"Aku tahu kamu membenciku, tapi tolong jangan membantah. Bekerjasamalah, untuk bayi itu," tunjuknya ke arah perutku.
"Aku tidak senang dengan sikapmu itu, yang seakan- akan, kita ini adalah pasangan. Aku dan anak ini hanyalah korbanmu.""Ya, aku tahu. Itu bagian dari bentuk tanggung jawabku sama kamu, Nara. Aku akan mengurus kamu dengan baik, sampai anak itu lahir.""Kenapa tidak kita gugurkan saja? Setelah itu, kita bersikap saling tidak kenal saja.""Jangan coba- coba berani, kamu menyakiti anak itu."Aku mendengkus."Aku tidak akan pergi ke dokter," ujarku membuang pandangan."Apakah kamu mau, aku menghentikan penjagaan untuk Zaskia? Karena Ibu tirimu, masih bersikeras mengganggu Zaskia. Karena apa? Ia masih penasaran, karena mayatmu hingga detik ini belum di temukan."Aku tersentak, dengan tubuh yang kembali bergetar, mendengar ucapan Angkasa."Mereka masih mengincar Zaskia?" tanyaku."Ya, aku mengirim beberapa orang, untuk menjaga kediaman Zaskia dan keamanan kemana pun Zaskia pergi. Tapi jika kamu terus membantahku, maka aku tidak akan berbaik hati lagi, pada sesuatu yang bukan menjadi urusanku.""Baiklah, kita pergi," lirihku. Kami pun akhirnya pergi, Angkasa memintaku untuk mengenakan masker penutup wajah, demi keamanan."Untuk sementara ini, aku tidak ingin keberadaan kamu di ketahui, karena aku tidak mau terjadi apa- apa pada calon anakku," gumam Angkasa, ketika kami sedang menuju ke tempat dokter praktek kandungan.Bukan hanya aku yang menutup wajah dengan masker, Angkasa juga melakukan hal yang sama."Bagaimana kabar, Nenek?" tanyaku. Ada rasa rindu di hati ini, kepada Nenek Asia, yang sudah lama tidak bertemu."Masih tahap penyembuhan," jelas Angkasa."Semoga Nenek segera sembuh, aku merindukannya," gumamku pelan, Angkasa tidak menyahut apapun, lelaki itu hanya fokus mengemudi.Sesampainya di dokter praktek, kami pun duduk, setelah mengambil antrian.Aku dan Angkasa hanya terdiam, sambil sesekali aku melihat ke arah para pasangan suami istri, yang juga datang untuk memeriksakan kandungan.Ada yang sudah hamil tua, membuatku merasa terharu, ketika suaminya selalu tersenyum menatap istrinya, sambil tangannya terus mengelus- elus perut sang istri.Mereka pasangan, sedangkan aku dan Angkasa? Hanyalah sebuah kesalahan, yang membawa kami berakhir di tempat ini.Untuk pertama kalinya, aku dan Angkasa memasuki ruangan dokter kandungan, dan mulai di periksa. Suara detak jantung calon anakku, membuatku amat terharu."Bayinya sehat, detak jantungnya bagus." Begitulah suara dokter, membuatku semakin takjub dengan anugerah Tuhan yang satu ini.Rasanya benar- benar luar biasa, ada nyawa yang tumbuh di dalam rahim ini.Usai periksa kandungan, kami pun kini telah pulang ke apartemen. Di apartemen, rupanya kedatangan kami, telah di tunggu seorang laki- laki, yang berpakaian cukup rapi."Oh, Pak Jatmiko. Sudah lama?" tanya Angkasa, dan mereka bersalaman, ketika lelaki yang bernama pak Jatmiko itu berdiri."Tidak juga, baru saja," jawabnya sambil tersenyum ramah.Aku berniat menuju ke kamarku, namun suara Angkasa menghentikan langkah ini."Nara, duduk di sini," pinta Angkasa.Aku pun tidak berani membuat penolakan, sehingga memilih untuk menurut saja. Bi Aya datang, membawakan minuman untuk kami.Setelahnya, wanita itu berpamitan, karena jam kerjanya sudah selesai. Angkasa mengangguk, dan bi Aya pun pergi dari apartemen.Aku menjadi was- was kembali, karena berada di apartemen ini, dengan dua orang lelaki."Pak, sudah di siapkan, surat perjanjian yang saya minta?" tanya Angkasa, kepada pak Jatmiko."Sudah, Pak." Lelaki itu mengeluarkan amplop coklat, dan menyodorkannya kepada Angkasa.Angkasa meraihnya, dan mengeluarkan kertas putih yang berisi perjanjian.Kemudian, dia memberikannya kepadaku."Baca dulu, setelah itu kamu bisa menandatanganinya," jelas Angkasa.Aku pun mulai membaca isi perjanjian itu."Aku harus menyerahkan anak ini padamu, setelah dia lahir?" tanyaku."Tentu saja, karena aku menginginkan anak itu, sedangkan kamu tidak!!" jawabnya dengan santai."Jika aku menolak, kamu akan menuntutku?" Aku kembali tercengang, dengan segala bentuk perjanjian yang dia buat."Ya.""Kompensasinya juga cukup besar! Dan kamu bisa mewujudkan mimpi- mimpimu. Bahkan, aku bersedia berada dibelakangmu, jika Ibumu tirimu berbuat macam- macam. Aku juga bisa memberimu kekuatan. Tapi jika kamu menolak, aku tidak segan- segan, memberikan kamu kehancuran."Aku terdiam sejenak, mendengar ucapan Angkasa.Catatan:Terima kasih teman-teman sudah membaca cerita ini. Namun, saya harus melakukan persalinan akhir bulan Juli ini. Jadi, mohon pengertiannya untuk menunggu kelanjutannya 🙏Bab29Rasa mual terus- menerus menyerang pagiku. Kadang aku sampai kesulitan untuk menelan makanan."Makan ini, setidaknya tetap ada yang bisa kamu makan," ucap Angkasa, sambil memberikan aku sepiring aneka buah- buahan yang sudah terpotong- potong cantik.Aku terdiam sejenak."Ayo makan, aku nggak mau calon anakku kenapa- kenapa," lanjut lelaki itu.Aku menarik napas berat dan menerimanya. "Aku pergi dulu," ucapnya lagi. Aku hanya mengangguk.Aku berusaha berdamai dengannya, tanpa terus- menerus melawannya. Nyatanya keadaanku sekarang tidak berdaya, dan tidak memiliki kekuatan apa- apa. "Dalam hidup ini, tidak ada yang benar- benar mudah, semua menjalani ujiannya masing- masing. Jangan berkecil hati, Nona. Apapun yang terjadi, jalani dan pelajari, agar semua terasa lebih mudah." Ucapan bi Aya, terngiang ditelinga. "Awali pagi dengan senyuman, doa dan harapan. Bibi yakin, Nona akan menjadi lebih tenang."Dan semua itu, aku coba terapkan dalam hidupku selanjutnya. Mama Lida, Mouren
Bab30Di dalam kamar, Angkasa duduk memandangi laptopnya dalam kehampaan. Ada perasaan bersalah di hatinya pada Nara.Bukan manusia namanya, jika dia tidak merasa bersalah sama sekali. Hanya saja, dia tidak ingin Nara tahu perasaan bersalahnya. Angkasa tidak ingin, Nara memanfaatkannya. Sebab itulah, Angkasa terus- menerus menunjukkan sikap dinginnya, agar wanita itu mematuhinya.Pikirannya tidak karuan akhir- akhir ini. Kadang, bayangan Monalisa, kembali bergelayut manja di ingatannya.Tapi pengkhianatan yang wanita itu lakukan, mengantarkan Angkasa, pada kesalahan 1 malam, yang membuat dirinya kini semakin serba salah.Angkasa membuka tampilan cctv, untuk memantau keberadaan Nara.Namun Nara sudah tidak terlihat lagi di ruang tengah, dapur dan juga balkon belakang. Sepertinya wanita itu telah masuk ke dalam kamar, beristirahat.Bayangan perlakuan Ibunya kepada Nara, kembali terlintas dibenaknya. Entah mengapa, perasaan bersalah semakin dalam Angkasa rasakan.Sebab karena dialah, Na
Bab31Acara pernikahan Abimanyu dan Mouren di adakan di sebuah hotel yang cukup mewah. Nuansa pelaminannya pun sangat megah, membuat mama Lida memandang takjub, dengan pemandangan pelaminan putri kesayangannya itu."Ganti bajumu dengan ini." Angkasa memberikan paperbag kepada Nara.Nara mengernyit."Ini baju apa? Memangnya mau kemana?" tanya Nara dengan bingung."Kita akan menghadiri acara malam ini, cepatlah gunakan itu, sepuluh menit cukup kan?"Nara tidak ingin banyak bertanya lagi, karena dia tahu, Angkasa tidak suka dengan orang yang banyak tanya.Dia pun menuruti saja, permintaan lelaki arrogant itu.Setelah selesai berganti pakaian, tiba- tiba kamarnya di ketuk seseorang dari luar.Nara pun membuka kamarnya, nampak wanita berpakaian rapi, menenteng sebuah tas make up, tersenyum ke arahnya."Halo, Nona," sapa wanita itu."Ya, halo." Nara bingung, tapi dia tetap menyahut."Saya MUA, yang diminta untuk make up'in anda, Nona. Bolehkah saya masuk?" tanya wanita itu dengan sopan.Nar
Bab32"Aku nggak nyangka, kamu bakal berbuat hal semacam ini ...." suara kecewa Abimanyu, membuat Mama Lida semakin terbakar rasa penasaran."Murahan ...." ucapan Abimanyu semakin terdengar kasar, membuat Mama Lida semakin tidak tahan ingin membuka pintu kamar mereka."Aku tidak sengaja melakukan itu, aku mabuk, aku di perkosa, percayalah," mohon Mouren."Aku tidak perduli, bukan aku yang seharusnya bertanggung jawab! Tetapi lelaki dari pemilik janin itu."Mama Lida sudah tidak tahan lagi, dia pun langsung membuka pintu kamar mereka dan menatap pada kedua calon pengantin yang sedang berdebat itu."Mama," lirih Mouren, dengan wajah yang sudah basah air mata. Bahkan make up yang menghiasi wajah cantiknya itu pun kini mulai rusak karena air matanya."Ada apa, Mouren?" tanya Mama Lida langsung masuk, setelah menutup pintu kamar.Wanita paru baya itu berjalan ke arah Mouren yang bersimpuh di depan Abimanyu, calon suami anaknya itu.Sedangkan Abimanyu sendiri nampak bersikap acuh tak acuh.
Bab33"Ngapain kamu kesini? Sengaja, mau mentertawakan aku, dasar pembawa sial ...." Mouren kembali berteriak. Nara menyeka air di rambutnya yang cukup basah, karena di siram Mouren dari belakang.Angkasa berdiri, menatap dingin pada wanita itu."Heh Anda, jangan mau dekat- dekat dengan wanita pembawa sial ini," seru Mouren, memperingati Angkasa.Angkasa hanya diam, menatap dingin pada Mouren yang sedang mempermalukan dirinya sendiri.Para tamu yang masih tersisa di ruangan, pun menatap aneh pada Mouren.Mouren yang berniat mempermalukan Nara, pun seketika menjadi salah tingkah, karena merasa malah dirinya yang kini menjadi pusat perhatian para tamu undangan."Abimanyu kecelakaan, juga pasti gara- gara kesialanmu itu, siapa yang undang kamu, sehingga kamu ada di sini?" bentak Mouren lagi pada Nara, dan tidak memperdulikan tatapan mata para tamu, juga mata dingin Angkasa.Mouren tidak kenal lelaki di samping Nara kini, sehingga dia tidak perduli dengan sikapnya pada Nara saat ini."Su
Bab34"Jangan macam- macam lagi. Sungguh, saya tidak akan memaafkan Anda kali ini, jika kejadian menjijikan itu terulang lagi," tegas Nara.Jika semua wanita memujanya, kagum padanya, dan banyak yang rela dia tiduri begitu saja. Wanita yang dia hamili tanpa sengaja ini malah berkata jijik padanya, sungguh diluar nalar bagi Angkasa.Sebagai pengusaha muda yang sukses dan bergelimang harta, Angkasa tidak merasa kekurangan apapun, bahkan dari segi fisik, dia juga sangat menarik, bahkan lebih menarik dan tampan dari seorang Abimanyu, mantan kekasih Nara.Tapi kenapa wanita di sampingnya ini begitu sombong, bahkan berkata jijik dengan sentuhannya, ucapan Nara menyinggung perasaan seorang Angkasa.Sikap Nara pun menambah perasaan kesal Angkasa, karena wanita itu membuat jarak diantara mereka, seakan merasa takut, jika Angkasa mendekatinya."Aku tidak tertarik sama sekali padamu, Nara. Jangan karena kita dekat, dan aku baik padamu, lantas kamu berpikir, bahwa aku menyukaimu. Itu tidak akan p
Bab35Pagi jam 5, Nara bangun dari tempat tidurnya dan berlari ke kamar mandi. Wanita itu merasa sangat mual dan juga pusing. Nara memuntahkan isi perutnya yang berdesakkan ingin keluar. Entah kenapa, semenjak hubungan Nara dan Angkasa menjadi renggang lagi, wanita itu malah sering merasa lemah, mual dan selalu memuntahkan kembali makanannya.Angkasa menganggap, yang terjadi pada Nara akhir- akhir ini, hanyalah ingin mencari perhatiannya.Mengingat ucapan kasar Nara yang melukai harga dirinya, membuat Angkasa enggan memperdulikan wanita itu.Angkasa tidak ingin begitu memperhatikan Nara lagi, dia tidak mau Nara menganggap kebaikan hatinya, karena Angkasa menyukainya.Bagi Angkasa, Nara bukan wanita idamannya. Nara tidak secantik Monalisa, tidak sehebat Monalisa. Jadi, mana mungkin seorang Angkasa menyukai wanita biasa seperti Nara.****Usia kandungan Nara kini sudah memasuki 6 bulan. Bi Aya izin tidak bisa bekerja untuk 2 minggu ke depan, karena izin pulang kampung.Nara tentu saja
Bab36"Aaaaaa ....""Shit, siapa kamu ...." Dengan sekuat tenaga, Nara menendak lelaki itu, dengan kedua kakinya yang terikat.Lelaki itu sempat tersungkur. Nara tidak bisa berlari, meskipun dia bisa berdiri. Jika dia nekat untuk berlari, dia pasti akan tersungkur, dan itu jelas membahayakan kandungannya.Nara menangis, berteriak minta tolong. Lelaki itu bangkit, kemudian terkekeh."Siapa kamu?" teriak Nara, menatap nyalang lelaki yang mengenakan masker penutup wajah itu dan juga topi."Orang yang ingin bersenang- senang denganmu, sebelum kamu kukirim ke neraka," jawab lelaki itu dengan intonasi suara yang terdengar mengerikan di telinga Nara."Salahku apa?" lirih Nara.Lelaki itu mendekat lagi, Nara beringsut mundur dan kembali terduduk disofa."Tolong jangan jahati aku, aku sedang hamil, kasihani aku," pinta Nara dengan wajah memelas. Namun lelaki di depannya itu malah mentertawakannya."Aku cuma mau bersenang- senang sama kamu, kok. Ini tidak akan sakit, jika kamu sukarela.""Nggak
Bab60Tiba- tiba hati nyonya Rengganis merasa sakit, melihat nasib malang yang menimpa Nara."Kamu lupa tentang asalmu! Kamu juga bukan siapa- siapa, Bu. Harta dan kuasa yang saat ini kita miliki hanyalah titipan. Lihat keadaan kita sekarang, aku sakit- sakitan, kedua anak kita pergi meninggalkan rumah ini. Percuma kita punya rumah mewah, tapi di dalamnya tidak ada cinta. Entah nanti ketika aku mati, apakah kamu mampu hidup sendiri, atau aku mati tanpa ada siapapun disisiku," lirih tuan Tantaka saat itu.Membuat perasaan dihati nyonya Rengganis mulai terketuk."Wanita itu tidak salah apa- apa, tapi dia harus menderita parah dalam hidupnya. Dibuang keluarga, karena Ibu tiri dan adiknya yang gila harta. Aku yakin, dia pun tidak mau hidup begitu, Bu. Tidak sepantasnya kamu menambah luka dihidupnya. Jangan menyumbang derita di hidup orang lain," lanjut tuan Tantaka."Angkasa ...." tuan Tantaka berteriak, mendekati Angkasa yang ternyata sudah menarik rambut Nara seenaknya.Teriakkan tuan T
Bab59"Mona ...."Wanita cantik itu tersenyum dan mendekati Bram."Sudah kuduga ini kamu. Kenapa, kamu kehilangan Nara?""Kenapa kamu bisa tau?""Kamu belum tahu apa- apa, Bram. Angkasa yang membawa Nara pergi, entah pergi kemana aku juga belum tau.""Maksud kamu apa? Dan kenapa Angkasa membawa Nara pergi, jelaskan yang benar, aku nggak lagi baik- baik saja, Mon. Tolong jangan bergurau.""Siapa yang bergurau, faktanya Nara memang pergi bersama Angkasa, suami sah Nara.""Suami sah? Kamu gila, aku sudah tegasin sama kamu ya, Mon. Aku nggak lagi baik- baik saja. Kita memang kenal, tapi kita tidak dekat, jadi jangan seperti ini, aku nggak suka ya."Bramantio nampak marah dan tidak suka, mendengar informasi yang dibawakan Monalisa dengan tujuan tertentu."Angkasa itu memang suaminya, dan lelaki kecil yang saat itu bersama Angkasa, itu adalah anak mereka. Kamu tidak tahu apa- apa, kamu ditipu wanita itu, entah dengan tujuan apa, mungkin saja karena uang. Yang jelas, semua yang aku katakan f
Bab58Jam 9 malam, nyonya Rengganis pulang ke rumahnya, bersama dengan Monalisa.Seharian ini, setelah pergi dari kantor Angkasa, kedua wanita ini memilih untuk pergi shopping dan bersantai di restoran mewah.Plakkk ....1 tamparan keras mendarat di wajah nyonya Rengganis, ketika wanita itu pulang bersama dengan Monalisa."Ibu, ada apa ini? Kenapa Ibu pukul saya?" tanya nyonya Rengganis pada nenek Asia.Pak Tantaka hanya diam disofa single, sambil menatap ponselnya yang terus- menerus melakukan panggilan pada nomor Angkasa."Apa yang sudah kamu dan wanita licik ini lakukan pada cucuku? Sampai- sampai dia memilih pergi dari kota ini?" bentak nenek Asia, membuat nyonya Rengganis terkejut."Maksud Ibu siapa? Angkasa? Bukankah tadi dia ada di kantor."Nyonya Rengganis benar- benar merasa kesal atas semua perbuatan nenek Asia padanya, yang dengan teganya menampar wajahnya begitu saja.Panas, panas pukulan tangan nenek Asia, masih begitu terasa dipipi kirinya."Dasar menantu bodoh! Mau saja
Bab57"Angkasa, buka! Kamu mau Ibu mati di depan ruangan kamu?" tanya suara di depan yang mulai pelan.Angkasa menarik rambutnya dengan kesal, kemudian lelaki yang kini tubuhnya nampak kurus itu pun terlihat bimbang untuk membukakan pintu.Karena dia yakin, jika Ibunya bertemu dengan Nara, maka akan semakin ribet keadaannya.Nara melirik sejenak ke arah Angkasa, memindai wajah yang masih tampan itu. Sayangnya, tubuhnya nampak semakin kurus, tidak terawat lagi.Bahkan hal baru yang Nara mulai ketahui, kini Angkasa mulai mengisap rokok. Terlihat dari asbaknya yang ada di atas meja, dan roko serta korek api yang juga ada di sana.Padahal yang Nara tahu, dulu lelaki di depannya ini, tidak menyukai rokok sama sekali. Setelah sekian tahun terpisah, banyak perubahan Angkasa, yang mengarah ke negatif di mata Nara."Angkasa," lirih suara di depan, yang disusul suara panik lainnya."Angkasa, ibu sesak napas," pekik suara dari luar, yang mereka kenali suara Monalisa."Shiiit." Angkasa sangat kes
Bab56"Angkasa ...." Akhirnya Monalisa berteriak. Sayangnya, Angkasa tidak menghiraukannya sama sekali. Ketika memasuki ruangan, Angkasa melepaskan pergelangan tangan Nara. Nara terdiam sejenak, sembari menarik napas dalam- dalam, mencoba menghilangkan perasaan takut dan gugupnya.Telapak tangan Nara basah, ada perasaan was- was menggerogoti hatinya."Ada apa kemari? Pasti sangat begitu penting, sampai kamu datang kesini, setelah berhari- hari menghilang," ujar Angkasa membuka obrolan.Nara duduk disofa, mencoba menjawab dengan tenang, demi Baskara, anak yang telah mengobati rindu dihatinya, setelah sekian tahun menanggung perasaan sakit hati, karena merindukan anak semata wayang."Demi Baskara," lirih Nara."Aku memberanikan diri datang kemari. Demi dia, demi anakku," lanjut Nara, membuat Angkasa yang tadinya berdiri membelakangi Nara, sambil menatap ke arah dinding kaca, kini berbalik badan, melemparkan pandangan pada Nara yang duduk dengan tatapan datar.Sangat jauh dengan Nara ya
Bab55Nara berdiri, dan perlahan mundur."Ngapain kamu? Jangan mendekat," bentak Nara, dengan tatapan penuh ketidaksukaan."Nara, aku rindu, rindu sama kamu," lirih lelaki itu, yang tidak lagi lanjut melangkah."Rindu apa? Bulshit. Kamu jahat, kamu perusak kebahagiaanku," ucap Nara dengan suara bergetar."Karena kamu aku menderita, aku terbuang dari keluarga dan aku harus melewati berbagai macam kedukaan," lanjut Nara.Tatapan penuh kekecewaan bercampur luka, terpancar jelas diwajah cantik Nara.Nara yang dulu sederhana, kini menjadi Nara yang cantik, modis dan putih bersih terawat.Membuat kekaguman dimata lelaki yang kini berhadapan dengannya."Aku cinta sama kamu, Nara. Aku nggak bahagia, menyaksikan kamu berumah tangga dengan Angkasa. Kembalilah denganku, Nara. Aku janji, aku akan bahagiakan kamu," ucap lelaki itu."Jangan bicara tentang cinta, pengkhianat, penipu. Demi Allah, Abimanyu, aku benci kamu, aku jijik dan seumur hidup aku akan membenci kamu," tegas Nara."Seharusnya ki
Bab54Merasa mendapat tuduhan yang tidak mengenakkan, nenek Asia pun membantahnya."Nenek tidak mungkin melakukan hal itu, Angkasa," jawab nenek Asia dengan suara bergetar."Tapi fakta yang berkata seperti itu. Diam- diam, nenek berhubungan dengan Nara. Padahal Nenek tahu, aku nyaris gila karena dia tinggalkan. Dan Baskara ikut menanggung lukanya. Padahal, dia tidak tahu apa~apa, yang dia tahu Nara pergi dari kehidupannya." Angkasa berkata dengan suara serak, membuat tangis Baskara menjadi pecah."Nenek, Baskara mohon," lirih anak lelaki itu. Membuat dilema nenek Asia."Baiklah, Nenek minta maaf pada kalian, jika Nenek memilih diam dan menyembunyikan keberadaan Nara. Semua Nenek lakukan, atas permintaan Nara, yang tidak ingin terhubung lagi dengan kamu, Angkasa.""Dan Nenek mau menurutinya, membiarkan cucu Nenek sendiri menderita? Dan cicit Nenek menjadi anak broken home, anak malang yang terlahir dari keluarga yang berantakkan?"Nenek Asia meneteskan air mata, merasa tertekan dengan
Bab53Dengan semangat yang tersisa hanya setengah, Nara pun membukakan pintu ruang kerjanya."Ada apa, Wi?" tanya Nara, kepada pegawainya yang bernama Dwi."Ada seseorang yang ingin bertemu dengan anda, Bu. Apakah Ibu mau menemuinya? Katanya ada hal penting yang harus dibicarakan. Jika Ibu menolak, dia akan meminta orang merusak restoran kita."Nara mengeryit."Siapa? Kamu sudah tanyakan namanya?""Pak Angkasa Tantaka, Bu."Mendadak tubuh Nara menjadi gemetar hebat, mendengar nama lelaki itu. Lelaki yang dia rindukan, dia benci dan sekaligus lelaki yang selalu dia hindari selama bertahun- tahun, hingga segumpal kekuatan menariknya kembali dengan berani.Sebelum Nara menjawab, tiba- tiba suara lembut terdengar."Mamah ...." suara kecil anak lelaki itu membuat Nara dan Dwi menoleh ke empu suara.Seorang anak lelaki tampan itu tersenyum, dengan mata yang berkaca- kaca, menatap ke arah Nara.Bola mata kecoklatan itu memancarkan percikkan kerinduan yang mendalam."Mamah, Baskara sudah besa
Bab52Nara terdiam membeku, ketika melihat Bramantio dengan semangatnya berjalan menuju Angkasa.Meskipun dia tahu mengenai status keluarga antara Bram dan Angkasa, tetapi dia tidak mengharapkan adanya pertemuan semacam ini."Lama tidak berjumpa, bagaimana kabar kamu?" tanya Bramantio apa adanya. Angkasa tersenyum sinis, seakan mengejek pertanyaan Bram."Kabarku baik, kamu datang ke Indonesia tanpa memberi kabar kepadaku, kupikir kamu sudah lupa, bahwa kamu mempunyai sepupu.""Kata Nenek kamu selalu sibuk dan nyaris tidak pernah ada di rumahmu. Padahal dari awal aku datang ke Indonesia, aku ingin sekali bertemu kamu, terutama jagoan kecil, Baskara."Angkasa mengernyit, dengan tatapan pertanyaan."Aku tahu dari Nenek, katanya kamu sudah menikah dan memiliki seorang anak laki- laki yang tampan. Kapan- kapan, aku ingin bertamu ke rumah kamu, makan malam gitu." Angkasa terkekeh."Tak usah, aku tidak ingin membuat kamu bahagia."Bramantio mengernyit, mendengar jawaban sarkas Angkasa."Aku