Detik itu juga, Sakina langsung menyesal. Kenapa ia melakukan ini tanpa berpikir terlebih dahulu? Ditatapnya wajah Biru yang tampak kebingungan."Lo abis maling ayam tetangga atau—""Sttt," potong Sakina seraya menempelkan jari telunjuk di bibirnya, sebagai isyarat agar Biru diam. "Sebelumnya maaf, di luar ada sahabatku yang rempong-nya minta ampun. Aku nggak mau dia salah paham, jadi please ... Mas Biru sembunyi sebentar," pinta Sakina setengah berbisik."Lo pikir gue mau? Konyol banget," balas Biru yang kemudian memutar tubuh, hendak membuka pintu."Dia bakal lebih curiga kalau Mas Biru keluar dari sini. Aku mohon," tahan Sakina."Kenapa tadi lo nggak nyuruh gue pergi aja? Parahnya malah diajak masuk.""Jarak dia nggak memungkinkan buat aku ngomong, Mas Biru pasti nggak akan ngerti dan bakal terus nanya. Alhasil, dia keburu ngelihat kita.""Emang kenapa kalau dia ngelihat? Kita bisa dipenjara, gitu?""Bu-bukan begitu, tapi—" Sakina sontak menghentikan ucapannya begitu bel mulai terd
Dengan wajah khas orang baru bangun tidur, Biru bangun dan duduk dengan santainya. "Lo lagi ngapain di sini?"Belum sempat Sakina menjawab, Biru sudah bertanya lagi, "Sekarang jam berapa?""J-jam ... setengah dua belas," jawab Sakina takut-takut."Gila ya lo!" kata Biru seraya berdiri. "Lo habis ngerumpi atau ngerakit pesawat, sih?!""Maaf, aku nggak tahu bakalan se-lama ini.""Traktir gue makan."Sakina tentu terkejut. "Hah?!""Gue laper, gara-gara lo gue belum makan malam.""Tapi ini udah tengah malam, Mas.""Apa salah gue kalau sekarang udah tengah malam?"Sakina menghela napas. "Ya udah, aku kasih uangnya aja deh. Mas Biru bisa pesan—""Enggak, lo harus ikut!""Ini udah tengah malam, Mas. Aku—""Justru karena ini udah tengah malam, makanya jangan banyak omong. Kalau keburu pagi, gimana?" balas Biru, sontak membuat Sakina cemberut. "Kenapa? Lo takut gemuk? Jomlo ngapain takut gemuk, sih? Enggak ada yang peduli juga, kan?"Sadis sekali kata-katanya. Jika saja Sakina tidak memiliki r
Setelah berbicara dengan Sakina melalui telepon, Erzha langsung menuju apartemen wanita itu tanpa memedulikan kalau ini masih terlalu pagi. Sebenarnya Erzha menelepon untuk mengajak Sakina agar berangkat ke kantor bersamanya, tapi Sakina menolak dengan alasan akan berangkat lebih pagi.Ya, wanita itu mengaku hendak ke rumah mamanya terlebih dahulu. Untuk itu, Erzha tak ingin melewatkan hal ini begitu saja. Sejak kemarin ia ingin mengantar Sakina pulang agar bisa berbicara empat mata, tapi gagal karena Sakina sudah pulang duluan.Menurut Erzha, berbicara dalam perjalanan bisa sedikit mengusir kecanggungan antara keduanya. Erzha tahu betul betapa canggungnya hubungan mereka sejak bertemu kembali. Sakina seakan terus menghindarinya, entah apa alasannya. Padahal, dulu Sakina tidak pernah mau jauh-jauh darinya. Sungguh, Erzha ingin mendengar langsung alasannya dari mulut Sakina, kenapa wanita itu terus menciptakan jarak sementara Erzha ingin mereka kembali menjadi dekat?Waktu menunjukkan
"Kalian pikir ini taksi online?"Itu adalah pertanyaan yang dilontarkan Erzha. Sakina hafal betul Erzha bukanlah tipe pria yang mudah ngegas seperti Biru. Ternyata sekarang pun masih sama. Buktinya, barusan pria itu bertanya dan nyaris tak terdengar nada kesal di dalamnya. Padahal Sakina yakin sebenarnya Erzha kesal. Bagaimana tidak, saat di lampu merah Biru turun lalu pindah duduknya ke belakang, tepat di samping Sakina sehingga membuat Erzha seolah menjadi sopir. Sakina pun jadi ragu, haruskah ia pindah ke depan? Atau tetap duduk di samping Biru.Alih-alih menjawab pertanyaan Erzha, kini Biru malah tertawa mengejek."Sebenarnya mau ke mana? Di sini cuma lo aja yang tujuannya nggak jelas. Kalau Sakina, kan, jelas mau ke tempat orangtuanya," kata Erzha lagi."Gue ikut lo aja deh, Zha. Gue kangen berduaan sama lo," jawab Biru lalu kembali tertawa."Lo sehat?" balas Erzha."Tenang, Bro. Nanti gue turun kalau pengen."Sakina tidak heran, akhir-akhir ini ia mengenal Biru, sikap pria itu m
"Mama kira, kamu masih betah istirahat," ucap Nita setelah Sakina cerita lebih detail tentang tempat kerja barunya. "Mama juga kaget, sih, saat kamu bilang via telepon kalau kamu sekarang udah punya kerjaan. Jadi, itu sebabnya kamu jarang ke sini? Selama ini kamu nyari-nyari pekerjaan."Bisa dibilang begitu. Sakina memang banyak memasukkan surat lamarannya pada banyak perusahaan. Anehnya, ia malah diterima di tempat yang sama sekali tidak ia kirimkan surat lamaran."Ya begitulah.""Baiklah, kalau begitu mama paham kalau kamu jarang ke sini," balas Nita. "Oh iya, pria yang kamu bilang sopir itu datang ke sini buat ngasih ponsel kamu yang ketinggalan di mobilnya. Mama mau tanya, maksud kamu apa bilang dia sopir? Dia itu Erzha, kan? Yang sering antar-jemput kamu waktu zaman sekolah dulu?"Sakina sudah mengira, pasti pertanyaan ini akan muncul. "Maaf, aku nggak bermaksud bohong, Ma.""Aku cuma nggak mau mama berharap lebih. Aku nggak pernah bawa pria ke sini, mama pasti salah paham kalau
Sakina bersyukur setelah Nita mengatakan kalau rahasia tentang cinta pertamanya sama sekali tidak bocor pada Erzha. Sakina akan malu sekali jika pria itu sampai tahu.Tentu saja sebenarnya Nita berbohong, ia hanya tidak ingin merusak mood putrinya di hari pertama bekerja. Meski tak bisa dimungkiri, ada penyesalan di hati Nita karena sudah menceritakannya pada Erzha. Sungguh, wanita itu sama sekali tidak tahu kalau Erzha memiliki istri, bahkan Nita sempat menaruh harapan pada pria itu.Saat ini, Sakina sedang membantu melayani para pengunjung rumah makan. Tempat ini memang berada di kawasan yang sangat strategis, ada rumah sakit dan kompleks perkantoran yang membuat tempat ini ramai di jam sarapan dan makan siang. Tempat ini juga sudah lumayan terkenal di kalangan orang-orang yang ingin menu lezat dengan harga terjangkau, sehingga tak heran bisa seramai ini.Sakina sudah terbiasa membantu kegiatan rumah makan jika datang ke sini. Sekarang pun ia menyempatkan membantu dengan mengantarka
Pertanyaan macam apa itu? Sakina tidak menyangka Biru akan menanyakan hal yang paling ingin ia sembunyikan dari siapa pun. Ada apa antara dirinya dengan Erzha?"Enggak ada apa-apa, Mas. Kok nanyanya begitu?" Sakina berusaha tenang dan bersikap biasa saja agar Biru tidak curiga."Lo ngehindarin Erzha, kan?""A-aku? Enggak. Serius, aku nggak menghindar. Mas Biru jangan ngarang.""Kalau nggak, kenapa ekspresi lo kayak lagi ketangkap basah gitu?""Aku ... biasa aja, kok. Aku nggak bohong, Mas." Sakina masih berusaha menyembunyikan kepanikannya. Kenapa Biru bisa mengetahui hal ini? Jangan-jangan Erzha curhat pada Biru dan mengutus pria itu untuk menginterogasinya. Bukankah mereka berdua sahabatan?"Sebelumnya kalian udah saling kenal, kan? Buktinya Erzha nitip salam buat Tante Nita. Tante Nita itu pasti mama lo," tebak Biru. "Gimana ... lo udah menyampaikan salam dari Erzha ke mama lo, kan?""U-udah dong. Masa belum," jawab Sakina cepat. "Kenapa jadi bahas ini, sih? Kenapa juga Mas Biru ma
Hanya orang gila yang menerima tawaran fake relationship dari duda gila seperti Biru. Ya, menurut Sakina Biru sudah tidak waras lagi. Bisa-bisanya pria itu mengajaknya berpura-pura pacaran.Terlepas dari alasan untuk menghindari Erzha, tetap saja Sakina tidak menyangka pikiran Biru bisa sejauh itu. Dasar duda gila, tentu saja Sakina menolak mentah-mentah tawaran konyol itu. Syukurlah ponselnya pun kini sudah kembali dalam genggamannya.Hari ini merupakan hari pertama Sakina bekerja, wanita itu mendapatkan tugas dari Ujang menginput nomor resi di ruang packing. Ya, ada satu kardus berukuran besar berisi resi yang menumpuk. Awalnya Sakina mencoba memindainya, tapi ia gagal saat mengconvert-nya. Untungnya, resi-resi ini terdapat rekapannya yang dicetak pada kertas A4 oleh ekspedisi, sehingga Sakina hanya perlu menyalinnya dari kertas itu ke Ms Excel, tanpa perlu mengotak-atik resi aslinya.Kata Ujang, ini bertujuan agar saat buyer meminta nomor resi, bisa dengan mudah mencarinya dengan C