Hubungan Dessy dengan Arjun hari-hari ini membaik kembali. Diawali dengan sikap Arjun yang mau merendahkan hati, hubungan mereka yang sempat vakum dan dingin kini menghangat kembali. Menjadi penanda membaiknya lagi hubungan mereka, Arjun siap mengajarkan Dessy belajar menyetir kendaraan 4x4 manual miliknya.
Dessy menyambut gembira karena ini memang harapannya sejak lama. Sore itu, saat jam bubar sekolah, ia sudah standby. Mesin kendaraan milik Arjun mulai hidup. Siap bergerak meninggalkan tempat parkir sekolah. Setelah menyetel musik cadas kesukaannya dengan volume sedikit keras, Arjun menoleh ke gadis di sebelahnya.
“Musiknya gue kencengin ya, Say.”
Dessy yang masih berpikir-pikir mengenai hubungannya dengan Arjun yang hilang-timbul dan ada Adri di sisi lain hanya berdiam diri. Ia jadi tak menyimak ucapan Arjun.
“Halo?”
Gadis itu tersadar lalu menyibak rambutnya yang sedikit di bawah bahu. “Sori.”
“Mikiri
Dessy tersenyum riang. Ia menurut perkataan Arjun dan pedal gas pun ditekan lebih dalam. Adri yang tengah berjalan kaki nampak kaget dengan mobil Arjun tapi dikemudikan Dessy yang tiba-tiba muncul di dekatnya. Ia sempat menghindar namun tak urung sebuah buku catatannya jatuh dan terlindas ban mobil sampai tercabik-cabik. “Ups, sori!” dari balik jendela kaca mobil yang tertutup, Dessy meminta maaf pada Adri walau tahu itu percuma karena Adri pasti tak mendengarnya. Dari kaca spion ia tahu bahwa mobil yang dikemudikan menggilas salah satu buku pelajarannya sampai rusak. Tapi pikir Dessy itu pasti takkan bermasalah. Ia pasti akan datang nanti dan meminta maaf pada pemuda itu. Ia sempat mendengar Adri seperti meneriaki sesuatu. Namun konsentrasi Dessy yang tengah sepenuhnya tertuju pada cara mengemudi dan bisingnya suara musik cadas membuatnya tidak mengetahui hal itu. Ia tidak mendengar dan tidak juga me
Kalau ada pilihan untuk menghindar, Adri jelas ingin sekali menghindar dari pertemuan dengan Dewi. Tapi ia sadar bahwa menghindar masalah justeru berpotensi membangkitkan masalah baru. Sebuah masalah – seberat apapun – harus dihadapi dengan jiwa besar. Dan itu yang dilakukan Adri ketika sore itu ia kembali menghadap Dewi untuk menetapkan bahwa ia hanya akan bergaul biasa saja dengan gadis itu. “Kejam. Kak Adri kejam.” Itu respon yang langsung Adri dapatkan setelah ia selesai menceritakan semua dengan berpanjang lebar. “Maaf. Ini memang salah aku. Saat kejadian aku tidak menyangka akan...” “Kenapa kak Adri seperti ini? Tega betul mencampakkan setelah aku mencurahkan segala isi hati.” “Ini memang benar-benar salah kakak.” “Saat ini Dewi nggak butuh permintaan maaf. Kakak ternyata raja tega. Bisa-bisanya menipu. Kakak menipu perasaan saya! Bagaimana perasaan kakak kalau punya Mama yang terlanjur bahagi
Dessy menaruh telunjuk di depan mulut. Memberi isyarat bahwa suara Monique sudah terlalu keras. “Gue gak mau discuss soal itu. Ngapain ngomong begitu? Lagian gue sama Arjun udah jalan biasa lagi koq.” Monique hanya mengangkat bahu. Sama halnya seperti Adri, ia pun memelototi nilai ulangannya. Nilai 9 yang dicapai dengan cara sepotek – separo nyontek. “Terus, elo tau gak kenapa si Adri jadi gitu sama gue.” Mendengar itu Monique tidak langsung menjawab. Ia merasa ada yang jagal dengan sikap sahabatnya. Berkali-kali pernyataan Dessy menunjukan betapa sebal dirinya pada Adri. Kendati begitu tetap ada rasa penasaran dengan sikap Adri yang jadi sedikit acuh. Monique sangat tahu bahwa walau pun Dessy sudah bersama-sama Arjun, ia bisa membaca gelagat bahwa sebetulnya ada rasa tertarik yang kuat dalam diri Dessy terhadap Adri. Ada beberapa pengalaman yang Dessy alami berkaitan dengan Adri dan hampir semua merupakan penga
Monique mengangguk. “Cuma ada 1 orang yang namanya begitu di sini. Dia pacarnya Fitri. Kelas 12 IPA.” “Kumis tipis, kulit hitam, pesek, rambut agak botak?” “Agak botak karena barusan cukur. Iya, semua info lu betul. Kemarin gue ketemu dia. Mukanya juga bengap kayak elo dan dia…..” omongan Monique terputus saat dia melihati Adri sambil menggeleng kepala. “No way! Elo nggak berantem sama dia kan?” Adri mengangguk. “Iya apa? Iya berantem, atau iya nggak berantem.” “Iya berantem.” Monique terkaget sambil menutup mulut. “Elo itu cupu tapi galak juga ya. What’s up, man?” Adri tak langsung menjawab. “C’mon, ada apa?” “Bukan berantem sih. Aku dikeroyok, tapi aku bisa balas dengan satu kali pukulan ke salah satu dari mereka.” “O shit.” Monique terpaku. “Apa ini ada kaitannya dengan Fitri….” Terdengar suara deheman dari belakang punggung. Monique menole
“Apa ngana pe maksud?” “Maksud gue? Elo berubah sikap jadi picik sama gue ya? Kenapa sih? Cuma soal gue belajar mobil sama Arjun, eh... elo jadi sentimen kaya’ gini. Kenapa nggak elo lupain aja sih? Ini kan cuma soal kecil! Kenapa dibesar-besarin segala?” “Sembarangan! Jangan karena kita ini orang kampung jadi kamu anggap bahwa kasus itu adalah peristiwa kecil.” “Emang iya. Gue bilang itu cuma peristiwa sepele.” “Jadi karena kamu banyak uang, anak orang kaya, lantas kamu anggap itu sepele?” Kemarahan Dessy memuncak. “Koq jadi nyinggung kaya-miskin segala? Elo jadi parno gitu kenapa sih? Bilang aja kalo elo cemburu ngeliat gue sama Arjun?” Kejengkelan seolah menguasai Adri hingga ke seluruh sel tubuh sedangkan Dessy terus mencecarnya. "Tahu dari mana ngana? Tahu dari mana ngana kalau kita cemburu?" "Gue? Tahu dari mana? Dari tatapan elo. Bahasa tubuh elo." "Tatapan? Bahasa tubuh? Sejak kapan ngana jadi dokter mata? Sejak kapan ngana jadi tukang ramal?" “Gue jadi dokter mata da
24 jam kemudian, Adri keluar dari kantor Kepala Sekolah. Wajahnya tertekuk. Meninggalkan tak hanya Kepala Sekolah tapi juga Mamah Tanti, Ibu Sissy, dan Dessy di dalam ruangan. Vonis sudah dijatuhkan atas perbuatan Adri yang kemarin membajak mobil antar jemput sehingga berdampak merugikan pada Dessy, Monique, Mamah Tanti, Pak Syaiful, dan siswa-siswa lain. Perbuatan itu jelas tak dapat dibenarkan. Laporan yang masuk dari Mamah Tanti ke pihak sekolah akhirnya berujung pada sanksi tegas - baik secara ekonomi maupun sosial – yang harus Adri jalani mulai hari itu juga. Sejak sidang dimulai di kantor Kepala Sekolah sampai vonis dijatuhkan, Adri tidak mengeluarkan bantahan sekali pun. Ia tak banyak berkata-kata. Reaksinya dingin. Sangat dingin. Kecuali ketika mendengar nominal rupiah tertentu yang dituntut Mamah Tanti yang harus ia bayarkan sebagai akibat perbuatannya. Rasa takut, kecewa, sedih, membaur dengan keput
“Nggak apa-apa. Cuma nggak sreg aja soalnya gue belum mandi.” Monique meleletkan lidah. “Elo sih, banguninnya pagi banget.” “Biar elo gak mandi seharian pun gue gak bisa nyium bau badan elo.” “Koq baru sekarang contact gue? Kemarin-kemarin ngapain?” “Gue ke kampung nyokap. Sinyalnya jelek banget di sana. Nggak ada gunanya bawa ponsel biarpun katanya smartphone karena disana cuma bisa SMS atau nelpon doang.” Monique tertawa. “Kesian. Terus, oleh-oleh gue mana?” Dessy menunjukkan dua kardus pia Surabaya melalui webcam di laptopnya. “Gue nggak lupa koq. Nih, barangnya. Puas?” “Wuiiih, kuenya banyak amat. Gitu dong. Gue bisa jual lagi dah di sekolah.” “Dasar. Eh, tau nggak. Gue beli banyak soalnya lagi diskon gede-gedean. Sampe tujuh puluh persen!” “Buset. Apa nggak rugi tuh orang yang jual?” “Nggak lah. Daripada dibuang, hayo?” “Koq dibuang?” “Iya, soalnya k
“O iya. Elo emang pernah cerita tapi nggak sampe tuntas karena elo disuruh pergi sama Ibu Sissy. Pas balik, elo lupa lanjutin. Gue juga lupa nanyain. Tapi gue nggak nyangka kalo sampe setragis itu.” “Nggak nyangka?” Wajah Dessy makin pucat. Ia langsung diliputi rasa bersalah yang hebat. “Astaga. Koq gue jadi ngerasa kejem banget.” “Adri marah bukan cuma karena anjingnya mati. Selain itu, respon elo waktu kejadian tuh biasa aja. Innocent kaya’ gak punya dosa dan malah sempat cengangas-cengenges. Emang waktu kejadian elo nggak liat apa-apa dan nggak denger apa-apa?” “Waktu itu Arjun pasang musik kenceng-kenceng, makanya gue nggak denger apa-apa. Dan gue juga nggak liat karena...” Dessy mengingat-ingat saat kejadian, “oh shit!” “Kenapa?” “Saat kejadian, Arjun ngalihin perhatian gue. Sebelumnya dia ngasih umpan roti sosis dengan cara dibuang di depan mobil.” “Terus?” “Waktu gue udah siap jalanin mobil, Si Arjun masih nahan-nahan. Dia celingak-celinguk, terus dia secara mendadak nga