Bab36"Aaaaaa ....""Shit, siapa kamu ...." Dengan sekuat tenaga, Nara menendak lelaki itu, dengan kedua kakinya yang terikat.Lelaki itu sempat tersungkur. Nara tidak bisa berlari, meskipun dia bisa berdiri. Jika dia nekat untuk berlari, dia pasti akan tersungkur, dan itu jelas membahayakan kandungannya.Nara menangis, berteriak minta tolong. Lelaki itu bangkit, kemudian terkekeh."Siapa kamu?" teriak Nara, menatap nyalang lelaki yang mengenakan masker penutup wajah itu dan juga topi."Orang yang ingin bersenang- senang denganmu, sebelum kamu kukirim ke neraka," jawab lelaki itu dengan intonasi suara yang terdengar mengerikan di telinga Nara."Salahku apa?" lirih Nara.Lelaki itu mendekat lagi, Nara beringsut mundur dan kembali terduduk disofa."Tolong jangan jahati aku, aku sedang hamil, kasihani aku," pinta Nara dengan wajah memelas. Namun lelaki di depannya itu malah mentertawakannya."Aku cuma mau bersenang- senang sama kamu, kok. Ini tidak akan sakit, jika kamu sukarela.""Nggak
Bab37"Kamu kenapa?" tanya Angkasa, menghampiri Nara yang menangis ketakutan."Kamu mimpi buruk?" tanya lelaki itu lagi. Tubuh Nara gemetar, wanita itu nampak masih syok, dan kesulitan untuk bicara."Sebentar ...." Angkasa berniat untuk mengambilkannya air putih. Namun refleks, tangan Nara memegang pergelangan tangan Angkasa."Jangan tinggalkan aku sendiri, aku takut, aku takut orang itu datang lagi." Nara memasang wajah memohon, membuat Angkasa merasa kasihan."Aku mengerti kamu tidak menyukaiku, aku tahu diri ini begitu lancang. Tapi aku benar- benar memohon dengan sangat, jangan tinggalkan aku," lirih Nara."Ya sudah, aku di sini, aku nggak akan ninggalin kamu ...." Angkasa mendekati Nara dan membelai rambut hitam wanita itu.Nara merasa lega."Rebahan lagi ya, aku di sini jagain kamu ...." Nara menurut, wanita itu merebahkan dirinya lagi dan menutup mata. Karena memang dia masih merasa mengantuk sekali.Disaat dia tertidur, alam bawah sadar wanita itu kembali terganggu. Nara tanp
Bab38Malam ini, seperti biasa, Angkasa akan menemani Nara di dalam kamarnya."Awww ...."Angkasa terkejut dan langsung bertanya, ketika melihat wajah kesakitan Nara, sambil memegangi perut buncitnya."Ada apa?" tanya Angkasa dengan siaga.Nara tersenyum."Bayinya nendang, bikin perutku jadinya nyeri.""Serius, dia nendang?" Angkasa cukup kagum, mendengar ucapan Nara."Bener. Nah ini, awww ...."Nara menunjukkan perut buncitnya yang mulai gerak- gerak."Beneran gerak ya, ya ampun ...." Angkasa semakin terkagum- kagum dibuatnya. Lelaki itu mendekat dan memberanikan diri memegang perut Nara."Hai, Boy!! Ngapaian kamu di sana, main bola ya ...." Angkasa mengajak calon bayinya itu mengoceh, membuat hati Nara menghangat haru."Boy, jangan kencang- kencang nendangnya ya, kasian Mamah kesakitan," ujar lelaki itu lagi memperingatkan anaknya yang memang sedari tadi terus bergerak- gerak aktif.Sesekali Nara meringis, merasa nyeri jika si calon bayi menendang cukup kuat."Boleh aku cium?" tanya
Bab39"Jadi mereka mengadakan pernikahan di Hotel?" tanya nyonya Rengganis, wanita cantik meski usianya sudah tidak muda itu lagi, mengepalkan tinju, setelah mengetahui anak sulungnya menikah tanpa mengundang dia dan keluarga besarnya.Tantaka Kusuma terkekeh, mendengar orang kepercayaan istrinya memberi informasi."Anak itu sangat keras kepala! Apa hebatnya wanita miskin yang tidak berpendidikan itu dia nikahi? Benar- benar mengecewakan," gerutu nyonya Rengganis."Kenapa Papah tertawa begitu?" tanya nyonya Rengganis, yang merasa kesal melihat tingkah suaminya."Akhirnya anakku menikah juga, bahkan sebentar lagi, dia akan memberikan aku cucu, aku patut berbahagia atas semua ini," ungkap Tantaka Kusuma."Ibu nggak sudi, Pah.""Mau bagaimana lagi, Angkasa bukan lelaki pengecut, jadi dia tahu caranya bertanggung jawab, Papah salut dengan hal itu.""Ibu tetap tidak setuju dengan pernikahan mereka.""Sudahlah, biarkan Angkasa menata sendiri masa depannya, kita sebagai orang tua, jangan ter
Bab40"Minta maaf untuk apa? Ibumu tidak salah, semua yang dia katakan tentang aku, itu benar adanya," ujar Nara dengan mata berkaca- kaca, setelah Angkasa melepaskan pelukannya."Lagian jangan terlalu serius, pernikahan ini terjadi hanya demi anak ini. Setelah dia lahir, aku akan pergi, dan urusan kita selesai," lanjut Nara, membuat Angkasa membeku.Tanpa dia sadari, Nara Kamila telah berlalu dari hadapannya. Angkasa sejenak menjadi linglung, entah kenapa dia tiba- tiba bertindak seperti tadi.Apakah ini hanya rasa bersalahnya, atau ada yang lain. Angkasa menggeleng kuat, dia tidak ingin terbawa perasaan apapun pada Nara.Karena Angkasa pun sadar, Nara tidak memiliki perasaan apapun juga kepadanya. Di dalam kamar, Nara menangis tergugu, karena ketidakberdayaannya melawan nasib, membuatnya hanya bisa terdiam, ketika orang lain menghinanya."Orang rendahan sepertiku memang pantas dihina. Selain miskin, aku juga terbuang dari keluarga, bahkan hamil diluar nikah, benar- benar orang tida
Bab41"Kamu senang berada di sini?" tanya bi Aya kepada Nara, yang sedang tersenyum memandangi taman mini di depan rumah yang Angkasa beli."Senang, tidak lagi terkurung di apartemen. Di sini, saya bisa menghirup udara segar, Bi." Nara menjawab dengan senyuman manisnya."Iya, bener juga. Sukurlah kalau senang, Bibi yakin, bayi yang ada di dalam kandungan pun ikut merasakan bahagia."Nara mengelus perutnya yang semakin besar."Harus bahagia, dong. Karena Mamah, selalu berusaha bahagia," gumam Nara. Bi Aya hanya tersenyum menanggapi.__>__"Jadi Nara baru menikah, dengan pengusaha muda yang kaya itu? Angkasa Tantaka, dia itu lebih kaya dari keluarga Abimanyu, Yah." Mama Lida cukup terkejut, karena baru mengetahui tentang pernikahan Nara dan Angkasa.Angkasa sengaja hanya memanggil Baskoro, Ayah Nara. Lelaki itu tidak ingin Mama Lida dan Mouren, merusak pernikahan nya dan Nara, maka sebab itulah, Mouren dan mama Lida, tidak tahu apa- apa."Harusnya Mouren yang menikahi lelaki hebat it
Bab42Seminggu sudah ditempat baru ini, suasananya benar- benar nyaman. Perlakuan Angkasa pun semakin baik padaku.Ya, mungkin ini karena, anak yang aku kandung. Jika tidak, mana mungkin dia mau padaku, wanita tidak berpendidikan dan terbuang ini.Mendekati hari H melahirkan, aku semakin sibuk berolahraga, dan mengunsumsi buah- buahan, juga selera makanku semakin meningkat."Bi, aku gemuk sekali ya," ujarku, ketika bi Aya, tengah sibuk menghidangkan makan malam.Bi Aya tersenyum, dan aku pun duduk di kursi makan, sambil memandangi makanan yang tersaji di atas meja."Bagaimana nggak gendut, kamu makannya banyak." Suara dari belakangku terdengar, dan aku mengenali jelas suara itu.Angkasa, ya sepertinya lelaki itu telah keluar dari ruang kerjanya."Yang penting sehat atuh, Non." Bi Aya menimpali, dan Angkasa malah terkekeh, mengesalkan sekali."Wajar makannya banyak, kan yang makan dua orang." Bi Aya lanjut bicara sambil tersenyum, aku hanya diam.Kemudian wanita paru baya itu, kembali
Bab43Dengan rasa terpaksa, aku memberikan bayi mungil yang tidak berdosa itu asi. Meskipun asinya tidak begitu banyak keluar.Kutatap wajah mungil yang tampan itu, dia nampak begitu bersemangat, melahap makanannya. Ada perasaan yang bergetar di dalam dada, juga perasaan nyeri menatap wajah mungil yang masih menutup matanya, namun bibirnya begitu kuat bergerak menyesap asi."Betapa mungilnya dan imutnya kamu, Nak. Entah kenapa, perasaan ini mendadak berat melepaskanmu," batinku. Mataku mulai berkaca- kaca."Baskara Tantaka ..., kuberi dia nama itu," gumam Angkasa, sambil mengusap kepala si kecil yang tertutup kain bedongan.Aku diam, tidak menanggapinya, tapi aku mendengar dengan jelas ungkapannya."Bayi tampan ini begitu mungil, dia juga begitu bersemangat mengisap asi, rasanya luar biasa, bisa menyaksikan dia lahir kedunia ini," ungkap lelaki itu, dengan senyuman kebahagiaan, yang tercetak jelas di wajahnya.Aku memandangnya sesaat, kemudian kembali kututup mataku ini, membayangkan