"Eh, aden Bara? Eh maksud Mbok---""Kalau Mbok maunya bilang Bara, bilang Bara aja Mbok. Gpp kok." Arya, pria itu tersenyum saat sebuah seruan dari Mbok Eka yang memanggil namanya dengan Bara. Wanita paruh baya yang satu ini pasti selalu memanggilnya dengan nama Bara apabila mereka bertemu. Membuat Arya menawarkan diri agar Mbok Eka memanggilnya saja dengan nama Bara. "Sekarang Mbok enggak bakal bingung lagi. Jadi, panggilnya Bara aja."Mbok Eka nampak berbinar. "Baik, aden. Baik."Arya tersenyum yang jelas selalu menampilkan lesung pipitnya apabila dia tersenyum. Membuat Mbok Eka dibuat terpana pada majikannya ini. "Aden lagi apa? Kok malah berkutik dengan alat-alat dapur?"Arya tersenyum lebih dulu. "Aku lagi masakin makanan buat Laila Mbok.""Mau Mbok bantu? Biar aden juga enggak kesusahan?"Arya menggeleng. "Enggak usah Mbok. Aku ingin aku sendiri yang memasak untuk Laila.""Ah baiklah. Kalau begitu, Mbok permisi dulu ya? Mau beres-beres depan rumah."Arya mengangguk, tatapanny
"Mas? Mas kan jadi sopirnya Laila... dan juga asisten Laila bekerja. Apa Mas... enggak masalah?" Di dalam mobil, Laila melirik Arya yang tengah fokus mengemudi. Kedua jari telunjuk Laila ia remas untuk mengeluarkan segala rasa canggung. Tring! Sebuah pesan dari ponsel Laila tiba-tiba berbunyi, membuat Laila dengan segera mengalihkan tatapannya. [Assalamu'alaikum, Bu Laila? Maaf menganggu. Tapi saya ingin menginformasikan kalau sekretaris dari pihak Produk mengundurkan diri. Apa Anda bisa langsung ke sini hari ini? ]Satu pesan dari Akmal membuat Laila menghela nafas. Sekretaris pihak Produk, jelas sekretarisnya Akmal bekerja. Karena jabatan Akmal saat ini Manager produk yang tentu membutuhkan sekretaris. "Mas? Kantor itu punya kamu. Laila bisa saja ngembaliin ke Mas kembali. Bagaimana?"Arya menghela nafas pelan. "Enggak perlu. Mas akan ambil jadi asisten kamu."Laila nampak bergeming. "Mas ambil alih semuanya aja, ya? Mas kan pemilik resmi perusahaan Axa?""Memangnya, dulu kanto
"Ayo sayang..." Suara Arya membuyarkan lamunan Laila. Yang kemudian pria itu menggenggam tangan Laila dan berjalan menuju mobil. Arya tersenyum, membukakan pintu mobil agar Laila masuk. Menarik kepala Laila agar ia kecup lebih dulu. Arya dengan cepat masuk ke dalam mobil. Senyumnya tidak lepas dalam menatap Laila. "Ah iya. Maafkan Mas yang tadi ya? Mau dimaafkan, kan?"Laila melirik kemudian mengangguk antusias. "Apa sih yang enggak bisa dimaafkan oleh Laila akan kamu, Mas. Semuanya past Laila maafin. Tapi, ada tapinya nih..." Laila tersenyum kikuk, sedang Arya menaikan salah satu alisnya. "Sebagai gantinya, Mas enggak boleh ninggalin Laila lagi! Dan untuk ini?" Laila menunjuk cincin yang dipakaikan langsung oleh Arya. "Makasih ya? Laila suka banget..."Arya tersenyum tipis. "Iya sayang... Mas enggak bakal ninggalin kamu. Dan, sama-sama. Nanti, jangan sampai dilepas ya? Biar mereka yang lihat tahu kalau kamu milik seseorang! " Arya terkekeh."Dan karena Laila meminta Mas untuk tid
"Assalamu'alaikum?"Tok tok tok! "Assalamu'alaikum?""Kayak enggak ada orang, La?" Arya menoleh, Laila pun ikut menoleh menatapnya. "Gak tau juga. Tapi kemarin---""Wa'alaikumusaalam...""Ayah?!" Pekikan dari Sharu saat pintu terbuka membuat Arya dengan sigap merentangkan kedua tangannya--mensejajarkan tubuh dengan Sharu. "Putri Ayah..." Dengan berbinar Arya mencium semua wajah Sharu. Sungguh, ia merindukan putri yang selalu ia jaga ini. Laila ikut terharu saat melihat Arya begitu bahagia. "Sebelumnya terima kasih ya, Mbak. Udah mau kasih kesempatan buat Mas Arya bertemu dengan Sharu."Rania, perempuan itu hanya mengangguk sekilas."Seminggu kan?" tanya Arya yang mendapat respon dari Rania. "Akan aku pergunakan sebaik mungkin untuk menghabiskan waktu bersama Sharu. Makasih Rania, makasih udah memberi kesempatan."Rania mengangguk. "Terima kasih juga telah membesarkannya."Arya tersenyum,, lebih tepatnya pura-pura tersenyum. Mana mau ia melepaskan Sharu begitu saja, ia pastikan ba
"Asyam... ""Ya! Ini dia anggota baru kita. Namanya Asyam Young Bae, Partner Senior di tim kita... beri dia tepuk tangan."Suara ricuh dari tepuk tangan menggema memenuhi ruangan. Berbeda dengan Laila, ia menepuk tangan dengan tatapan melongo. Benar-benar tidak percaya. Asyam? Pria itu... berkedudukan dengan jabatan Senior? Yang mana jelas ada di atas dirinya! Mata Laila berkedip. Kedudukan dirinya saja di sini sebagai Association Attorney, sedangkan dia... Senior Partner?Benar-benar hebat! Kini tatapan Laila berbinar akan kehebatan Asyam dalam meraih jabatan. Pria itu benar-benar hebat, membuat Laila memberikan senyum dan tepuk tangan paling meriah kepada dirinya. Namun tiba-tiba tatapan tatapan matanya terkunci saat tatapan Asyam mengarah pada dirinya. Dia tersenyum tipis sangat tipis. **"Ayah? Bunda kapan pulangnya sih? Udah malam ini... tapi kok, dia belum pulang?""Sharu rindu Bunda Laila?"Sharu mengangguk. Tangannya sibuk memeluk boneka beruang berukuran besar. Karena mal
"Cepet tidur Mas... kenapa malah lihatin Laila kayak gitu coba?" Laila mengulum bibirnsaat Arya masih setia menatapnya. Pria itu setelah kembali dari kamar mandi terus saja menatap Laila dengan tatapan tak kasat mata. Ingin sekali Laila tertawa melihat muka jutek Arya saat ini. Tapi apa yang bisa ia lakukan? Selain menerima takdir ini dengan lapang dada? Siapa yang tahu dirinya akan datang bulan lebih dulu coba? Menjadikan Arya kesal karenanya. "Sayang? Sini deh, di samping Laila." Laila menepuk sisi ranjangnya agar Arya tidur di samping. Namun karena masih kesal Arya mengalihkan pandangannya. "Sayang..." Dengan suara paling lembut Laila kembali bersuara. "Sini atuh ih? " Masih enggan beranjak dari kursi Laila dengan kesal ia membalikkan badannya--membelakangi Arya. "Laila tidur duluan aja deh! Capek!"Arya mendengkus kesal. Bukan ini yang ia mau! Ia mau Laila membujuknya dengan meminta maaf, tapi perempuan itu malah balik kesal kepadanya. Mana mau tidur lagi! Dengan kesal Arya
"Bunda? Bunda? Kita ke danau ayo! Kata Ayah, di dekat ini ada danau yang indahhh sekali..."Di meja makan Laila yang tengah menghidangkan makanan terhenti saat Sharu mengatakan hal tersebut. Danau? Seketika tatapan Laila jatuh pada Arya yang membalas tatapannya. Dia tersenyum, tidak dengan Laila yang hanya terdiam dalam tatapan itu, yang kemudian melanjutkan kembali hidangannya dengan menyimpan makanan tersebut di depan Arya dan Sharu. "Danau yang mana? Kan ada dua?" tanya Laila sembari melirik Arya. Bibirnya mengulas senyum sangat tipis. "Nah Ayah, di mana? Danau yang mana?" Sharu ikut bertanya, membuat Arya menatap keduanya silih berganti. "Mana Ayah tahu, Ayah kan bukan asli dari kota ini." Arya sibuk memasukan makanan ke mulutnya. "Ah iya! Rumah Bunda besarrrr sekali. Tidak seperti Ayah yang kecil," ucap Sharu membuat Arya mendelik. "Kecil-kecil juga rumah Ayah banyak kenangannya, Sharu! Seperti Kak Zidna? Kamu mau lupain dia?""Mas?" sergah Laila memotong ucapan Sharu yang
"Yeayyy, kita pergi ke danau..." seru Sharu dengan antusias.Setelah mendapatkan izin untuk Laila cuti hari ini, mereka bertiga bermain menuju danau yang sempat Sharu inginkan. "Sharu, jangan lari-lari, sayang?!""Mas! Lihat ih Sharu lari-lari, bukannya hentiin dia.""Udahlah sayang... dia itu udah besar. Yang harus dijaga itu, ya kamu."Laila melotot. Terkejut pula. "Gak kebalik?"Arya terkekeh. "Enggak." Dengan posesif pria itu menarik pinggang Laila agar tetap berada di sampingnya. "Tapi kan...""Mau jatuh ke danau ini?" Pertanyaan Arya sontak membuat Laila menggeleng cepat. "Gak mau! Nanti Laila drop lagi.""Ya, makannya tetep di sini, di samping Mas."Laila tersenyum, membalas pelukan dengan melingkarkan tangannya di pinggang Arya. Kini danau itu tidak seperti dulu. Jika dulu nampak sepi sekarang banyak pengunjung yang bermain di pinggir danau ini. Jika dulu yang naik perahu hanya satu, dua. Sekarang sepuluh bahkan lima belas perahu terapung memenuhi danau ini. Bahkan Sharu