Share

Bab 39 Mertua

Author: LinDaVin
last update Last Updated: 2024-10-29 19:42:56
Aku tidak tau kedepannya seperti apa. Dan, Mas Bima … bukannya aku tidak peka. Hanya saja sekarang bukan waktunya memikirkan hal lain selain anak-anak dan masalahku dengan Mas Andrian.

"Entahlah," ucapku kemudian dan kembali membalikkan badan berjalan menuju ke dalam rumah.

"Abang dukung." Masih kudengar suara Bang Fian, aku hanya menggeleng sambil tersenyum hambar.

"Kenapa Fian?" tanya Mbak Cahya saat aku masuk ke dalam rumah. Aku hanya menggeleng. "Dukung apa?" tanyanya lagi.

"Nggak tau tuh Bang Fian. Mbak tanya sendiri aja deh," jawabku, sambil berjalan ke ruang tengah.

Al dan Luna nampak tidur-tiduran bersama kedua sepupunya, anak Mbak Cahya. Mama berada di tengah-tengah cucunya. Aku melangkah mendekat, dan duduk di sofa, yang lain tidur-tiduran di lantai.

"Kenapa itu anak kecil tadi panggil kamu Bunda?" Mama beranjak dari atas karpet dan duduk di sampingku.

"Ikut-ikutan Al sama Luna, Mah." Aku menjawab pelan.

"Terus, kenapa Al sama Luna juga panggil temannya Fian tadi Papa Bima?"
Locked Chapter
Continue to read this book on the APP

Related chapters

  • OBAT TIDUR UNTUK ISTRIKU   Bab 40 Sakitnya sebuah perpisahan

    "Mbak Wati, saya ngerti paham. Tapi, saya juga nggak rela kalau sampai terjadi sesuatu dengan Hana anak saya. Anak Mbak Wati, berani bawa selingkuhannya kerumah. Andrian juga mau bunuh anak saya pelan-pelan. Dia cekoki Hana dengan obat tidur, agar dia bisa tidur dengan selingkuhannya. Saya nggak rela, Mbak. Saya nggak ridho anak saya diperlakukan seperti itu." Mama terlihat mulai emosi, Mbak Cakya mengusap punggung Mama untuk menenangkannya."Andrian khilaf, Ma. Andrian bersalah, mohon maaf atas kesalahan Andrian." Masih dengan pembelaan yang sama khilaf. "Hana, Ibu mohon. Beri kesepatan untuk Andrian." Tangis Ibu semakin kentara.Mataku memanas,kenapa harus seperti ini. Aku juga tak ingin seperti ini. Tapi, untuk menerima Mas Andrian lagi, sungguh aku tak bisa. Bukan hanya rasa sakit karena begitu dalamnya luka, tapi aku seolah sudah tak mengenalnya lagi. Masih belum menerima sepenuhnya, bahwa pria yang aku cintai tega berbuat seperti itu."Maafkan, Hana Pak, Bu. Hana belum bisa meme

  • OBAT TIDUR UNTUK ISTRIKU   Bab 41 Pulang Bersama

    Ragu apa harus kubawa serta dan mengembalikannya. Atau, memasukkan kembali dalam lemari dan meninggalkannya begitu saja. Sesaat aku mengatur hatiku, air mata Mas Andrian dan kedua mertuaku tadi pagi sungguh membuat dadaku sesak. Luka yang sama kini kami dapatkan, luka akibat sebuah perpisahan.Aku tersenyum hambar, mengedarkan pandangan ke sekeliling kamar. Tak ada yang berubah masih tetap sama. Dikamar ini awal dari sebuah penyatuan diri dua insan yang saling mencintai. Sebuah pengabdian seorang istri dan kewajiban seorang suami.Segera kuhalau segala bayangan masa lalu yang semakin menyesakkan dada. Mengubur dalam semua kenangan yang pernah ada. Menepis rasa yang masih membelenggu jiwa. Menarik kembali kewarasan yang hampir tenggelam dalam buai kenangan. Aku melangkah keluar meninggalkan kamar, di ruang tamu tampak Mas Bima yang terlihat mulai cukup akrab dengan Mama dan Mbak Cahya. Melihatku datang semua langsung berdiri dan kemudian beranjak keluar menuju mobil. Anak-anak langsun

  • OBAT TIDUR UNTUK ISTRIKU   Bab 42 Satu Kesempatan?

    "Ish," desisku, pria di depanku itu terkekeh melihatku. "Ya, udah. Makasih ya …." Pria itu berkata masih dengan sisa tawanya."Untuk?""Untuk sebuah mimpi, yang sekarang sedang aku kejar. Sebuah mimpi yang membuat mas merasa harus tetap bersemangat untuk merengkuhnya suatu saat nanti."Dan lagi-lagi Mas Bima mengucapkan kalimat yang tidak aku pahami. Mimpi apa, dan apa hubungannya denganku, sehingga harus berterima kasih."Maksudnya?""Em, kalau saatnya tiba. Kamu pasti akan paham, apa maksud ucapanku hari ini." Bukan sebuah jawaban yang aku dapatkan. Justru Mas Bima semakin membuatku bingung dengan kata-katanya."Hana bingung, dah sana … katanya mau pulang." Aku mendorong tubuh tegap di depanku itu. Mas Bima malah tertawa, entah apanya yang lucu. "Iya … iya." Pria itu belum beranjak dan menjawab masih dengan sisa tawanya."Kamu masuk duluan," ucapnya kemudian."Iya." Aku menjawab singkat lalu, beranjak meninggalkannya. Aku menoleh saat sampai di pintu, Mas Bima belum beranjak. Dag

  • OBAT TIDUR UNTUK ISTRIKU   Bab 43 Sidang Pertama

    Tak peduli orang mengatakan aku lemah atau apa, tapi inilah perasaanku. Aku sakit benar-benar sakit. Cintaku pada pria ini sangatlah besar, hingga sulit sekali rasanya melepaskannya. Saat belum dihadapkan pada persidangan seperti sekarang, aku merasa aku pasti akan kuat. Akan tetapi, saat perpisahan benar-benar di depan mata rasanya begitu sesak."Kita pulang?!" Mas Andrian meraih tanganku, aku mengibasnya. Bayangan ciuman panas mereka di kamar tamu, chat mesum mereka dan segala hal kembali terlintas. Menarik kembali kewarasanku yang hampir saja tenggelam."Hana." Aku langsung berdiri dan menyeka air mata, lalu beranjak mendekat pada Awan. "Kamu?" Kening Mas Andrian mengkerut saat melihat Awan. Pasti dia ingat, karena Mas Andrian lah yang melarangku dekat dengan Awan waktu dulu."Apa kabar?" Awan mengulurkan tangannya hendak menyalami Mas Andrian, hanya saja Mas Andrian malah memasukkan tanggannya ke saku celana. Awan menarik kembali tangannya yang terulur. "Apa perlu aku jawa

  • OBAT TIDUR UNTUK ISTRIKU   Bab 44 Mas Bima di Pengadilan

    Sesaat kemudian panggilan berakhir. Mas Andrian terdiam, tanpak sedang memikirkan sesuatu. Jelas sudah dia masih memikirkan wanita itu. Lalu untuk apa aku lama-lama berdiri disini. "Hana, tunggu." Mas Andrian menahan tanganku"Untuk apa? untuk melihat wajah cemas Mas, saat mendengar kabar kurang baik tentang wanita sunda* itu." Aku menjawab dengan luapan emosi meski terisak.Sempat bimbang beberapa menit yang lalu. Dan seketika berubah dengan cepat. Sorot mata cemas itu seketika menghancurkan harapan yang sesaat hadir. Yah, dia terlihat mencemaskan wanita itu.Aku segera beranjak, tak memperdulikan Mas Andrian yang memanggilku. Aku yakin tak salah tafsir, wajahnya seketika terlihat cemas. Apalagi yang aku harapkan dari hubungan ini? Sepertinya sudah tak ada."Kamu baik-baik saja?" tanya Awan padaku."Bagaimana Hana bisa baik-baik saja? Ini sangat buruk." Aku menjawab tanpa melihatnya."Agenda sidang selanjutanya gugatan, kalau kamu merasa tak nyaman, biar aku yang mengurusnya."

  • OBAT TIDUR UNTUK ISTRIKU   Bab 45 Cinta Sejati?

    Area sekolahan masih cukup padat, bersamaan dengan orang tua siswa lainnya yang juga menjemput. Mas Bima memarkir sedikit jauh, kami turun dan berjalan kaki ke arah gerbang sekolah."Bunda," teriak El dari balik gerbang sekolah. Bibir mungil itu tersenyum lebar, terlihat manis sekali."Lah, Papanya disini nggak disebut," celetuk Mas Bima kemudian sambil menunjuk ke arah dirinya sendiri, bibirnya terlihat manyun. Aku hanya tersenyum melihat ekspresi Mas Bima."Udah jangan cemburu," ucapku masih dengan tersenyum geli."Enggalah, masak sama Bundanya sendiri cemburu," balas Mas Bima. Sebuah perkataan yang membuatku akhirnya menoleh padanya. Dan pria itu hanya menahan senyum dan menoleh ke arahku."Ya … kan, Bundanya. Salah?" tanya Mas Bima lagi dengan sepasang alis terangkat. "Maksudnya El kan panggil kamu Bunda." Mendapati pandanganku yang terus mengarah padanya pria itu terlihat salah tingkah."Bunda." El langsung menubrukku."Papa disini." Mas Bima menunjuk dadanya. "Terus kenapa?" t

  • OBAT TIDUR UNTUK ISTRIKU   Bab 46 Harus Mandiri

    Aku menuruti saran Awan untuk menyerahkan sepenuhnya masalah perceraian ini padanya. Mas Andrian awalnya bersikukuh tak ingin mengakhiri pernikahannya denganku. Tapi, dengan bukti yang sangat mendukung akhirnya Hakim mengabulkan gugatan yang aku ajukan. Proses lebih lama dari yang ditargetkan sebelumnya. Hal itu karena dari pihak Mas Andrian yang tak ingin bercerai dengan alasan anak-anak. Tak ada pembagian harta gono-gini, pihak Mas Andrian tak mempermasalahkan harta dan juga hak asuh anak. Aku sendiri tak akan menghalangi apabila Mas Andrian ingin menemui Al dan Luna.Aku tak menuntut nafkah untuk anak-anak, tapi, Mas Andrian sendiri yang menyanggupinya. Tak aku ragukan tanggung jawabnya pada anak-anak. Hanya saja, keberadaan Raya yang sampai sekarang terus membayangi Mas Andrian membuatku yakin akan keputusan yang sudah aku ambil.Ketukan palu dari Hakim mengakhiri semuanya. Yah … kami, aku dan Mas Andrian yang sekarang duduk bersisian dan berjarak di depan Majelis Hakim. Sebuah

  • OBAT TIDUR UNTUK ISTRIKU   Bab 47 Perasaan Awan

    "Kalian ngomongin apa?" tanyaku pada Yola, setelah memasukkan kembali ponsel kedalam tas."Nggak ada," jawab Yola dengan senyum aneh. Bikin penasaran aja."Masak nggak sadar sih, kalau Mas Bima itu punya perhatian lebih sama kamu?" Yola melanjutkan."Sadar nggak sadar," jawabku."Sadar nggak sadar gimana?" "Ya, walau kadang nggak nggeh maksudnya. Aku sadar kalau Mas Bima punya perhatian lebih. Tapi, aku sadar posisiku sepenuhnya. Aku tak mau berpikiran terlalu jauh, apalagi sesuatu hal yang belum pantas aku pikirkan." Aku memberi penjelasan pada Yola."Terus, perasaan kamu sama dia, Say?" "Masih terlalu dini memikirkan hal selain anak-anak. Biarlah mengalir begitu saja," jawabku lagi."Bang Awan juga? Aku tau loh.""Sama saja, Ibarat kata luka dalam hati ini masih basah. Ada juga semacam trauma, akan sebuah hubungan. Entahlah, aku belum memikirkan apapun." Kembali aku memberi penjelasan."Aku paham, sekarang memang bukan saatnya. Tapi, ingat … jangan berlarut lama-lama. Kamu berhak b

Latest chapter

  • OBAT TIDUR UNTUK ISTRIKU   Bab 70 Ending Bahagia Selamanya

    Pantai …Perjalan yang lumayan melelahkan terbayar dengan pemandangan pantai yang menakjubkan. Sebuah hotel yang langsung menghadap ke pantai Mas Bima pilihkan. Satu kamar deluxe dan satu vila sudah di pesan. Setelah menaruh barang bawaan semua langsung berlarian menuju ke pantai.Ini pengalaman baru untuk anak-anak pergi ke pantai. Dulu hanya mengisi liburan di dekat rumah saja. Tak ada cerita spesial di masa lalu tentang pantai. Sepertinya hari ini akan menjadi cerita spesial di waktu mendatang. Wajah-wajah ceria bersanding dengan birunya hamparan air laut. Kaki kecil mereka menapak tanpa alas di atas pasir. Ombak yang cukup tenang membuat anak-anak mulai berlarian menujunya tanpa rasa takut."Mama disini aja," ucap Mama memilih duduk di sebuah bangku yang menjadi bagian dari fasilitas hotel."Bima pesankan minum ya, Ma." Mas Bima yang masih berdiri di sampingku menawari mama minuman."Hana juga mau … es kelapa muda." Aku ikut menambahkan."Mama air dingin saja, jangan dingin-ding

  • OBAT TIDUR UNTUK ISTRIKU   Bab 69 Bahagia bersama

    "Tadi ketemu Raya di Swalayan depan, sepertinya dia bekerja disana," ceritaku pada Yola saat dia mengantar Kyla."Terus?""Ya … dia ketus gitu, masih bahas rumah. Terus nuduh aku sama Mas Bima selingkuh, sama bilang gara-gara aku sama Mas Bima Mas Andrian dipecat dari pekerjaannya.""Andrian dipecat?" tanya Yola."Kata Mas Bima enggak, cuma downgrade dan ditempatkan di Kalimantan," jelasku pada Yola."Kok Raya bilang dipecat?" tanya Yola bingung. Aku hanya mengangkat bahu kemudian menggeleng."Raya kerja di swalayan?" tanya Yola lagi."Iya." Aku mengangguk mengiyakan.Sesaat Yola terdiam seperti sedang memikirkan sesuatu. Bagaimana juga mereka adalah bagian dari masa laluku. Hal tentang mereka terkadang masih mengundang rasa ingin tahuku juga."Apa … itu hanya alasan Andrian aja, bilang dipecat, biar bisa jauh dari Raya. Kalau dah nggak ada kerjaan kan nggak ada duit, maleslah si Raya itu mungkin. Perkiraan aku aja sih," ucap Yola kemudian."Masak gitu? Tapi, bisa juga sih … entahlah.

  • OBAT TIDUR UNTUK ISTRIKU   Bab 68 Bertemu Raya

    Selesai sarapan aku mempersiapkan semua keperluan untuk anak-anak dan juga diriku serta Mas Bima. Meski hanya tiga hari, bawaan kami sudah seperti orang yang akan pindahan saja. Maklum kami memang membawa pasukan bocil. Bahkan mereka membawa serta juga sekontainer kecil mainan."Mas … Hana mau swalayan depan, ada yang perlu Hana beli." Aku menghampiri Mas Bima yang sedang memasukkan barang-barang ke dalam mobil."Mas antar," ucap Mas Bima kemudian."Enggak usah … kan deket.""Aku ada juga yang mau dibeli," balas Mas Bima kemudian. Entah alasan atau memang ada keperluan aku tak tau. Lagian bukan hal yang perlu dipikirkan. Apapun itu intinya Mas Bima ingin pergi bersamaku. Aku langsung masuk ke dalam mobil begitu juga Mas Bima. Sebuah swalayan yang ada di dekat jalan masuk perumahan menjadi tujuan kami.Toko swalayan ini memang tidak terlalu besar. Tapi, cukup lengkap dan juga tidak jauh dari rumah. Keadaan tidak terlalu ramai saat aku dan Mas Bima masuk. Seorang karyawan yang duduk di

  • OBAT TIDUR UNTUK ISTRIKU   Bab 67 Jejak Cinta

    "Sayang … bangun."Ciuman bertubi-tubi aku rasakan meski belum sepenuhnya sadar. Pelan aku paksakan untuk membuka mata yang serasa dilem ini. Tampak Mas Bima yang tepat berada di atas wajahku sedang tersenyum. Ketika kesadaran hampir hilang kembali karena kantuk yang teramat berat, sebuah tarikan menyasar ke hidungku."Sayang … bangun, sudah adzan subuh." Aku kembali memaksa untuk membuka mata. Perasaaan baru saja aku tertidur, tau-tau sudah pagi. Iyah benar saja, seingatku aku tidur hampir jam tiga pagi. Harusnya aku yang bangun duluan tapi, justru Mas Bima yang terlebih dulu bangun. Bahkan dia terlihat sudah segar dan aroma wangi sabun menguar dari tubuhnya.Meski mengantuk aku memaksakan diri untuk bangun. Mas Bima menarik tanganku, sesaat aku masih terduduk di atas ranjang. Melebarkan mataku dan menunggu kesadaranku penuh."Mau digendong pa sekalian dimandiin?" Mas Bima mengangkat alis dengan senyum lebar di bibirnya. Aku hanya nyengir dan bergerak turun dari ranjang kemudian be

  • OBAT TIDUR UNTUK ISTRIKU   Bab 66 Malam Panjang

    Baru saja dipikirkan sudah menjadi kenyataan, aku dan Mas Bima saling pandang dan kemudian sama-sama tertawa mendengar teriakan para bocil itu. Anak-anak benar-benar datang dan mengetuk pintu kamar."Dah … yuk, paling sudah ditungguin sama yang lain," ucapku kemudian."Iya." Mas Bima mengiyakan, tapi, dia malah memajukan kembali wajahnya dan menaut kembali bibirku."Mas, ada anak-anak." Aku mendorong tubuh Mas Bima pelan. "Iya," balas Mas Bima dengan tatapan sendu. Wajah Mas Bima mendekat, memangkas kembali jarak yang ada. Membungkam lembut saat aku hendak bicara. Aku kembali mendorong dada bidang pria yang tadi pagi sudah sah menjadi suamiku itu. Hanya saja sama sekali tak ada pergerakan. Diluar anak-anak masih terus gaduh memanggilku dan Mas Bima."I love you," ucap Mas Bima setelah melepaskan tautannya. Kening kami beradu, pelan Mas Bima menggesekkan hidung mancungnya di hidungku. Dadaku bergetar, wajahku menghangat, rasanya … entahlah susah untuk aku gambarkan. Sebuah kecupan

  • OBAT TIDUR UNTUK ISTRIKU   Bab 66 Bahagia Bersamamu

    Sungguh hari yang benar-benar melelahkan untuk jiwa dan raga. Aku dan Mas Bima yang mengurus segalanya. Keluarga Rima tinggal diluar kota, satu kota denganku dan Mas Bima. Dan ternyata mereka berdua tidak mengatakan kejadian ini pada keluarganya yang lain. Pantas saja mereka hanya berdua menunggui bayi itu.Suami Rima juga tidak terlihat sama sekali. Padahal memurut Ibu Rima dia sudah memberi tahu pada menantunya. Tapi, pria itu tidak menampakkan batang hidungnya. Berdasarkan keputusan keluarga. Bayi itu tidak dimakamkan disini, melainkan dibawa pulang ke kota Ibunya.Sekarang masih menunggu Ambulance yang tengah dipersiapkan oleh pihak rumah sakit untuk membawa pulang jenazah. Sedari tadi Mas Bima tak melepas genggamannya padaku. Aku tau itu hanya cara Mas Bima agar Rima tak mendekat padanya. Aku sampai mengabaikan keluarga di rumah. Padahal hari ini hari pernikahan kami, dan waktunya berkumpul dengan keluarga merayakan pernikahan ini. Baru menjelang magrib semuanya selesai. ••

  • OBAT TIDUR UNTUK ISTRIKU   Bab 65 Ujian Pertama

    "Ada Bu Rima datang." Bi Nur muncul di belakang anak-anak yang masih bergerombol."Bi, anak-anak bawa ke kamar atas saja," ucap Mas Bima. "Bim … " Ibu muncul dari belakang Bi Nur yang baru saja akan beranjak."Iya, Bu."Ibu sesaat terdiam sambil melihat anak-anak yang pergi bersama dengan Bi Nur. Setelah anak-anak menaiki tangga Ibu baru mendekat ke Mas Bima."Anak Rima harus operasi secepatnya, atau nyawanya tidak akan tertolong." Ibu bercerita dengan suara pelan. Mas Bima masih terdiam, tidak menjawab apapun."Mereka membutuhkan uang untuk operasi segera. Mereka berniat meminjam pada kita," cerita Ibu lagi.Aku hanya menyimak apa yang Ibu ceritakan, tentang kondisi Rima sekarang. Melihat Ibu yang masih begitu memikirkan Rima dan keluarganya, aku merasa hubungan keluarga ini bukan sekedar teman."Keluarga kita punya hutang budi pada keluarga mereka. Tapi, bukan hanya karena itu, Ibu kasihan melihat mereka. Kasihan pada bayi itu, ibu tidak tega." Kembali Ibu berbicara.Mas Bima melih

  • OBAT TIDUR UNTUK ISTRIKU   Bab 64 Hari Bahagia

    "Oh, mau sama Papa ya. Em … nanti kalau Papa Luna sudah nggak sibuk, pasti diajak jalan-jalan. Sekarang sama Papa Bima dulu ya?! Besok Papa Bima ajak semuanya ke pantai gimana?" Mas Bima merayu Luna yang masih manyun."Main pasir?" tanya Luna kemudian."Iyah … main pasir, Luna suka?" tanya Mas Bima kemudian."Suka …." Gadis kecilku itu tersenyum lebar, "Sama Abang Al, sama Abang El, sama Kak Kyla juga ya," ucapnya lagi."Boleh … papa Bima ajak semuanya. Tapi, Luna janji nggak boleh sedih-sedih. Harus senyum yang manis, mana papa Bima lihat senyumnya." Mendengar permintaan Mas Bima Luna tersenyum manis dan memeluk Papa Bimanya.Aku menggigit bibir melihat ketulusan dan kasih sayang yang Mas Bima berikan. "Cium dulu," ucap Mas Bima kemudian."Eh … keliru," Aku kaget saat sebuah kecupan mendarat di pipiku. Luna malah tertawa melihatnya."Hem … dasar modus, ntar dilihat yang lain," ucapku pelan. Untung semua terlihat sibuk sendiri-sendiri."Biarin … kan dah boleh. Ibadah …." Aku hanya nye

  • OBAT TIDUR UNTUK ISTRIKU   Bab 63 Lembaran Baru

    "Tanpa diminta pasti Hana lakukan." Aku menjawab pelan setelah mulai bisa mengatur hatiku."Mereka tanggung jawabku sekarang. Biarkan aku yang mengurus mereka." Mas Bima ikut menimpali."Aku percaya kamu bisa melakukannya. Tapi, hanya hal itu yang sekarang bisa aku lakukan. Biarkan aku melakukan tugas dan kewajibanku sebagai seorang ayah," pinta Mas Andrian kemudian."Tolong jaga mereka, bahagiakan mereka." Mas Andrian mengulurkan tangannya yang langsung disambut oleh Mas Bima. "Mereka akan bahagia bersamaku, tak perlu kwatir." Mas Bima kembali meyakinkan Mas Andrian."Mas selalu berdoa untukmu dan anak-anak," ucap Mas Andrian yang berjalan mendekat dan berdiri tepat di depanku."Jangan menangis, ini hari bahagiamu. Tak seharusnya aku datang, tapi, aku harus pergi sebentar lagi. Aku harus berpamitan pada kalian bukan." Mas Andrian memintaku tak menangis tapi, dia sendiri menangis. Begitu tak terduga segala hal yang menjadi takdir hidup setiap manusia. Sepasang anak manusia ini dulu

DMCA.com Protection Status