Terima kasih atas dukungannya. Semoga suka
Sasa bangun tidur. Dia duduk di tepi kasur dan membuka tas. Melihat berkas gugatan cerai yang sudah di tanda tangan atas nama Elvis.“Aku akan langsung antar berkas penting ini ke pengadilan. Ah, aku harus tanya nomor pengacara yang mengurus perceraian Kak Elvis.” Sasa menyimpan kembali berkas ke dalam tas. Dia masuk ke kamar mandi untuk membersihkan diri. Berganti pakaian dan berdandan cantik.“Sarapan dan pulang. Aku benar-benar beruntung lahir dari keluarga kaya sehingga bisa melakukan apa pun dengan uang.” Sasa turun ke ruang makan. Dia sarapan seorang diri tanpa peduli pada apa pun.“Halo, ada apa?” tanya Sasa yang sedang menikmati sarapan.“Apa kamu tidak bisa menahan Elvis agar tidak mengganggu Mahira lagi?” tanya seorang pria dari panggilan telepon.“Apa maksud kamu? Mahira yang selalu datang ke Perusahaan Kak Elvis,” tegas Sasa.“Aku tidak buta melihat pria itu memohon kepada Mahira agar kembali pulang bersama nya,” jelas pria di seberang panggilan.“Apa?” Sasa melihat layar p
Mahira beranjak dari kursi. Dia tidak ingin berada di rumah sakit karena kondisinya yang tidak stabil.“Ela, aku akan pulang. Tidak ada jadwal juga di siang hari.” Mahira mengambil tasnya.“Baik, Dok. Anda di rumah saja untuk menenangkan diri dan mengobati luka bakar.” Ela membuang pecahan gelas ke tempat sampah.“Ya. Aku akan mengobati luka dengan ramuan yang ada di rumah. Terima kasih, Ela. Aku pulang dulu.” Mahira tersenyum. Dia keluar dari ruang kerjanya dan memesan taksi.“Mahira.” Feliz bertemu dengan Mahira di koridor rumah sakit.“Ya.” Mahira menghentikan langkah kakinya dan tersenyum.“Apa kamu mau pergi makan siang?” tanya Feliz.“Tidak. Aku mau pulang ke rumah saja. Tubuh dan pikiranku tidak nyaman,” jawab Mahira.“Aku akan mengantar kamu. Sekalian mau pergi ke Perusahaan.” Feliz membalas senyuman manis dari Mahira.“Apa sejalur?” tanya Mahira.“Tentu saja. Apa kamu mau ikut ke kantorku?” Feliz balik bertanya.“Ah, tidak. Aku hanya mau pulang dan beristirahat,” jawab Mahira.
Elvis membuka mata. Pria itu memijit kepalanya. Ada rasa sakit yang tertahan di otak. Hormon bercinta yang dihentikan tiba-tiba oleh Mahira.“Wanita ini benar-benar bisa melindungi diri. Mahira, aku tidak akan melepaskan kamu. salahku membuat pernikahan dingin dan berharap kamu menyerahkan diri padaku.” Elvis berdiri di depan cermin. Dia melihat tubuhnya yang seksi sempurna dan menggoda kaum hawa.“Apa ini?” Elvis melihat sebuah catatan yang ditempel di cermin.“Pergi menjauh dari Elvis untuk selamanya dan tidak akan pernah kembali.” Elvis mengerutkan dahinya. Dia tidak menyangka bahwa Mahira benar-benar berencana meninggalkan dirinya.“Tidak akan aku biarkan, Mahira.” Elvis mengenakan kemejanya dan merapikan diri. Dia keluar dari kamar dan melihat Mahira tidur di sofa. Memperhatikan wanita itu dengan seksama.“Kenapa punggung tangannya merah?” Elvis menyentuh tangan Mahira.“Ada obatnya.” Elvis melihat salep yang masih ada di atas meja.“Luka bakar? Kapan dia terluka?” tanya Elvis di
Pria itu masih diam membeku dan tidak bergerak untuk turun. Dia tidak berniat untuk mendekat dan menolong Sasa yang tidak sadarkan diri.“Elvis!” teriak Elvita.“Cepat bawa Sasa ke rumah sakit,” bentak Elvita.Elvis segera merapikan kemeja dan mengambil kunci mobil. Pria itu menggendong Sasa dan semua orang ikut serta pergi ke rumah sakit.Mobil berhenti di depan ruang UGD. Elvis segera keluar dan menggendong kembali Sasa membawa masuk ke ruangan dengan cepat dan membaringkan di tempat tidur. Para dokter dan perawat yang bertugas segera memeriksa pasien.“Apa dia sengaja menjatuhkan diri? Tidak mungkin Sasa melakukan hal sebodoh itu. Percuma sekolah sampai ke luar negeri.” Elvis keluar dari ruangan dan duduk di depan.“Elvis, kenapa kamu mendorong Sasa?” tanya Selia di depan Elvis.“Saya tidak melakukannya. Putri Anda sendiri yang menjatuhkan dirinya,” tegas Elvis marah.“Apa? Itu tidak mungkin,” balas Juanda. Papa dari Sasa.“Om, jarak tangga dan pintu kamar saya itu jauh,” ucap Elvis
Mahira selesai memanaskan makanan untuk Elvis. Dia tidak tahu bahwa pria yang berada di kamar itu mengotak-atik ponselnya.“Elvis,” sapa Mahira.“Makanan sudah siap,” ucap Mahira di depan pintu kamar.“Apa kamu belum selesai?” Mahira mengetuk pintu yang dikunci dari dalam. “Apa dia mandi?” Mahira pergi ke ruang tengah. “Hah! Sudah selarut ini. Aku benar-benar mengantuk. Pria itu tidak akan melakukan apa pun padaku.” Mahira merebahkan tubuh di atas kasur.“Mahira, dengan ini kamu tidak akan bisa lari dariku.” Elvis mengisi daya ponselnya dengan milik Mahira. Dia keluar dari kamar dan melihat sang istri yang kembali tidur.“Dia sangat mengantuk.” Elvis menggendong Mahira.“Apa yang kamu lakukan?” Mahira dengan mudahnya terbangun.“Aku memindahkan kamu ke kamar,” jawab Elvis membawa Mahira ke kamar.“Aku bisa sendiri,” tegas Mahira.“Apa kamu jalan sambil tidur?” tanya Elvis dan tidak ada jawaban dari Mahira. Pria itu melepaskan istrinya di atas kasur.“Lanjutkan tidur kamu dan akum au
Keluarga Elvita dan Selia mencari Elvis yang hilang begitu saja. Tidak ada yang tahu bahwa pria itu tidur di rumah istrinya. Dia tidak mempedulikan kondisi Sasa.“Kemana Elvis? Dia tidak muncul lagi dari semalam?” tanya Selia.“Aku juga tidak tahu. Ponselnya tidak aktif.” Elvita terlihat gelisah.“Rino.” Elvita segera menghubungi Rino.“Halo, Rino. Di mana Elvis?” tanya Elvita ketika panggilan terhubung.“Saya tidak tahu, Bu,” jawab Rino.“Kamu di mana? Tidak mungkin tidak tahu di mana Elvis.” Elvita sangat kesal. “Saya di rumah sakit, Bu. Menemani Non Relia yang kecelakaan,” jawab Rino jujur. “Apa?” Elvita terkejut.“Kapan dia kecelakaan? Kenapa tidak ada yang memberitahuku?” Elvita yang duduk di sofa segera beranjak dan berjalan keluar.“Maaf, Bu. Saya tidak memiliki wewenang karena tidak ada perintah dari Pak Elvis,” jelas Rino.“Di mana Lia dirawat?” tanya Elvis dan Rino memberitahunya.“Elvita, kamu mau kemana?” Selia menahan tangan Elvita. “Aku harus mencari Relia.” Elvita san
Elvis tidak pergi. Pria itu berada di dapur. Dia membuka lemari penyimpanan makanan yang penuh dengan bahan makanan, sayuran dan buah-buahan.“Aku tidak akan pulang sebelum sarapan di rumah istriku.” Elvis mengenakan celemek pada dada bidangnya yang telanjang. “Kamu adalah orang pertama yang akan mencicipi nasi goreng buatanku.” Elvis membuka magic com dan mendapatkan nasi sisa mereka tadi malam. “Bahannya cukup.” Elvis tersenyum. Jari-jarinya sangat cekatan membuatkan nasi goreng lengkap. Pria itu juga memanggang roti dengan mesin pemanggang. Dia menyajikan di atas meja.“Kenapa dia belum keluar dari kamar? Aku sudah sangat gerah karena belum mandi.” Elvis berjalan mendekati pintu kamar Mahira. “Mahira, apa kamu belum selesai?” Elvis mencoba membuka pintu, tetapi gagal karena masih dikunci dari dalam. “Apa tidak ada kamar mandi di dapur, ruang tamu atau ruang tengah?” Elvis memperhatikan apartemen Mahira yang cukup luas dan lengkap.“Ini kamar mandi.” Elvis tersenyum menemukan kam
Elvis menekan tubuh Mahira ke dinding. Pria itu mendekatkan wajah mereka berdua dan tersenyum.“Kenapa kamu terkejut? Bukankah itu yang kamu inginkan?” Elvis tersenyum dan menatap Mahira yang harus mendongak melihat suaminya.“Dengar, Elvis. Aku saja bingung kenapa kamu mau menikahiku? Kenapa tidak bayar saja ganti rugi pada keluarga Biyanka dan tidak usah berurusan dengan kami dari sejak awal?” Mahira membalas tatapan Elvis tanpa ragu.“Aku kasian melihat kamu yang begitu terpuruk ketika Biyanka meninggal di hari pernikahan kalian,” jawab Elvis di dalam hati.“Kenapa diam?” tanya Mahira. “Kamu pria berkuasa dan punya banyak uang. Kamu bisa melakukan apa pun yang inginkan dengan harta dan tahta yang kamu miliki. Buktikan kecelakaan itu bisa diredam dengan mudahnya tanpa ada yang tahu bahwa kamu yang menjadi penyebabnya,” jelas Mahira dengan menekankan suaranya.“Ayo ikut aku agar semuanya jelas.” Elvis menarik Mahira meninggalkan rumah dan pergi ke tempat parkir.“Kamu akan tahu kenap
Elvis tiba di bandara. Dia segera pergi ke lokasi Mahira diculik. Pria itu tidak peduli pada apa pun. Ada khawatir yang tidak bisa diungkapkan. “Tuan. Kami mendapatkan bahwa Nyonya dibawa ke gubuk dekat hutan, tetapi….” Kalimat pria itu terhenti. “Apa?” tanya Elvis dengan bentakan. “Kami hanya menemukan ini.” Pria itu memberikan tas Mahira yang selalu dibawa karena berisi perlengkapan medisnya. “Apa?” Elvis memberikan pukulan kuat pada perut pria itu hingga tersungkur ke lantai. “Apa kamu bodoh sehingga tidak bisa menemukan Mahira?” bentak Elvis. Dia mencekik pria di depan yang hanya pasrah karena tidak berani melawan. “Susuri lokasi terakhir dan temukan Mahira. Jika gagal, kalian akan mendapatkan hukuman yang tidak bisa dibayangkan,” tegas Elvis. “Baik, Bos.” Pria itu mengangguk dan beranjak. “Bawa aku ke sana!” perintah Elvis. “Ya.” Rino segera menyiapkan mobil untuk Elvis. Mereka pergi ke ujung kota. Tempat sunyi dan tidak berpenghuni. Rumah-rumah tua yang telah ditinggal
Relia benar-benar ketakutan. Dia tidak bisa pergi karena di depan dan belakang mobilnya telah dikhalangi.“Halo, Nona Relia. Kami adalah anak buah Pak Elvis,” ucap pria yang menghubungi Relia dari ponsel.“Apa?” Relia terkejut. Dia segera membuka pintu dan memukul pria itu dengan kesal.“Ah. Ada apa?” Sang pria menatap pada Relia.“Gara-gara panggilan kamu. Ponselku terputus dengan Kak Mahira,” bentak Relia dengan wajah basah penuh air mata.“Maaf, Nona. Berikan ponsel Anda. Kami akan melacaknya.” Pria itu menadahkan tangannya. Dia tidak membalas pukulan Relia. “Apa kalian benar anak buah kakak ku?” tanya Relia.“Tentu saja. Kami datang untuk mencari Nyonya Mahira,” jawab pria itu mengambil cepat ponsel dari tangan Relia.“Eh.” Relia terkejut.“Kamu mau kemana?” Relia segera mengikuti pria yang masuk ke dalam mobil lain. “Wah.” Relia melihat pria itu sudah menghubungkan ponselnya dengan computer.“Lokasi terakhir ditemukan. Tim satu segera ke tempat!” perintah pria yang lain yang ber
Manisa menghentikan mobil tepat di ujung gang yang buntu. Wanita itu memutar kendaraanya dengan tenang.“Tidak ada siapa pun di sini,” ucap Mahira.“Iya. Kita kembali saja. Mungkin dia sibuk.” Manisa tersenyum dan berhasil memutar arah mobil.“Nanti aku coba hubungi dia lagi dan dibayar dengan cara transfer saja.” Manisa mematikan mesin mobil. “Apa bisa minta nomor ponsel Kak Mahira? Nanti aku kirim nomor rekeningnya,” ucap Manisa. “Scan saja.” Mahira mengeluarkan ponsel dan mendekatkan dengan ponsel Manisa.“Ada jaringan,” ucap Mahira karena Manisa berhasil menscan nomornya.“Iya kebetulan. Aku simpan ya, Kak.” Manisa membuka kunci pintu mobil tanpa sepengetahuan Mahira.“Ada banyak panggilan dari Elvis dan Relia.” Mahira bingung.“Aku telpon ulang Relia saja. Aku tidak mau berurusan dengan Elvis.” Mahira mencoba melakukan panggilan ulang ke nomor ponsel Relia.“Keluar!” Pria bertopeng membuka pintu Manisa dan Mahira.“Hah!” Mahira terkejut hingga ponsel terjatuh ke tanah. Tubuhnya
Mirna pergi ke rumah keluarga Elvis. Wanita itu sangat kesal karena tidak mendapatkan kiriman uang lagi dari Mahira dan menantunya. Dia tidak bisa menghubungi anak tiri serta menantunya.“Aku terus menunggu hingga saldo kami terkuras dan belum ada uang masuk.” Mirna turun dari mobil yang berhenti halaman rumah keluarga Elvis.“Permisi. Spada.” Mirna menekan bel.“Ada apa, Bu? Anda mencari siapa?” tanya pelayan. “Aku mau bertemu dengan Elvis,” jawab Mirna.“Silakan masuk.” Pelayan sangat mengenal mama tiri Mahira yang dulu sering datang meminta uang kepada Elvis.“Pak Elvis sedang tidak di rumah,” ucap pelayan kepada Mirna yang sudah duduk di sofa mewah.“Kemana dia?” tanya Mirna dengan sombong.“Pak Elvis pergi ke luar kota dan sudah beberapa hari tidak pulang,” jawab pelayan.“Oh. Pantas saja dia belum mengirimkan uang. Mungkin karena sibuk dengan pekerjaan,” ucap Mirna tanpa malu.“Apa Mahira ikut Elvis?” tanya Mirna.“Itu tidak mungkin. Mahira hanya wanita buangan yang terpaksa din
Mahira mendapatkan pesan dari Rangga. Pemuda itu mengundang Mahira untuk makan malam. Dia akan menjemput di pukul tujuh.“Maaf. Aku tidak bisa.” Mahira menolak undangan Rangga.“Aku sudah menerima ucapan terima kasih dari kamu dan keluarga. Aku rasa itu saja sudah cukup,” balas Mahira lagi pada pesan Rangga.“Benar-benar tidak mudah.” Rangga tersenyum melihat pesan penolakan dari Mahira.“Aku penasaran. Apa hubungan Dokter Mahira dengan Relia? Mereka terlihat dekat,” ucap Rangga yang masih berada di kampus. Pemuda itu cukup sibuk karena dia akan segera lulus kuliah.“Aku akan meminta Mama langsung menghubungi dokter Mahira. Pasti dia tidak bisa menolak.” Rangga beranjak dari kursi dan pergi ke tempat parkir. Pemuda itu sudah bersiap untuk pulang.“Kak Rangga.” Manisa tersenyum pada Rangga.“Ya. Kamu siapa?” tanya Rangga.“Ah, aku Manisa. Adiknya dokter Mahira.” Manisa mengulurkan tangannya. Wanita muda itu sudah lama mengikuti Rangga dan menunggu kesempatan untuk mendekat.“Oh. Benarka
Relia memperhatikan Rangga yang tidak mengalihkan pandangan dari Mahira. Pemuda itu pun senyum dengan tulus dan tidak seperti biasanya.“Kak, aku mau bicara dengan Kak Mahira berdua,” ucap Relia.“Tentu saja.” Mahira memang mau berbicara dengan Relia agar gadis muda itu bisa membawanya keluar dari rumah.“Kak Rangga, aku bicara sebentar dengan Kak Mahira.” Relia menarik tangan Mahira menjauh dari Rangga. Mereka pergi ke taman samping.“Kak, apa Kakak sudah balikan dengan Kak Elvis?” tanya Relia.“Tidak. Makanya, aku mau minta tolong sama kamu untuk bawa aku pergi dari rumah ini. Aku tidak mau bersama Elvis lagi,” jelas Mahira.“Kenapa?” Relia menatap Mahira.“Tidak apa. Aku tidak mau kembali bersmaa Elvis. Itu saja dan tidak ada alasan lain,” tegas Mahira.“Jadi, tolong kamu bawa aku keluar dari rumah ini. Ya.” Mahira memelas.“Ya.” Relia mengangguk. Mereka kembali kepada Rangga yang hanya duduk diam. “Apa sudah selesai?” tanya Rangga.“Sudah,” jawab Relia.“Ayo kita pergi,” ajak Mahi
Elvis pergi ke luar kota tanpa memberitahu Mahira. Pria itu terbang dengan pesawat pribadinya dan ponsel pun dimatikan.“Hey, pria gila. Kenapa ponsel kamu mati? Aku bisa ikut gila terus berada di dalam rumah ini.” Mahira duduk di sofa. Dia melihat ada buah-buahan di atas meja.“Nyonya, ini jus buah Anda dan juga kue yang masih panas.” Pelayan meletakkan banyak makanan di atas meja.“Terima kasih.” Mahira menatap bibi yang tersenyum.“Hm.” Mahira memakan buah-buahan yang ada di atas meja.“Enak,” ucap Mahira. Dia yang dulu pernah diperlakukan seperti pembantu kini menjadi Nyonya besar dan dilayani dengan baik oleh para pelayan. Wanita itu bahkan dijaga oleh para penjaga.“Jadi Nyonya, tetapi terkurung. Dulu jadi pembantu, tetapi bisa pergi ke pasar.” Mahira membandingkan kehidupan dua tahun lalu dan saat ini.“Perubahan yang sangat signifikan,” ucap Mahira. Dia tersenyum tipis.“Tetapi akum au bebas tanpa terikat dengan siapa pun. Aku lelah dengan kehidupan dua tahun terakhir. Aku mau
Mahira kembali ke kamar. Dia berganti pakaian. Wanita itu mengambil tas dan mengisi dengan perlengkapan medisnya. Membawa ponsel dan menghubungi Ela. “Halo, Ela. Aku akan mengirim alamatku. Apa kamu bisa menjemputku?” tanya Mahira.“Anda di mana, Dok?” Ela balik bertanya. “Aku akan sharea lokasi,” ucap Mahira.“Baik, Dok.” Ela bingung.“Apa Dokter Mahira di Indonesia?” tanya Ela yang menunggu pesan dari Mahira.“Benar. Lokasi ini tidak terlalu jauh. Aku akan berikan kepada Pak Feliz.” Ela meneruskan pesan Mahira kepada Feliz.Mahira keluar dari kamar tanpa membawa apa pun kecuali ponsel dan tas miliknya. Dia berjalan menuju pintu utama.“Anda mau kemana, Nyonya?” tanya pelayan.“Saya bukan Nyonya di rumah ini.” Mahira tersenyum dan melanjutkan langkah kaki yang sempat terhenti.“Maaf, Bu. Anda dilarang meninggalkan rumah tanpa izin Pak Elvis.” Dua orang pengawal pria berdiri di depan Mahira.“Apa? Dia tidak punya hak menghentikan aku. Kalian menyingkirlah!” Mahira menatap tajam pada
Sasa membuka mata. Wanita itu turun dari kasur dan masuk ke kamar mandi tanpa kursi roda karena dia memang tidak lumpuh.“Segarnya.” Sasa keluar dari kamar mandi dengan baju handuk. Dia duduk di depan cermin dan merias diri.“Kapan Kak Elvis akan pulang? Apa dia menyusul Mahira di Jepang?” Sasa mengambil ponsel dan menerima panggilan dari seseorang.“Halo, Bu. Pak Elvis sudah kembali ke Indonesia,” ucap seorang pria dari ponsel.“Kapan?” tanya Sasa.“Semalam. Dia membawa Ibu Mahira ikut serta,” jawab pria itu. “Apa?” Sasa yang duduk segera berdiri. Dia sangat marah karena berpikir Mahira telah pergi jauh ke luar negeri.“Apa dia pulang ke rumah Elvis?” tanya Sasa.“Tidak, Bu. Kami melihat Pak Elvis pergi ke rumah lain,” jelas pria itu.“Kirim alamat rumah itu,” tegas Sasa.“Baik, Bu.” Panggilan terputus. “Mahira, seharusnya kamu tidak pernah kembali ke Indonesia. Aku hampir mendapatkan Elvis. Arrggh!” Sasa menghambur tempat tidur. Melempar bantal dan guling ke lantai. “Aku akan memb