Hari ini genap seminggu Sakina bekerja di Aluna. Sebagian pekerjaannya adalah membantu Ujang yang kewalahan jika harus melakukan semua pekerjaannya sendiri. Sakina juga mulai beradaptasi dengan suasana di tempat kerja barunya ini.Selama itu pula semuanya sibuk dengan pekerjaannya masing-masing, sampai-sampai tidak ada waktu untuk bergosip. Padahal, Sakina sangat tidak sabar ingin mendengar cerita Ujang dan Sutaryo.Bagaimana tidak, Ujang yang memang pandai dalam urusan marketing itu berhasil membuat Sakina penasaran dengan ceritanya yang menggebu-gebu. Ujang membuat kesan gosipnya sangat seru sehingga Sakina ingin mendengar lebih detail, terutama tentang Erzha dan Biru. Sakina beranggapan, Jika ia tahu tentang dua pria itu, akan lebih mudah ia menghindari mereka.Tentang Erzha ... Sakina sama sekali tidak pernah melihat pria itu. Itulah yang membuatnya tidak pusing menghindar selama seminggu ini. Kata Ujang, Erzha sedang menemani putri tercintanya liburan ke luar negeri.Benar-benar
Sakina yang tidak tahan lagi akhirnya bangun dari duduknya, wajahnya butuh guyuran air agar pikirannya kembali jernih. Sampai detik ini, Sakina tidak habis pikir dengan jalan pikiran Biru. Apa mungkin pria itu memang disuruh oleh Erzha untuk mengetesnya? Hanya itu satu-satunya kemungkinan yang bagi Sakina masuk akal."Kayaknya Mas Biru perlu ke dokter jiwa." Setelah mengatakan itu, Sakina berjalan cepat ke kamar mandi. Ia sesekali menoleh ke belakang untuk berjaga-jaga siapa tahu Biru mengikutinya.Sampai di kamar mandi, ia menutup pintunya cukup keras saking kesalnya. Ini sudah seminggu berlalu, Sakina pikir Biru tidak akan menyinggungnya lagi. Namun, rupanya pria itu masih berusaha mengajaknya menjalani fake relationship. Apa-apaan ini?!Sakina memutar wastafel, lalu membasuh mukanya berkali-kali. Saat hendak mengambil creamy wash-nya pada rak kamar mandi, Sakina tersadar akan sesuatu. Seketika itu juga ia panik."Enggak, jangan tiga kali!" ucap Sakina seraya berjalan ke arah pintu.
"Sebenarnya ... lo akan tahu jawabannya kalau ikut gue. Ayo!"Itu adalah ucapan Biru dua jam yang lalu, sebelum mengajak Sakina ke rumah megah dan mewah ini. Sakina tidak tahu apa tujuan Biru mengajaknya ke sini. Awalnya, perasaan Sakina tidak enak karena mengira ini rumah orangtua Biru, ia bahkan sudah bersiap untuk kabur. Namun, faktanya ini rumah milik salah satu kerabat Biru. Sakina sendiri tidak tahu pasti detail hubungan mereka sebenarnya.Sakina melirik jam di tangan kirinya, waktu menunjukkan pukul 16.00. Tepat dua jam yang lalu Sakina meninggalkan kantor bersama Biru menuju ke rumah ini. Sekarang sudah sore, kemungkinan Erzha sudah datang ke kantor. Sedangkan Ujang dan Sutaryo juga sepertinya sudah kembali untuk menyambut Erzha. Namun, Sakina merasa sepertinya Biru akan mengajaknya berlama-lama di tempat ini sehingga tidak bisa bergabung bersama mereka di kantor.Ponsel Sakina berdering tanda ada pesan masuk, Sakina hanya melihat melalui notifikasi atas dengan menggeser layar
"Kamu nggak akan menyesal kalau ikut. Justru sebaliknya, kamu bakalan menyesal kalau nggak ke sana sama aku. Erzha juga hadir." Itulah kalimat yang Biru bisikkan pada Sakina tadi sore. "Ini kesempatan emas buat bikin Erzha berhenti deketin kamu," tambah Biru. Kalimat terakhirnya sungguh membuat Sakina terkejut. Masih terngiang di telinga Sakina ucapan Biru. Namun, setelah dipikirkan lagi, tentu saja Erzha pasti hadir. Elina ada di sini, sudah pasti pria itu akan mendampingi sang istri. Hanya saja, entah kenapa sampai sekarang Sakina belum juga melihat Erzha, padahal Elina sudah ada di sini sejak tadi dan saat ini wanita itu sedang mendengarkan ocehan Isabella. Sungguh, Elina tidak bisa berkata-kata setelah mendengar penjelasan Isabella dengan gaya layaknya presenter acara gosip. Sedangkan Sakina hanya bisa berpura-pura tersenyum, ia yakin ini mengejutkan bagi orang-orang. Sakina saja masih antara percaya dan tidak percaya tentang hubungan konyol ini, apa lagi orang lain? "Kenapa ngg
"Kalian ngapain?" tanya seorang pria pada Biru dan Sakina.Sakina tidak mau membuka matanya, apalagi menoleh pada pria tersebut. Ia terus membenamkan wajahnya ke dada Biru. Sungguh ini sangat memalukan."Gue kira siapa," kata Biru, sontak membuat Sakina terkejut. Jadi Biru mengenal pria itu? Sakina jadi sedikit lega, setidaknya akan lebih mudah menjelaskan kalau mereka berdua tidak sedang mesum."Dia ngumpet atau tidur?" tanya Erik yang merupakan salah satu sahabat Biru."Sakina, kamu nggak tidur, kan? Dia suaminya Isabella. Tenang aja," bisik Biru tepat di telinga Sakina."Lo ngapain bisik-bisik, sih?" komentar Erik. "Hmm, jujur ya ... seharusnya gue nggak terkejut karena sebelumnya istri gue bilang kalau lo bawa pacar. Tapi sumpah, gue nggak nyangka lo pangku-pangkuan di sini," kekeh Erik.Erik pun menambahkan, "Padahal ini hotel. Kamar kosong, kan, banyak.""Kami bukan lagi aneh-aneh," jawab Biru."Gimana gue percaya kalau posisi kalian lagi pangku-pangkuan gitu? Suer, Erik Bagimu
Semenjak kejadian di rooftop, sepanjang acara Erzha tidak satu kali pun berbicara dengan Sakina. Jangankan berbicara, sekadar menyapa pun tidak. Hal itu membuat Sakina jadi tak enak hati. Tujuan utamanya berpura-pura pacaran dengan Biru memang untuk membuat Erzha menjauh. Namun, jika faktanya Erzha bukanlah suami orang, keberhasilan ini jadi terasa percuma. Sakina menyesal sudah melakukan ini. Sungguh, Erzha benar-benar seperti tidak mengenalnya."Kenapa ngelamun?" Suara Biru berhasil membuyarkan segala lamunan Sakina.Sakina kemudian memperhatikan sekeliling, rupanya mobil yang Biru kendarai sudah berhenti dan terparkir di basemen tempat tinggal mereka. Ya, meskipun biasa menggunakan motor besarnya ke mana-mana, tapi untuk acara-acara tertentu Biru memilih menggunakan mobil."Kamu sakit?" tanya Biru lagi. Sakina secepatnya menggeleng.Saat Sakina hendak turun, Biru mencegahnya seraya berkata, "Kita berhasil. Erzha beneran menghindar."Sakina hanya tersenyum palsu, lalu turun dari mob
"Sori telat," ucap seorang wanita cantik seraya duduk di kursi tepat di hadapan Biru. Sebelum Biru menjawab, wanita itu segera menenggak minuman yang sudah lebih dulu dipesan oleh Biru."Gue nggak ke kantor demi lo, tapi lo justru bikin gue nunggu." Nada bicara Biru tampak kesal."Kalau Aluna udah rewel, itu benar-benar di luar kendali gue," balas Sherly. Ya, wanita itu merupakan mantan istri Erzha. "Lagian ini bukan sepenuhnya salah gue. Bukannya lo, ya, yang pilih tempat ini? Sadar nggak, sih ... ini jauh banget. Mending di restoran favorit mendiang…." Sherly tidak melanjutkan kalimatnya. “Sori, nggak ada maksud,” sambungnya."Kalau kita ketemu di tempat yang deket dan biasa didatangin orang-orang yang kita kenal, bisa panjang urusannya," balas Biru berusaha tidak menanggapi perihal restoran favorit yang Sherly maksud."Ya udah, lo mau ngomong apa?"Alih-alih menjawab, Biru malah menyodorkan ponselnya untuk menunjukkan foto-foto acara tadi malam. Hal itu sontak membuat Sherly terkej
Sakina sudah menduga kalau Erzha akan membawanya ke sebuah kafe. Mungkin inilah saatnya ia bisa menceritakan semua yang terjadi dengan apa adanya. Ya, meski sempat ragu, Sakina memang seharusnya meminta maaf pada Erzha.Kini Sakina juga sudah yakin akan mengatakan kalau selama ini ia menghindar karena salah paham dengan mengira Erzha masih menjadi suami orang. Tepatnya suami Elina. Sakina juga akan mengatakan kalau hubungannya dengan Biru hanyalah sandiwara belaka.Saat ini, Sakina sedang mengumpulkan keberaniannya untuk jujur. Tadi, begitu sampai di kafe, ia langsung izin ke toilet. Setelah cukup yakin, Sakina akhirnya keluar dari toilet itu dan melangkah menuju tempat duduknya. Erzha pasti sudah lama menunggunya.Namun, tanpa diduga kursi yang tadi Erzha duduki tampak kosong. Sakina mencoba berpikir positif, bisa jadi Erzha sedang ke toilet. Ia pun duduk untuk menunggu pria itu. Di meja juga sudah ada dua gelas minuman yang pasti dipesan oleh Erzha. Hal itu menguatkan keyakinan Saki
Sakina tidak bisa menyembunyikan perasaan bahagianya saat melihat sampel novel yang dibawa Elina. “Wah, ini bagus banget covernya,” puji Sakina. “Saat masih dalam bentuk soft copy aja aku udah jatuh cinta banget sama covernya, ternyata versi fisiknya lebih bikin aku terpesona.”“Ini Tayo yang bikin,” kata Elina. “Tadi aku mampir ke percetakan dan sekalian bawa sampelnya deh. Mas Erzha kemarin telepon buat ngasih tahu kalau kalian udah sampai rumah. Aku senang banget,” sambungnya.“Makasih ya, El. Udah mau bawain ini.”“Kamu cek lagi, Na. Takutnya ada yang kelewat, kalau ada revisi tinggal kasih tahu Tayo aja. Setelah semuanya aman … bakal diperbanyak. Rencana pre-order Minggu depan, kan?”“Iya, El. Rencananya Minggu depan. Eh, tapi Mas Erzha ke mana? Kamu udah sempat ketemu, kan?”“Di gudang depan sama Ujang dan Tayo karena kebetulan ada novel yang baru aja datang. Mau ke sana?”“Boleh,” balas Sakina.“Ngomong-ngomong, honeymoon-nya lancar, kan?” tanya Elina saat mereka sudah berjalan
“Sayang … bangun yuk,” ucap Erzha seraya mengelus-elus rambut panjang Sakina. Ia bahkan sesekali mengecup pipi sang istri yang kini masih tertidur lelap. Padahal, matahari sudah semakin naik.Sakina menggeliat, membuat Erzha spontan sedikit memundurkan tubuhnya. “Ini jam berapa, Mas?” tanyanya dengan suara khas orang baru bangun tidur, matanya bahkan belum seratus persen terbuka.“Jam setengah sembilan, Sayang. Jadi pergi hari ini, kan?”Mendengar itu, Sakina langsung membuka lebar matanya. “Ya ampun, Mas … aku belum mandi dan siap-siap.”“Makanya ayo bangun, Kina. Selagi kamu mandi dan siap-siap … aku bakal siapin sarapan buat kita.”Hari ini, tepat dua bulan mereka resmi menjadi sepasang suami istri. Selama itu pula mereka melakukan perjalanan panjang. Ya, Sakina dan Erzha baru pulang dari acara bulan madu keliling Eropa.Semenjak menikah, Erzha menyerahkan beberapa bisnisnya kepada manajer profesional, kecuali Aluna Publishing yang ia percayakan pada Biru sampai dirinya kembali. Se
Kata orang, menjelang pernikahan akan banyak sekali cobaan dan rintangan yang biasanya dihadapi para calon pengantin. Namun, Sakina dan Erzha bersyukur tidak menemukan cobaan-cobaan yang berat selama enam bulan menjelang hari H. Ya, mereka akhirnya memutuskan pernikahan akan dilangsungkan enam bulan setelah kepergian Aluna.Mungkin waktu akan terasa begitu singkat karena baik Erzha maupun Sakina sama-sama sibuk bekerja. Erzha dan Sakina memang melakukan rutinitas seperti biasa. Sakina bahkan berhasil melakukan self edit sekaligus merevisi cerita bersambungnya dan kini tinggal ia serahkan ke meja editor. Ya, Biru akan mengeditnya dan kemungkinan bisa terbit dalam waktu beberapa bulan ke depan.Formasi Aluna Publishing masih tetap sama dan mereka semakin kompak, terlebih saat Ujang dan Sutaryo mengetahui rencana pernikahan Sakina dan Erzha. Dua pria itu benar-benar super heboh.Biru? Pria itu masih tetap sama, kadang marah-marah tak jelas jika naskah yang dieditnya begitu banyak kesalah
Sherly cukup lama sendirian berada di makam Aluna, ia tahu hari ini pasti tiba. Hanya saja, wanita itu tidak menyangka betapa cepatnya Aluna pergi meninggalkannya. Sebagai seorang ibu, hatinya hancur. Sangat hancur. Namun, tidak ada pilihan selain berusaha merelakan dan berdoa agar Aluna tenang di alam sana.Saat keluar dari area pemakaman, Sherly mendapati Biru sedang berdiri di dekat gerbang. Sepertinya pria itu sedang menunggunya. Ya, tidak ada siapa-siapa di sini, sudah pasti Biru ingin berbicara dengannya.Menghampiri pria itu, Sherly kemudian bertanya, “Belum pulang?”Biru memperhatikan raut wajah Sherly yang begitu jelas menunjukkan kesedihannya. Matanya bahkan sembap. “Lo belum makan, kan?” tanya Biru kemudian.“Belum. Lo juga belum?”Mereka kemudian memutuskan untuk mencari restoran terdekat. Keduanya sama-sama membawa mobil sehingga mereka mengemudikan mobilnya masing-masing.“Gue turut berduka cita ya, Sher,” ucap Biru yang sudah kesekian kalinya. Saat ini mereka berdua sud
"Kina....""I-iya, Mas?" balas Sakina gugup.“Gimana keadaan kamu?” tanya Biru.Sakina tidak langsung menjawab, ia memperhatikan Biru yang sepertinya sudah bersikap seperti biasa seolah pembicaraan kemarin sekaligus penolakannya tidak pernah terjadi. Jujur, Sakina masih merasa canggung. Sangat.“Wah, malah ngelamun. Tapi kamu kelihatannya udah sehat, sih. Buktinya datang ke sini sendiri,” kata Biru lagi.“Itu tahu. Ngapain nanya?” balas Sakina dengan nada bercanda demi mengusir kecanggungan. Ya, mulanya Sakina pikir hubungannya dengan Biru akan sangat canggung, tapi melihat sikap dan ekspresi pria itu ternyata seperti biasa jelas membuatnya sangat lega.“Emang pria yang udah ditolak nggak berhak nanya, ya?”“Bu-bukan begitu, Mas.”“Tapi?”“Maaf, kita seharusnya nggak membahas ini, Mas. Terlebih di sini,” balas Sakina.“Sori, sori. Bercanda.”“Oh iya, kalau boleh tahu … apa Mas Biru tahu Aluna sakit apa?” tanya Sakina kemudian.“Tumor otak,” jawab Biru. “Erzha sama Sherly rapi banget m
Setelah tertidur hampir lima jam, Sakina mengerjapkan matanya perlahan. Saat matanya sudah terbuka sepenuhnya, ia memperhatikan sekeliling. Tidak salah lagi, kini ia berada di ruangan rumah sakit. Terlebih infus terpasang di tangannya yang semakin mendukung keyakinannya.“Kina, kamu udah bangun.”Menoleh ke sumber suara, Sakina mendapati Fifi sedang duduk di sofa dan kini mendekat ke arahnya. Sakina tidak akan heran kalau Biru yang ada di sini karena ingatan terakhirnya yaitu sedang berbicara serius dengan Biru. Namun, bagaimana bisa Fifi yang berada di sini?“Kenapa kamu di sini?” tanya Sakina sambil berusaha duduk. Tentu saja Fifi secepatnya membantu.“Pertanyaan kamu ada-ada aja. Aku di sini karena kamu ada di sini, Kina.”“Kamu yang bawa aku ke sini? Thanks banget kalau gitu.”“Aku sama Biru,” jawab Fifi.Sakina mengernyit. “Kok bisa?”“Biru nelepon aku. Dia nggak tahu harus menghubungi siapa lagi selain aku.”“Kok dia tahu nomor kamu?”“Bukan itu yang penting, Kina. Sekarang piki
Biru mengajak Sakina menikah? Apa tidak gila?Berbicara tentang Sherly, Sakina jadi teringat tentang pembicaraan mereka di kafe tadi....________“Saya pengen rujuk sama Erzha.”Jawaban Sherly seharusnya sudah cukup mampu membuat Sakina mundur teratur. Benar kata Biru, seharusnya dirinya mendengarkan pria itu dari awal. Hanya saja, Sakina tidak mau mengulangi kesalahan yang pernah dilakukannya yakni men-judge sembarangan. Ya, ia pernah menganggap Erzha adalah suami orang tanpa mendengar langsung fakta sebenarnya sehingga ia cukup lama tenggelam dalam kesalahpahaman.Oleh karena itu, saat Sherly mengajaknya bertemu, Sakina tidak mau langsung berpikir yang tidak-tidak. Meskipun sebenarnya perasaannya tidak tenang, khawatir Sherly akan memintanya menjauhi Erzha, tapi Sakina tetap datang untuk menemui wanita itu. Ia ingin mendengar sendiri apa yang akan Sherly katakan agar tidak larut dalam berbagai prasangka.Dengan begitu, Sakina akan bisa memutuskan langkah mana yang seharusnya diambil
Begitu sampai, Sakina langsung turun dan membuka helmnya. Biru yang baru saja turun setelah memarkirkan motornya, tak bisa melepaskan pandangannya dari wajah pucat Sakina. Biru tidak menyangka Sherly benar-benar menerima sarannya untuk memisahkan Erzha dan Sakina.Jujur, Biru senang jika Sakina menyerah pada cinta pertamanya. Dengan begitu, ia memiliki kesempatan untuk bersama Sakina. Namun, jika melihat Sakina sampai pucat begini, Biru jadi agak merasa bersalah.“Kamu nggak apa-apa, kan?” tanya Biru kemudian.Sakina mengangguk. “Aku duluan ya, Mas. Makasih atas tumpangannya.” Tanpa menunggu jawaban Biru, Sakina bergegas menuju lift. Tentu saja Biru segera mengikuti.Dalam diam, mereka kini sudah sampai di lantai yang mereka tuju. Sakina masih bertahan dengan kebungkamannya, begitu juga dengan Biru yang masih tetap mengikuti Sakina.“Aku masuk dulu ya, Mas,” pamit Sakina yang kini berada tepat di depan pintu.“Aku boleh masuk?”Pertanyaan Biru membuat Sakina mengernyit. “Ma-mau apa?”
Waktu seolah berjalan sangat lambat saat menunggu. Ya, Sakina merasa sudah cukup lama menanti kedatangan Sherly. Sambil menunggu, Sakina bahkan sempat melakukan panggilan video dengan Fifi, tapi sampai detik ini Sherly belum juga tiba.Sakina memang datang lebih awal dari waktu yang mereka janjikan, hanya saja sekarang sudah satu jam berlalu. Kenapa Sherly tidak ada kabar sama sekali? Sakina bahkan menunda makannya demi menunggu Sherly. Ia takut jika makan lebih dulu, lalu tiba-tiba Sherly datang, tentu hal itu sangat tidak enak baginya.Bersamaan dengan minuman ketiga yang mulai tandas, seorang wanita tersenyum seraya berjalan ke arah Sakina. Mungkinkah itu Sherly? Sakina belum pernah melihat wajahnya sehingga tidak bisa memastikan rupa wanita itu.Namun, saat wanita itu sudah benar-benar di hadapannya, Sakina spontan berdiri. Sepertinya wanita yang sangat cantik di hadapan Sakina memang benar mantan istri Erzha.“Sakina, ya? Maaf udah bikin kamu nunggu lama,” ucap Sherly penuh rasa