yang dia rasakan. Perubahan pertama yang dia sadari adalah perutnya yang sekarang tak sekencang awal. Isabella sudah tahu kalau dengan fakta dirinya hamil, maka suatu saat nanti tubuhnya akan berubah bentuk. Masih untung kalau misal berat badannya naik secara normal dan tidak berlebihan. Dan jujur saja, Isabella belum siap untuk itu. Dia sudah search di internet tentang perubahan tubuh pada wanita hamil. Ada yang tubuhnya hanya sekedar berisi, ada yang benar-benar melebar. Ada juga yang wajahnya rusak karena jerawat atau flek hitam, ada juga yang kulitnya berubah jadi kusam dan tidak cerah lagi. Jujur, Isabella benar-bena