"Assalamualaikum, sayang," ucap Mas Andre ketika ia berdiri di ambang pintu. Senyumnya terlihat terbit ketika melihatku tengah duduk di sofa ruang televisi. Melihat kedatangannya, aku langsung berdiri lalu berjalan menghampirinya. "Mas," ucapku sambil memeluk tubuhnya erat. "Kangen." Mendengar penuturanku Mas Andre terkekeh. Mengusap puncak kepalaku dengan sayang. "Mas juga kangen kok sama kamu," ujarnya sambil merangkul tubuhku masuk kedalam rumah. "Kapan pulang Dre?" Tiba-tiba saja Tante Elsa datang menghampiri kami. Senyum tanteku ini terlihat terbit ketika melihat sosok suamiku pulang dari perantauan. Sebulan sekali, ia pulang ke rumah untuk mengunjungi ku. Sedangkan Tante Elsa, ia kerap kali datang ke rumah setiap seminggu sekali. Kadang juga dua atau tiga kali dalam sebulan. "Baru nyampe, Tante," jawab Mas Andre singkat. "Apa kabarnya Tante?" Senyum Mas Andre mengembang sempurna saat ia berucap demikian. Terlihat ramah dan hangat. "Kabar Tante bai
Setelah Mas Andre keluar dari kamar, aku langsung bangun dan duduk. Bersandar dengan hati yang tak karuan. Mencerna ucapan yang barusan Mas Andre utarakan. Apa sih yang membuat Mas Andre berucap demikian? Apakah Mas Andre sedang merencanakan sesuatu? Adakah kemungkinan jika Mas Andre selingkuh dibelakang ku? Tapi kalau Mas Andre selingkuh, lalu siapa wanitanya? Selama ini Mas Andre tidak pernah menunjukkan gelagat aneh di depanku. Ia bahkan terkesan sangat romantis dan tidak ada cela sedikitpun. 'Ah iya, kenapa aku malah bengong?' Turun dari ranjang. Menyambar jaket dan tas selempang yang aku simpan di atas meja. Jaga-jaga kalau Mas Andre mau pergi, ya aku tinggal ikuti. Dengan langkah pelan, aku keluar dari kamar, celingukan mencari keberadaan Mas Andre. Kebetulan juga lampu ruangan ini sudah di matikan sama bibi. Jadi aku tidak bisa leluasa melihat di mana Mas Andre berada. Sayangnya, aku tidak menemukan sosok Mas Andre di lantai bawah maupu
Duh gimana ini? Aku benar-benar tidak tahu langkah apa yang harus aku lakukan setelah ini. Sedangkan mas Andre dan Tante Elsa sudah mulai melangkah menuju anak tangga. Itu artinya mereka berdua benar-benar akan membuktikan kecurigaannya. Di saat kedua baru melangkah, ponsel milik Mas Andre terdengar berbunyi di kamarnya. Keduanya serempak menoleh ke arah pintu kamar. "Aku ambil ponsel dulu." Mas Andre membalikkan tubuhnya menghadap ke arah pintu. "Wussss...." Di saat Mas Andre udah masuk kedalam kamar, aku mengeluarkan suara yang terdengar berat dan menyeramkan. Ekor mataku menangkap sosok Tante Elsa yang terlihat celingukan mencari sumber suara. Namun, setelahnya ia terlihat bergidik, kemudian lari ke dalam kamar, menutup pintu kamar dari dalam. Melihat kesempatan itu, aku langsung lari ke arah tangga. Menuruni anak tangga satu persatu. Setelahnya aku langsung masuk kedalam kamar dan menutupnya dari dalam. Naik ke atas kasur, lalu menghempask
"Kaki Bu Rania sakit, Pak." Arsya berkilah ketika mendengar bentakan Mas Andre. "Kamu ini kenapa sih Mas?" Aku memijit buah betis yang terasa sakit. "Arsya itu cuma nolongin aku, Mas!" lanjutku lagi. "Mas kira, kalian," "Selingkuh." Aku memotong arah pembicaraan Mas Andre. Sengaja menyindirnya. "Ng-nggak! Mas gak punya pikiran kearah sana! Mas cuma salah sangka," ujarnya sambil menoleh ke arah pintu dimana Tante Elsa pergi. Sepertinya Mas Andre sadar jika omongannya barusan sudah mengundang cemburu Tante Elsa. "Mas ambil minyak urut dulu ya." Mas Andre bangkit dari tempat duduknya, lalu berjalan menuju area dapur. Mas Andre bilang mau ambil minyak urut, tapi kok malah pergi ke arah dapur. Memangnya di dapur ada minyak urut apa? Sekitar sepuluh menit kemudian, Mas Andre sudah kembali lagi ke hadapanku. Aku sih yakin jika ia habis merayu Tante Elsa dengan jurus rayuan mautnya. Dasar laki-laki pengkhianat. Gak tahu apa kalau aku sudah mengetahui
"Ar," "Ya Bu?" Arsya menatapku lewat cermin motornya. "Ibu kamu nyuruh beli obat untuk kapan?" "Buat nanti malam, Bu, kalau untuk sore ini kayaknya masih ada," jawabnya dengan nada yang serius. "Memangnya ada apa Bu?" "Di samping kanan kita ada suami saya dan Tante Elsa, saya mau mengikuti mereka berdua," ucapku sambil menoleh ke arah mereka yang terlihat asyik bercengkerama. Sesekali Mas Andre mencawil dagunya. Andai saja aku tidak bisa menahan diri, mungkin aku sudah melabraknya. Mempermalukan mereka berdua di depan semua pengendara. "Boleh, Bu. Tapi kalau menurut saya, ibu jangan pake baju yang ini, nanti Pak Andre curiga." "Terus saya harus bagaimana?" Belum paham dengan ucapan Arsya. Kalau aku gak pake baju ini, lalu aku harus pake apaan. "Pake jaket sama kacamata saya, Bu." Arsya membuka jaket yang ia pakai. Tak lupa juga ia memberikan kacamata dan masker yang ia ambil dari tas kecil yang ia bawa. "Ibu gak usah khawatir, jaketnya masih bers
"Kaki Bu Rania sakit, Pak." Arsya berkilah ketika mendengar bentakan Mas Andre. "Kamu ini kenapa sih Mas?" Aku memijit buah betis yang terasa sakit. "Arsya itu cuma nolongin aku, Mas!" lanjutku lagi. "Mas kira, kalian," "Selingkuh." Aku memotong arah pembicaraan Mas Andre. Sengaja menyindirnya. "Ng-nggak! Mas gak punya pikiran kearah sana! Mas cuma salah sangka," ujarnya sambil menoleh ke arah pintu dimana Tante Elsa pergi. Sepertinya Mas Andre sadar jika omongannya barusan sudah mengundang cemburu Tante Elsa. "Mas ambil minyak urut dulu ya." Mas Andre bangkit dari tempat duduknya, lalu berjalan menuju area dapur. Mas Andre bilang mau ambil minyak urut, tapi kok malah pergi ke arah dapur. Memangnya di dapur ada minyak urut apa? Sekitar sepuluh menit kemudian, Mas Andre sudah kembali lagi ke hadapanku. Aku sih yakin jika ia habis merayu Tante Elsa dengan jurus rayuan mautnya. Dasar laki-laki pengkhianat. Gak tahu apa kalau aku sudah mengetahui
Duh gimana ini? Aku benar-benar tidak tahu langkah apa yang harus aku lakukan setelah ini. Sedangkan mas Andre dan Tante Elsa sudah mulai melangkah menuju anak tangga. Itu artinya mereka berdua benar-benar akan membuktikan kecurigaannya. Di saat kedua baru melangkah, ponsel milik Mas Andre terdengar berbunyi di kamarnya. Keduanya serempak menoleh ke arah pintu kamar. "Aku ambil ponsel dulu." Mas Andre membalikkan tubuhnya menghadap ke arah pintu. "Wussss...." Di saat Mas Andre udah masuk kedalam kamar, aku mengeluarkan suara yang terdengar berat dan menyeramkan. Ekor mataku menangkap sosok Tante Elsa yang terlihat celingukan mencari sumber suara. Namun, setelahnya ia terlihat bergidik, kemudian lari ke dalam kamar, menutup pintu kamar dari dalam. Melihat kesempatan itu, aku langsung lari ke arah tangga. Menuruni anak tangga satu persatu. Setelahnya aku langsung masuk kedalam kamar dan menutupnya dari dalam. Naik ke atas kasur, lalu menghempask
Setelah Mas Andre keluar dari kamar, aku langsung bangun dan duduk. Bersandar dengan hati yang tak karuan. Mencerna ucapan yang barusan Mas Andre utarakan. Apa sih yang membuat Mas Andre berucap demikian? Apakah Mas Andre sedang merencanakan sesuatu? Adakah kemungkinan jika Mas Andre selingkuh dibelakang ku? Tapi kalau Mas Andre selingkuh, lalu siapa wanitanya? Selama ini Mas Andre tidak pernah menunjukkan gelagat aneh di depanku. Ia bahkan terkesan sangat romantis dan tidak ada cela sedikitpun. 'Ah iya, kenapa aku malah bengong?' Turun dari ranjang. Menyambar jaket dan tas selempang yang aku simpan di atas meja. Jaga-jaga kalau Mas Andre mau pergi, ya aku tinggal ikuti. Dengan langkah pelan, aku keluar dari kamar, celingukan mencari keberadaan Mas Andre. Kebetulan juga lampu ruangan ini sudah di matikan sama bibi. Jadi aku tidak bisa leluasa melihat di mana Mas Andre berada. Sayangnya, aku tidak menemukan sosok Mas Andre di lantai bawah maupu
"Assalamualaikum, sayang," ucap Mas Andre ketika ia berdiri di ambang pintu. Senyumnya terlihat terbit ketika melihatku tengah duduk di sofa ruang televisi. Melihat kedatangannya, aku langsung berdiri lalu berjalan menghampirinya. "Mas," ucapku sambil memeluk tubuhnya erat. "Kangen." Mendengar penuturanku Mas Andre terkekeh. Mengusap puncak kepalaku dengan sayang. "Mas juga kangen kok sama kamu," ujarnya sambil merangkul tubuhku masuk kedalam rumah. "Kapan pulang Dre?" Tiba-tiba saja Tante Elsa datang menghampiri kami. Senyum tanteku ini terlihat terbit ketika melihat sosok suamiku pulang dari perantauan. Sebulan sekali, ia pulang ke rumah untuk mengunjungi ku. Sedangkan Tante Elsa, ia kerap kali datang ke rumah setiap seminggu sekali. Kadang juga dua atau tiga kali dalam sebulan. "Baru nyampe, Tante," jawab Mas Andre singkat. "Apa kabarnya Tante?" Senyum Mas Andre mengembang sempurna saat ia berucap demikian. Terlihat ramah dan hangat. "Kabar Tante bai