Terima kasih atas dukungannya. Semoga suka dengan Karya ini.
Rino memarkirkan mobil di tempat parkir khusus pelanggan VIP. Elvis segera turun dan berjalan cepat masuk ke dalam mall. Dia harus bertemu dengan Mahira yang baru saja menggunakan kartunya untuk membayar pakaian yang cukup mahal di butik.“Kenapa buru-buru, Bos.” Rino harus mengejar Elvis.“Mahira akan menghabiskan uangku di mall ini,” ucap Elvis melangkah dengan kaki panjangnya.“Apa? Uang itu kan sudah Anda berikan kepala Ibu Mahira.” Rino menggelengkan kepala karena tidak biasanya Elvis perhitungan. Ketika sudah memberi tidak akan memintanya kembali.“Mama.” Elvis menghentikan pintu di depan butik ketika melihat Elvita dan Sasa.“Selamat datang, Pak Elvis. Ibu sedang berbelanja bersama tunangan Anda.” Manager toko langsung menyambut Elvis.“Apa hanya mereka berdua?” tanya Elvis.“Iya. Ibu dan tunangan Anda meminta toko untuk ditutup dari pelanggan umum agar bisa berbelanja dengan tenang. Mereka tidak mau bertemu dengan orang-orang yang hanya melihat saja sehingga mengganggu ketenang
Elvis duduk di kursi tunggu. Sasa ditemani oleh Elvita untuk pemeriksaan. Pria itu sangat kesal karena Rino gagal mengikuti Mahira.“Bodoh!” Elvis menghubungi Rino agar melacak taksi yang membawa Mahira.“Apa kamu sudah mencatat nomor plat mobil taksi?” tanya Elvis.“Sudah, Bos. Aku akan kembali ke rumah dan melakukan pemeriksaan dengan computer,” jawab Rino.“Jika kamu gagal. Lebih baik pensiun saja.” Elvis memutuskan panggilan.“Elvis.” Elvita keluar dari ruang perawatan.“Ayo gendong Sasa. Kita akan pulang,” ucap Elvita.“Apa dia tidak dirawat di rumah sakit?” tanya Elvis beranjak dari kursi.“Tidak. Kakinya hanya terkilir sedikit dan istirahat di rumah saja cukup,” jawab Elvita.“Aku akan mengantarkannya ke rumah. Kita pulang dengan dijemput Rino.” Elvis akan masuk ke kamar.“Apa kamu mau meninggalkan Sasa sendirian di rumahnya?” Elvita memegang tangan Elvis.“Orang tua dia masih di luar negeri,” lanjut Elvita.“Dia punya banyak pelayan, Ma.” Elvis menatap Elvita.“Bawa pulang ke r
Elvis mengendarai mobil menuju rumah Mahira. Pria itu pergi tanpa memberitahu siapa pun. Dia tidak bisa menunggu hari esok. Kesabaran pria semakin tipis. “Sial! Dia benar-benar tinggal di ujung kota.” Elvis merasa dirinya tidak juga tiba di rumah Mahira. “Apa ini cara kamu lari dariku, Mahira?” Elvis terus mengendarai mobil. Pria itu tiba di rumah Mahira ketika sudah tengah malam. “Apa dua tahun itu tidak cukup untuk membuat kita bersama?” Mobil Elvis berhenti tepat di depan rumah dengan nuansa putih bersih. Taman hijau dan tenang. Begitu sepi tanpa ada pergerakan sama sekali. “Rumah yang sederhana dan tidak terlalu besar. Apa dia akan betah?” tanya Elvis pada dirinya sendiri. “Dia terbiasa hidup di tempat seperti ini sehingga tidak betah di rumahku yang mewah.” Elvis melihat tulisan klinik akupuntur dengan Dokter Mahira. “Akupuntur? Itu adalah pengobatan tradisional Tiongkok yang terkenal. Tidak semua orang bisa menguasainya.” Elvis melihat jam yang melingkar di pergelangan tan
Elvita pergi ke kamar Elvis. Wanita itu masih belum melihat putranya untuk sarapan.“Elvis, apa kamu belum bangun?” Elvita mengetuk pintu kamar Elvis dan tidak ada jawaban.“Ma,” sapa Relia.“Tidak biasanya Elvis belum bangun.” Elvita membuka pintu kamar Elvis. Wanita itu melihat ruangan yang kosong dan gelap. Semua gorden masih tertutup rapat.“Elvis.” Elvita membuka semua gorden dan dan jendela. Dia pergi ke kamar mandi dan tidak ada siapa pun. “Kemana Kak Elvis?” Relia pun ikut masuk ke dalam kamar. Wanita mud aitu baru menyadari tidak ada foto pernikahan Elvis dan Mahira.“Kak Mahira benar-benar tidak dianggap dan tidak dihargai di rumah ini. Semoga ada kebahagian di luar sana.” Relia segera keluar dari kamar Elvis dan pergi ke ruang makan.“Kak Sasa.” Relia melihat Sasa yang sudah duduk di kursi.“Pagi Lia. Di mana Kak Elvis?” tanya Sasa tersenyum.“Aku tidak tahu.” Relia segera duduk dan mengambil piring. Dia mengisi dengan makanan yang ada. “Apa kamu tidak menunggu tante?” Sas
Mahira berada di dalam klinik kecantikan. Wanita itu melakukan perawatan diri bersama dengan Ela. Dia membayar dengan uang Elvis.“Nyaman sekali. Sudah lama tidak memanjakan diri.” Mahira berdiri di depan cermin. Kecantikan yang selama ini disembunyikan kini terpancar jelas sehingga membuat semua orang yang melihatnya terkagum-kagum.“Nona, Anda sangat cantik,” puji manager klinik.“Terima kasih. Ini adalah warisan dari kedua orang tua saya.” Mahira tersenyum cantik. Wanita itu sudah bertekad untuk memulai kehidupan baru tanpa Elvis. Dia berjanji akan melupakan dua tahun bersama suaminya. Pria yang tidak peka akan adanya cinta.“Benar, Dok. Anda sangat cantik dan seksi dengan baju yang cocok.” Ela bahkan ikut terkagum-kagum melihat kesempurnaan yang dimiliki Mahira.“Hahaha.” Mahira tertawa. Dirinya telah kembali seperti dulu. Di masa-masa bahagia ketika berama dengan Biyanka. Hidup penuh dengan semangat dan rasa percaya diri yang tinggi.“Aku akan melakukan pembayaran dengan kartu ini
Mahira mengetuk pintu kamar pasien dengan lembut dan membukanya. Dia tersenyum cantik kepada Agus yang memang sudah menunggu kedatangannya. “Selamat pagi.” Mahira menarik kursi dan duduk di samping Agus. Wanita itu begitu lembut. Tatapan matanya penuh dengan kasih sayang. Air mata mengalir membasahi pipi Agus. Anak kecil itu segera mencium tangan Mahira. Dia menangis dan tersenyum. “Kenapa menangis? Apa ada yang sakit?” Mahira mengusap kepala Agus dengan tangan yang lain dan mencium dahi pasien mudanya. “Tidak,” ucap Agus pelan. “Hah!” Mahira terkejut karena pasiennya sudah bisa bicara. Padahal baru kemarin mereka melakukan operasi pembersihan darah beku pada otak pasien. “Syukurlah. Bagaimana kabar Agus? Bu Dokter yakin akan segela pulih dan sehat kembali. Semangat ya. Sekarang Bu Dokter periksa dulu.” Mahira tidak meminta bantuan asistennya. Dia memeriksa sendiri Agus. Wanita itu selalu menjalin hubungan yang baik dengan para pasien. Sang dokter tidak hanya menerima laporan da
Feliz berada di perusahaannya. Pria itu benar-benar heran karena Mahira tidak mengenalinya. Mereka sudah bertemu dua kali dalam jarak yang cukup dekat.“Permisi, Pak. Ini informasi tentang Nona Mahira.” Seorang wanita masuk ke ruangan Feliz.“Apa yang kamu dapatkan?” tanya Feliz.“Non Mahira pernah mengalami kecelakaan hingga koma dalam waktu yang lama. Ketika sadarkan diri. Dia tidak ingat apa pun,” jelas sekretaris Feliz.“Apa?” Feliz terkejut. Dia segera membuka berkas yang ada di dalam map. Pria itu tidak tahu bahwa Mahira mengalami kecelakaan yang snagat tragis dan parah hingga membuat ibunya meninggal dunia.“Pantas saja dia tidak mengenaliku. Ternyata Mahira hilang ingatan di usia remaja.” Feliz meremas tangannya.“Ini yang membuatku tidak bisa menemukan Mahira hingga dia bersama Biyanka. Bagaimana caranya agar kita bisa seperti dulu, Mahira? Haruskan aku memulai semuanya dari awal pertama jumpa? Kita pernah berjanji akan menjadi pasangan di masa depan.” Feliz memegang foto Mahi
Relia menghentikan mobil di mini market. Wanita muda itu mau membeli keperluan pribabadinya. Dia keluar dari kendaraan merah dan melihat mobil putih yang mewah.“Mobil ini cantik sekali.” Relia tersenyum.“Terlihat elegan dan berkilau. Pemiliknya pasti cantik.” Relia masuk ke dalam mini market. Dia melihat seorang wanita yang mirip dengan Mahira, tetapi tampil jauh lebih cantik, rapi dan mahal.“Apa Kak Mahira punya kembaran. Mereka begitu mirip hanya beda penampilan saja.” Relia terus memperhatikan Mahira yang sedang membeli kebutuhan dapurnya.“Permisi,” sapa Relia yang sudah tidak tahan dengan dirinya untuk menyapa Mahira.“Relia, apa kabar?” Mahira tersenyum pada Relia dan memegang tangan adik iparnya.“Apa kamu Kak Mahira?” tanya Relia menatap Mahira dari atas hingga bawah. Wanita di depannya benar-benar berbeda dari terakhir kali dilihatnya.“Ya. Apa kamu tidak mengenaliku?” Mahira tersenyum.“Kak Mahira benar-benar cantik.” Relia terpesona melihat Mahira hingga di menggelengkan
Elvis tiba di bandara. Dia segera pergi ke lokasi Mahira diculik. Pria itu tidak peduli pada apa pun. Ada khawatir yang tidak bisa diungkapkan.“Tuan. Kami mendapatkan bahwa Nyonya dibawa ke gubuk dekat hutan, tetapi….” Kalimat pria itu terhenti.“Apa?” tanya Elvis dengan bentakan.“Kami hanya menemukan ini.” Pria itu memberikan tas Mahira yang selalu dibawa karena berisi perlengkapan medisnya.“Apa?” Elvis memberikan pukulan kuat pada perut pria itu hingga tersungkur ke lantai.“Apa kamu bodoh sehingga tidak bisa menemukan Mahira?” bentak Elvis. Dia mencekik pria di depan yang hanya pasrah karena tidak berani melawan.“Susuri lokasi terakhir dan temukan Mahira. Jika gagal, kalian akan mendapatkan hukuman yang tidak bisa dibayangkan,” tegas Elvis.“Baik, Bos.” Pria itu mengangguk dan beranjak.“Bawa aku ke sana!” perintah Elvis.“Ya.” Rino segera menyiapkan mobil untuk Elvis.Mereka pergi ke ujung kota. Tempat sunyi dan tidak berpenghuni. Rumah-rumah tua yang telah ditinggalkan tuanny
Relia benar-benar ketakutan. Dia tidak bisa pergi karena di depan dan belakang mobilnya telah dikhalangi.“Halo, Nona Relia. Kami adalah anak buah Pak Elvis,” ucap pria yang menghubungi Relia dari ponsel.“Apa?” Relia terkejut. Dia segera membuka pintu dan memukul pria itu dengan kesal.“Ah. Ada apa?” Sang pria menatap pada Relia.“Gara-gara panggilan kamu. Ponselku terputus dengan Kak Mahira,” bentak Relia dengan wajah basah penuh air mata.“Maaf, Nona. Berikan ponsel Anda. Kami akan melacaknya.” Pria itu menadahkan tangannya. Dia tidak membalas pukulan Relia. “Apa kalian benar anak buah kakak ku?” tanya Relia.“Tentu saja. Kami datang untuk mencari Nyonya Mahira,” jawab pria itu mengambil cepat ponsel dari tangan Relia.“Eh.” Relia terkejut.“Kamu mau kemana?” Relia segera mengikuti pria yang masuk ke dalam mobil lain. “Wah.” Relia melihat pria itu sudah menghubungkan ponselnya dengan computer.“Lokasi terakhir ditemukan. Tim satu segera ke tempat!” perintah pria yang lain yang ber
Manisa menghentikan mobil tepat di ujung gang yang buntu. Wanita itu memutar kendaraanya dengan tenang.“Tidak ada siapa pun di sini,” ucap Mahira.“Iya. Kita kembali saja. Mungkin dia sibuk.” Manisa tersenyum dan berhasil memutar arah mobil.“Nanti aku coba hubungi dia lagi dan dibayar dengan cara transfer saja.” Manisa mematikan mesin mobil. “Apa bisa minta nomor ponsel Kak Mahira? Nanti aku kirim nomor rekeningnya,” ucap Manisa. “Scan saja.” Mahira mengeluarkan ponsel dan mendekatkan dengan ponsel Manisa.“Ada jaringan,” ucap Mahira karena Manisa berhasil menscan nomornya.“Iya kebetulan. Aku simpan ya, Kak.” Manisa membuka kunci pintu mobil tanpa sepengetahuan Mahira.“Ada banyak panggilan dari Elvis dan Relia.” Mahira bingung.“Aku telpon ulang Relia saja. Aku tidak mau berurusan dengan Elvis.” Mahira mencoba melakukan panggilan ulang ke nomor ponsel Relia.“Keluar!” Pria bertopeng membuka pintu Manisa dan Mahira.“Hah!” Mahira terkejut hingga ponsel terjatuh ke tanah. Tubuhnya
Mirna pergi ke rumah keluarga Elvis. Wanita itu sangat kesal karena tidak mendapatkan kiriman uang lagi dari Mahira dan menantunya. Dia tidak bisa menghubungi anak tiri serta menantunya.“Aku terus menunggu hingga saldo kami terkuras dan belum ada uang masuk.” Mirna turun dari mobil yang berhenti halaman rumah keluarga Elvis.“Permisi. Spada.” Mirna menekan bel.“Ada apa, Bu? Anda mencari siapa?” tanya pelayan. “Aku mau bertemu dengan Elvis,” jawab Mirna.“Silakan masuk.” Pelayan sangat mengenal mama tiri Mahira yang dulu sering datang meminta uang kepada Elvis.“Pak Elvis sedang tidak di rumah,” ucap pelayan kepada Mirna yang sudah duduk di sofa mewah.“Kemana dia?” tanya Mirna dengan sombong.“Pak Elvis pergi ke luar kota dan sudah beberapa hari tidak pulang,” jawab pelayan.“Oh. Pantas saja dia belum mengirimkan uang. Mungkin karena sibuk dengan pekerjaan,” ucap Mirna tanpa malu.“Apa Mahira ikut Elvis?” tanya Mirna.“Itu tidak mungkin. Mahira hanya wanita buangan yang terpaksa din
Mahira mendapatkan pesan dari Rangga. Pemuda itu mengundang Mahira untuk makan malam. Dia akan menjemput di pukul tujuh.“Maaf. Aku tidak bisa.” Mahira menolak undangan Rangga.“Aku sudah menerima ucapan terima kasih dari kamu dan keluarga. Aku rasa itu saja sudah cukup,” balas Mahira lagi pada pesan Rangga.“Benar-benar tidak mudah.” Rangga tersenyum melihat pesan penolakan dari Mahira.“Aku penasaran. Apa hubungan Dokter Mahira dengan Relia? Mereka terlihat dekat,” ucap Rangga yang masih berada di kampus. Pemuda itu cukup sibuk karena dia akan segera lulus kuliah.“Aku akan meminta Mama langsung menghubungi dokter Mahira. Pasti dia tidak bisa menolak.” Rangga beranjak dari kursi dan pergi ke tempat parkir. Pemuda itu sudah bersiap untuk pulang.“Kak Rangga.” Manisa tersenyum pada Rangga.“Ya. Kamu siapa?” tanya Rangga.“Ah, aku Manisa. Adiknya dokter Mahira.” Manisa mengulurkan tangannya. Wanita muda itu sudah lama mengikuti Rangga dan menunggu kesempatan untuk mendekat.“Oh. Benarka
Relia memperhatikan Rangga yang tidak mengalihkan pandangan dari Mahira. Pemuda itu pun senyum dengan tulus dan tidak seperti biasanya.“Kak, aku mau bicara dengan Kak Mahira berdua,” ucap Relia.“Tentu saja.” Mahira memang mau berbicara dengan Relia agar gadis muda itu bisa membawanya keluar dari rumah.“Kak Rangga, aku bicara sebentar dengan Kak Mahira.” Relia menarik tangan Mahira menjauh dari Rangga. Mereka pergi ke taman samping.“Kak, apa Kakak sudah balikan dengan Kak Elvis?” tanya Relia.“Tidak. Makanya, aku mau minta tolong sama kamu untuk bawa aku pergi dari rumah ini. Aku tidak mau bersama Elvis lagi,” jelas Mahira.“Kenapa?” Relia menatap Mahira.“Tidak apa. Aku tidak mau kembali bersmaa Elvis. Itu saja dan tidak ada alasan lain,” tegas Mahira.“Jadi, tolong kamu bawa aku keluar dari rumah ini. Ya.” Mahira memelas.“Ya.” Relia mengangguk. Mereka kembali kepada Rangga yang hanya duduk diam. “Apa sudah selesai?” tanya Rangga.“Sudah,” jawab Relia.“Ayo kita pergi,” ajak Mahi
Elvis pergi ke luar kota tanpa memberitahu Mahira. Pria itu terbang dengan pesawat pribadinya dan ponsel pun dimatikan.“Hey, pria gila. Kenapa ponsel kamu mati? Aku bisa ikut gila terus berada di dalam rumah ini.” Mahira duduk di sofa. Dia melihat ada buah-buahan di atas meja.“Nyonya, ini jus buah Anda dan juga kue yang masih panas.” Pelayan meletakkan banyak makanan di atas meja.“Terima kasih.” Mahira menatap bibi yang tersenyum.“Hm.” Mahira memakan buah-buahan yang ada di atas meja.“Enak,” ucap Mahira. Dia yang dulu pernah diperlakukan seperti pembantu kini menjadi Nyonya besar dan dilayani dengan baik oleh para pelayan. Wanita itu bahkan dijaga oleh para penjaga.“Jadi Nyonya, tetapi terkurung. Dulu jadi pembantu, tetapi bisa pergi ke pasar.” Mahira membandingkan kehidupan dua tahun lalu dan saat ini.“Perubahan yang sangat signifikan,” ucap Mahira. Dia tersenyum tipis.“Tetapi akum au bebas tanpa terikat dengan siapa pun. Aku lelah dengan kehidupan dua tahun terakhir. Aku mau
Mahira kembali ke kamar. Dia berganti pakaian. Wanita itu mengambil tas dan mengisi dengan perlengkapan medisnya. Membawa ponsel dan menghubungi Ela. “Halo, Ela. Aku akan mengirim alamatku. Apa kamu bisa menjemputku?” tanya Mahira.“Anda di mana, Dok?” Ela balik bertanya. “Aku akan sharea lokasi,” ucap Mahira.“Baik, Dok.” Ela bingung.“Apa Dokter Mahira di Indonesia?” tanya Ela yang menunggu pesan dari Mahira.“Benar. Lokasi ini tidak terlalu jauh. Aku akan berikan kepada Pak Feliz.” Ela meneruskan pesan Mahira kepada Feliz.Mahira keluar dari kamar tanpa membawa apa pun kecuali ponsel dan tas miliknya. Dia berjalan menuju pintu utama.“Anda mau kemana, Nyonya?” tanya pelayan.“Saya bukan Nyonya di rumah ini.” Mahira tersenyum dan melanjutkan langkah kaki yang sempat terhenti.“Maaf, Bu. Anda dilarang meninggalkan rumah tanpa izin Pak Elvis.” Dua orang pengawal pria berdiri di depan Mahira.“Apa? Dia tidak punya hak menghentikan aku. Kalian menyingkirlah!” Mahira menatap tajam pada
Sasa membuka mata. Wanita itu turun dari kasur dan masuk ke kamar mandi tanpa kursi roda karena dia memang tidak lumpuh.“Segarnya.” Sasa keluar dari kamar mandi dengan baju handuk. Dia duduk di depan cermin dan merias diri.“Kapan Kak Elvis akan pulang? Apa dia menyusul Mahira di Jepang?” Sasa mengambil ponsel dan menerima panggilan dari seseorang.“Halo, Bu. Pak Elvis sudah kembali ke Indonesia,” ucap seorang pria dari ponsel.“Kapan?” tanya Sasa.“Semalam. Dia membawa Ibu Mahira ikut serta,” jawab pria itu. “Apa?” Sasa yang duduk segera berdiri. Dia sangat marah karena berpikir Mahira telah pergi jauh ke luar negeri.“Apa dia pulang ke rumah Elvis?” tanya Sasa.“Tidak, Bu. Kami melihat Pak Elvis pergi ke rumah lain,” jelas pria itu.“Kirim alamat rumah itu,” tegas Sasa.“Baik, Bu.” Panggilan terputus. “Mahira, seharusnya kamu tidak pernah kembali ke Indonesia. Aku hampir mendapatkan Elvis. Arrggh!” Sasa menghambur tempat tidur. Melempar bantal dan guling ke lantai. “Aku akan memb