"Baiklah, hanya sampai dia melahirkan. Setelah itu, kamu tidak boleh berhubungan dengannya lagi.""Bu, Ibu tahu sendirikan, kalau aku hanya mencintai Monalisa. Jadi Ibu tidak usah begitu khawatir. Aku hanya minta bantuan Ibu, tolong jagakan Nara, dan jangan sampai terjadi sesuatu pada calon anakku," pinta Angkasa."Ya." Nyonya Rengganis menjawab dengan terpaksa.Hatinya begitu kesal, karena tahu bahwa cucunya ada di kandungan wanita yang tidak jelas asal- usulnya.Nara terpaku, ketika berada di dalam kamar mewah Angkasa. Kamar yang bernuansa abu- abu, dengan interior sederhana dan tidak begitu banyak barang di dalamnya.Meskipun Angkasa seorang laki- laki, tapi kamar itu begitu rapi dan wangi, sangat mampu membuat nyaman untuk Nara tempati.Nara merebahkan diri di dalam kamar itu, dan sambil mengelus perutnya yang sedikit terlihat membuncit, sebab bentuk tubuhnya yang memang agak kurus."Entah aku harus bagaimana, kamu jelas bukan sesuatu yang aku harapkan ada. Tapi kenapa takdir begi
Rasanya seakan berada di bawah guyuran hujan. Tubuhku basah, dan aku cukup terkejut. Entah bagaimana, tiba- tiba tadi menjadi gelap. Aku membuka mata, setelah merasakan tubuhku basah bersimbah air.Kutatap sekeliling, ada Ami yang tersenyum sinis ke arahku. Dan nyonya Rengganis, yang menatap tajam."Bangun! Dasar ceroboh, begini saja sampe pingsan," bentak nyonya Rengganis padaku.Sejak awal memasuki rumah ini, aku tahu dia tidak menyukaiku. Tapi tidak kusangka, dia begitu kejam memperlakukan aku di rumah ini.Aku sadar, menjadi wanita miskin, tidak berpendidikan, akan selalu menjadi petaka dalam hidupku.Aku juga tidak berdaya saat ini, kondisiku sedang hamil seperti ini. Melawan? Bukan sifatku melawan orang tua, apalagi dia Nenek dari calon bayiku."Apa yang terjadi?" Suara bariton itu terdengar dingin. Semua menoleh, begitu juga denganku kini yang sudah duduk, masih di genangan air, juga pecahan kaca piring.Angkasa, lelaki itu menatap tajam ke arah kami semua. "Angkasa, kok kamu
Bab27Dalam hidup ini, entah kenapa aku merasa kerdil dan berkecil hati. Keadaanku semakin tidak berdaya, sedangkan orang yang menginginkan kematianku semakin hidup jaya.Pintu apartemen terbuka. Aku yang sedang duduk di ruang tamu pun terkejut."Nona ...." Bi Aya menyapaku. Aku mengulas senyum, rasanya sudah cukup lama tidak melihat wanita ini."Hallo, Bi.""Non, bagaimana keadaannya? Apakah masih ada yang sakit?" tanya bi Aya."Alhamdulilah, semua baik- baik saja, Bi. Terimakasih sudah perhatian," jawabku ramah.Bi Aya tersenyum dan duduk di dekatku."Saya di minta untuk menemani Nona. Apakah Nona Nara membutuhkan sesuatu?"Aku menggeleng lemah."Tidak ada, Bi. Terimakasih.""Jangan sungkan, ini bagian dari tugas saya, Nona." Bi Aya tersenyum kepadaku. Setidaknya, aku merasakan ketenangan di sini.Aku berpamitan untuk beristirahat ke kamar, karena memang kondisiku masih tidak sepenuhnya baik. Di dalam kamar, ponselku terus berbunyi, aku mengernyit, ketika melihat begitu banyak pesan
"Aku tahu kamu membenciku, tapi tolong jangan membantah. Bekerjasamalah, untuk bayi itu," tunjuknya ke arah perutku."Aku tidak senang dengan sikapmu itu, yang seakan- akan, kita ini adalah pasangan. Aku dan anak ini hanyalah korbanmu.""Ya, aku tahu. Itu bagian dari bentuk tanggung jawabku sama kamu, Nara. Aku akan mengurus kamu dengan baik, sampai anak itu lahir.""Kenapa tidak kita gugurkan saja? Setelah itu, kita bersikap saling tidak kenal saja.""Jangan coba- coba berani, kamu menyakiti anak itu."Aku mendengkus."Aku tidak akan pergi ke dokter," ujarku membuang pandangan."Apakah kamu mau, aku menghentikan penjagaan untuk Zaskia? Karena Ibu tirimu, masih bersikeras mengganggu Zaskia. Karena apa? Ia masih penasaran, karena mayatmu hingga detik ini belum di temukan."Aku tersentak, dengan tubuh yang kembali bergetar, mendengar ucapan Angkasa."Mereka masih mengincar Zaskia?" tanyaku."Ya, aku mengirim beberapa orang, untuk menjaga kediaman Zaskia dan keamanan kemana pun Zaskia pe
Bab29Rasa mual terus- menerus menyerang pagiku. Kadang aku sampai kesulitan untuk menelan makanan."Makan ini, setidaknya tetap ada yang bisa kamu makan," ucap Angkasa, sambil memberikan aku sepiring aneka buah- buahan yang sudah terpotong- potong cantik.Aku terdiam sejenak."Ayo makan, aku nggak mau calon anakku kenapa- kenapa," lanjut lelaki itu.Aku menarik napas berat dan menerimanya. "Aku pergi dulu," ucapnya lagi. Aku hanya mengangguk.Aku berusaha berdamai dengannya, tanpa terus- menerus melawannya. Nyatanya keadaanku sekarang tidak berdaya, dan tidak memiliki kekuatan apa- apa. "Dalam hidup ini, tidak ada yang benar- benar mudah, semua menjalani ujiannya masing- masing. Jangan berkecil hati, Nona. Apapun yang terjadi, jalani dan pelajari, agar semua terasa lebih mudah." Ucapan bi Aya, terngiang ditelinga. "Awali pagi dengan senyuman, doa dan harapan. Bibi yakin, Nona akan menjadi lebih tenang."Dan semua itu, aku coba terapkan dalam hidupku selanjutnya. Mama Lida, Mouren
Bab30Di dalam kamar, Angkasa duduk memandangi laptopnya dalam kehampaan. Ada perasaan bersalah di hatinya pada Nara.Bukan manusia namanya, jika dia tidak merasa bersalah sama sekali. Hanya saja, dia tidak ingin Nara tahu perasaan bersalahnya. Angkasa tidak ingin, Nara memanfaatkannya. Sebab itulah, Angkasa terus- menerus menunjukkan sikap dinginnya, agar wanita itu mematuhinya.Pikirannya tidak karuan akhir- akhir ini. Kadang, bayangan Monalisa, kembali bergelayut manja di ingatannya.Tapi pengkhianatan yang wanita itu lakukan, mengantarkan Angkasa, pada kesalahan 1 malam, yang membuat dirinya kini semakin serba salah.Angkasa membuka tampilan cctv, untuk memantau keberadaan Nara.Namun Nara sudah tidak terlihat lagi di ruang tengah, dapur dan juga balkon belakang. Sepertinya wanita itu telah masuk ke dalam kamar, beristirahat.Bayangan perlakuan Ibunya kepada Nara, kembali terlintas dibenaknya. Entah mengapa, perasaan bersalah semakin dalam Angkasa rasakan.Sebab karena dialah, Na
Bab31Acara pernikahan Abimanyu dan Mouren di adakan di sebuah hotel yang cukup mewah. Nuansa pelaminannya pun sangat megah, membuat mama Lida memandang takjub, dengan pemandangan pelaminan putri kesayangannya itu."Ganti bajumu dengan ini." Angkasa memberikan paperbag kepada Nara.Nara mengernyit."Ini baju apa? Memangnya mau kemana?" tanya Nara dengan bingung."Kita akan menghadiri acara malam ini, cepatlah gunakan itu, sepuluh menit cukup kan?"Nara tidak ingin banyak bertanya lagi, karena dia tahu, Angkasa tidak suka dengan orang yang banyak tanya.Dia pun menuruti saja, permintaan lelaki arrogant itu.Setelah selesai berganti pakaian, tiba- tiba kamarnya di ketuk seseorang dari luar.Nara pun membuka kamarnya, nampak wanita berpakaian rapi, menenteng sebuah tas make up, tersenyum ke arahnya."Halo, Nona," sapa wanita itu."Ya, halo." Nara bingung, tapi dia tetap menyahut."Saya MUA, yang diminta untuk make up'in anda, Nona. Bolehkah saya masuk?" tanya wanita itu dengan sopan.Nar
Bab32"Aku nggak nyangka, kamu bakal berbuat hal semacam ini ...." suara kecewa Abimanyu, membuat Mama Lida semakin terbakar rasa penasaran."Murahan ...." ucapan Abimanyu semakin terdengar kasar, membuat Mama Lida semakin tidak tahan ingin membuka pintu kamar mereka."Aku tidak sengaja melakukan itu, aku mabuk, aku di perkosa, percayalah," mohon Mouren."Aku tidak perduli, bukan aku yang seharusnya bertanggung jawab! Tetapi lelaki dari pemilik janin itu."Mama Lida sudah tidak tahan lagi, dia pun langsung membuka pintu kamar mereka dan menatap pada kedua calon pengantin yang sedang berdebat itu."Mama," lirih Mouren, dengan wajah yang sudah basah air mata. Bahkan make up yang menghiasi wajah cantiknya itu pun kini mulai rusak karena air matanya."Ada apa, Mouren?" tanya Mama Lida langsung masuk, setelah menutup pintu kamar.Wanita paru baya itu berjalan ke arah Mouren yang bersimpuh di depan Abimanyu, calon suami anaknya itu.Sedangkan Abimanyu sendiri nampak bersikap acuh tak acuh.