O kembali ke ruang A2, tempat di mana belasan peti mati berjejer baik di lantai maupun di tembok. Ia berharap mayat-mayat hidup di sana sudah bangkit kembali dalam peti-peti itu agar ia bisa menjajal pedang barunya. Di kehidupannya yang lalu, O menggemari berbagai bentuk bela diri bersenjata yang juga dinikmatinya dari berbagai media seperti novel, film, video game, dan lain-lain. Ia sendiri pernah mengikuti beberapa kelas bela diri, meski pada akhirnya berakhir di tengah jalan karena berbagai alasan. Akan tetapi, setidaknya ia mengetahui berbagai gerakan dasar yang bisa digunakannya untuk meniru koreografi yang dilihatnya dalam film. Kini ia telah bangkit di tubuh yang baru, yang entah bagaimana, memiliki memori otot (tulang?) yang memungkinkan gerakan-gerakan rumit seperti yang dilakukannya dengan senjata tongkatnya sejauh ini.“Tuan zombie, aku datang!” seru O saat memasuki ruangan A2.Akan tetapi hanya ada satu mayat hidup di sana. Bahkan mayat hidup itu terlihat sangat kesulitan
Setelah menyusuri lorong yang sedikit berbeda dengan lorong-lorong sebelumnya, O menemukan sebuah mausoleum bawah tanah. Mausoleum itu berbentuk lingkaran besar dengan langit-langit berbentuk kubah. Dari pusat kubah itu, sebuah lampu gantung penuh lilin menjulur. Sepuluh peti mati yang terbuat dari batu berjejer membentuk lingkaran. Di atas sebuah peti mati tepat di seberang pintu masuk, sebuah memorial berupa tugu batu menjulang. Dalam memorial itu tertulis kalimat bahasa yang sangat asing bagi O, tetapi anehnya bisa ia pahami begitu saja. Kalimat itu berbunyi:Di sini beristirahat dengan damai, Baro Bundon Cultio, Bangsawan Magna, Sang Petani dan Ksatria, Pahlawan Pertempuran Agricola, Kepala Keluarga Cultio yang Pertama.Beristirahat dengan damai, keturunan Baro Bundon Cultio, kepala keluarga Cultio generasi selanjutnya:1. Eques Siligo Cultio2. Eques Fruges Cultio3. N.H Bundon II Cultio4. Eques Arvum CultioDst.Begitu O selesai membaca ke sepuluh nama dalam memorial itu, peti
Nyaris! Tengkorak O nyaris saja terbelah jika sedetik saja ia mendongakkan kepalanya. Namun, serangan itu tidak bisa dihindari O dengan sempurna. Tulang dagunya terkena ujung sabit dan menyebabkan rahang bawahnya terlepas dari tempatnya.“Sial!” O masih bisa mengumpat tanpa rahang bawahnya. Tentu saja, ia bahkan masih bisa bersuara tanpa kerongkongan. O langsung memberikan serangan balik, “Exsugo!”Sebuah lingkaran sihir berwarna ungu kehitaman muncul di antara O dan lawannya. Lingkaran sihir itu berubah menjadi bola hitam yang menyedot apapun di sekitarnya. O menetapkan udara dan ruang di antara mereka sebagai target sihirnya sehingga ia tak perlu mengenai lawannya secara langsung seperti yang ia lakukan sebelum ini.Lagi-lagi lawan O bisa menebak kemunculan sihir itu dengan mudah. Death Knight tersebut menghindar dengan gerakan selincah nyamuk yang menghindari tepukan manusia. Namun, justru itulah yang rupanya diinginkan O.“Eurus! Eurus!”Dua anak panah angin meluncur dari ujung te
Setiap ayunan sabit sang Ksatria Maut menciptakan energi berbentuk bulan sabit. Apapun yang disentuh bulan sabit tersebut akan tersayat dan terpotong. Bayangkan belasan bulan sabit tersebut melayang berhamburan, sebagian ke arah O, sebagian lagi ke tiga stalakmit yang mengunci senjata lawannya. Ketiga stalakmit itu tercacah menjadi potongan-potongan batu halus. Sementara O...O berusaha menghindari belasan bulan sabit yang berhambur ke arahnya. Beberapa berhasil dihindarinya, tapi tak sedikit pula yang mengenainya. O beruntung bulan sabit tersebut tidak bisa mengubah lintasannya. Akan tetapi, tetap saja, kerusakan yang diderita O tidak bisa dibilang ringan. Beberaps jarinya putus. Selangka kiri dan belikat kirinya lepas. Beberapa tulang rusuk terpotong dengan sangat rapi; begitu rapi sampai-sampai mengingatkan O pada sup konro kesukaannya yang sayangnya jarang sekali ia nikmati. Selain itu, tempurung kepala O tidak lagi utuh; seperempat bagian atasnya terpotong dan entah terlempar ke
Sejak hidup kembali dalam tubuh seorang Lich, O kehilangan indra perasa dan indra perabanya. Ia tidak lagi bisa merasakan tekstur dan suhu. Seluruh bagian tubuhnya terasa kebas seperti mendapat bius total. Akan tetapi, bukan berarti ia kehilangan seluruh sensasi menyentuh. Ada sebuah mekanisme yang tidak diketahui O yang memungkinkan setiap tulangnya merasakan sesuatu.Phantom limb, sebuah keadaan di mana seseorang masih merasakan bagian tubuh atau organ yang tidak lagi menjadi bagian tubuhnya. Kira-kira sensasi semacam itulah yang dirasakan O di sekujur tubuhnya. Ia tidak dapat merasakan sensai apapun di sekujur tubuhnya, bahkan rasa sakit sekalipun, tapi ia bisa merasakan setiap bagian terkecil tubuhnya ada. Termasuk saat bagian tubuhnya terpotong atau terpisah jauh dari kristal intinya.Ya, O dapat merasakan bagian-bagian tubuhnya yang sudah terpisah. Bukan merasakan sentuhan atau suhu, tapi semata-mata merasa bahwa tubuh itu ada dan masih menjadi bagian dari tubuhnya. O juga dapat
Lewat penjelasan yang diberikan oleh Narator, O mengetahui tingkatan gelar kebangsawanan yang ada di Valandria. Ada berbagai gelar kebangsawanan, tetapi O hanya menggarisbawahi gelar kebangsawanan di tingkat tiga terbawah. Pertama, ada gelar Nobilis Homo yang sering disingkat menjadi N.H, yang juga merupakan gelar kebangsawanan paling rendah. Gelar berikutnya adalah Equess, sebuah gelar yang sering dikenal dengan istilah Ksatria di dunia O sebelumnya. Setelah Equess, ada gelar Baro (untuk laki-laki) atau Baronissa (untuk perempuan). Meski hanya satu tingkat dibatas Equess, perbedaan kualitas dan kapasitas antara Baro dan Equess sangat jauh, sehingga tentu saja tidak mudah bagi seorang Equess untuk mendapatkan gelar Baro Inilah yang menyebabkan kenapa keturunan Baro Bundon tidak ada lagi yang menjadi Baro, bahkan sejak generasi kelima, tak ada lagi kepala keluarga yang memiliki gelar Equess. Ini juga alasan kenapa mayat-mayat lain tidak bisa menerobos keluar dari peti mati mereka meski
Sihir suportif memiliki nama yang sama untuk setiap elemen, yaitu azimat. Saat sebuah sihir azimat digunakan pada sebuah objek, objek tersebut akan memiliki elemen baru yang sesuai dengan azimat itu. Saat O mengaktfikan Sihir Azimat Api pada jubah putihnya, kobaran api menyelimuti sekujur tubuhnya. Api itu membentuk pelindung sesuai bagian tubuh yang dilindunginya. Sebuah helm dari api berbentuk kepala naga menutup seluruh kepala O kecuali bagian matanya. Sebuah zirah dengan wajah naga menutupi seluruh dada dan perut, sementara sepasang pelindung bahu berbentuk cakar naga menghiasi di bahu kiri dan kanan. Bagian paha dilindungi oleh untaian pelat-pelat persegi yang dihubungkan dengan rantai-rantai kecil. Sepasang pelindung kaki melingkup dari lutut ke mata kaki, dan terhubung dengan sepatu dengan ornamen berbentuk cakar naga. Sekurang-kurangnya, begitulah Sihir Azimat Api yang dibayangkan oleh O, atau dengan kata lain, sebuah zirah lengkap yang terbuat dari api."Ardens!" O mengucap
Yang lebih membuat O kecewa daripada pedang pendeknya yang patah menjadi dua bagian adalah kenyataan bahwa ia tidak menemukan kunci segel dari pintu menuju ke permukaan. Kini satu-satunya pilihan yang tersedia adalah mengeksplorasi gua lewat ruangan sebelumnya. O menduga bahwa kunci segel tersebut bisa didapatkannya dari monster singa yang diselamatkan olehnya beberpa waktu yang lalu."Narator, apa kunci segel pintu keluar dari kuburan ini ada di monster singa bersayap itu?"""Tidak bisa dipastikan, Tuan. Tapi yang pasti monster tersebut mungkin bisa membantu perkembangan Tuan ke depannya.""O bergidik membayangkan bagaimana monster dengan mulut penuh taring itu membantunya untuk berkembang. Ia tidak berkomentar dan melanjutkan langkahnya.Setelah melawan beberapa mayat hidup dan mayat imp yang bangkit kembali, akhirnya O tiba di ruangan tempat monster singa berada sebelumnya. Ia memasuki area gua yang gelap gulita. O berhati-hati untuk tidak membuat suara gaduh, meskipun sebenarnya s
O mengira bahwa budaya di Valandria tidak berbed jauh dengan budaya Eropa Abad Pertengahan. Namun setelah sesaat mengamati isi ruang tamu, yang barangkali ruangan terbesar, dalam wastu tua itu, perkiraannya tidak begitu tepat.Dalam ruang tamu itu, satu set kursi dan meja tamu tertata melingkar di atas permadani persegi yang membentang dan menutupi lebih dari separuh luasan lantai. Tepat di atas kursi-kursi itu menggantung lampu hias yang terbuat dari kaca, yang mana setiap potongan kaca menyebarkan cahaya dari Lilin-lilin Ahadi yang betengger dalam kandelabra di berbagai tempat. Di sisi ruangan terdapat banyak lemari mewah yang kosong dan rak-rak berisi tumpukan buku usang. Sebuah jam rusak berdiri kaku di seberang ruangan, seolah-olah waktu membeku."Menarik," komentar O. Lalu berbalik menatap Azia yang baru saja menutup pintu. Matanya sempat melihat hibir Azia melngkung tersenyum, lalu segera kembali datar. "Kenapa kau tersenyum begitu, Tante?" Azia menggeleng. "Saya hanya senang,
O memasuki wastu yang berdiri tak jauh dari kataokmba Keluarga Cultio. Dari penampakan luarnya, wastu itu masih berdiri kokoh meskipun lapisan temboknya terkelupas di sana-sini. Bingkai-bingkai jendela dan ambang pintu yang terbuat dari kayu juga masih utuh, bahkan masih menyisakan sedikit cat dan pernis. Semak belukar merimbun di halamannya, menyisakan sedikit saja jalur menuju pintu utama.O menyusuri jalur sempit di antara semak itu. Dari kondisi dedaunan yang merunduk dan patah-patah, tampaknya jalur itu baru saja dilalui oleh seseorang ... seseorang atau sesuatu?O mendadak jadi curiga. Langkahnya terhenti, begitu juga langkah Mithra yang mengekor di belakangnya. Si lelaki misterius berjubah hitam menggantung lemah di punggung Mithra."Kita pergi, Kawan ... atau sebaiknya aku bakar saja rumah mewah ini beserta apapun yang ada di dalamnya?" kata O pada Mithra yang kemudian membalas dengan geraman singkat.O mengangkat tangan kirinya. Hanya tersisa 3 jari di tangan itu, karena keli
O tidak perlu berpikir keras tentang cara agar ia bisa selamat dari penerjunan bebas itu. Di bawah sana, setitik cahaya hijau berkerlip seperti bintang kecil. Cahaya itu berasal dari Mithra, atau lebih tepatnya, dari sihir angin beliung hewan (?) suci itu.Angin kencang menerpa O, meliuk-liuk dan berputar di sekitar tubuhnya. O menari bersama angin itu di udara, berputar dan meluncur dalam lintasan spiral. Seperti seekor burung walet, O menunggangi angin itu dengan anggun. Kedua lengannya merentang serupa sayap, dan saat ketinggiannya hanya beberapa meter saja di atas permukaan tanah, O menggulung tubuhnya.Satu gulungan, dua gulungan. Lalu O menegakkan tubuhnya secara vertikal, persis seperti atlet loncat selam indah. Ia tidak perlu repot memikirkan tempat mendaratnya karena Mithra sudah siap menangkapnya. Dan ...."Hup!" seru O dengan nada penuh kepuasan dan kebanggaan. Ia mendarat di punggung Mithra yang empuk. Jika ia sedang mengikuti sebuah perlombaan atletik, lompatannya barusan
Cockatrice itu mengepakkan sayap, terbang semakin tinggi dan tinggi. Setiap kali si Demon menyemburkan asam atau melemparkan bola api, si Cockatrice berkelit dengan elok. Tubuh besarnya sama sekali tidak mengurangi kegesitan makhluk itu di udara."Hoeek!" O memuntahkan suara (karena ia tidak punya lambung, apalagi isinya). Manuver si Cockatrice di udara membuat pandangan O berputar-putar. Saat itu, ia telah berhasil mencapai punggung si Cockatrice dan duduk di sana. Kemampuan pasif: Keahlian Menunggang membuatnya pantat O bisa menempel dengan baik di bulu-bulu Cockatrice yang sekeras lempeng batu.""Anda baik-baik saja, Tuan O?"" Narator memastikan keadaan O."Menurutmu bagaimana?" balas O, lalu mengeluarkan bunyi-bunyian muntah lagi.Akan tetapi, meskipun mengeluarkan bunyi-bunyi sebagai pertanda tidak baik-baik saja, nyatanya akal O masih sangat encer. Hal itu dibuktikan dengan tiga lingkaran sihir yang menyala-nyala di telapak dan di depan dadanya.O menggunakan tiga sihir berbeda
"Narator, tunjukkan formula sihir medan yang itu ... Sihir Badai!" O setengah berteriak. Dalam suaranya tercampur rasa girang dan waswas. Girang karena ia akan menggunakan sihir baru dan was was karena dirinya tak merasa lebih baik setelah menggunakan Sihir Air Bah sebelum ini.""Anda yakin, Tuan O?""balas Narator, ""Berdasarkan analisis saya, mental Anda masih merasakan imbas penggunaan sihir medan sebelumnya.""Narator benar. Sejujurnya, tengkorak O masih berdenyut-denyut. Sejauh ini tidak begitu terasa karena ia masih terbawa suasana pertempuran."Kau benar," balas O, "Tapi pilihan apa lagi yang aku punya?"O hanya bisa terus berputar-putar di tanah lapang itu. Jika ia masuk ke permukiman, gerakannya akan terhambat dan musuh segera menangkapnya. Jika ia membut perlindungan, katakanlah dengan Sihir Perisai Batu, maka ia akan jadi sasaran empuk sihir Inferna yang luar biasa daya hancurny itu. Lalu, bagaimana dengan Sihir Sanctus, sihir elemen cahaya yang dapat memberinya sayap untuk t
Mithra berlari secepat yang ia bisa melintasi tanah lapang yang membentang sejauh mata memandang. Meskipun sudah menggunakan Sihir Perisai Angin yang dapat menambah kecepatan gerak, Mithra masih kewalahan karena harus membawa penumpang tambahan. Mengingat tubuh Mithra sekarang hanya berupa kerangka dan sepasang sayapnya sudah dicopot ... apalagi, monster hitam raksasa yang mengejar di belakang tak henti-hentinya menyemburkan muntahan bola-bola asam.Monster raksasa yang mengejar O berukuran sangat besar dengan tinggi nyaris 10 meter dan lebar bahu mencapai 3 meter lebih sedikit. Seluruh tubuh monster itu kekar dan berwarna hitam mengilat, seperti atlet binaraga yang mengenakan pakaian silikon di seluruh tubuh.Sepasang kakinya berwujud setengah manusia, setengah kuda; paha besar menjorok ke depan dan betis memanjang ke belakang serupa huruf z dengan kuku-kuku keratin yang terbelah dua. Tubuhnya persis seperti tubuh manusia, kecuali bagian dada yang berjumlah ganda (ya, ada empat puting
Plaga tersenyum puas mengagumi sihirnya yang indah: sebuah menara api yang menjulang ke langit, dengan lidah-lidah api berbentuk tangan yang mencengkram siapapun dan apapun mejadi arang. Udara panas di sekitar melenyapkan kelembaban, membuat tanah rekah dan rumput-rumput di sekitar mengering seperti dihadapkan dengan terik belasan matahari.Sang Demon menikmati tiap detik dari momen apresiasi itu, dan bahkan membuat sebait syair yang mendeskripsikan keindahannya. Ia begitu menyukai sihir, dan itulah alasan bagi Demon sekuat dirinya melayani Master Malus.Malus bukan sekedar tuan bagi Plaga. Bagi sang Demon, Malus adalah seorang Muse, sumber inspirasinya. Apalagi, dari Keempat Tungkai, hanya dirinyalah yang menggunakan sihir sebagai senjata utama. Mars, sang Dullahan, jelas-jelas tidak tahu apapun soal merapal sihir. Fames, sang Harpy, memiliki sihir elemen angin dan kegelapan yang sangat beragam, tapi sayangnya, otak burung Fames tidak mencukupi syarat untuk mengoptimalkan sihir-sihir
"Mua, ha, ha, ha!" tawa O pecah, menggema di udara. Di telinga orang yang tidak mengenal O, tawa itu mungkin terdengar lebih mengerikan dari teriakan seorang Banshee ... Sementara itu, belasan Banshee di kejauhan terendam lumpur tanpa pernah tahu siapa yang menyerang mereka. "" ... "" Narator tidak bisa berkata-kata lagi. O tidak menepati perkataannya untuk berhati-hati saat menggunakn Mana. Namun, di luar itu, Narator sebenarnya mengagumi kemampuan belajar O yang luar biasa. "Grauur!"Mithra menggeram dengan nada imut. Kerangka kucing itu menari-nari di bawah hujan lumpur, meloncat dan berguling sampai tulang putihnya menjadi hitam semua. Seperti O, ia terlihat girang dengan adanya lautan lumpur yang meledak dari perut bumi secara tiba-tiba. "Ugh! Kepalaku sedikit pusing ..."""Anda terlalu banyak menggunakan Mana, Tuan."""Hmm, aku pikir dengan menjadi Lich, kapasitasku meningkat drastis," sanggah O. Ia tidak ingin disalahkan.""Beruntung tidak ada musuh lagi di sini ...""Grrr!
O mengayunkan sabit besarnya dengan anggun. Seperti baling-baling mesin penghalus bumbu, O menebas semua mayat hidup yang merangsek ke arahnya. Tak cukup, O membuat standar tinggi, yaitu sabetan sabitnnya harus mengenai leher atau bagian kepala.SLASH! SLASH!Kepala melayang. Wajah jelek terbagi dua. Leher putus. Tubuh-tubuh mayat hidup itu bergeletakan ke tanah tanpa kepala. Sebagian mencair menjadi Nyx seluruhnya, sebagian lagi tidak menjadi apapun, tapi Nyx tetap merembes dari tubuhnya.Sabit O terus berputar dan berputar. Kepala berterbangan. Nyx berceceran. Kabut hitam mengudara dan berkumpul di kristal inti yang berada dalam rongga dada O. Kemampuan berpikir O memungkinkan semua itu terjadi secara bersamaan.Akhirnya, setelah beberapa menit berputar-putar, jumlah mayat hidup di tanah lapang itu tinggal segelintir saja."Fyuuh! Kenapa banyak sekali mayat hidup di sini?" seru O, "Apa sedang ada arisan?"O berjalan santai di antara potongan-potongan tubuh dan genangan Nyx. Sayangn