Home / Romansa / OBAT TIDUR UNTUK ISTRIKU / Bab 1 Menikahi Perempuan Simpanan

Share

OBAT TIDUR UNTUK ISTRIKU
OBAT TIDUR UNTUK ISTRIKU
Author: LinDaVin

Bab 1 Menikahi Perempuan Simpanan

Author: LinDaVin
last update Last Updated: 2024-10-29 19:42:56

"Mas, aku tak mau dipermainkan seperti ini, aku ingin segera dinikahi," rajuk Raya, setelah kami melepas hasrat di kamar kostnya.

Entah untuk keberapa kalinya, saking seringnya aku sampai tak ingat. Kami biasa melakukannya walau belum ada ikatan perkawinan diantara kami.

Raya, seorang janda muda yang bekerja di sebuah toko handphone. Aku mengenalnya beberapa bulan yang lalu, bukan tidak sengaja. Aku sedang mencari beberapa handphone sebagai hadiah untuk para pelanggan dealer di mana aku bekerja.

Saat itu, Raya yang kebetulan melayaniku. Kami bertukar nomor W*, dan akhirnya berhubungan sampai sekarang. Dulu dia tinggal di kost biasa, sekarang aku memberinya sejumlah uang untuk mendapatkan kost bebas dengan fasilitas yang lebih bagus.

Penampakannya tidak terlalu tinggi, tapi, dia memiliki bentuk tubuh yang seksi dengan rambut panjang sepinggang yang diwarnai coklat dan bagian tubuh lainnya, yang membuat pria mana saja pasti tergoda.

Begitu juga denganku, aku sebenarnya bukanlah petualang, hanya saja sejak pertama melihatnya, ada getaran yang berbeda. Aku jatuh cinta padanya. Dengan posisiku sebagai seorang kepala toko sebuah dealer dan wajah tampan yang aku miliki, sangat mudah sekali bagiku mendapatkan perhatian bahkan menidurinya.

Apakah aku single? Tidak aku seorang pria beristri dengan seorang anak laki-laki yang tampan sepertiku, dan seorang gadis kecil yang cantik seperti Hana. Yah, nama istriku Hana, perempuan cantik dengan hidung mancung dan kulit putih. Tidak ada yang kurang dari sosoknya, hanya saja istriku terlalu kaku, dan tak bisa memanjakanku.

Dia terlalu sibuk dengan anak-anak dan pekerjaannya. Pelayanannya juga tak seperti dulu awal kami menikah, tak ada gregetnya. Sangat berbeda dengan pelayanan yang Raya berikan.

"Mas … kok malah ngalamun sih?"

"Oh, nggak kok." Lamunanku buyar seketika, saat tangan nakal itu bermain di dada bidangku.

"Terus, gimana. Mas udah janji dari berapa bulan yang lalu, cuma janji aja." Wanitaku itu merajuk, bibir sensualnya terlihat manyun membuatku gemas. Aku angkat wajah itu dan membekap bibirnya dengan cepat.

"Iya, secepatnya mas akan nikahi kamu, kamu sayang kan sama mas?" Rayuku setelah melepas tautanku.

"Percaya, tapi janji dulu," ucapnya sambil memberikan jari kelingkingnya. Aku menurut saja menaut jari itu dengan kelingking kananku, asal dia senang sajalah.

"Mas, anakku belum bayar spp, aku belum gajian. Uang yang mas kasih juga udah habis," cerita Raya, kami masih berpelukan dibawah selimut yang sama.

"Iya, nanti mas transfer lagi," jawabku sambil memejamkan mata. Rasa kantuk dan lelah mulai mendera setelah melepas dahaga lebih dari sekali tadi dengannya.

Raya cerita memiliki anak berusia tujuh tahun, ikut neneknya di kampung. Dia menikah karena hamil lebih dulu di usia lima belas tahun. Suaminya pergi tak tau kemana, jadilah dia tulang punggung di keluarganya.

Raya bukan pelac***, dia tak menjajakan dirinya, itu pengakuannya. Setelah bersamaku aku juga tak pernah melihatnya dengan orang lain. Walau aku tau banyak pria yang menginginkannya.

•••

"Mas, tumben pulang cepet," sambut Hana, sambil mengambil tas kerja dari tanganku. "Mas sakit?"

Wanitaku itu memegang keningku, setelah meletakkan tas kerjaku di meja.

"Memang harus sakit dulu, baru boleh pulang cepat?" tanyaku balik.

"Ga gitu, em … Hana siapin teh hangat dulu," ucapnya kemudian. Segera dia beranjak ke dapur tanpa berkata apa-apa lagi.

Selepas dari Raya tadi, aku memang malas kembali ke kantor, Raya masuk sore ke malam, jadilah aku memilih pulang ke rumah. Aku segera masuk ke kamar, dan ke kamar mandi, penat sekali rasanya.

Selepas mandi, aku mencari handuk yang biasa Hanan sediakan di gantungan. Dan sekarang tak kenapa dia lupa menyiapkannya.

"Hana …." Panggilku, berulang kali memanggil baru dia terdengar mengetuk pintu kamar mandi.

"Iya mas," jawabnya dari luar.

"Mana handuk?!" Suara sengaja aku kencangkan.

"Sebentar mas, aku ambil dulu." Balasnya dari luar. Sesaat tak ada suara lagi, sampai dia mengetuk kembali.

Aku membuka pintu, membiarkan tubuh polosku di lihatnya, tak ada ekspresi apapun yang tergambar di wajah itu. Dia menyerahkankan dengan wajah biasa. Sangat berbeda sekali dengan Raya yang pasti langsung … Ah. Sepertinya Hana sudah tak berhasrat lagi padaku, bukan salahku juga mencari pelampiasan yang lain.

¤▪¤

"Mas … Mas kan udah janji, aku nggak mau tau. Bagaimanapun caranya aku mau serumah sama, Mas. Aku juga istrimu, Mas."

Rajukan Raya membuat kepalaku berdenyut, selama ini aku sudah memfasilitasi istri simpananku itu dengan tempat tinggal yang nyaman. Sebuah kost dengan fasilitas lengkap, dan mewah. Aku juga memberinya sebuah mobil, meski bukan mobil baru.

Semua kebutuhan Raya sudah aku penuhi, uang untuk perawatan ke salon, uang belanja, sekolah dan makan anaknya di kampung dan kebutuhan lainnya. Begitu juga saat dia menuntut aku untuk menikahinya, aku juga penuhi. Kami sudah menikah meski secara siri. Sekarang tuntutannya bertambah, ingin tinggal serumah denganku.

"Iya, Sayang."Nanti kita akan cari cara, supaya Hana tidak curiga," jawabku.

Aku sedang ada meeting diluar kota, dan sengaja mengajak Raya. Kebetulan dia sedang libur juga. Dengan begini aku bisa menghabiskan dua malamku sepuasnya.

Raya, selalu bisa memberikan pelayanan terhebatnya. Imajinasiku tentang se* juga bisa aku wujudkan bersamanya. Boleh dibilang, ini hanya urusan pelampiasan saja. Sebelumnya aku juga pernah selingkuh dengan beberapa wanita. Tak sampai jauh, baru dengan Raya - lah aku memiliki hubungan sejauh ini.

•▪•

"Papa …."

Luna gadis kecilku, berlari menyambut kedatanganku. Aku berlutut menyambut tubuh mungil itu. Merengkuhnya dalam pelukanku dan menggendongnya. Aroma wangi shampo bayi menguar dari rambut kriwilnya.

"Abang Al, mana?" tanyaku pada gadis kecilku yang kini berumur hampir tiga tahun itu.

"Abang, mandi sama Bunda." Luna menjawab sambil menunjuk ke arah kamar Abangnya.

"Papa, pulang ya, Sayang." Suara Hana terdengar dari arah kamar Al, anak sulungku yang kini berusia hampir lima tahun.

"Iya …." Luna menjawab dengan berteriak.

"Mas …." Hana keluar dari kamar Al, anakku. Dia berjalan ke arahku, lalu mencium punggung tangan yang aku ulurkan.

"Luna, Papa capek, baru datang," ucap Hana lalu merentangkan tangannya, mengambil Luna dariku."Main sama, Abang di kamar sana." Hana meminta Luna untuk bermain dengan Abangnya.

"Mas, sudah makan?" tanya Hana padaku. Aku hanya mengangguk.

"Baju kotorku, ambil di bagasi mobil," perintahku padanya.

Tanpa menunggu lama, Hana bergegas melangkah pergi ke garasi. Aku langsung masuk ke dalam kamar, menghempas tubuh lelahku di atas ranjang.

▪•▪

"Mas, bangun. Sholat maghrib." Setengah sadar, aku mendengar suara Hana. Lenganku juga terasa di goyangnya. Sesaat kemudian aku membuka mata, mendapati Hana di samping ranjang.

"Maghrib," ucapnya singkat, lalu beranjak. Sekilas aku menangkap mata sembab Hana. Atau aku yang salah lihat.

Malas aku bangun dan kemudian turun dari ranjang. Semenajak mengenal Raya, aku sholat hanya di rumah saja. Itu juga agar Hana tak menaruh curiga padaku.

Tak seperti biasanya, Hana tak mengajakku sholat berjamaah. Dia memilih pergi ke kamar anak - anak. Ya sudah, aku hanya duduk dikamar sambil memeriksa pesan di ponselku.

Sebuah pesan dari Raya, dia ingin bicara hal penting. Entah hal penting apa lagi. Dua hari ini kami sudah puas bersama. Karena aku merasa lelah, aku hanya meneleponnya.

Raya menyusun rencana agar bisa tinggal bersamaku. Ini sangat berisiko, tapi karakter Raya yang nekat membuatku tak bisa membantahnya. Dan lagi, aku juga membutuhkannya. Tinggal membicarakan dengan Hana saja, dan aku yakin Hana tak akan berani membantahku.

▪•▪

"Hana, mas mau bicara," ucapku padanya. Hana yang sudah merebahkan tubuhnya bangun dari tidurnya.

"Tentang apa?" tanyanya kemudian. Dia tak menatapku seperti biasanya, nada suara juga tak seperti biasanya. Dan, benar mata Hana sembab.

"Adik perempuan sahabatku, sedang mencari kerja. Dia menitipkan sementara padaku. Aku tak bisa menolaknya." Aku memulai rencanaku.

"Perempuan?" Hana melirikku.

"I … iya, ada masalah?" tanyaku.

"Kalau, Hana menolak?" Hana menatapku tajam.

"Ayolah, Mas hanya ingin membalas budi padanya. Mas berhutang jasa padanya."

"Tak, harus tinggal dirumah kita kan? Bisa Mas carikan tempat kost, atau hotel kalau perlu," jawab Hana. Aku tak mengira dia akan menjawab dengan kalimat ini. Biasanya dia mengiyakan semua kata - kataku.

"Mas, nggak enak. Dikiranya nggak mau bantu. Hanya sebentar, mengertilah." Aku sudah mulai memaksakan kemauanku.

"Sudahlah, Mas hanya balas budi. Jadi, tak perlu persetujuan jugakan? Mas kepala keluarga disini."

"Lalu, untuk apa membicarakan hal ini, denganku?" Hana menatapku nanar. Segera dia mengalihkan pandangan dariku, membalikkan badan dan mulai merebahkan kembali tubuhnya.

Bersambung.​

Comments (1)
goodnovel comment avatar
Adim Suherman
keren mantap maknyos joooosss
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

  • OBAT TIDUR UNTUK ISTRIKU   Bab 2 Rencana Busuk Raya

    Aku menghela napas, tak biasanya Hana bersikap seperti ini. Perempuan memang sulit dimengerti, tak terkecuali dengan Hana. Tak mau pusing aku dibuatnya, lebih baik tidur. Dua malam berturut - turut bertempur dengan Raya, cukup lelah juga. Kurang tidur, kurang istirahat. Aku merebahkan tubuh lelahku. Rasa kantuk sudah mendera, dalam sekejap jiwa ini terdekap lelap • Membuka sedikit kelopak mata, cahaya cukup terang menerobos lewat jendela. Tidak aku dapati Hana, saat aku bangun. Tidak seperti biasanya juga dia membangunkan aku sholat subuh. Ada apa dengan Hana, aneh sekali. Aku beringsut turun dari ranjang. Berjalan ke kamar mandi untuk mencuci muka. Setelahnya aku keluar kamar, menuju dapur untuk mengambil kopiku. Sesampainya di dapur nampak Hana yang sedang menghadap ke arah kompor, membelakangiku. Kopi tersedia seperti biasa, Hana sudah membuatnya. Mendengar aku datang, Hana menoleh. Ibu dari anak - anakku itu membalikkan badannya. "Hana sudah buatkan

  • OBAT TIDUR UNTUK ISTRIKU   Bab 3 Malam Pertama Raya

    Aku mendorong pintu kamar tamu, hingga terbuka lebar. Hana benar - benar sudah mempersiapkan kamarnya, seperti permintaanku. "Ini kamarmu sekarang," ucapku. Raya masih berdiri di ambang pintu. "Kalau kamar, Mas?" tanyanya kemudian. Aku meletakkan koper Raya di samping ranjang, dan berjalan mendekatinya. "Itu," tunjukku pada kamar yang aku tempati dengan Hana. Raya mengangguk. "Pasti lebih besar. Nggak papa, nasib jadi yang kedua." Raya menghela napas, lalu beranjak masuk ke kamar barunya. Mata Raya mengedar, langkah kaki membawanya ke arah jendela. Raya membuka jendela yang menghadap langsung ke taman kecil, yang berisi koleksi bunga milik Hana. "Suka berkebun juga istri Mas?" Raya mengamati bunga - bunga luar kamarnya. "Hana suka dengan bunga, suka memasak juga, masakannya enak." Raya langsung mendelik melihatku, apa ada yang salah? "Puji aja terus …. " Bibir sensual istri keduaku itu manyun, terlihat begitu seksi. Aku mendorong pintu dengan

  • OBAT TIDUR UNTUK ISTRIKU   Bab 4 Ada Apa dengan Raya

    Bahkan, aku lihat Hana makan, makanan yang sama persis dengan Raya. Dan, Hana terlihat baik - baik saja. Tuduhan Raya tak memiliki dasar. Bisa saja dia salah makan tadi siang sebelum berangkat kesini. "Gimana?" tanya Hana yang baru datang dengan segelas air putih dan sebuah bungkusan kecil "Masih di kamar mandi." Aku menjawab. "Ini obatnya?" tanyaku pada Hana sambil menunjuk bungkusan di tangannya. "Iya, tapi …." Hana tak meneruskan kalimatnya. "Tapi, kenapa?" Aku mengernyitkan dahi. "Ada efek sampingnya. Untuk sebagian orang bisa bikin gatel - gatel. Bentol seluruh badan. Tapi, nggak semua orang." Hana menjelaskan. Hana baru selesai menjelaskan, ketika Raya keluar. Wajahnya terlihat pucat. "Ini obatnya?" Raya langsung mengambil gelas dan bungkusan kecil ditangan Hana. "Tapi, Mbak itu ada efek sampi …." Hana belum selesai bicara Raya sudah menegaknya. Hana hanya terdiam melihat Raya, bahunya sedikit terangkat. Dia kemudian mengambil kemba

  • OBAT TIDUR UNTUK ISTRIKU   Bab 5 Sikap Aneh Raya

    "Hana mau siapin, Abang Al dulu," ucap Hana kemudian. Aku hanya mengangguk dan membiarkannya berlalu. Anakku yang paling besar sudah TK kecil dan Luna juga sudah ikut Play Group. Aku bergegas ke kamar Raya, dia pasti marah padaku, karena aku membela Hana barusan. Tapi, tidak mungkin juga aku bisa membela Raya di depan Hana. Yang ada hanya akan menambah masalah saja."Raya," panggilku sesampainya kembali di kamar istri keduaku itu. "Mas jahat," tangisnya di sela tangannya yang terus menggaruk tubuhnya. "Sayang, jangan membuat Hana curiga." Alasanku. "Kita ke dokter," ucapku kemudian. "Nggak mau." Raya bersikukuh menolak. "Lihat dirimu, itu terlihat parah." Bekas garukannya semakin memerah, bahkan karena terlalu kencangnya dia menggaruk terlihat lecet. "Mas belikan saja, obat alergi di apotik," pinta Raya, lalu menyebutkan sebuah merk obat. Raya mengaku alergi dingin, badannya akan bentol - bentol kalau udara dingin. Karena itu mungkin reaksi obat sa

  • OBAT TIDUR UNTUK ISTRIKU   Bab 6 Kok ....

    Makanan sebanyak ini bagaimana Raya tak bisa melihatnya. Dan, aku cukup mengenal Hana. Semarah apapun dia, Hana tak akan tega membuat tamunya kelaparan."Mas, perutku sakit lagi. Tapi hanya mulas, sakit sekali." Raya muncul di belakangku. Aku menoleh ke arahnya, bibirnya nya masih bengkak, juga wajahnya. Kulit mulusnya terlihat lecet, sangat memprihatinkan. "Mungkin karena belum makan." Aku menjawab keluhannya."Istri Mas itu, yang mau bunuh aku pelan - pelan. Nggak kasih aku makan, ditinggal pergi gitu aja." Raya terlihat masih emosi, padahal tampak lemas sekali."Kamu nggak salah lihat? Hana sudah menyiapkan banyak makanan." Aku menunjuk meja makan, Raya berjalan mendekat dan dia menggeleng."Kok, bisa. Beneran Mas, tadi nggak ada apa - apa, sampai - sampai aku hanya minum air. Kulkas juga kosong nggak ada makanan." Raya bertahan dengan perkataannya.Oke, aku mencoba percaya, lalu berjalan ke kulkas. Aku buka lebar - lebar, ada buah, susu, bahkan ada puding

  • OBAT TIDUR UNTUK ISTRIKU   Bab 7 Raya yang Menggoda

    Kejadian semalam masih saja mengganggu pikiranku sampai sekarang, selain malu ada rasa bingung. Tak pernah aku mengalami seperti kejadian tadi malam sebelumnya. Dan itu rasanya sakit di kepala atas bawah. Kepalaku berdenyut nyeri, di tambah kemarahan Raya yang semalam aku abaikan. Kepalaku rasanya semakin sakit sekali. Belum lagi laporan yang silih berganti diminta oleh manajer area yang baru. Kenapa semua harus barengan seperti ini.Sebuah ketukan pintu membuyarkan lamunanku. Arga, kepala bagian personalia muncul dari balik pintu."Siang, Pak." Arga mengucapkan salam."Siang, ada apa?" tanyaku sambil memijat kedua pelipis."Yang acara besok, berapa orang anggota keluarga Bapak, yang akan ikut?" tanya Arya, aku menyipitkan mata. Aku sampai lupa, besok ada acara family gathering yang akan diadakan di Pesona Resorts.Aku terdiam, semua mengajak anggota keluarganya. Karena memang acara ini dikhususkan untuk karyawan dan keluarganya. Tak mungkin aku mengajak Raya,

  • OBAT TIDUR UNTUK ISTRIKU   Bab 8 Cemburu

    Aku tak ingin lebih lama melihat Hana bersama pria yang akhir - akhir ini membuatku repot dengan meminta banyak laporan itu. Segera aku berdiri dan menghampiri keduanya."Sayang," panggilku pada Hana. Tak perduli dia sedang bicara dengan siapa"Hai, Mas." Hana menoleh ke arahku dengan senyum terkembang."Oh, jadi Andrian suami kamu." Pria itu menyebut namaku."Pagi, Pak Bima. Maaf Arga tidak memberitahu kalau ada manajer area yang akan datang." Aku mengulurkan tangan, harus tetap bersikap manis meski aku tak suka."Memang nggak direncanakan, kebetulan pas aku ada acara di sini saja." Pria itu menyambut uluran tanganku."Saling kenal?" tanyaku kemudian."Hana adik kelas waktu SMA." Pria itu langsung menyahut."Mas tahu? Mas Bima Ini idolanya anak cewek pas SMA, kapten basket." Hana menepuk lengan pria itu, lantas keduanya tertawa bersama. Apanya yang lucu?"Nggak semua …." Bima menimpali ucapan Hana, pria itu melirik Hana. Aku tidak suka caranya menatap

  • OBAT TIDUR UNTUK ISTRIKU   Bab 9 Malam Untuk Raya

    "Hai, ini jagoan sama princess-nya? Siapa namanya?" Bima tersenyum menyapa kedua anakku, yang menyambut senyumnya."Iya, ini Abang Al, ini namanya dedek Luna." Hana memperkenalkan dua anak kami. "Salim dulu, sama Om Bima!"Al dan Luna turun dari kursi dan mendekat, kemudian salim pada Bima. Tampak bergantian Bima mengusap kepala kedua anakku. Fokusku pindah pada Hana yang sedari tadi mengulas senyumnya. "Abang mau makan apa? Luna juga apa? Bunda ambilkan." Tanpa sadar sambutan di depan telah selesai. Semua telah dipersilahkan mengambil makanan yang telah disediakan pihak resorts."Terserah Bunda," ucap Al."Sama." Luna ikut menimpali. "Tunggu di sini ya?!" Hana beranjak dari tempat duduknya. Dia tak bicara padaku sama sekali.Bima melihat ke arah Raya. Raya juga melihat ke arah pria itu, Raya menyungging senyumnya. Tangannya terulur, mau apa dia."Saya Raya." Raya memperkenalkan dirinya. "Oh, Bima." Bima menjawab sambil menerima uluran tangan Raya.

Latest chapter

  • OBAT TIDUR UNTUK ISTRIKU   Bab 70 Ending Bahagia Selamanya

    Pantai …Perjalan yang lumayan melelahkan terbayar dengan pemandangan pantai yang menakjubkan. Sebuah hotel yang langsung menghadap ke pantai Mas Bima pilihkan. Satu kamar deluxe dan satu vila sudah di pesan. Setelah menaruh barang bawaan semua langsung berlarian menuju ke pantai.Ini pengalaman baru untuk anak-anak pergi ke pantai. Dulu hanya mengisi liburan di dekat rumah saja. Tak ada cerita spesial di masa lalu tentang pantai. Sepertinya hari ini akan menjadi cerita spesial di waktu mendatang. Wajah-wajah ceria bersanding dengan birunya hamparan air laut. Kaki kecil mereka menapak tanpa alas di atas pasir. Ombak yang cukup tenang membuat anak-anak mulai berlarian menujunya tanpa rasa takut."Mama disini aja," ucap Mama memilih duduk di sebuah bangku yang menjadi bagian dari fasilitas hotel."Bima pesankan minum ya, Ma." Mas Bima yang masih berdiri di sampingku menawari mama minuman."Hana juga mau … es kelapa muda." Aku ikut menambahkan."Mama air dingin saja, jangan dingin-ding

  • OBAT TIDUR UNTUK ISTRIKU   Bab 69 Bahagia bersama

    "Tadi ketemu Raya di Swalayan depan, sepertinya dia bekerja disana," ceritaku pada Yola saat dia mengantar Kyla."Terus?""Ya … dia ketus gitu, masih bahas rumah. Terus nuduh aku sama Mas Bima selingkuh, sama bilang gara-gara aku sama Mas Bima Mas Andrian dipecat dari pekerjaannya.""Andrian dipecat?" tanya Yola."Kata Mas Bima enggak, cuma downgrade dan ditempatkan di Kalimantan," jelasku pada Yola."Kok Raya bilang dipecat?" tanya Yola bingung. Aku hanya mengangkat bahu kemudian menggeleng."Raya kerja di swalayan?" tanya Yola lagi."Iya." Aku mengangguk mengiyakan.Sesaat Yola terdiam seperti sedang memikirkan sesuatu. Bagaimana juga mereka adalah bagian dari masa laluku. Hal tentang mereka terkadang masih mengundang rasa ingin tahuku juga."Apa … itu hanya alasan Andrian aja, bilang dipecat, biar bisa jauh dari Raya. Kalau dah nggak ada kerjaan kan nggak ada duit, maleslah si Raya itu mungkin. Perkiraan aku aja sih," ucap Yola kemudian."Masak gitu? Tapi, bisa juga sih … entahlah.

  • OBAT TIDUR UNTUK ISTRIKU   Bab 68 Bertemu Raya

    Selesai sarapan aku mempersiapkan semua keperluan untuk anak-anak dan juga diriku serta Mas Bima. Meski hanya tiga hari, bawaan kami sudah seperti orang yang akan pindahan saja. Maklum kami memang membawa pasukan bocil. Bahkan mereka membawa serta juga sekontainer kecil mainan."Mas … Hana mau swalayan depan, ada yang perlu Hana beli." Aku menghampiri Mas Bima yang sedang memasukkan barang-barang ke dalam mobil."Mas antar," ucap Mas Bima kemudian."Enggak usah … kan deket.""Aku ada juga yang mau dibeli," balas Mas Bima kemudian. Entah alasan atau memang ada keperluan aku tak tau. Lagian bukan hal yang perlu dipikirkan. Apapun itu intinya Mas Bima ingin pergi bersamaku. Aku langsung masuk ke dalam mobil begitu juga Mas Bima. Sebuah swalayan yang ada di dekat jalan masuk perumahan menjadi tujuan kami.Toko swalayan ini memang tidak terlalu besar. Tapi, cukup lengkap dan juga tidak jauh dari rumah. Keadaan tidak terlalu ramai saat aku dan Mas Bima masuk. Seorang karyawan yang duduk di

  • OBAT TIDUR UNTUK ISTRIKU   Bab 67 Jejak Cinta

    "Sayang … bangun."Ciuman bertubi-tubi aku rasakan meski belum sepenuhnya sadar. Pelan aku paksakan untuk membuka mata yang serasa dilem ini. Tampak Mas Bima yang tepat berada di atas wajahku sedang tersenyum. Ketika kesadaran hampir hilang kembali karena kantuk yang teramat berat, sebuah tarikan menyasar ke hidungku."Sayang … bangun, sudah adzan subuh." Aku kembali memaksa untuk membuka mata. Perasaaan baru saja aku tertidur, tau-tau sudah pagi. Iyah benar saja, seingatku aku tidur hampir jam tiga pagi. Harusnya aku yang bangun duluan tapi, justru Mas Bima yang terlebih dulu bangun. Bahkan dia terlihat sudah segar dan aroma wangi sabun menguar dari tubuhnya.Meski mengantuk aku memaksakan diri untuk bangun. Mas Bima menarik tanganku, sesaat aku masih terduduk di atas ranjang. Melebarkan mataku dan menunggu kesadaranku penuh."Mau digendong pa sekalian dimandiin?" Mas Bima mengangkat alis dengan senyum lebar di bibirnya. Aku hanya nyengir dan bergerak turun dari ranjang kemudian be

  • OBAT TIDUR UNTUK ISTRIKU   Bab 66 Malam Panjang

    Baru saja dipikirkan sudah menjadi kenyataan, aku dan Mas Bima saling pandang dan kemudian sama-sama tertawa mendengar teriakan para bocil itu. Anak-anak benar-benar datang dan mengetuk pintu kamar."Dah … yuk, paling sudah ditungguin sama yang lain," ucapku kemudian."Iya." Mas Bima mengiyakan, tapi, dia malah memajukan kembali wajahnya dan menaut kembali bibirku."Mas, ada anak-anak." Aku mendorong tubuh Mas Bima pelan. "Iya," balas Mas Bima dengan tatapan sendu. Wajah Mas Bima mendekat, memangkas kembali jarak yang ada. Membungkam lembut saat aku hendak bicara. Aku kembali mendorong dada bidang pria yang tadi pagi sudah sah menjadi suamiku itu. Hanya saja sama sekali tak ada pergerakan. Diluar anak-anak masih terus gaduh memanggilku dan Mas Bima."I love you," ucap Mas Bima setelah melepaskan tautannya. Kening kami beradu, pelan Mas Bima menggesekkan hidung mancungnya di hidungku. Dadaku bergetar, wajahku menghangat, rasanya … entahlah susah untuk aku gambarkan. Sebuah kecupan

  • OBAT TIDUR UNTUK ISTRIKU   Bab 66 Bahagia Bersamamu

    Sungguh hari yang benar-benar melelahkan untuk jiwa dan raga. Aku dan Mas Bima yang mengurus segalanya. Keluarga Rima tinggal diluar kota, satu kota denganku dan Mas Bima. Dan ternyata mereka berdua tidak mengatakan kejadian ini pada keluarganya yang lain. Pantas saja mereka hanya berdua menunggui bayi itu.Suami Rima juga tidak terlihat sama sekali. Padahal memurut Ibu Rima dia sudah memberi tahu pada menantunya. Tapi, pria itu tidak menampakkan batang hidungnya. Berdasarkan keputusan keluarga. Bayi itu tidak dimakamkan disini, melainkan dibawa pulang ke kota Ibunya.Sekarang masih menunggu Ambulance yang tengah dipersiapkan oleh pihak rumah sakit untuk membawa pulang jenazah. Sedari tadi Mas Bima tak melepas genggamannya padaku. Aku tau itu hanya cara Mas Bima agar Rima tak mendekat padanya. Aku sampai mengabaikan keluarga di rumah. Padahal hari ini hari pernikahan kami, dan waktunya berkumpul dengan keluarga merayakan pernikahan ini. Baru menjelang magrib semuanya selesai. ••

  • OBAT TIDUR UNTUK ISTRIKU   Bab 65 Ujian Pertama

    "Ada Bu Rima datang." Bi Nur muncul di belakang anak-anak yang masih bergerombol."Bi, anak-anak bawa ke kamar atas saja," ucap Mas Bima. "Bim … " Ibu muncul dari belakang Bi Nur yang baru saja akan beranjak."Iya, Bu."Ibu sesaat terdiam sambil melihat anak-anak yang pergi bersama dengan Bi Nur. Setelah anak-anak menaiki tangga Ibu baru mendekat ke Mas Bima."Anak Rima harus operasi secepatnya, atau nyawanya tidak akan tertolong." Ibu bercerita dengan suara pelan. Mas Bima masih terdiam, tidak menjawab apapun."Mereka membutuhkan uang untuk operasi segera. Mereka berniat meminjam pada kita," cerita Ibu lagi.Aku hanya menyimak apa yang Ibu ceritakan, tentang kondisi Rima sekarang. Melihat Ibu yang masih begitu memikirkan Rima dan keluarganya, aku merasa hubungan keluarga ini bukan sekedar teman."Keluarga kita punya hutang budi pada keluarga mereka. Tapi, bukan hanya karena itu, Ibu kasihan melihat mereka. Kasihan pada bayi itu, ibu tidak tega." Kembali Ibu berbicara.Mas Bima melih

  • OBAT TIDUR UNTUK ISTRIKU   Bab 64 Hari Bahagia

    "Oh, mau sama Papa ya. Em … nanti kalau Papa Luna sudah nggak sibuk, pasti diajak jalan-jalan. Sekarang sama Papa Bima dulu ya?! Besok Papa Bima ajak semuanya ke pantai gimana?" Mas Bima merayu Luna yang masih manyun."Main pasir?" tanya Luna kemudian."Iyah … main pasir, Luna suka?" tanya Mas Bima kemudian."Suka …." Gadis kecilku itu tersenyum lebar, "Sama Abang Al, sama Abang El, sama Kak Kyla juga ya," ucapnya lagi."Boleh … papa Bima ajak semuanya. Tapi, Luna janji nggak boleh sedih-sedih. Harus senyum yang manis, mana papa Bima lihat senyumnya." Mendengar permintaan Mas Bima Luna tersenyum manis dan memeluk Papa Bimanya.Aku menggigit bibir melihat ketulusan dan kasih sayang yang Mas Bima berikan. "Cium dulu," ucap Mas Bima kemudian."Eh … keliru," Aku kaget saat sebuah kecupan mendarat di pipiku. Luna malah tertawa melihatnya."Hem … dasar modus, ntar dilihat yang lain," ucapku pelan. Untung semua terlihat sibuk sendiri-sendiri."Biarin … kan dah boleh. Ibadah …." Aku hanya nye

  • OBAT TIDUR UNTUK ISTRIKU   Bab 63 Lembaran Baru

    "Tanpa diminta pasti Hana lakukan." Aku menjawab pelan setelah mulai bisa mengatur hatiku."Mereka tanggung jawabku sekarang. Biarkan aku yang mengurus mereka." Mas Bima ikut menimpali."Aku percaya kamu bisa melakukannya. Tapi, hanya hal itu yang sekarang bisa aku lakukan. Biarkan aku melakukan tugas dan kewajibanku sebagai seorang ayah," pinta Mas Andrian kemudian."Tolong jaga mereka, bahagiakan mereka." Mas Andrian mengulurkan tangannya yang langsung disambut oleh Mas Bima. "Mereka akan bahagia bersamaku, tak perlu kwatir." Mas Bima kembali meyakinkan Mas Andrian."Mas selalu berdoa untukmu dan anak-anak," ucap Mas Andrian yang berjalan mendekat dan berdiri tepat di depanku."Jangan menangis, ini hari bahagiamu. Tak seharusnya aku datang, tapi, aku harus pergi sebentar lagi. Aku harus berpamitan pada kalian bukan." Mas Andrian memintaku tak menangis tapi, dia sendiri menangis. Begitu tak terduga segala hal yang menjadi takdir hidup setiap manusia. Sepasang anak manusia ini dulu

DMCA.com Protection Status