Share

[ 8 ]

Penulis: brokolying
last update Terakhir Diperbarui: 2024-03-01 10:16:06

Besoknya sesuai apa yang Ben bilang, dia benar-benar menjemputku makan siang lagi. Kami makan di resto dekat kantorku. Siang itu Ben nggak menggunakan baju seformal kemarin.

"Kamu nggak ngantor?"

"Kenapa?"

"Nggak pake dasi."

"Emang aku CEO pake dasi mulu?"

"Aamiin."

"Kamu mau punya suami CEO?"

"Maulah."

"Yaudah kalau gitu aku bakal jadi CEO."

Aku tersedak.

Ben senyum cepat-cepat membukakan segel botol air.

"Jangan gitu lagi."

"Gimana?" Tanyanya menyebalkan. Nggak menganggapiku serius.

"Kamu kalau ngomong suka nggak mikir ya Ben?"

"Iya. Perihal kamu, semuanya dari hati. Nggak perlu dipikir dulu." Ucap Ben lanjut menyuapi bibirnya dengan sepotong pizza dengan toping entahlah aku lupa tadi dia pesan apa.

Oh sure, bullshit,”

“Hahahahha, kita lihat nanti.” Ucapnya entah bermakna apa.

Aku mengamatinya diam-diam. Siapa tahu ada clue dari ekspresinya tentang siapa dia, apa maunya. Apapun. Kenapa Tuhan bisa kepikiran pertemuin aku dengan Ben.

Tapi bagiku, mungkin seperti itulah Ben. Dia dengan semua kalimatnya yang hanya God Knows why. Mungkin ini yang sedang kami butuhkan. Teman dengan candaan sedikit manis. Candaan yang nggak perlu libatin hati.

“Nat..” Kudengar ada keraguan saat Ben memanggil namaku barusan.

“Hm?”

“Kamu kenal Gugi?”

“Oh.”

“Kenal?”

“Sedikit?”

Ben mengangguk. Entah apapun yang sedang lalu lalang di kepalanya, pasti itu ngeganggu dia banget.

“Mantan kamu?”

“Temen.”

“Dia kemarin kelihatan marah banget pas ngegep kita di mobil. Kayaknya itu bukan marahnya -temen- deh Nat.”

“Gugi. Ya emang cuma temen. Pernah sama-sama nyaman aja bentaran, sebelum akhirnya dia jujur kalau udah punya tunangan.”

“Kapan?”

“Dia jujur?”

Ben mengangguk.

“Hm. Waktu kita ketemu di Bandung?”

I see.” Sekali lagi kulihat pria itu mengangguk. “He hurted you that much, Nat?”

Pertanyaan Ben kali ini nggak pernah terpikir sama sekali. Sebenarnya sejauh dan sesakit apasih Gugi lukain aku?

“Sakit. Kamu denger aku nangis. Kamu lihat mata aku sembab waktu itu. Tapi mungkin nggak sesakit yang kamu bayangin. Sebut aja, kecewa yang sedikit berlebihan tapi masih di dalam ambang batas.”

“Dia sepupu aku, Nat.”

“….”

“Aku bakal mastiin kalau dia nggak bakal nyakitin kamu lagi.”

“Sepupu kamu atau bukan, Gugi isn’t on my plate anymore, Ben.”

Then put me on. Your plate. Put me on,” ucapnya sambil menaruh sepotong pizza di piringku.

Aku menatapnya sambil menahan senyumku. Kalimat Ben selalu manis. Itu fakta. Kuambil pizza yang dia beri barusan, “Hm, delicious..”

“Maksud kamu MOOOOOORE DELICIOUS,”

“Uhum?”

“Oh yes. Akuin aja.”

Tawa kami pecah. Kami tertawa. Dua hati yang baru saja diremukkan oleh orang lain itu tertawa.

Makan siang selesai dengan adegan Ben mengantarku ke lokasi meeting. Dia sempat menawarkan diri untuk menunggu agar bisa mengantarku pulang, tapi ku tolak.

Kubilang saja bahwa aku begitu amat mandiri dan tawarannya sedikit berlebihan untuk seorang teman. Hanya dia respon dengan anggukan dan senyuman manisnya. Ya Tuhan.

.

Sudah seminggu sejak aku dan Ben nggak komunikasi. Sejak makan siang itu, entah kenapa dia berhenti menghubungiku. Dia nggak ada di notifikasiku, nggak juga muncul di depan mataku. Apa aku mencari tahu alasannya? No. pekerjaanku sedang terlalu menumpuk untuk mencari kabar pria yang dengan sadar nggak ingin berkomunikasi denganku.

Sekarang aku sedang di salah satu salon langgananku. Salon yang nggak begitu ramai. Mungkin karena ini sudah jam enam sore. Biasanya sih cewek-cewek yang mau nge-date, ke salon sejak siang.

"Mbak Nata?" Seru yang berhasil membuatku mendongak, melihat sosok yang baru saja menyebut namaku.

Seorang gadis berjilbab coklat dengan makeup bold yang luar biasa bold.

Mungkin dia baru dari kondangan.

Bisa kutebak dari baju yang dia gunakan. Long dress dengan manik di sana sini.

Wow. Bisa kalian bayangin bentukannya seperti apa? Coba dulu

"Hm?" Tanyaku sesopan mungkin.

"Mbak Nata kan? Aku beberapa kali nonton Mbak di event musikalisasi."

Aku meng-ooh. Kemudian mengangguk. Cukup mengagetkan ada yang mengenaliku dari acara itu, mengingat hanya kuhadiri sesekali.

"Oh hey. Nggak nyangka ada yang notice." Kataku dengan rambut yang dibalut handuk.

Mbak salon yang sedang duduk dan memijat lenganku pun ikut melempar senyum kecil padanya.

"Masa nggak di-notice. Suaranya enak tahu. Foto bareng ya Mbak."

Oh nggak. Kutolak halus. "Aku bukan artis Mbak. Lagi handukan pula."

"Tetep cantik kok. Cantik kan yang?" Tanyanya menyenggol seseorang di sampingnya.

Aku menggeser sedikit untuk melihat cermin.

Melihat orang yang ketika ditanya langsung mengangguk ringan itu.

Kurasa dia takjub melihat bagaimana cara Tuhan mempertemukan kami lagi dan lagi.

Jadi ini pacarmu Gi? Eh tunanganmu.

Yang kamu cinta dengan sungguh-sungguh itu?

Kurasa kamu sama shoknya denganku saat tahu bahwa pacarmu mengidolakan aku. Senggaknya suaraku.

Lagi-lagi aku nggak menjawab.

Kusenyumi kamera depan pacar Gugi yang entah sejak kapan sudah berada di hadapanku, dengan cewek ini di sampingku.

Pipi kami berdempetan. Melekat tertempel satu sama lain. Siapa sangka? Not me.

Setelahnya, sepasang itu pamitan. Si cewek ke meja kasir, sedang Gugi berjalan ke sofa tunggu.

Persis di belakangku.

Bisa kulihat dia duduk lalu menatapku.

Jadilah mata kami bertemu di cermin.

Bagaimana rasanya bertatapan dengan Gugi?

NGGAK ENAK. KAYA KETAHUAN NYOLONG.

Salah tingkah, aku mengganti posisi agar nggak lagi melihat pantulan Gugi di cermin. Mustahil. Aku masih bisa melihatnya di belakang sana. Memperhatikanku. Dengan kedua bola mata setengah melotot. Menakutkan.

Dengan pelan kugeser kursiku.

Pelan-pelan.

Awalnya Mbak yang lagi mijetin tanganku nggak protes.

Tapi lama-kelamaan,

Saat kursiku hampir nggak lagi terlihat di depan cermin, dia akhirnya protes.

"Kok nyerong-nyerong sih dek? Sini atuh deketan! Nggak selesai-selesai ntar."

Ingiiiiiiiin rasanya kusobek mulut perempuan ini.

Padahal suaranya nggak begitu besar dan menggelegar. Tapi kuyakin Gugi dengar. Pasti.

Merasa nggak nyaman ditatap Gugi saat pacarnya duduk di kursi yang hanya berjarak semeter di sampingku, kuputuskan untuk menyudahi ritual pijat yang enak banget ini.

Nggak ada pilihan lain. Kubisikin Mbaknya bahwa aku punya kesibukan mendadak lain jadi tolong rambutku langsung dibilas dan dikeringin aja.

Setelah membayar, aku buru-buru keluar salon. Berada di satu gedung yang sama dengan Gugi dan perempuan itu adalah kenggak sanggupan. Bukan cemburu.

Nggak suka aja. Beda ya. Catet!

Dan berhasil.

Detak  jantungku terasa begitu normal hingga seseorang merampas kunci yang baru kukeluarkan dari tas. Demi apapun aku hampir teriak jika nggak kulihat Gugi sudah mendahuluiku duduk di kursi kemudi.

Gugi.

Di kursi kemudiku.

Tunangan perempuan lain.

Di mobilku.

Bab terkait

  • OUCH IT'S YOU   [ 9 ]

    "Kamu apa-apaan sih? Keluar nggak!" kupikir-pikir, Gugi emang doyan mancing emosiku kapanpun dimanapun. Dengan alesan apapun."Nggak. Naik buruan!" Titahnya."Nggak. Kamu turun dulu. Ini mobil aku. Kamu ngapain?" aku masih nggak habis pikir, dan melototin di habis-habisan. Menolak diperintah, apalagi tunangan orang."Kamu mau naik sendiri apa harus aku paksa?""Enak banget kamu perintah-perintah! Turun!" Protesku nggak percaya dia punya keberanian memerintahku setelah semua kelakuannya belakangan ini. Hebat.Gugi mengangguk. Lalu turun. Kupikir akhirnya dia mengalah. Tapi yang terjadi adalah, pria ini menarik tanganku, kemudian dia giring naik ke kursi penumpang. Menutup pintu. Dan berlari kembali ke kursi pengemudi. Menatapku sekilas, menginjak gas, dan mobil inipun melaju. Persis adegan penculikan anak SD. Meninggalkan gedung itu. Meninggalkan gadis itu.Sudah sekian kilo kami duduk bersama. Tidak sedikitpun dia bicara."Kamu mau kemana sih Gi? Minimal jelasin!" Tanyaku kesal."

    Terakhir Diperbarui : 2024-03-02
  • OUCH IT'S YOU   [ 10 ]

    Oke mungkin ini salahku. Kecewaku belakangan ini, semua salahku.Bermain-main dengan perasaan yang belum sembuh. Berpikir bahwa baik-baik aja memulai secepat ini.Tapi, siapa yang bisa nolak perlakuan manis saat lagi galau? Apa lagi perlakuan itu datang dari sosok setampan Ben.Percaya deh, Ben bukan sosok yang bisa kalian hindarin gitu aja.Tatapannya yang nggak mampu untuk nggak kalian balas, ucapan-ucapan manisnya yang spontan, sentuhannya yang begitu hati-hati.Nggak butuh aku waktu lama untuk ingin tetap ada di samping Ben. Untuk ngebayangin gimana kedepannya.Serius. Ben se-magic itu.Ben tipe pria yang membuat ‘nyaman' itu mudah untuk kita rasain. Nggak tahu deh.Pokoknya, kecewaku yang kali ini pure kesalahan sendiri. Bukan salah Ben, bukan waktu.Salahku.Aku yang salah.Well, kurasa Jenata Soebandono sampai pada umur cukup dewasa untuk nggak nyalahin siapapun atas patah hatinya.Rupanya, cinta itu mendewasakan.Mendewasakan siapapun yang mau berpikir di sela-sela tangisnya,

    Terakhir Diperbarui : 2024-03-03
  • OUCH IT'S YOU   [ 11 ]

    “Tahu gini aku nggak dateng tadi,” bisikku ke Mbak Nana yang sedang riweuh dengan pom-pom yang dia buat dari kantor itu.“Hah? Kenapa emangnya?”“Nggak. Brisik banget!”“Ah lu-nya aja yang norak. Eh lucu kali ya kalo kita joget sambil lompat-lompat mini di depan tuh. Kayak anak puber lagi cheerleader, Nat. Tu wa ga pat, tu wa ga pat,” ucapnya percaya diri sambil mengayun-ayunkan kedua pom-pomnya naik turun, kaya mau nahan angkot.“Nggak-nggak-nggak-nggak. Gila lu Mbak,” ucapku memalingkan muka dari Mbak Nana, yang justru kemudian kusesali, karena mataku dan mata pria itu bertemu lagi. Kulihat keringatnya sedang diseka oleh tunangannya.“NAT! NATA!”“Hah? Apa?”“You oke?” Mas Rumi yang menghampiri kami di pinggir lapangan, dan langsung menyadari kemana arah mataku. “Heeeey..” Sapanya sekali lagi sambil mengelus kepala sambil merangkulku. Menarikku dari pemandangan yang nggak bagus. Untuk mata, maupun hatiku. Sekali lagi, bukan cemburu. Emosiku masih menggebu-gebu melihat tampang Gugi ya

    Terakhir Diperbarui : 2024-03-04
  • OUCH IT'S YOU   [ 12 ]

    PLAKKKK!Kudengar beberapa suara di sekeliling kami ikut hening seketika, mengiringi suara tamparanku pada pipi Gugi, yang kuyakin kali ini sangat keras. Aku nggak tahu berapa orang yang mendengar dan ikut mematung bersama kami bertiga. Aku terlalu fokus pada kebencianku sekarang.Dan kurasa Gugi bisa ngelihat itu semua dari mataku. Kami saling menatap beberapa detik pasca tamparan keras yang tiba-tiba itu. Sedang aku juga bisa lihat penyesalan di matanya. Yang jika sedang nggak emosi, mungkin bakal buat aku bahagia walau cuma ditatap langsung aja sama dia.“Beraninya ngatain perempuan. Laki-laki pecundang kamu Gi!” tuturku penuh tekanan, dan sangat jelas. Setelah memastikan Gugi mendengarnya, aku berbalik dan berlari ke arah parkiran. Tangisku hampir kembali pecah. Sekali lagi. Karena Gugi. Karena pria yang pernah begitu kuingini.“Nat, tunggu. Ada apa? Kalian kenapa?” Derry menahanku. Aku bahkan lupa soal orang ini saking emosinya.“Ada apaan Der? Nat? Kenapa?” Mas Rumi yang terlihat

    Terakhir Diperbarui : 2024-03-05
  • OUCH IT'S YOU   [ 13 ]

    Angin malam yang berhasil lolos melalui pintu balkon yang kubiarkan terbuka lebar ternyata cukup kurang ajar dalam menciptakan suasana super kikuk antara aku dan Gugi.Berdua, aku dan dia duduk di depan tv. Tidak di sofa. Di lantai beralaskan karpet yang belum pernah kucuci sejak kubeli setahun yang lalu. Kami duduk berhadapan. Dia bersila, aku juga.Setelah memastikan air es yang kugunakan untuk merendam handuk di mangkok sudah meresap, aku mengangkat dan memerasnya sedikit, kemudian menatap Gugi yang juga tengah menatapku.Kutempelkan handuk itu pada luka samping bibirnya. Dia belum berteriak sampai aku mulai menekan dan sedikit menggesekan handuk di sana. Biar darah yang sudah mengering itu bisa terangkat. Sekalian bersama beberapa buliran pasir halus yang terjebak di sana."Aw! Nat pelan dong Nat. Sakit," Ucapnya terpotong-potong. Menahan tanganku agar tidak bergerak dengan kasar."Oh.""OH?""Mau dibersihin nggak ini?" Dia mengangguk."Tapi pelan-pelan Nat," mohonnya.Aku melihat

    Terakhir Diperbarui : 2024-03-06
  • OUCH IT'S YOU   [ 14 ]

    Matahari pagi masuk dari celah tirai jendela yang lupa ditutup semalem. Nggak hanya menghangatkan wajahku, tapi juga berusaha menembus kelopak mataku.Aku yang masih belum sadar penuh pun, meregangkan semua urat-urat juga tulang-belulang di tubuh seperti biasa, hingga tanganku menyentuh seseorang di sebelah kiri. Demi apapun aku kaget. Sedang yang kusentuh, yang ternyata sudah terbangun lebih dulu itu, menatapku dengan kepala yang bertumpuh pada lengan kanannya.Aku membeku. Kutahan posisi itu barang sekian detik. Dengan berkedip-kedip beberapa kali, aku berusaha melihat wajah orang itu dengan jelas. Memastikan.Dia,Maksudku Gugi. Dia menopang kepala dengan lengan kanan yang membuat posisinya jadi lebih tinggi dari kepalaku. Pria itu maju mendekat dan mengecup keningku berulang kali, lalu pucuk hidungku, sebelum akhirnya satu kecup lembut mendarat di bibirku.Guuuuys, when I said lembut, it really is. Kelembutan bibirnya mengingatkanku pada Hokkaido milk bread hangat di satu toko rot

    Terakhir Diperbarui : 2024-03-09
  • OUCH IT'S YOU   [ 15 ]

    Nggak mau terlalu mikirin Gugi, aku langsung menyanggupi undangan salah satu sahabatku di salah satu Night Club. Vipa namanya. Mumpung hari ini aku nggak perlu ngantor.Musik yang dar dar dar itu membuat jantungku seperti sedang bermasalah, membuatku nyaris nggak tahan, dan ingin keluar secepatnya.“VI GUE BALIK DULUAN YA! BISA BUDEG GUE DI SINI!” Teriakku ketika sukses menarik kuping Vipa mendekat. Terlihat yang punya kuping menatapku kesal.“OH NGGAK BISA TA! INI ULTAH GUE. PALING NGGAK LU HARUS TEMENIN GUE AMPE ACARA INI KELAR! JUS JERUK LU GUE REFIL DEH”Aku memelototi cewek disampingku dengan tatapan nggak percaya.“NGGAK USAH! BISA OVERDOSE VITAMIN C GUE!” Kesalku.Sedang Vipa hanya tertawa mengecup pipiku kemudian lanjut larut dalam lagu EDM yang jelas kubenci itu. Dia bahkan mengiyakan saat beberapa tamu menariknya ke dance floor.Vipa is Vipa. Kalau dia bilang aku harus nemenin dia ampe acaranya abis, ya berarti harus.Aku nggak mau dia ngerengek minta dibeliin barang highend

    Terakhir Diperbarui : 2024-03-10
  • OUCH IT'S YOU   [ 16 ]

    Aku duduk manis di mobil Gugi. Nggak mau repot-repot menatapnya di samping. Tadi kami sempat berdebat di parkiran.Menurutnya yang sok pintar itu, aku harus pulang bersamanya, dan menitipkan kunci mobilku pada satpam disitu untuk nanti diambil oleh temannya. Kuiyakan setelah depat panjang yang nggak bakal berakhir kalau aku nggak nurut. Aku menyandarkan kepalaku pada kacanya yang berembun, sedang pandanganku lurus ke depan. Memerhatikan jalanan dini hari ibu kota yang nggak seramai jam-jam sebelumnya. Malam ini hujan mengguyur cukup deras. Mataku sesekali mengikuti arah wiper yang Gugi aktifkan. Sampai akhirnya mobil itu berbelok memasuki kawasan apartemen tempatku tinggal. Gugi memarkirkan mobilnya di basement, tapi nggak mematikan mesinnya. Dengan lemas, aku membuka seatbelt yang kukenakan. Kemudian diikuti olehnya. Baru aku mau membuka pintu mobil, tangannya terjulur menghentikanku. "Nat.." "Udah malem Gi. Aku capek banget." "Aku tahu, tapi please jangan gitu lagi." Aku berba

    Terakhir Diperbarui : 2024-03-11

Bab terbaru

  • OUCH IT'S YOU   [ 40 ]

    [ Gugi’s POV ]Terlalu bising. Ini harusnya bising yang membuatku bahagia. Tapi nggak. Aku benci bisingnya. Orang-orang lain sibuk kecuali aku. Mama yang sedari tadi bolak balik memastikan aku sudah siap dan nggak kekurangan apapun, papa yang nggak kalah sibuknya dengan Crew Wedding Organizer, dan orang-orang lain yang merasa punya kepentingan di ruang ini. Demi apapun aku nggak suka.“Raf,” panggilku pada Raffi yang standby menemaniku sejak subuh tadi. Assistenku di kantor, juga sahabatku.“Kenapa Mas?”“Pinjem HP lu dong,”“Buat?”“Gue butuh ngomong sama Nata,” bisikku.“Mas, please lu jangan aneh-aneh,” ucap Raffi memelototiku yang langsung kubalas.“HP lu. Sekarang!”Tahu watakku seperti apa, Raffi mau nggak mau minjemin HPnya.Kutekan nomor Nata yang sudah kuhapal di luar kepala itu, dengan jariku yang sedikit gemetar. Aku berjalan ke balkon. Menjauh dari kebisingan, setelah pamit ke orang-orang dengan alesan ada telepon dari salah satu klien penting. Dan harus kuangkat.Nggak ad

  • OUCH IT'S YOU   [ 39 ]

    Kalian pernah nggak sih suka tiba-tiba sibuk sama pikiran sendiri? Ngobrol sama diri sendiri? Aku sering. Seperti sekarang, saat pikiranku lagi penuh-penuhnya, lagi berisik-berisiknya.Udah banyak loh penelitian soal itu. Gimana ngobrol dengan diri sendiri, atau self talk itu bisa begitu berperan penting dengan kesehatan mental kita. Tentu saja tergantung dari yang kita obrolin itu apa. Positif kah, negatif kah.Dari banyaknya hal menyakitkan yang beterbangan di isi kepalaku belakangan, selama hamil, aku nyoba buat memilah-milah mana dan siapa yang perlu dan nggak perlu dipikirin.Dan ternyata sulit.Gugi selalu berhasil ngedobrak semua tembok pertahanan yang kubuat. Meski kini tembok itu berupa manusia sebaik Ben.Setelah kubalas chatnya malem itu dan ngeblok nomornya for good, kucoba ngejalanin hari-hariku sebagai wanita hamil tanpa suami dengan sangat percaya diri.Tapi entah kenapa, ada aja titik dimana aku tiba-tiba ngebutuhin Gugi brengsek itu. Dalam wujud apapun. Kehadirannya k

  • OUCH IT'S YOU   [ 38 ]

    “Oh,” ucapku ngembaliin HP milik Mas Rumi sambil berbalik, ngatur nafas, berjalan kembali ke kursiku. “Kirain apaan.”“Kamu tahu?”“Tahu,” ucapku bersandar pada kursi kerjaku yang empuk. Menjawab setenang mungkin.Mas Rumi menatapku. Tanpa berkedip. Aku tahu dia kahawatir. Lebih dari itu, entah apa lagi yang dia pikirin.“Oh Im good, kok Mas. Mamanya bahkan ngundang aku buat hadir,” jelasku sekali lagi. Agar temenku itu makin percaya bahwa aku sungguh baik-baik aja dengan kabar pernikahan Gugi. Cepat atau lambat, toh itu bakal terjadi. Kita semua tahu itu. Kan?“Kamu ketemu Mamanya?”“Uhum,”“Kapan?”“Di bandara, pas kita baru balik dari Singapura kemarin,”“Waktu sama Ben?” kuangguki. “Jadi kamu mau hadirin acara itu?” tanya Mas Rumi sekali lagi.Yang ini hanya kurespon dengan mengangkat kedua bahuku. Karena aku beneran masih belum tahu harus hadir apa nggak. Kuat hadir atau nggak.“Makan siang yuk Mas,” ajakku.Sebenarnya, adalah ketololan kalau aku benar-benar menghadiri pernikahan

  • OUCH IT'S YOU   [ 37 ]

    Ben sekali lagi menghabiskan seminggunya menemaniku di Yogyakarta. Nggak hanya Mamah Papah, dia juga ikut serta mendampingiku konsul kembali ke Dokter Lendro sebelum kami balik ke Jakarta berdua.Nggak mau kalah denganku, dia bahkan lebih fokus dan memperhatikan penjelasan Dokter kandungan itu dengan teliti. Mencatat semua suplemen dan segala hal yang baik untuk menunjang kesehatanku janinku dan aku. Kami juga berkesempatan ngobrol dengan salah satu bidan senior yang direkomendasiin Dokter Lendro untuk bertanya-tanya hal-hal yang mungkin saja lebih enak jika ku obralkan ke sesama perempuan.Selain itu, Mamah Papah juga ngajak ngajak kami ngelakuin kegiatan-kegiatan ringan yang bisa menghiburku juga Ben. Entah kenapa mereka berpikir Ben juga butuh dihibur. Tapi setelah kupikir-pikir, emang benar. Disini, sekarang, nggak hanya aku yang punya beban. Mereka bertiga juga memiliki beban pikiran yang nggak kutahu serumit apa hanya karena masalah-masalahku ini.Perasaan bersalah yang kerap mu

  • OUCH IT'S YOU   [ 36 ]

    Ruang makan rumah kami selain dipenuhi aroma masakan buatan Mamah yang udah sibuk di dapur sejak berjam-jam yang lalu, juga dipenuhi alunan instrumen Sunda yang samar-samar. Salah satu hobby Papah. Menurutnya, makan sambil dengerin instrumen Sunda ngerasa dia makan di kampung halamannya. Dan nggak ada yang protes, walaupun aku kurang suka makan diiringin suara suling.“Assalamualaikum Mah, Pah,” salamku sedikit keras. Berusaha menarik perhatian kedua pasangan yang lagi sibuk Nata piring itu.“Waalaikumsalam. Eeh udah pada dateng? Ayo-ayo sini nak, kita langsung makan ya. Takut keburu dingin supnya,” ucap Papah menghampiriku dan Ben.Aku memeluknya sebentar, sebelum dia beralih ke Ben. Ben tertunduk menyalim Papah, sambil Papah puk-puk punggungnya ringan. Aku berjalan lebih dulu ke meja makan sebelum kemudian mereka susul.Kuperkenalkan Ben secara resmi dan singkat ke kedua orang tuaku. Sepanjang sarapan bareng yang hangat itu, kulihat gimana antusias Ben ngobrol dengan Mamah Papah, sa

  • OUCH IT'S YOU   [ 35 ]

    Menjadi seorang Ibu tanpa suami, apa aku mampu?Lagi, kepalaku dipenuhi banyak pertanyaan. Aku nggak fokus ngedengarin penjelasan dan obrolan orang tuaku bersama Dokter Lendro. Satu tanganku turun mengelus perutku, sedang tanganku yang lain digenggam Mamah.Malam ini berat. Tapi ringan berkat mereka.Sesampainya di rumah, aku masuk kamar yang sudah beberapa lama nggak kutempati. Nggak ada yang berubah. Kuyakin Mamah Papah repot ngebersihin kamar ini sejak pagi.Kunyalakan kembali Ponselku. Beberapa pesan masuk, nggak kuperdulikan. Mataku fokus pada Ben. Dia mengirimiku beberapa chat. Mengabari kegiatannya, juga menyampaikan khawatirnya.Kutelpon.“Nat? Assalamualaikum. Kamu dimana sekarang? Kok hp kamu baru nyala?”“Waalaikumsalam Ben. Maaf ya. Tadi ngurus sesuatu dulu.”“Gimana? You oke now?”“Aku perlu ngasih tahu kamu sesuatu Ben,”“Please jangan bilang kamu dijodohin di sana. Malam ini juga aku jemput kamu kalau sampai benar!”“Hahaha. Kamu pikir segampang itu jodohin anak jaman s

  • OUCH IT'S YOU   [ 34 ]

    Suasana jalan siang ini cukup padat. Perjalanan menuju kantor kutempuh dengan perasaan yang bingung dan banyak takutnya. Kalian tahu betul alasannya apa. Aku nggak mau nyimpulin apapun di luar sepengetahuanku. Yang jelas, yang kutahu, sangat wajar jika seorang wanita dewasa mengalami terlambat datang bulan. Iyakan? Maksudku, nggak semua yang telat menstruasi itu hamil. Nggak perlu panik, nggak perlu takut. Aku juga nyoba buat kerja senormal mungkin. Mencari distraksi agar fokusku terpecah ke hal-hal lain. Seperti memperhatikan teman-teman kerjaku yang sedang santai. Beberapa bahkan asik ngobrol satu sama lain perihal kerjaan atau pasangan mereka masing-masing, sampai rasa itu muncul di satu pagi. Mual yang kurasa sejak bangun tidur dua hari belakangan ini, membuat pikiranku makin kacau. Aku nyoba mikirin kemungkinan-kemungkinan lain. Maagku kambuh misalnya. Atau efek dari makanan yang kukonsumsi di malam sebelumnya. Semua selalu dipatahkan dengan mual yang kembali muncul, lagi dan

  • OUCH IT'S YOU   [ 33 ]

    Mencoba menyembunyikan panikku, aku berdehem dengan susah payah, lalu tertawa. Sungguh sebuah tawa yang juga susah.“Hm? Kok bisa? Haha,” nggak tau harus tersinggung atau gimana.“Waktu aku awal-awal hamil dia nih, aura aku kaya kamu persis. Kelihatan capek banget, kaya kurang tidur. Bawaannya lemes.”“Oh hahahhha. This, is what work did to me Mbak,” ucapku menjelaskan sambil menujuk wajahku sendiri.Kami sempat ngobrol beberapa saat, sebelum Mbak-Mbak itu meminta maaf sekali lagi pada akhirnya. Mungkin dia bisa melihat kepanikan dari wajahku. Ia kemudian berlalu. Pamit untuk mencari suaminya.Aku melanjutkan kegiatan ini hingga rampung dan bersiap pulang. Vipa mengantarku sampai di unit. Memastikanku sampai di tempat tujuan dengan aman.Ku bereskan semua belanjaan. Menempatkannya di tempat yang seharusnya. Setelah semua rapi, entah kenapa, kalimat di supermarket tadi terlintas kembali di kepalaku.Gimana mungkin seseorang mengira aku sedang hamil. Kuraba perutku yang rata. Cepat-cepa

  • OUCH IT'S YOU   [ 32 ]

    Aku bangun dengan keadaan yang, sebut saja berantakan. Rambutku yang awut-awutan, mataku yang bengkak, dan badanku yang terasa lemas. Ternyata nyakitin orang itu semelelahkan ini ya? Kok banyak yang doyan ngelakuin itu?Aku berjalan keluar kamar, menuju balkon. Menyibakkan tirai berwarna abu tua yang juga belum pernah kucuci sejak kubeli setahun lalu. Pandanganku jauh melihat langit di luar. Pagi ini mendungnya enak.Setelah beres mengamati cuaca Jakarta, aku berjalan ke arah westafel. Mencuci mukaku, sebelum mengambil dan meneguk segelas air putih. Mataku menangkap gelas yang digunakan Gugi tadi malam. Belum kucuci. Masih bertengger manis di meja depanku, sedang orangnya sudah pergi. Sudah benci.Saat sibuk dengan isi kepala, kudengar pintu unitku diketuk.“JENATAAAAAAAAAAA, BUKAAAAA!”Kalau kamu dengar teriakan itu langsung, minimal ritme jantungmu sedikit mengencang. Sensasinya seperti diteriakin Guru BP pas lagi usaha manjat pagar samping sekolah.“Utang lu banyak ya ke gue!” sempr

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status