Suasana malam yang mencekam. Seharian hujan terus turun membasahi kota. Jalanan licin, tidak banyak orang yang berlalu-lalang. Jalanan sangat lengang, tidak ada aktifitas yang berarti di sana.
“Ma, nanti kalau udah sampai di rumah, Karin mau langsung bobo aja deh, nggak jadi nemenin papah nonton bola.” Celotehan anak berusia 15 tahun itu didengarkan dengan sangat baik oleh kedua orangtua yang duduk di bangku depan.
“Ah, Karin ingkar janji, tadi pagi katanya kau nemenin papah nonton bola, kok sekarang nggak jadi?” sang ayah menimpali dengan nada bercanda.
“Benar kata ayah, kamu ingkar janji. Tadi pagi kamu semangat banget mau nonton bolanya.” Sang ibu tertawa melihat ekspresi menggemaskan dari putrinya itu.
“Ih, mama,” keluh sang putri, ia memasang wajah cemberut.
Tawa kecil menghiasi keluarga kecil ini. Sepasang suami-istri itu terus menggoda putri mereka dengan berbagai candaan dan sang putri menanggapinya dengan raut wajah cemberut walau sebenarnya ia merasa bahagia.
Sampai pada suatu saat, suara tawa itu berubah menjadi suara jeritan histeris tanpa henti.
“Papaaaaaahh!”
Mobil hitam itu dihantam keras oleh sebuah truk bermuatan semen yang melaju kencang di tengah jalan. Mobil terguling beberapa kali lalu berhenti dengan posisi terbalik.
Lalu…
Sepasang mata terbuka paksa, Karina terbangun dari tidurnya dengan perasaan tidak nyaman.
“Mama, Papah—haahh.”
Jantungnya mendadak berpacu cepat, keringat bercucuran membasahi dahinya, dan napasnya terdengar tidak beraturan. Matanya langsung melihat sekeliling. Kamar tidurnya terlihat gelap, hanya ada cahaya dari lampu tidur yang terletak di atas meja sebelah kasur.
“Cuma mimpi.” Karina menyeka dahinya yang basah, ia menghela napas lega.
Karina bangkit dari kasur, berjalan keluar kamar menuju ke dapur. Ia ingin mengambil air minum. Tenggorokannya terasa sangat kering. Setelah meneguk habis air minumnya, Karina duduk sebentar di kursi. Ia sedang mencoba mencerna kembali mimpinya, ah, itu bukan mimpi. Melainkan sisa trauma dari memorinya di masa lalu.
“Argh, mimpi aneh itu datang lagi.” Karina memijat kepalanya.
Insiden kecelakaan itu kembali terlintas jelas di kepalanya. Bagaimana ia menyaksikan kedua orangtuanya merenggang nyawa setelah menerima banyak luka di sekujur tubuhnya.
Saat Karina berusia 15 tahun, ia mengalami kecelakaan beruntun dan menewaskan kedua orangtuanya. Saat itu hanya Karina yang selamat, ia merasa tidak adil, kenapa hanya dirinya yang selamat.
“Ahh, pusing sekali.” Karina memijat keningnya, ia terus memikirkan mimpi buruk itu.
Karina terus berpikir, sampai-sampai ia tertidur di dapur. Kepalanya ia tumpukan pada tangan kanan yang menekan permukaan meja. Ia tertidur di sana sampai matahari pagi muncul.
“Nona itu kenapa tidur di situ?” Gerutu salah satu maid. Ia berlari menghampiri Karina yang masih tertidur di meja makan.
Beberapa maid menghampiri Karina yang masih terlelap dalam tidurnya.
“Kenapa bisa tidur di sini?” maid itu bertanya-tanya.
Para maid yang lain juga bingung kenapa Karina bisa tidur di dapur seperti itu. Padahal tempat ini bukan tempat yang layak untuk tidur. Karina tersentak kaget ketika sebuah tangan menyentuh bahunya, ia langsung tersadar dan melihat sekeliling.
Ia sudah di kelilingi para maid yang siap untuk melayaninya hari ini. Karina memijat dahinya pelan dan menhela napas pelan. Bagaimana bisa dia ketiduran di tempat ini?
“Nona, kenapa tidur di sini?” tanya salah satu maid.
“O-O-Oh, Aku ketiduran, Astaga.” Karina menyeka rambutnya kebelakang. Ia merasa sedikit canggung karena para maid itu terus melihat ke arahnya.
Para maid menatapnya dengan tatapan aneh, dari awal Karina sudah merasa kalau para maid sedikit tidak menyukai kehadirannya. Tetapi Karina tidak bisa mengatakan apapun. Bukan maunya berada di tempat ini, ia juga dipaksa.
“Sedang apa kau?”
Suara berat itu menginterupsi seluruh orang yang ada di dapur tak terkecuali Karina. Ia menoleh ke arah Joshua. Pria itu berdiri tak jauh dari tempatnya berada. Joshua sudah memakai pakaian yang rapi, sepertinya ia akan keluar.
“O-Oh, tidak ada.” Karina membalas dengan suara yang bergetar, ia masih belum terbiasa dengan kehadiran Joshua di sekitarnya.
“Di rumah ini ada banyak kamar tidur, kenapa kau malah tidur di dapur seperti ini?” Tanya Joshua sambil melangkah maju ke arah Karina.
“Oh, aku ketahuan, ya?” Karina bergumam.
Seketika itu para maid langsung undur diri dan meninggalkan mereka berdua di sana. Joshua merasa senang bisa melihat wajah Karina yang polos tanpa riasan sama sekali. Ia suka penampilan natural Karina, sangat indah dan nyaman di pandang.
“Kau sangat cantik tanpa riasan sama sekali,” puji Joshua.
“T-T-Terima kasih.” Karina merasa ketakutan dengan kehadiran Joshua.
Joshua suka melihat Karina yang merasa terintimidasi di bawah kuasanya. Ia tersenyum tipis, lalu jemarinya mengusap pipi Karina sangat lembut.
“Kau beruntung berada di sini.” Joshua berkata dengan nada datar namun memiliki kesan mengintimidasi.
Untuk saat ini ia ingin terus bersama Karina, ia menyukai wanita ini sejak mereka melakukan ronde kedua di dalam kolam air panas. Ia suka suara merdu Karina yang memanggilnya dan tubuh yang indah.
“Mainan ku yang sangat indah.” Jemari Joshua mengusap permukaan bibir Karina yang polos.
Wajah Joshua mendekat ke wajah Karina, ia mencium bibir gadis itu singkat. Ia sangat suka rasanya, bibir itu terlihat seperti tidak pernah di sentuh sama sekali. Terlihat dari sikap Karina yang selalu terkejut setiap ia menciumnya, sama seperti kemarin.
“Kau tidak perlu takut dengan saya, Saya tidak makan orang.” Suara berat itu selalu mampu membuat Karina merinding.
“Baiklah, Tuan.” Ia mencoba tersenyum tipis untuk menutupi rasa gugupnya.
“Hmm, hari ini saya ada beberapa urusan di luar. Kemungkinan akan pulang atau mungkin juga tidak. Jangan sungkan, gedung ini milikmu, jadi kau bebas untuk melakukan apa saja. Jangan takut untuk menyuruh para maid, mereka memang di pekerjaan untukmu.”
Karina menyimak dengan baik penjelasan Joshua. Ia masih bingung kenapa Joshua mau membeli wanita rendahan sepertinya dan memberikan fasilitas sebanyak ini padanya.
“Kalau tidak ada pertanyaan, saya akan pergi.” Joshua berbalik dan melangkah menjauh.
“Uumm, tuan,” panggil Karina ragu-ragu.
Joshua langsung menghentikan langkahnya dan berbalik melihat Karina yang sepertinya masih di selimuti rasa takut. Ia menunggu wanita itu untuk membuka suara, cukup lama.
“Sebenarnya saya sedikit penasaran, kenapa tuan mau membeli saya?” Karina menunduk takut ketika Joshua menaikkan satu alisnya setelah mendengar pertanyaan itu.
Kemudian Joshua tersenyum, ia memasukkan ke dua tangannya ke dalam saku celana “Anggap saja untuk membayar hutang di masa lalu.”
Setelah mengatakan itu Joshua pergi meninggalkan Karina yang masih bingung dengan jawaban yang ia berikan. Apa maksudnya membayar hutang di masa lalu?
“Membayar hutang di masa lalu?”
Karina bingung bukan main. Ia baru pertama kali bertemu dengan Joshua, bagaimana bisa pria itu memiliki hutang padanya?
“Hutang bagaimana? Jangan membuatku penasaran.”
Karina menjambak rambutnya frustasi. Ia kembali duduk dan memikirkan perkataan yang baru saja ia dengar.
“Memangnya aku pernah bertemu dengannya?” Karina mencoba memecahkan teka-teki di dalam kepalanya.
“Memang sih, mukanya seperti tidak asing. Tapi aku tidak tau dia itu siapa dan dia berhutang apa padaku.”
Karina menempelkan pipinya pada permukaan meja, “Aku tidak mengerti sama sekali,” gumamnya pelan, terdengar seperti ia menyerah untuk mengorek-korek ingatannya yang sudah terkubur lama.
Di saat ia sedang bergelut dengan pemikirannya sendiri, Karina di kejutkan oleh kedatangan si tuan tangan kanan.
“Tuan tangan kanan?” Bingung Karina.
“Panggil saya Elliot, Nona.” Tuan tangan kanan itu dengan cepat menyalip ucapan Karina.
Elliot menatap Karina dengan tatapan yang serius, ia berdiri di hadapan Karina, menaruh kedua tangan di depan lalu berdiri tegap tanpa melirik kanan dan kiri.
“ah, iya, tuan Elliot.” Karina membenarkan panggilannya.
“Tidak perlu pakai tuan, Nona.” Tuan tangan kanan itu sangat kaku.
Karina menghela napas pasrah “Baiklah, Elliot.” Karina tampak acuh dengan apa yang barusan ia ucapkan.
“Ada apa?” tanya Karina kemudian.
“Saya di tugaskan untuk menemani Nona saat Tuan sedang pergi.”
Karina tersenyum cangkung, ia tidak biasa di ikuti seperti ini. Ia lebih nyaman sendirian, kalau ada yang mengikuti rasanya akan sangat aneh.
Derap langkah terdengar jelas di lorong sepi bagunan yang dindingnya menjulang tinggi. Kaki jenjang berbalut sepatu berwarna hitam mengkilap itu melangkah dengan irama pelan. Kaki itu berhenti ketika ia sampai di depan pintu besar berbahan besi yang terbuka dengan sendirinya.“Anda sudah tiba, Tuan?” Seorang pria bertubuh kekar dengan tato di lengan sebelah kanannya membungkuk singkat.“Bagaimana kabarnya?” Pria itu menyeringai saat bertanya.“Tidak terlalu baik, Tuan.”Pria itu mengangguk pelan sebagai jawaban. Laku ia kembali melangkah masuk dan langsung disambut oleh seorang wanita dalam keadaan berlutut di lantai dengan rantai yang membelenggu kaki dan tangannya.“Tuan, Carrington.” Wanita itu langsung merangkak menghampiri pria yang baru saja tiba di hadapannya.“Oh, anda masih terlihat sangat baik, Nyonya Soraya.” Sebuah seringaian terukir di bibir sang pria, ia menatap seperti ia sedang mengutuk wanita yang ada di hadapannya ini.“Tuan, saya mohon lepaskan saya. Saya berjanji t
Mata Karina terbuka, ia melihat sekitar yang sepi. Ia sendirian berada di dalam kamarnya. Ia kemudian mencoba mengingat-ingat bagaimana cara ia kembali ke kamar semalam.“Kemarin aku ada di kolam dan— dan, ah, apa aku ketiduran saat berciuman dengan tuan?”Karina mencoba menerka-nerka apa yang telah terjadi kemarin malam. Karena jujur saja Karina tidak mengingatnya. Ia mempunyai ingatan yang buruk.“Ah, terserahlah.” Karina akhirnya menyerah.Karina bangkit dari kasurnya, berjalan pelan menuju jendela kamar yang masih tertutup gorden. Ia membuka kain penutup jendela itu. Cahaya matahari pun langsung menyapanya dengan ramah.“Indah sekali.” Karina tersenyum tipis, merasa sangat senang masih bisa melihat indahnya pagi.Setelah puas memandangi indahnya pagi dari balik jendela ia pun berjalan keluar dari kamar. Ia tiba-tiba saja ingin keluar dan berjalan-jalan di taman. Taman itu sudah lama ia perhatikan, namun belum ada kesempatan untuk menginjakkan kaki di sana.“Woah, bunganya banyak s
“Di mana Boss kalian? Kembalikan semua uangku, kembalikan!” Seorang pria paruh baya tengah mengamuk di tengah-tengah keramaian, ia mengancam dengan pisau dan juga jerigen 30 liter berisi bensin yang ia pegang di tangan kirinya. Ia berteriak tanpa henti seperti orang yang terkena gangguan jiwa. “Carrington, tunjukkan mukamu! Bajingan sialan, kembalikan semua uangku! Kau penipu, Carrington.” Orang-orang mencoba melerainya tetapi satu pun tidak ada yang berhasil. Pria paruh baya itu terus berteriak marah sambil mengayunkan pisaunya dan jerigen bensin berukuran 30 liter yang ia pegang. Beberapa orang dari divisi keamaan juga mencoba melerai, namun selalu saja gagal karena pria tua itu menyiram mereka dengan bensin dan mengancam akan membakar mereka jika berani mendekat. “Waah, kau membuat keributan di sini dan membuat karyawan-karyawanku tidak bisa bekerja, tuan Hong.” Sebuah suara terdengar dari lantai dua. Dari balik batas teralis besi itu Joshua menampilkan dirinya. Matanya mengge
“Seret dia ke ruang mainku, sekarang!” Titah Joshua“Baik, Tuan.”Elliot membungkuk lalu segera pergi dari hadapan Joshua. Niat hati ingin beristirahat punah sudah, ada hal yang lebih menyenangkan untuk Joshua lakukan malam ini. Hidangan penutup untuk makan malamnnya.Sepertinya akan seru, Joshua berjalan keluar dari bangunan tempat Karina tinggal. Berjalan cukup jauh ke ujung jalan setapak, sebuah bangunan berukuran sedang yang sekilas terlihat seperti banguna rumah biasa, namun isi dalam rumah itu sangat menengangkan. Siapapun tidak akan bisa membayangkan, sudah barapa nyawa yang minta di ampuni di dalam ruangan itu.Bibir Joshua bersiul santai, kakinya menapak di ruangan. Pintu yang menjulang tinggi itu tertutup rapat setelah Joshua masuk ke dalam, pintu itu di jaga oleh dua orang algojo bertubuh besar. Tidak sembarang orang boleh datang. Tempat ini sama seperti penjara yang Joshua buat untuk menghabisi para tawanannya.Tempat ini hanya di peruntukkan para penghiatan di dalam mansi
Air hangat sudah tidak lagi menjadi obat untuk menenangkan diri. Semakin air itu mengenai permukaan kulit yang penuh guratan luka, sakit yang luar biasa langsung menyerbu ke sejujur tubuh. Tubuh ringkih itu bergetar, penuh amarah dan denam di dalamnya. “Segitu hinanya kah aku, sampai-sampai harus diperlakukan seperti ini?” Karina menatap langit-langit kamar mandi. Kepalanya ia sandarkan pada ujung bathtub dan tubuhnya sengaja ia tenggelam di dalam air hangat. “Akhh.” Kadang luka-luka itu terasa sangat perih ketika terkena sapuan gelombang kecil yang diakibatkan oleh pergerakannya. Di tangan kanannya ia menggenggam sebuah tusuk konde berwarna emas yang memiliki ujung yang tajam. Sudah berulang kali ia memikirkan hal ini, berulang kali juga ia meyakinkan diri. Jika bukan jalan ini, jalan seperti apa yang harus ia tempuh untuk mendapastkan keadilan. “Ma, Pah, tunggu Karin, ya.” *** Di lorong panjang menuju kamar Karina sangat ricuh. Para maid berbondong-bondong berlari menuju kama
Karina terbangun dari tidurnya. Wajahnya sangat pucat dan penuh dengan peluh. Kali ini mimpinya menjadi lebih buruk dari hari-hari sebelumnya. Bukan hanya tentang kecelakaan di masa lalu, ia juga melihat sosok yang tak asing di dalam mimpinya.“Lelah sekali.”Gia mengusap dahinya dengan punggung tangan. Ia melihat ke sekitar yang masih sepi. Langit juga belum terlalu terang. Ia melihat lengannya yang masih terpasang jaum infus. Dengan kasar ia mencabutnya dan membiarkan darah di tangannya menetes.Perlahan ia turun dari kasur, kakinya melangkah perlahan keluar dari dalam kamar. Kakinya menyusuri lorong panjang yang masih sangat sepi dari aktifitas orang-orang.“Nona?”Langkah Karina terhenti ketika mendengar suara tuan tangan kanan. Ia menoleh ke sumber suara. Elliot sedang duduk di sofa ruang tengah, ia sepertinya berjaga semalaman.Laki-laki itu berdiri, melangkah ringan ke arah Karina, raut wajahnya menggambarkan kekhawatiran yang besar. Elliot memperhatikan wajah Karina, tatapan w
Mari kita tarik undur dulu sebentar ke kejadian beberapa hari lalu saat Karina ditinggal begitu saja oleh Joshua setelah menghancurkannya untuk yang kesekian kalinya. Karina sungguh putus asa dengan hidupnya. Sekeras apapun ia mencoba untuk melawan, pada akhirnya ia akan dijatuhkan lagi oleh Joshua.Tidak mudah untuk mengumpulkan keberanian untuk melakukan hal itu. Melawan, bukanlah hal yang bisa Karina lakukan. Ia selalu hidup dalam tekanan dan selalu di tuntut untuk selalu menuruti perintah.Namun, kemalangan itu bukanlah akhir dari segalanya. Disaat Karina hampir putus asa dengan perjalanan hidunya. Secercah cahaya muncul dari kegelapan. Sebuah tangan mengulur kearahnya untuk memberikan pertolongan. Sebuah suara familiar menusuk indera pendengarannya dan membuat kepalanya mendongak ke atas.“Izinkan saya untuk patuh kepada Nona, saya berjanji akan menolong Nona dari segala macam penderitaan. Tolong izinan saya untuk patuh pada anda, Nona.”Apa yang sedang manusia gila ini bicaraka
“Aku ingin penampilanku jadi sorotan, aku akan menunjukkan kepada tuan sombong itu kalau aku ini sangat cantik dan penuh karisma.”Wanita bergaun indah itu memutar dirinya beberapa kali untuk melihat penampilan sempurnanya di depan cermin. Wajah cantik yang riasan yang sedikit mencolok, gaun panjang berwarna merah menyala dengan bagian dada yang sedikit terbuka mampu membuat dirinya puas.“Nona sangat menawan, mau pakai apapun Nona tetap jadi juaranya.” Sang kepala pelayan berucap dengan percaya diri, ia melihat sang majikan yang terus memandang dirinya yang sempurna di depan cermin besar.“Benar, aku selalu menawan, aku adalah putri tuan tuan Barnard yang paling cantik.”Rebecca Barnard adalah putri bungsu dari pengusaha ternama bernama Wiliams Barnard. Seorang putri yang selalu menjadi pusat perhatian dan rebutan kaum adam pada abad ini. Namun, walaupun begitu, ia sudah memantapkan hatinya untuk satu pria, Joshua Rionard Carrington.“Oh, ya, Tuan Carrington akan datang ke pesta mala
Aula terlihat sangat mewah dan meriah. Aula didekorasi dengan bunga warna-warni dan lampu yang berkelap-kelip, menambah suasana ceria, suara musik yang diputar di latar belakang menambah kesal keceriaan yang tidak ada habisnya. Kedua mempelai berdiri di altar, dikelilingi oleh teman dan keluarga, menciptakan rasa romansa dan keakraban yang dirasakan oleh semua yang hadir. Mereka telah mengucapkan janji setia seumur hidup, menyematkan cincin di jari manis masing-masing. Beberapa orang tampak terharu, mereka sangat menikmati acara tersebut dengan penuh suka cita. Bella tidak ada hentinya menggenggam tangan DK, dia tidak ingin berpisah dari pengganti ayahnya itu. Dia selalu berada di sampingnya, ikut merayakan kegembiraan dalam pernikahan yang suci. Karina merasa sangat bangga, karena dia bisa menghantarkan saudaranya ke pernikahan sebelum waktunya di dunia habis. Ia sangat antusias dan gembira saat melihat para tamu yang hadir sangat ramai untuk mengucapkan selamat ke dua mempelai.
Pemandangan di atas bukit terlihat tenang dan indah. Bukit ini ditutupi dengan rumput yang lembut, dan udaranya kental dengan aroma bunga dan dedaunan. Suasananya sangat tenang dan damai, wanita itu berdiri dengan mata terpejam, berdoa untuk dua makam di depannya. Dia mengenakan gaun yang tergerai, dan kepala yang ditutup oleh topi kupluk berwarna senada dengan gaunnya. Perlahan dia membuka matanya dan memandang dua makam itu dengan senyuman yang tidak pernah luntur dari wajahnya. Walau pun terlihat pucat, dia tetap menunjukkan ekspresi terbaiknya. “Ma, Pa, akhirnya setelah bertahun-tahun berlalu, aku bisa datang ke makam kalian lagi.” Karina tersenyum tipis. Ia sangat senang bisa berkunjung ke tempat ini setelah bertahun-tahun lamanya. Ia merindukan dua sosok yang paling dia cintai itu. Walau pun Karina sudah mengetahui kebenarannya, dia sama sekali tidak memiliki rasa benci, yang ada, dia semakin mencintai keda orang tuanya itu. “Karin sudah tau apa yang terjadi dulu. Kemarin
Satu tahun kemudian... Langit pagi yang cerah hampir terlalu terang untuk dilihat, karena matahari baru saja mulai mengintip di balik cakrawala. Langit berwarna biru cemerlang, nyaris tidak ada awan yang terlihat. Udara terasa sejuk dan segar, dan aroma embun pagi yang segar tercium di udara. Di kejauhan, sebuah pesawat terbang terlihat terbang melintasi langit pagi yang jernih. Pesawat terbang tampak nyaris berkilauan di bawah sinar matahari pagi, sayapnya nyaris tidak terlihat dengan latar belakang langit biru. Suara mesin pesawat terdengar di kejauhan, tampaknya pesawat terbang semakin tinggi, menghilang di langit pagi yang jernih. Suasananya sangat tenang dan jernih, saat matahari pagi menyinari segala sesuatu yang ada di bawahnya. Jelaslah bahwa ini akan menjadi hari yang indah dan jernih, tanpa ada awan yang menghalangi langit biru yang sempurna. “Bagaimana rasanya kembali setelah satu tahun?” Karina menoleh ke arah Vivian yang sedang menyetir di kursi kemudi setelah menerim
“Kembalikan putriku atau kau akan ku bunuh di sini!” Suara Karina meninggi, penuh emosi, dan kemarahan yang menyelimutinya. Ia bukan lagi terlihat seperti wanita lemah yang memiliki penyakit kronis yang memohon untuk mati. Dia adalah seorang ibu yang menuntut putrinya kembali. “Karina, dia juga putriku!” Joshua menatap Karina tajam, kedua orang itu saling menodongkan pistol satu sama lain. Tatapan yang dulu penuh cinta kini berubah menjadi tatapan penuh kebencian. Karina sungguh membenci Joshua sekarang dengan apa yang sudah dia lakukan terhadapnya dan putrinya. “Aku sudah katakan padamu, kau boleh menghabisi ku, tapi jangan sentuh Bella! Kenapa kau sangat keras kepala, sial?!” Karina berteriak. “Karena aku ingin melihatmu menderita,” ucap Joshua dengan senyum menyeringai yang terlukis di bibirnya. “Belum cukup membuatku menderita, huh? Selama bertahun-tahun kau sudah melakukannya, apa itu belum cukup?” “Belum, karena kau milikku, aku akan melakukan apapun untuk memuaskan hasrat
Anak kecil itu terus menangis di dalam mobil, suaranya sangat kecil dan lemah dibandingkan dengan suara mesin yang keras. Dia mengulurkan tangannya ke arah jendela, berusaha keras untuk melarikan diri dan bertemu kembali dengan ibunya.Walau kondisi Bella berbeda dari anak lain, dia tetap punya perasaan dan intuisi yang kuat terhadap sang ibu yang sudah merawatnya penuh kasih sayang dan cinta. Bella ingin kembali ke Ibunya, dia tidak ingin ikut dengan ayahnya yang di matanya sangat berbeda dari yang ia lihat dulu. Tangan kecilnya yang mungil tidak dapat melakukan apa pun selain menggedor-gedor jendela, saat dia menangis sambil memanggil-manggil ibunya membuat perasaan menjadi sangat sakit dan hancur. "Mama!" "Aku ingin Mama!" suara menyayat hati itu memenuhi mobil. Rasa sakit karena perpisahan terlihat jelas, dia terus menangis bahkan sampai tantrum. Dia berteriak kencang, membuat orang-orang yang ada di dalam mobil termasuk Joshua merasa cukup pusing. “Bella, ini papa, kamu sama
“Bella, pergi dengan paman dan Aunty, ya. Mama akan menyusul nanti.” Karina tersenyum, melangkah mendekati Bella lalu mengusap rambutnya sangat lembut. Tatapan mata Karina menyiratkan rasa menyesal yang begitu dalam. Ia tersenyum namun terasa sangat pedih.“Vivian...” Karina memberi isyarat pada Vivian untuk segera pergi.“Karina, aku tidak bisa,”“Cepat!” Dari luar terdengar suara gaduh dari mobil-mobil yang tiba untuk menyergap masuk ke lokasi mereka. Vivian langsung didorong keluar oleh Karina, dia menutup pintu sangat rapat, tidak memberi izin Vivian untuk masuk. “Karina, buka!” Karina menghiraukan suara teriakan Vivian dari luar. Ia menatap Joshua tajam, dia tidak melawan sama sekali. Mereka berdua saling bertukar pandang satu sama lain. “Kau menginginkanku, kan?” tanya Karena pada Joshua dengan suara yang berubah serak. Joshua melihat Karina tidak habis pikir. Dia tertawa, seolah-olah sedang mencemooh wanita yang ada di hadapannya saat ini. “Kau sungguh dermawan, Karina. Me
“Pegangan, ini mungkin sedikit berguncang.”Mobil tiba-tiba berbelok tajam, melaju dengan cepat di jalan raya, mengambil rute pulang yang berbeda. Klakson kendaraan lain bergema. Mobil yang mereka tumpangi terpisah dari mobil para pengawal lainnya.Suara klakson terus memekakkan telinga dan mesin yang berputar memenuhi udara, energi mereka yang kacau menambah ketegangan pemandangan. Mobil mereka memasuki jalanan kecil di tengah pepohonan pinus yang tinggi. Di belakang terlihat ramai yang mengikuti. Mereka terjebak, tidak ada mobil pengawal mereka yang terlihat. Bella menutup telinganya rapat-rapat. Ia takut dan panik, belum pernah dia mengalami hal semengerikan ini. Ia berteriak sambil memeluk ibunya erat. “Gangguan panik Bella kambuh, bagaimana ini?” Karina sungguh ketakutan, ia tidak ingin terjadi sesuatu pada putrinya. Mobil-mobil lain berkerumun di sekeliling mereka, melaju dengan kecepatan tinggi dan menambah suasana yang kacau. Jumlah mobil yang awalnya sedikit tiba-tiba ber
“Kau melihatnya?” Vivian menatap Karina sedikit terkejut. Ia lalu diam untuk berpikir sejenak. Anak buah Kalista tidak mungkin berada di sini tanpa maksud. Seperti yang DK katakan, mereka berdua sudah bekerja sama, mungkin untuk menghancurkan Karina.“Hmm... aku tidak sengaja melihatnya. Waktu itu dia juga melihat ke arah kita cukup lama. Karena aku merasa tidak nyaman, makanya aku mengalihkan perhatianku darinya,” jelas Karina, dia masih mencoba menjahit pecahan-pecahan ingatannya yang belum terlalu sempurna. “Sudah jelas ini perbuatan Joshua, dia sudah mengetahui semuanya. Lebih baik kita bersiap. Aku akan perintahkan para pengawal ku untuk memperketat penjagaan.” Vivian mulai khawatir, sungguh di luar ekspektasinya. “Aku akan kembali mengawas,” celetuk DK. “Tidak, kamu terlalu berbahaya berada di luar. Joshua pasti juga sedang mencari mu. Jangan lakukan apa-apa sampai keadaan membaik. Aku tidak ingin di antara kita ada yang terluka.”“Vivian, kamu terlalu kelelahan, bukannya le
“Kau tau di mana dia?” Dahi Joshua otomatis mengerut, masih tidak percaya kalau Kalista mengetahui di mana Karina berada dan bagaimana dia tau kalau Karina pergi meninggalkan Joshua?“Tunggu, bagaimana kau tau dia pergi?” Joshua menahan tangan Kalista agar dia berhenti mendekat.“Tentu aku tau. Itu karena aku bertemu dengannya di pesawat saat aku pergi ke Amerika minggu lalu. Awalnya aku berpikir, kenapa Karina berada di pesawat itu bersama dengan wanita yang tidak aku kenal, namun mereka terlihat sangat dekat. Ah, aku juga melihat putrimu, di sangat cantik, wajahnya sangat mirip dengan ibunya.”Kalista tersenyum menang, dia sungguh tau kalau Joshua sedang berada dalam posisi yang lemah, dia tidak bisa melakukan apapun sekarang dan sedang menunggu kehancuran selanjutnya mendatanginya. “Jika kau menuruti semua perintahku, aku akan memberikan semuanya untukmu. Aku bisa mempertemukan mu dengannya, lalu aku juga bisa membereskan kekacauan ini. Aku tau, black moon sangat berarti untukmu,