"Audrey, percayalah! Di hatiku tidak ada lagi ruang yang Aku sisakan untuk Clara," lirih Mas Gibran seraya menatap lekat manik mata coklatku. Akupun membalas menatap manik mata hitamnya. Aku coba selami tatapan itu. Mencari apakah ada kebohongan dari ucapan Mas Gibran mengenai porsi Clara dalam hatinya. Semakin aku berusaha mencari titik kebohongan itu, semakin tidak bisa aku menemukannya. Semua ucapan Mas Gibran terasa benar apa adanya. Akupun menganggukkan kepalaku. "Ya, Aku percaya," ujarku seraya sedikit tersenyum. "Terima kasih untuk rasa percayamu," lirih Mas Gibran seraya membelai puncak kepalaku. Akupun mengganggukkan kepalaku seraya memberikan segaris senyum pada calon suamiku itu. "Gea dan Luna pasti sudah menungguku. Kita bicarakan lagi nanti setelah makan malam, Mas." "Baiklah," timpal Mas Gibran yang kemudian mencium keningku cukup lama. Jujur Aku masih kecewa dengan fakta bahwa Mas Gibran menutupi kejahatan Clara. Kejahatan yang bisa saja membuatku meregang nyawa.
Kurang 3 hari lagi menjelang pernikahanku dan Mas Gibran. Persiapan pernikahan kami bisa dibilang sudah 98%. Hebat sekali bukan Kak Livy dan tim WO miliknya. Padahal persiapannya hanya satu bulan.Sesuai yang direncanakan, kami akan melangsungkan pernikahan di salah satu hotel mewah milik Adinata Group. Untuk kebaya akad menggunakan kebaya berwarna putih gading dengan beberapa tule dan payet nuansa gold karya Jenar Kiswoyo, mertua Kak Livy yang merupakan desainer kebaya ternamaan negeri ini. Untuk gaun pernikahan menggunakan gaun modern lengan panjang dengan backless di area punggung. Gaun berwarna bronze itu karya sahabat Kak Livy yang juga merupakan desainer muda berbakat negeri ini, Kak Thabita.Untuk catering diserahkan pada Kak Amira Kiswoyo, adik ipar Kak Livy. Undangan pernikahan dan Souvenir pernikahan tentu dibuatkan khusus oleh Livy Wedding Corp. Bisa dibilang aku dan Mas Gibran hanya tinggal duduk manis saja dalam persiapan pernikahan ini. Istimewanya aku juga sempat menga
"Loh, ada Jay. Ayo duduk juga, Jay!" Mama mempersilahkan Jay duduk di sofa. Namun bodyguard kesayangan Mas Gibran itu menolak dengan sangat sopan. Jay memilih untuk tetap bediri di sampingku. Sikap dan posisi seperti itu yang memang selalu dia lakukan setiap radarnya menangkap ada ancaman bahaya di sekitarku.Mama yang datang dari arah dapur bersama Dewi segera meminta salah satu pegawainya itu menyajikan secangkir teh dan sepotong lemon cake yang sudah mereka siapkan."Ayo, dinikmati dulu teh dan cake-nya," ujar Mama pada Clara."Wah, ini sepertinya lemon cake Alina Gump." Clara tampak antusias. "Ini cake kesukaan Saya, Tante. Hampir setiap minggu Saya order melalui Gr*bfood."Ah, bisa saja Clara membuat prolog percakapannya hari ini dengan Mama. Let's see sejauh mana drama kumbara hari ini. Pastinya Aku akan melawan apapun yang terjadi. Aku sudah lelah dengan segala drama ciptaan penyanyi semok ini."Wah, Tante tersanjung sekali kalau memang cake Alina Gump bisa disukai seorang peny
Seketika suasana menjadi mencekam. Makian Clara terdengar beberapa kali. Wajahnya memerah, menunjukkan betapa murkanya dia padaku.Wajah mama memucat melihat Clara mengarahkan senjata api ke arahku. Aku sendiri sejujurnya sangat takut. Tapi aku berusaha untuk tenang. Jay yang sedari tadi berdiri di sebelahku sudah bisa membaca pergerakan Clara. Bodyguard kepercayaan Mas Gibran itu segera mengeluarkan senjata apinya, bahkan bersamaan ketika Clara mengeluarkan senjata apinya. Jay segera mengarahkannya ke tubuh Clara."Jangan gegabah, Nona Clara," ujar Jay berusaha menenangkan Clara yang masih tampak emosi menatapku. "Kalau Anda sampai menembak Nona Audrey, Pak Gibran tidak akan pernah memaafkan Anda. Saya bisa pastikan, penjara menanti Anda dan Pak Gibran seumur hidup akan membenci Anda."Clara tampak berpikir sejenak dengan senjata api yang masih diarahkan ke kepalaku. "Tidak usah mempengaruhi pikiranku, Jay! Aku yakin Gibran tidak akan melaporkanku ke pihak berwajib. Sama seperti ket
Selepas kepergian Jay dan Clara yang membawa Aurora ke rumah sakit, Mas Gibran segera bergegas berjalan ke arahku dan Mama. Memastikan kondisiku dan Mama baik-baik saja."Are you OK?" tanya Mas Gibran seraya mengamatiku dari ujung rambut hingga ujung kaki.Aku yang sedari tadi sok tenang di hadapan Clara, akhirnya menyerah ketika melihat sorot mata khawatir Mas Gibran."Mas ... " lirihku seraya menumpahkan air mataku. Air mata karena rasa takut yang luar biasa. Air mata yang kusimpan sedari tadi demi menunjukkan ketenanganku di hadapan Clara.Tanpa banyak kata, Mas Gibran segera memelukku. Membawaku masuk ke dekapannya yang menenangkan.Akupun semakin menangis sejadi-jadinya. Air mataku tumpah membasahi pakaian yang Mas Gibran sedang gunakan.Mas Gibran membiarkan aku menumpahkan semua rasa takut, kecewa, dan marahku melalui tangisan. Membiarkanku puas melepas semua rasa tidak nyaman di dadaku."Menangislah sepuasnya, setelah ini Aku janji tidak akan Aku membiarkan siapapun membuatmu
EHEM! Terdengar dehaman seorang wanita.Astaga, MAMA?Aduh ... mati aku! Mama menangkap basah aku yang sedang mencium mesra Mas Gibran! Melihat bagaimana aku melumat bibir calon suamiku itu."3 hari lagi Kalian sudah bebas kok mau ngapain aja. Kalau sekarang Kalian jangan terlalu intim!" omel Mama yang seketika membuatku dan Mas Gibran mengambil jarak aman."Ayo makan malam dulu. Setelah itu kalian harus kembali ke mode pingitan!" ketus Mama seraya menekuk keningnya. "Haduh ... kalau Gibran kelamaan di sini, bisa-bisa Mama dimarah Ibu Elma."Duh ... jangan sampai Mama Elma tau! Bisa murka beliau kalau tau kami bercumbu mesra di masa pingitan seperti ini. Karena sebenarnya Mama Elmalah yang paling keras menyuarakan mode pingitan ini. Menurutnya ini dilakukan agar ketika hari H nanti aura pengantin kami keluar sempurna.Selain itu menurut Mama Elma, pingitan juga akan menciptakan malam pertama yang spektakuler bagi pengantin baru. Dengan adanya pingitan akan membuat malam pertama teras
Malam sudah larut. Mas Gibran tadi juga sudah mengabari bahwa dia hendak pulang dari rumah sakit. Dia menugaskan Theo, salah satu bodyguardnya yang lain untuk menemani Clara. Sedangkan Jay diminta kembali ke rumahku untuk menjagaku dan Mama.Ada kelegaan di hatiku ketika tau Mas Gibran sudah pulang dari rumah sakit. To be honest aku tidak rela Mas Gibran kembali bertemu Clara, apalagi tidak ada aku di sampingnya. Tapi ya mau gimana lagi? Mas Gibran tadi sudah berjanji akan menyusul Clara ke Rumah Sakit, sedangkan aku tidak mungkin ikut ke sana.Selain untuk melihat kondisi Aurora, Mas Gibran ke rumah sakit juga untuk memperingati Clara. Kalau dia kembali nekat, Mas Gibran sudah tidak akan lagi memaafkannya. Ini sudah ketiga kalinya Clara hendak mencelakaiku. Rasanya sudah lebih dari cukup memberi kesempatan pada penyanyi cantik itu.Namun untuk memberi efek jera, Mas Gibran tetap akan memberi hukuman pada Clara. Memang bukan melaporkan ke pihak berwajib, tapi Mas Gibran akan menyampai
Akhirnya hari yang ditunggu tiba. Hari pernikahanku dengan Om Tampanku, Gibran Maharsa Adinata.Pukul 05.30 Kami sudah berada di salah satu hotel keluarga Adinata. Di ballroom hotel inilah pernikahan kami akan digelar. Dimulai dengan akad nikah di pagi hari, kemudian dilanjutkan dengan resepsi di malam hari.Sejak pukul 06.00 pagi tadi, seorang makeup artis ternama ibukota sudah memoles wajah blasteranku. Menurutnya butuh waktu sekitar 2 jam untuk makeup dan hairdo. Sedangkan akad nikah sendiri dimulai pukul 08.00 wib dengan ijab qabul harus terlaksana pada pukul 08.30 wib.Setelah makeup dan tatanan rambut selesai dikerjakan, aku mulai dibantu untuk memakai kebaya cantik yang sudah dibuatkan khusus untukku oleh mama mertua Kak Livy."Cantik sekali!" puji Shabina dan Mentari yang sudah siap menjadi pengiringku menuju meja akad."Iya, cantik sekali Kamu, Audrey!" puji mama mertua Kak Livy."Berkat makeup dan hairdo kak Bonita, ditambah baju buatan Tante yang luar biasa indah," balasku