"Kamu nggak akan menyesal kalau ikut. Justru sebaliknya, kamu bakalan menyesal kalau nggak ke sana sama aku. Erzha juga hadir." Itulah kalimat yang Biru bisikkan pada Sakina tadi sore. "Ini kesempatan emas buat bikin Erzha berhenti deketin kamu," tambah Biru. Kalimat terakhirnya sungguh membuat Sakina terkejut. Masih terngiang di telinga Sakina ucapan Biru. Namun, setelah dipikirkan lagi, tentu saja Erzha pasti hadir. Elina ada di sini, sudah pasti pria itu akan mendampingi sang istri. Hanya saja, entah kenapa sampai sekarang Sakina belum juga melihat Erzha, padahal Elina sudah ada di sini sejak tadi dan saat ini wanita itu sedang mendengarkan ocehan Isabella. Sungguh, Elina tidak bisa berkata-kata setelah mendengar penjelasan Isabella dengan gaya layaknya presenter acara gosip. Sedangkan Sakina hanya bisa berpura-pura tersenyum, ia yakin ini mengejutkan bagi orang-orang. Sakina saja masih antara percaya dan tidak percaya tentang hubungan konyol ini, apa lagi orang lain? "Kenapa ngg
"Kalian ngapain?" tanya seorang pria pada Biru dan Sakina.Sakina tidak mau membuka matanya, apalagi menoleh pada pria tersebut. Ia terus membenamkan wajahnya ke dada Biru. Sungguh ini sangat memalukan."Gue kira siapa," kata Biru, sontak membuat Sakina terkejut. Jadi Biru mengenal pria itu? Sakina jadi sedikit lega, setidaknya akan lebih mudah menjelaskan kalau mereka berdua tidak sedang mesum."Dia ngumpet atau tidur?" tanya Erik yang merupakan salah satu sahabat Biru."Sakina, kamu nggak tidur, kan? Dia suaminya Isabella. Tenang aja," bisik Biru tepat di telinga Sakina."Lo ngapain bisik-bisik, sih?" komentar Erik. "Hmm, jujur ya ... seharusnya gue nggak terkejut karena sebelumnya istri gue bilang kalau lo bawa pacar. Tapi sumpah, gue nggak nyangka lo pangku-pangkuan di sini," kekeh Erik.Erik pun menambahkan, "Padahal ini hotel. Kamar kosong, kan, banyak.""Kami bukan lagi aneh-aneh," jawab Biru."Gimana gue percaya kalau posisi kalian lagi pangku-pangkuan gitu? Suer, Erik Bagimu
Semenjak kejadian di rooftop, sepanjang acara Erzha tidak satu kali pun berbicara dengan Sakina. Jangankan berbicara, sekadar menyapa pun tidak. Hal itu membuat Sakina jadi tak enak hati. Tujuan utamanya berpura-pura pacaran dengan Biru memang untuk membuat Erzha menjauh. Namun, jika faktanya Erzha bukanlah suami orang, keberhasilan ini jadi terasa percuma. Sakina menyesal sudah melakukan ini. Sungguh, Erzha benar-benar seperti tidak mengenalnya."Kenapa ngelamun?" Suara Biru berhasil membuyarkan segala lamunan Sakina.Sakina kemudian memperhatikan sekeliling, rupanya mobil yang Biru kendarai sudah berhenti dan terparkir di basemen tempat tinggal mereka. Ya, meskipun biasa menggunakan motor besarnya ke mana-mana, tapi untuk acara-acara tertentu Biru memilih menggunakan mobil."Kamu sakit?" tanya Biru lagi. Sakina secepatnya menggeleng.Saat Sakina hendak turun, Biru mencegahnya seraya berkata, "Kita berhasil. Erzha beneran menghindar."Sakina hanya tersenyum palsu, lalu turun dari mob
"Sori telat," ucap seorang wanita cantik seraya duduk di kursi tepat di hadapan Biru. Sebelum Biru menjawab, wanita itu segera menenggak minuman yang sudah lebih dulu dipesan oleh Biru."Gue nggak ke kantor demi lo, tapi lo justru bikin gue nunggu." Nada bicara Biru tampak kesal."Kalau Aluna udah rewel, itu benar-benar di luar kendali gue," balas Sherly. Ya, wanita itu merupakan mantan istri Erzha. "Lagian ini bukan sepenuhnya salah gue. Bukannya lo, ya, yang pilih tempat ini? Sadar nggak, sih ... ini jauh banget. Mending di restoran favorit mendiang…." Sherly tidak melanjutkan kalimatnya. “Sori, nggak ada maksud,” sambungnya."Kalau kita ketemu di tempat yang deket dan biasa didatangin orang-orang yang kita kenal, bisa panjang urusannya," balas Biru berusaha tidak menanggapi perihal restoran favorit yang Sherly maksud."Ya udah, lo mau ngomong apa?"Alih-alih menjawab, Biru malah menyodorkan ponselnya untuk menunjukkan foto-foto acara tadi malam. Hal itu sontak membuat Sherly terkej
Sakina sudah menduga kalau Erzha akan membawanya ke sebuah kafe. Mungkin inilah saatnya ia bisa menceritakan semua yang terjadi dengan apa adanya. Ya, meski sempat ragu, Sakina memang seharusnya meminta maaf pada Erzha.Kini Sakina juga sudah yakin akan mengatakan kalau selama ini ia menghindar karena salah paham dengan mengira Erzha masih menjadi suami orang. Tepatnya suami Elina. Sakina juga akan mengatakan kalau hubungannya dengan Biru hanyalah sandiwara belaka.Saat ini, Sakina sedang mengumpulkan keberaniannya untuk jujur. Tadi, begitu sampai di kafe, ia langsung izin ke toilet. Setelah cukup yakin, Sakina akhirnya keluar dari toilet itu dan melangkah menuju tempat duduknya. Erzha pasti sudah lama menunggunya.Namun, tanpa diduga kursi yang tadi Erzha duduki tampak kosong. Sakina mencoba berpikir positif, bisa jadi Erzha sedang ke toilet. Ia pun duduk untuk menunggu pria itu. Di meja juga sudah ada dua gelas minuman yang pasti dipesan oleh Erzha. Hal itu menguatkan keyakinan Saki
Awalnya Biru memutuskan tidak masuk kantor hari ini, mengingat pertemuannya dengan Sherly tidak akan berjalan dalam waktu singkat. Namun, Sherly harus pergi setelah mendapatkan telepon kalau anaknya masuk rumah sakit.Biru tidak memiliki pilihan selain berangkat ke kantor. Lagi pula, ia ingin bertemu Sakina. Menurutnya, Sakina pasti datang ke kantor untuk mengambil motornya yang sejak kemarin sengaja ditinggalkan.Benar saja, Biru melihat motor Sakina masih parkir dengan manis di depan gedung Aluna. Tak bisa dimungkiri pria itu merasa sangat senang. Itu artinya, Sakina masih di dalam. Hanya saja, begitu menginjakkan kaki di lantai dua, Biru hanya melihat Ujang dan Sutaryo yang sedang bersiap-siap mencari makan siang."Lah, saya kira Mas Biru nggak masuk," kata Sutaryo. "Jang, berarti kita pesan makan siangnya tiga.""Kenapa tiga? Sakina nggak masuk?" tanya Biru kemudian.Kali ini Ujang yang menjawab, "Sebenarnya tadi dia masuk, Mas. Tapi tiba-tiba pergi.""Pergi?""Iya pergi, dan kaya
"Maksudnya apa, Mas?" Sakina mendongak, mencoba menatap wajah Biru. Baginya, pria itu benar-benar sulit ditebak."Terus gimana perasaan kamu sama aku?" tanya Biru kemudian.Sakina malah balik bertanya, "Perasaan gimana maksudnya?"Belum sempat menjawab, telinga Biru menangkap kehadiran Ujang dan Sutaryo. Sebelum dua pria itu naik, Biru segera menarik tangan Sakina dan membawanya ke lantai tiga."Jangan berisik kecuali kamu pengen Ujang sama Tayo curiga. Mereka datang."Mendengar itu, Sakina pun mengurungkan niatnya untuk protes.Biru sengaja membawa Sakina menuju deretan rak buku paling ujung. Menurutnya, tempat itu cocok menjadi tempat persembunyian untuk mereka berbicara tanpa khawatir Ujang dan Sutaryo mendengar. Saat ini posisi Sakina dan Biru berdiri saling berhadapan."Sakina, sekarang waktunya kamu jawab pertanyaanku."Sakina masih terdiam seraya menunduk, ia bahkan tidak mau mendongak untuk menatap wajah Biru."Gimana perasaan kamu sama aku?" ulang Biru.Kali ini Sakina member
Menyibak selimut, Sakina lalu beranjak dari tempat tidurnya. Seharusnya bukan hal aneh ia tidak bisa tidur meskipun sudah tengah malam, hanya saja kali ini Sakina merasa apa yang Biru katakan tadi siang benar-benar mengusik pikirannya. Selain itu, apa yang pria itu lakukan masih terus membayangi Sakina. Ya, itu memang ciuman pertamanya.Setelah kejadian itu, Sakina memutuskan untuk izin pulang lebih awal. Ia tidak bisa bersikap biasa saja karena kenyataanya ia sangat terganggu dengan kejadian di lantai tiga tadi siang. Ia bahkan tidak memedulikan Ujang dan Sutaryo yang tampak sangat bingung sekaligus penasaran.Sakina melirik jam dinding, waktu sudah menunjukkan pukul 23.50. Ia kemudian berjalan menghampiri tas yang hari ini dipakainya. Saat mengambil ponsel yang memang kehabisan baterai sejak di kafe tadi siang, fokus Sakina teralihkan pada tanda pengenal Alfian.Sialan, batinnya.Alfian memang berhasil membuat Sakina berpaling dari penantiannya terhadap Erzha selama bertahun-tahun,