Share

Bab 6 Kok ....

Author: LinDaVin
last update Last Updated: 2024-10-29 19:42:56

Makanan sebanyak ini bagaimana Raya tak bisa melihatnya. Dan, aku cukup mengenal Hana. Semarah apapun dia, Hana tak akan tega membuat tamunya kelaparan.

"Mas, perutku sakit lagi. Tapi hanya mulas, sakit sekali." Raya muncul di belakangku. Aku menoleh ke arahnya, bibirnya nya masih bengkak, juga wajahnya. Kulit mulusnya terlihat lecet, sangat memprihatinkan.

"Mungkin karena belum makan." Aku menjawab keluhannya.

"Istri Mas itu, yang mau bunuh aku pelan - pelan. Nggak kasih aku makan, ditinggal pergi gitu aja." Raya terlihat masih emosi, padahal tampak lemas sekali.

"Kamu nggak salah lihat? Hana sudah menyiapkan banyak makanan." Aku menunjuk meja makan, Raya berjalan mendekat dan dia menggeleng.

"Kok, bisa. Beneran Mas, tadi nggak ada apa - apa, sampai - sampai aku hanya minum air. Kulkas juga kosong nggak ada makanan." Raya bertahan dengan perkataannya.

Oke, aku mencoba percaya, lalu berjalan ke kulkas. Aku buka lebar - lebar, ada buah, susu, bahkan ada puding juga.

"Ini apa?" tunjukku ke Raya. Raya menggeleng tak percaya.

"Mas, pasti ada yang nggak beres. Pasti istri Mas sengaja ngerjain aku," ucap Raya sambil menggaruk tangannya kemudian perutnya.

"Ngerjain gimana?" Aku tak mengerti maksud Raya.

"Ya, sengaja. Mau jebak aku." Raya bersikeras, merasa Hana telah menjebaknya. Sedangkan aku tau sendiri, Hana tak tau apa - apa. Bagaimana dia bisa ngerjain Raya. Sedangkan Hana tak tau hubunganku dengan Raya.

"Sudahlah, ga usah mikir aneh - aneh. Makanlah!" Aku menunjuk makanan di meja pada Raya.

"Nggak mau." Raya menggelengkan kepalanya.

"Kenapa lagi?"

"Pasti sudah dikasih sesuatu. Mas, kita makan di luar ya?!"

"Raya, lihat kondisimu. Kamu nggak malu keluar dalam kondisi seperti ini?" tanyaku heran.

"Mas malu?"

"Raya, bukan begitu. Aku hanya …."

"Assalamualaikum."

Aku belum selesai dengan kalimatku, saat terdengar salam dari Luna dan Al. Aku beranjak kedepan, agar mereka tak curiga.

"Papa …." Seperti biasa Luna yang akan langsung berlari ke arahku.

"Pa, Abang tadi menang game, dapat hadiah mobil - mobilan." Al, anak sulungku menyusul sang adik, memperlihatkan mobil remote di dekapannya padaku.

"Luna juga, dapat coklat udah Luna makan sama Abang." Luna tak mau kalah.

"Wah, papa nggak dibagi?" tanyaku mengimbangi celoteh anak - anakku.

"Bagi dong, kan dapat dua. Luna sama Abang, Bunda sama Papah," jawab Luna.

Aku melihat ke Hana yang sedari tadi mengulas senyum mendengar celoteh kedua anaknya. Hana terlihat biasa, tak ada yang aneh. Sepertinya Raya yang terlalu mengada - ada.

"Ahh takutt …." Aku cukup dibuat kaget saat Luna berteriak dan bersembunyi di dadaku.

"Ada apa?" tanya Hana yang juga terlihat kaget.

" itu di belakang Papa, takut." Aku langsung menoleh dan melihat Raya di sana.

"Adek, itu cuma tante." Al, coba menenangkan adiknya. Tapi, Luna tetap menangis ketakutan. Cukup wajar, wajah Raya terlihat cukup parah.

"Sudah … sudah … papa gendong ke kamar." Aku mengangkat tubuh mungil Luna dan menggendongnya masuk ke dalam kamarnya.

"Mas, apa tidak sebaiknya kita bawa ke dokter." Hana menghampiriku di kamar Luna.

"Tadi sudah mas belikan obat, katanya gatal sudah agak berkurang."

"Tapi, mas lihat nggak? Tambah bengkak dan merah seperti itu. Luna sampai ketakutan."

Hana terlihat cemas.

"Mas sudah tawarin tadi, Raya nggak mau," jawabku kemudian.

"Oh …." Bibir Hana membulat dengan alis terangkat.

"Maksud mas, mas tadi juga kepikiran lihat kondisinya yang semakin parah." Aku mencoba menjelaskan.

"Kepikiran?" Hana bertanya dengan memiringkan sedikit kepalanya.

"Maksud aku …."

"Iya, iya. Hana paham … ga usah takut gitu. Hana percaya sama mas kok. Mas perhatian Karena dia adik nya sahabat, Mas." Hana tertawa kecil, aku sudah gelagapan dibuatnya.

"Mas, sudah makan? Hana sama anak - anak tadi sudah makan."

"Mas, kopi aja," jawabku kemudian.

"Siap," jawab Hana, dia bergegas keluar dari kamar Luna.

Ada yang beda dengan Hana. Dia terlihat lebih manis dan banyak bicara akhir - akhir ini. Cara berpakaian juga terlihat lebih feminim dari biasanya. Atau hanya perasaanku saja, yang selama ini kurang memperhatikannya. Entahlah …

"Abang, tamani adek main. Papa mau mandi dulu." Aku memanggil si sulung, untuk menemani adiknya.

"Iya, Pa." Tanpa aku memanggil ulang, Al, sudah datang ke kamar Luna. Aku meninggalkan mereka berdua dan kembali ke kamarku.

•▪•

Kondisi Raya beberapa hari ini mulai membaik, Hana memberiku obat untuk diberikan pada Raya. Lukanya mulai mengering, dan sudah tidak bengkak lagi. Meski masih membekas, tapi sudah tidak seperti beberapa hari yang lalu.

Kabar yang tidak baik, karena membolos berhari - hari Raya dipecat dari tempat kerjanya. Kondisi ini membuatku sedikit pusing juga, ini berarti pengeluaranku akan lebih besar untuk Raya.

[Mas, malam ini ke kamarku yah. Obat tidurnya masih ada kan?]

Sebuah pesan masuk dari Raya. Beberapa hari ini aku memang puasa karena Hana juga sedang ada tamu bulanannya. Tapi, melihat Raya, aku belum tega menyentuhnya. Atau lebih tepatnya belum berhasrat.

[Iya, kita lihat nanti situasinya.]

Aku mengirimkan balasan, dan menyimpan kembali ponsel ke dalam laci.

Pekerjaan hari ini cukup menyita pikiranku. Beberapa pekerjaan yang aku tunda menjadi sebuah masalah ketika area meminta laporannya segera.

Aku membawa beberapa berkas untuk diperiksa di rumah. Aku sudah cukup lelah, dan ingin segera pulang.

▪•

Hana menyambutku seperti biasa, entah mengapa semakin hari dia terlihat semakin cantik. Pakaiannya juga lebih menggoda, sayang saja dia sedang datang bulan. Kalau tidak … Ah, beban pekerjaan membuat kepalaku pusing. Ditambah puasaku yang cukup panjang, terakhir aku melakukannya dengan Raya, sebelum dia pindah ke rumah.

Aku segera membersihkan diri di kamar mandi. Hana keluar kamar membuatkanku minuman hangat. Anak - anak sudah tidur kata Hana. Air hangat yang mengucur membuat tubuhku sedikit rileks.

Hana belum kembali ke kamar, saat aku selesai mandi. Aku sempatkan membuka pesan dari Raya, dia di kamarnya saat aku datang.

Benar saja banyak pesan darinya yang masuk. Dia minta nafkah batinnya malam ini. Seperti biasa dia mengirimkan foto - foto seksinya. Aku pria normal, syahwatku langsung bangkit seketika. Raya juga menyertakan kalimat - kalimat vulgar untuk semakin menggodaku.

[Iya, tunggu mas] pesan aku kirim padanya. Aku bangkit dari ranjang, mengambil obat tidur yang aku sembunyikan di sela tumpukan baju. Hana sudah meletakkan botol minumnya di atas nakas seperti biasa. Segera aku masukkan obat tidur ke dalamnya. Sedikit aku goyang untuk mencampurnya.

Tak berapa lama Hana masuk dengan membawa secangkir minuman hangat untukku.

"Mas, sudah mandi?"

"Sudah." Aku menjawab singkat. Sambil menerima cangkir yang disodorkan padaku.

Aku meneguk perlahan teh hangat yang Hana buatkan.

"Mas, Hana sudah selesai. Sudah bisa dipakai."

Aku hampir tersedak mendengar ucapkan. Hana. Terakhir dia bicara seperti itu sebelum Luna lahir, sudah tiga tahun lebih.

"Mas, kenapa?" tanyanya padaku melihat ekspresiku.

"Nggak, nggak papa … mas kangen aja kamu ngomong kayak gitu," ucapku. Pipi Hana memerah, aku memindai tubuh istriku. Ini bukan perasaanku, Hana memang semakin cantik, dan menggoda. Baju tidur tipis dengan belahan dada rendah. Hasratku terpetik seketika.

Segera kuraih tubuh Hana, merapat padaku. Tak seperti sebelum - sebelumnya, Hana membalasku dengan panas. Aku takjub, apa yang terjadi pada Hana, tapi apapun itu, aku menyukai perubahan ini.

Sial ….

Ada apa denganku, aku tak bisa melakukannya. Kenapa bisa seperti ini, kembali aku coba, tetap tak bisa ….

"Mas, kenapa?" Hana bangkit, dengan wajah kecewa, kami sudah terbang tinggi barusan, tinggal pelepasan dan aku gagal.

"Mas, nggak tau." Aku bingung, apa yang terjadi padaku, kenapa tidak bisa bangun.

"Mas, kecapean mungkin. Nanti dicoba lagi, Mas istirahat dulu saja." Meski terlihat kecewa Hana coba menenangkanku. "Hana mandi dulu, ya."

Aku tak menjawab apapun,Hana beringsut turun dari tempat tidur, mengambil pakaiannya yang tercecer di lantai kemudian berjalan ke kamar mandi.

Kepalaku berdenyut … ada apa denganku?

Comments (2)
goodnovel comment avatar
Louisa Janis
udah mulai gejala penyakit kelewat banyak beraksi burungmu sebentar lagi mati kelelahan karena si JALANG
goodnovel comment avatar
Erika Ramli
diguna-guna tuh sama raya
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

  • OBAT TIDUR UNTUK ISTRIKU   Bab 7 Raya yang Menggoda

    Kejadian semalam masih saja mengganggu pikiranku sampai sekarang, selain malu ada rasa bingung. Tak pernah aku mengalami seperti kejadian tadi malam sebelumnya. Dan itu rasanya sakit di kepala atas bawah. Kepalaku berdenyut nyeri, di tambah kemarahan Raya yang semalam aku abaikan. Kepalaku rasanya semakin sakit sekali. Belum lagi laporan yang silih berganti diminta oleh manajer area yang baru. Kenapa semua harus barengan seperti ini.Sebuah ketukan pintu membuyarkan lamunanku. Arga, kepala bagian personalia muncul dari balik pintu."Siang, Pak." Arga mengucapkan salam."Siang, ada apa?" tanyaku sambil memijat kedua pelipis."Yang acara besok, berapa orang anggota keluarga Bapak, yang akan ikut?" tanya Arya, aku menyipitkan mata. Aku sampai lupa, besok ada acara family gathering yang akan diadakan di Pesona Resorts.Aku terdiam, semua mengajak anggota keluarganya. Karena memang acara ini dikhususkan untuk karyawan dan keluarganya. Tak mungkin aku mengajak Raya,

  • OBAT TIDUR UNTUK ISTRIKU   Bab 8 Cemburu

    Aku tak ingin lebih lama melihat Hana bersama pria yang akhir - akhir ini membuatku repot dengan meminta banyak laporan itu. Segera aku berdiri dan menghampiri keduanya."Sayang," panggilku pada Hana. Tak perduli dia sedang bicara dengan siapa"Hai, Mas." Hana menoleh ke arahku dengan senyum terkembang."Oh, jadi Andrian suami kamu." Pria itu menyebut namaku."Pagi, Pak Bima. Maaf Arga tidak memberitahu kalau ada manajer area yang akan datang." Aku mengulurkan tangan, harus tetap bersikap manis meski aku tak suka."Memang nggak direncanakan, kebetulan pas aku ada acara di sini saja." Pria itu menyambut uluran tanganku."Saling kenal?" tanyaku kemudian."Hana adik kelas waktu SMA." Pria itu langsung menyahut."Mas tahu? Mas Bima Ini idolanya anak cewek pas SMA, kapten basket." Hana menepuk lengan pria itu, lantas keduanya tertawa bersama. Apanya yang lucu?"Nggak semua …." Bima menimpali ucapan Hana, pria itu melirik Hana. Aku tidak suka caranya menatap

  • OBAT TIDUR UNTUK ISTRIKU   Bab 9 Malam Untuk Raya

    "Hai, ini jagoan sama princess-nya? Siapa namanya?" Bima tersenyum menyapa kedua anakku, yang menyambut senyumnya."Iya, ini Abang Al, ini namanya dedek Luna." Hana memperkenalkan dua anak kami. "Salim dulu, sama Om Bima!"Al dan Luna turun dari kursi dan mendekat, kemudian salim pada Bima. Tampak bergantian Bima mengusap kepala kedua anakku. Fokusku pindah pada Hana yang sedari tadi mengulas senyumnya. "Abang mau makan apa? Luna juga apa? Bunda ambilkan." Tanpa sadar sambutan di depan telah selesai. Semua telah dipersilahkan mengambil makanan yang telah disediakan pihak resorts."Terserah Bunda," ucap Al."Sama." Luna ikut menimpali. "Tunggu di sini ya?!" Hana beranjak dari tempat duduknya. Dia tak bicara padaku sama sekali.Bima melihat ke arah Raya. Raya juga melihat ke arah pria itu, Raya menyungging senyumnya. Tangannya terulur, mau apa dia."Saya Raya." Raya memperkenalkan dirinya. "Oh, Bima." Bima menjawab sambil menerima uluran tangan Raya.

  • OBAT TIDUR UNTUK ISTRIKU   Bab 10 Kekesalan Hana

    Aku dan Raya saling berpandangan, ada apa Hana malam - malam begini mencari Raya."Mas." Raya menaikkan dagunya, sebagai isyarat, harus bagaimana. Aku segera turun dari ranjang dan memunguti pakaianku yang tergeletak di lantai kamar."Mbak … Mbak Raya." Kembali suara Hana terdengar. Ketukannya semakin kencang, sekencang debaran dalam dadaku."Pakai baju, aku di kamar mandi," ucapku dengan berbisik.Hana masih saja mengetuk pintu, dan memanggil nama Raya. Membuatku Raya semakin panik. Raya segera turun dari ranjang, aku berlari ke kamar mandi."I … iya sebentar." Terdengar suara Raya berteriak menjawab panggilan Hana. Aku buru - buru mengenakan pakaian. Dadaku sudah berdebar tak karuan. Apa Hana tau aku sedang bersama Raya? Apa dia tadi melihatku masuk kesini? Banyak pertanyaan berjejal dalam benakku."Ada apa?" Terdengar pintu dibuka dan suara Raya."Maaf mengganggu, saya mau minta tolong." Suara Hana terdengar setelahnya. "Boleh masuk?""Apah?" Suara

  • OBAT TIDUR UNTUK ISTRIKU   Bab 11 Ketahuan

    Kepalaku kembali berdenyut pening. Apa gunanya memiliki dua Istri, yang pada akhirnya justru aku malah pusing seperti ini. Aku sudah puasa beberapa minggu, ditambah lagi sekarang semuanya ngambek, lengkap sudah. Kaki membawa langkahku menuju ke ruang makan, biasanya Hana sudah menyiapkan kopi untukku.Benar saja ada secangkir kopi di meja segera aku buka penutup cangkir. Kopi terasa sudah hangat alias tidak panas lagi. Perlahan kusesap, menikmati dengan membaui aroma nya. Sedikit terapi untuk penatku pagi hari ini."Mas, baju Raya habis kotor semua. Terus gimana?" Raya datang dengan kantong besar di tangannya."Ya sudah cuci sana kan tinggal masukin mesin cuci," ucapku pada Raya."Aku nggak pernah cuci, mana bisa." Raya memanyunkan bibirnya."Tinggal masukin, kasih air, kasih detergen, putar, sudah …." Aku menjelaskan, walau aku tak tau persis caranya. Mana pernah urus masalah cucian, semua hal yang berhubungan dengan rumah Hana semua yang mengerjakan."Ajarin," rengek manja Raya."Iya

  • OBAT TIDUR UNTUK ISTRIKU   Bab 12 Hana Berubah

    "Mas, sedang dalam pengawasan di kantor. Jadi tolonglah, sedikit saja bantu mas. Jangan terlalu boros." Aku meminta pengertian Raya, akan ada audit sebentar lagi. Aku telah menggunakan uang kantor untuk memenuhi keperluan Raya. "Mas, sudah nggak sayang." Raya mulai merajuk. Aku mengusap kasar wajahku, susah sekali diberi pengertian."Iya … iya nanti aku transfer," ucapku kemudian. Senyum lebar langsung terkembang di bibir Raya. Dasar wanita …"Mas mau pesan apa?" tanya Raya."Terserah," jawabku kemudian. Aku menyandarkan tubuh lelahku di punggung sofa. "Mas ke toilet sebentar." Aku berpamitan ke Raya, tanpa menunggu jawaban darinya aku langsung beranjak. Kepalaku semakin berdenyut, ini uang yang Hana minta. Aku sudah berjanji padanya membelikannya tas yang diincarnya. Aku mengacak rambutku kasar di dalam toilet.Aku mencuci muka di wastafel, hariku penat penat sekali. Kalau aku memberikan ke Raya, bagaimana dengan Hana. Kalau aku berikan ke Hana, Raya pasti marah, dan tak tau dia bis

  • OBAT TIDUR UNTUK ISTRIKU   Bab 13 Ingin Mengakhiri

    "Sayang, benar nggak ada apa - apa?" tanyaku lagi."Iyah, nggak ada apa - apa." Hana terlihat memaksakan senyumnya."Sini, peluk mas," pintaku padanya. Hana menghampiriku yang duduk di ranjang. Kurengkuh tubuhnya dalam dekapku, mencium puncak kepala itu lama. Sayang, maafkan mas … mendapatinya seperti ini rasa bersalah dalam diriku semakin besar.Apa sebaiknya aku mengakhiri hubunganku dengan Raya. Hanya saja aku masih bingung harus memulainya dari mana. Dan, aku juga belum bisa menahan godaan dari Raya. Lagian, apa mungkin Raya rela melepasku begitu saja. Dia wanita yang sudah diatur, dia bisa nekat kalau tak sesuai hatinya. Mana mungkin bisa bicara baik - baik padanya."Hana mau temani anak - anak dulu." Hana melepas pelukanku dan kemudian berdiri. Aku mengangguk mengiyakan tanpa berkata apa apa. "Em … ini berkas sekolah anak - anak, Mas tanda tangani. Ada permintaan imunisasi, dana bantuan dan lain - lain." Hana mengambil map plastik berwarna merah dari laci, dan mengeluarkan isin

  • OBAT TIDUR UNTUK ISTRIKU   Bab 14 Aku Kalah Pov Hana

    Cukup … kepura-puraan ini harus segera aku akhiri. Sekuat dan setegar apapun, diriku tetaplah manusia biasa. Dan sekarang aku sedang terluka, aku sudah tak berharap apa - apa lagi dari perkawinan ini. Aku sudah tak berharap apapun dari Mas Andrian. Semua telah hancur berkeping dan tidak akan mungkin bisa tersusun kembali.Jangan ditanya sakitnya seperti apa, hanya beberapa minggu saja hidup dengan kepura - puraan membuat hati ini semakin hancur. Tapi setidaknya, aku sudah membalas kesakitan ini meski belumlah sepadan. Aku menahan diri, menahan emosi untuk dapat terus bersandiwara kalau aku tidak tau apa-apa.Akan tetapi, kembali lagi aku tetaplah manusia biasa dengan banyak keterbatasan. Demikian halnya dengan kesabaran yang aku punya, tidaklah seluas samudra. Juga kekuatanku menanggung kesakitan ini, tak sekuat baja. Rasa sakit yang tercipta oleh luka yang Mas Andrian sayatkan begitu dalam. Aku turunkan koper-koperku dari atas lemari. Sengaja aku lempar agar mereka mendengarnya. Aku

Latest chapter

  • OBAT TIDUR UNTUK ISTRIKU   Bab 70 Ending Bahagia Selamanya

    Pantai …Perjalan yang lumayan melelahkan terbayar dengan pemandangan pantai yang menakjubkan. Sebuah hotel yang langsung menghadap ke pantai Mas Bima pilihkan. Satu kamar deluxe dan satu vila sudah di pesan. Setelah menaruh barang bawaan semua langsung berlarian menuju ke pantai.Ini pengalaman baru untuk anak-anak pergi ke pantai. Dulu hanya mengisi liburan di dekat rumah saja. Tak ada cerita spesial di masa lalu tentang pantai. Sepertinya hari ini akan menjadi cerita spesial di waktu mendatang. Wajah-wajah ceria bersanding dengan birunya hamparan air laut. Kaki kecil mereka menapak tanpa alas di atas pasir. Ombak yang cukup tenang membuat anak-anak mulai berlarian menujunya tanpa rasa takut."Mama disini aja," ucap Mama memilih duduk di sebuah bangku yang menjadi bagian dari fasilitas hotel."Bima pesankan minum ya, Ma." Mas Bima yang masih berdiri di sampingku menawari mama minuman."Hana juga mau … es kelapa muda." Aku ikut menambahkan."Mama air dingin saja, jangan dingin-ding

  • OBAT TIDUR UNTUK ISTRIKU   Bab 69 Bahagia bersama

    "Tadi ketemu Raya di Swalayan depan, sepertinya dia bekerja disana," ceritaku pada Yola saat dia mengantar Kyla."Terus?""Ya … dia ketus gitu, masih bahas rumah. Terus nuduh aku sama Mas Bima selingkuh, sama bilang gara-gara aku sama Mas Bima Mas Andrian dipecat dari pekerjaannya.""Andrian dipecat?" tanya Yola."Kata Mas Bima enggak, cuma downgrade dan ditempatkan di Kalimantan," jelasku pada Yola."Kok Raya bilang dipecat?" tanya Yola bingung. Aku hanya mengangkat bahu kemudian menggeleng."Raya kerja di swalayan?" tanya Yola lagi."Iya." Aku mengangguk mengiyakan.Sesaat Yola terdiam seperti sedang memikirkan sesuatu. Bagaimana juga mereka adalah bagian dari masa laluku. Hal tentang mereka terkadang masih mengundang rasa ingin tahuku juga."Apa … itu hanya alasan Andrian aja, bilang dipecat, biar bisa jauh dari Raya. Kalau dah nggak ada kerjaan kan nggak ada duit, maleslah si Raya itu mungkin. Perkiraan aku aja sih," ucap Yola kemudian."Masak gitu? Tapi, bisa juga sih … entahlah.

  • OBAT TIDUR UNTUK ISTRIKU   Bab 68 Bertemu Raya

    Selesai sarapan aku mempersiapkan semua keperluan untuk anak-anak dan juga diriku serta Mas Bima. Meski hanya tiga hari, bawaan kami sudah seperti orang yang akan pindahan saja. Maklum kami memang membawa pasukan bocil. Bahkan mereka membawa serta juga sekontainer kecil mainan."Mas … Hana mau swalayan depan, ada yang perlu Hana beli." Aku menghampiri Mas Bima yang sedang memasukkan barang-barang ke dalam mobil."Mas antar," ucap Mas Bima kemudian."Enggak usah … kan deket.""Aku ada juga yang mau dibeli," balas Mas Bima kemudian. Entah alasan atau memang ada keperluan aku tak tau. Lagian bukan hal yang perlu dipikirkan. Apapun itu intinya Mas Bima ingin pergi bersamaku. Aku langsung masuk ke dalam mobil begitu juga Mas Bima. Sebuah swalayan yang ada di dekat jalan masuk perumahan menjadi tujuan kami.Toko swalayan ini memang tidak terlalu besar. Tapi, cukup lengkap dan juga tidak jauh dari rumah. Keadaan tidak terlalu ramai saat aku dan Mas Bima masuk. Seorang karyawan yang duduk di

  • OBAT TIDUR UNTUK ISTRIKU   Bab 67 Jejak Cinta

    "Sayang … bangun."Ciuman bertubi-tubi aku rasakan meski belum sepenuhnya sadar. Pelan aku paksakan untuk membuka mata yang serasa dilem ini. Tampak Mas Bima yang tepat berada di atas wajahku sedang tersenyum. Ketika kesadaran hampir hilang kembali karena kantuk yang teramat berat, sebuah tarikan menyasar ke hidungku."Sayang … bangun, sudah adzan subuh." Aku kembali memaksa untuk membuka mata. Perasaaan baru saja aku tertidur, tau-tau sudah pagi. Iyah benar saja, seingatku aku tidur hampir jam tiga pagi. Harusnya aku yang bangun duluan tapi, justru Mas Bima yang terlebih dulu bangun. Bahkan dia terlihat sudah segar dan aroma wangi sabun menguar dari tubuhnya.Meski mengantuk aku memaksakan diri untuk bangun. Mas Bima menarik tanganku, sesaat aku masih terduduk di atas ranjang. Melebarkan mataku dan menunggu kesadaranku penuh."Mau digendong pa sekalian dimandiin?" Mas Bima mengangkat alis dengan senyum lebar di bibirnya. Aku hanya nyengir dan bergerak turun dari ranjang kemudian be

  • OBAT TIDUR UNTUK ISTRIKU   Bab 66 Malam Panjang

    Baru saja dipikirkan sudah menjadi kenyataan, aku dan Mas Bima saling pandang dan kemudian sama-sama tertawa mendengar teriakan para bocil itu. Anak-anak benar-benar datang dan mengetuk pintu kamar."Dah … yuk, paling sudah ditungguin sama yang lain," ucapku kemudian."Iya." Mas Bima mengiyakan, tapi, dia malah memajukan kembali wajahnya dan menaut kembali bibirku."Mas, ada anak-anak." Aku mendorong tubuh Mas Bima pelan. "Iya," balas Mas Bima dengan tatapan sendu. Wajah Mas Bima mendekat, memangkas kembali jarak yang ada. Membungkam lembut saat aku hendak bicara. Aku kembali mendorong dada bidang pria yang tadi pagi sudah sah menjadi suamiku itu. Hanya saja sama sekali tak ada pergerakan. Diluar anak-anak masih terus gaduh memanggilku dan Mas Bima."I love you," ucap Mas Bima setelah melepaskan tautannya. Kening kami beradu, pelan Mas Bima menggesekkan hidung mancungnya di hidungku. Dadaku bergetar, wajahku menghangat, rasanya … entahlah susah untuk aku gambarkan. Sebuah kecupan

  • OBAT TIDUR UNTUK ISTRIKU   Bab 66 Bahagia Bersamamu

    Sungguh hari yang benar-benar melelahkan untuk jiwa dan raga. Aku dan Mas Bima yang mengurus segalanya. Keluarga Rima tinggal diluar kota, satu kota denganku dan Mas Bima. Dan ternyata mereka berdua tidak mengatakan kejadian ini pada keluarganya yang lain. Pantas saja mereka hanya berdua menunggui bayi itu.Suami Rima juga tidak terlihat sama sekali. Padahal memurut Ibu Rima dia sudah memberi tahu pada menantunya. Tapi, pria itu tidak menampakkan batang hidungnya. Berdasarkan keputusan keluarga. Bayi itu tidak dimakamkan disini, melainkan dibawa pulang ke kota Ibunya.Sekarang masih menunggu Ambulance yang tengah dipersiapkan oleh pihak rumah sakit untuk membawa pulang jenazah. Sedari tadi Mas Bima tak melepas genggamannya padaku. Aku tau itu hanya cara Mas Bima agar Rima tak mendekat padanya. Aku sampai mengabaikan keluarga di rumah. Padahal hari ini hari pernikahan kami, dan waktunya berkumpul dengan keluarga merayakan pernikahan ini. Baru menjelang magrib semuanya selesai. ••

  • OBAT TIDUR UNTUK ISTRIKU   Bab 65 Ujian Pertama

    "Ada Bu Rima datang." Bi Nur muncul di belakang anak-anak yang masih bergerombol."Bi, anak-anak bawa ke kamar atas saja," ucap Mas Bima. "Bim … " Ibu muncul dari belakang Bi Nur yang baru saja akan beranjak."Iya, Bu."Ibu sesaat terdiam sambil melihat anak-anak yang pergi bersama dengan Bi Nur. Setelah anak-anak menaiki tangga Ibu baru mendekat ke Mas Bima."Anak Rima harus operasi secepatnya, atau nyawanya tidak akan tertolong." Ibu bercerita dengan suara pelan. Mas Bima masih terdiam, tidak menjawab apapun."Mereka membutuhkan uang untuk operasi segera. Mereka berniat meminjam pada kita," cerita Ibu lagi.Aku hanya menyimak apa yang Ibu ceritakan, tentang kondisi Rima sekarang. Melihat Ibu yang masih begitu memikirkan Rima dan keluarganya, aku merasa hubungan keluarga ini bukan sekedar teman."Keluarga kita punya hutang budi pada keluarga mereka. Tapi, bukan hanya karena itu, Ibu kasihan melihat mereka. Kasihan pada bayi itu, ibu tidak tega." Kembali Ibu berbicara.Mas Bima melih

  • OBAT TIDUR UNTUK ISTRIKU   Bab 64 Hari Bahagia

    "Oh, mau sama Papa ya. Em … nanti kalau Papa Luna sudah nggak sibuk, pasti diajak jalan-jalan. Sekarang sama Papa Bima dulu ya?! Besok Papa Bima ajak semuanya ke pantai gimana?" Mas Bima merayu Luna yang masih manyun."Main pasir?" tanya Luna kemudian."Iyah … main pasir, Luna suka?" tanya Mas Bima kemudian."Suka …." Gadis kecilku itu tersenyum lebar, "Sama Abang Al, sama Abang El, sama Kak Kyla juga ya," ucapnya lagi."Boleh … papa Bima ajak semuanya. Tapi, Luna janji nggak boleh sedih-sedih. Harus senyum yang manis, mana papa Bima lihat senyumnya." Mendengar permintaan Mas Bima Luna tersenyum manis dan memeluk Papa Bimanya.Aku menggigit bibir melihat ketulusan dan kasih sayang yang Mas Bima berikan. "Cium dulu," ucap Mas Bima kemudian."Eh … keliru," Aku kaget saat sebuah kecupan mendarat di pipiku. Luna malah tertawa melihatnya."Hem … dasar modus, ntar dilihat yang lain," ucapku pelan. Untung semua terlihat sibuk sendiri-sendiri."Biarin … kan dah boleh. Ibadah …." Aku hanya nye

  • OBAT TIDUR UNTUK ISTRIKU   Bab 63 Lembaran Baru

    "Tanpa diminta pasti Hana lakukan." Aku menjawab pelan setelah mulai bisa mengatur hatiku."Mereka tanggung jawabku sekarang. Biarkan aku yang mengurus mereka." Mas Bima ikut menimpali."Aku percaya kamu bisa melakukannya. Tapi, hanya hal itu yang sekarang bisa aku lakukan. Biarkan aku melakukan tugas dan kewajibanku sebagai seorang ayah," pinta Mas Andrian kemudian."Tolong jaga mereka, bahagiakan mereka." Mas Andrian mengulurkan tangannya yang langsung disambut oleh Mas Bima. "Mereka akan bahagia bersamaku, tak perlu kwatir." Mas Bima kembali meyakinkan Mas Andrian."Mas selalu berdoa untukmu dan anak-anak," ucap Mas Andrian yang berjalan mendekat dan berdiri tepat di depanku."Jangan menangis, ini hari bahagiamu. Tak seharusnya aku datang, tapi, aku harus pergi sebentar lagi. Aku harus berpamitan pada kalian bukan." Mas Andrian memintaku tak menangis tapi, dia sendiri menangis. Begitu tak terduga segala hal yang menjadi takdir hidup setiap manusia. Sepasang anak manusia ini dulu

DMCA.com Protection Status