Priam sudah puluhan kali melihat teater dengan alur cerita seperti ini. Karena ini termasuk salah satu cerita kesukaan mendiang istrinya.
Sesekali mata Priam melirik perempuan berwajah sedikit ketus di sampingnya. Alecta. Ia beberapa kali menjawab pertanyaan Priam dengan sedikit menyakitkan. Alecta bilang kalau setelah kontrak ini ia akan menikah dengan Feris. Bagi Priam, ini hanyalah omong kosong yang disertai gertakan.
Bila dibandingkan dengan Feris, Priam jauh lebih baik darinya melebihi apapun. Agak mengherankan ketika ada perempuan yang lebih memilih kepala pelayannya dibanding tuannya. Itu adalah sebuah kebodohan, dan Alecta telah melakukan kebodohan itu.
Sebentar lagi pertunjukkan teater itu selesai. Tapi, kekesalan Priam makin memuncak karena Alecta menghiraukannya. Ditambah, Priam sangat membenci bagian akhir teater ini. Sebab, dia pernah mencocokan alur cerita teater itu dengan kehidupannya bersama Camelia.
Jika diibaratkan, Cameli
Feris, Lusi, dan Bibi Lani menunggu di ruang tunggu dengan perasaan cemas disertai gelisah. Ditambah, Feris berjalan bolak-balik seperti dia yang paling mengkhawatirkan Alecta dan berharap agar dokter segera keluar, setidaknya ia harus memberikan kabar yang menenangkan hati.“Duduklah, Ris,” pinta Bibi Lani.”Feris berhasil duduk meskipun dengan perasaan gelisah yang menyelimutinya ketara sekali.“Aku masih bingung, kenapa Alecta bisa pingsan di tempat seperti itu. Bukankah kalian harusnya duduk di dekatnya?” Feris baru menyadari hal ini. Harusnya dua perempuan di sampingnya itu mendapat urutan tiket yang berjajar dengan Alecta.Bibi Lani dan Lusi saling berpandangan. “Kami ada di tempat VIP,” jawab Lusi.“Apa? Bagaimana bisa?” Mata Feris melebar. Dia sudah memakai kacamatanya kembali dan melepas softlens yang sedikit menyiksa itu. Dia lebih nyaman memakai kacamata dibanding softle
“Nyonya Alecta telah hamil, Tuan Priam. Surogasi keduanya telah berhasil. Sekarang dia sudah di pindahkan ke kamar inap Lotus nomor 07.” Lusi menelepon Priam di tempat yang menurutnya aman, sebab sedari Alecta mendapat perawatan hingga saat ini, majikannya itu terus mengusiknya untuk memberitahu kabar terbaru tentang Alecta.“Oke. Sudah cukup.” Priam menutup ponselnya. Saat ini dia berada di coffe shop yang jaraknya satu blok dari rumah sakit tempat Alecta dirawat. Priam menyesali dirinya sendiri karena sangat ceroboh membuat Alecta kelelahan, dia benar-benar tidak tau kalau Alecta sedang hamil.“Itu berarti Alecta sedang mengandung anakku, kan? Dia tetap jadi ibu dari anakku meskipun dari jalur surogasi.” Entah mengapa, Priam sedikit tidak setuju kalau Freya menjadi ibunya. Apa karena kepercayaan yang mulai runtuh? Atau memang sudah tidak selaras?Priam menyadari hal ini. Hari ke ahri sikap Freya berubah. Ia tid
Naratama terkejut dengan apa yang dilihatnya. “Apa mataku menipu?” “Ada apa, Nara?” Freya yang sudah menaiki dua anak tangga, akhirnya kembali ke bawah karena didorong rasa penasaran. “Sekelebat, saya melihat Lusiana melewati ruangan itu.” Naratama menunjuk ruangan yang mengarah menuju dapur. “Maksudmu, Lusi ada di sini?” Kening Freya mengerut. “Bukankah dia harusnya ada di vila menjaga Alecta?” Secara mengejutkan, Lusi berlari menuju Naratama. “Hai, Nara!” Ia langsung terkejut ketika Freya juga ada di sana. Lusi langsung membungkuk sopan untuk menyapa nyonyanya. “Selamat malam, Nyonya Freya.” “Kenapa kamu di sini? Bukankah harusnya kamu di vila?” Freya berkacak pinggang. “Atau jangan-jangan kamu sengaja ke rumah ini agar Alecta dan Feris berduaan di vila?” “Bukan, bukan seperti Nyonya. Hanya saja tadi ada insiden kecil. Tidak kecil, tapi kalau dibilang besar sepertinya sedikit berlebihan.”Lusi menjelaskan agak canggung.
Bibi Lani menatap Feris sambil menyeka keringat di dahinya. “Kamu yakin membawanya kemari?” “Kalau tidak yakin, tidak mungkin aku bawa. Lagi pula, dia mau menunggu di mobil. Dia sangat ketakutan setengah mati kalau aku tinggal.” Sampai saat ini, Feris pun tidak tau apa penyebab ketakutan dari Alecta. Kalau alasannya zombie, Feris kira itu adalah alasan yang cukup bodoh untuk menyembunyikan sebuah kebenaran. Tidak mungkin, kan, karena film bertajuk zombie membuat ketakutan seperti kemarin malam? “Jadi setelah pembersihan pusara ini selesai, kalian akan kembali ke rumah sakit?” tanya Bibi Lani. “Dia meminta sendiri untuk melakukan rawat jalan. Dia tidak suka berlama-lama di rumah sakit.” Bibi Lani mengembuskan napas panjang. “Jadi kalian akan pulang ke vila itu?” Feris yang tadi sudah separuh berdoa, kini fokusnya jadi buyar karena Bibi Lani bertanya terus menerus. “Aku sedang khusyuk berdoa, Bibi.” “Maaf. Mari kita selesa
“Dia memilih untuk rawat jalan,” ucap Freya sesaat setelah ia menutup sambungan via teleponnya dengan Alecta. “Dia juga meminta agar Feris tinggal bersamanya. Lebih baik bolehkan saja kepala pelayanmu tinggal dengan Alecta. Tidak ada salahnya juga, kan?” Mata Priam menyipit. Dia lebih memillih tidak menjawab pertanyaan itu dan merasa Alecta memang ingin menghindarinya. Apa karena kejadian malam itu? Sampai-sampai Alecta tidak sudi bertemu dengan Priam. Hal inu yang membuat Priam murka. Dia tidak terbiasa dengan penolakan ataupun dihindari seperti tanaman beracun. Dia hanya menginginkan Alecta di sisinya dan menjadi miliknya. “Jadi, bagaiamana pendapatmu, Sayang?” Freya melirik suaminya yang ada di kursi kemudi. “Aku sedang menyetir,” jawab Priam dingin. “Ayolah, kita bolehkan saja kepala pelayanmu tinggal di vilamu. Aku tidak mau ada orang yang merusak kebahagiaanku dengan mencelakakan Alecta. Sebab sahabatku itu mudah sekali te
Feris terkejut dengan pesan pendek yang barusan dibaca. Pesan itu berasal dri Freya yang isinya tentang perberitahuan kalau Feris bisa tinggal di vila ini bersama Alecta. “Kenapa baru diperbolehkan sekarang?” Mata Feris mentpit di balik lensannya. Padahal dulu dia pernah meminta hal semacam ini, tapi tidak diperbolehkan dengan alasan dia adalah kepala pelayan di sana. “Apakah gara-gara ini, Bibi Lani harus turun paksa sebeum sampai di vila. Dia bahkan harus menaiki taksi untuk kembali ke rumah itu dan tidak jadi memasakkan makanan untuk Alecta.” Feris mendesah, itu sebabnya dia memakai apron dan berdiri di dekat kompor dan pan. Kali ini dia memasak sosis dan roti isi. Sedangkan Alecta sedang ada di kamarnya. Tadi, ia sudan menawarkan diri untuk membantu Feris dalam urusan memasak. Tapi Feris menolaknya dan menyuruh Alecta untuk membersihkan diri dan beristirahat Tak lama kemudian, ada pesan baru lagi yang berasal dari Naratama kalau nan
“Kamu membeli bir varian ini?” Sudah jelas Feris tidak bisa menahan tawanya, karena Naratama membeli bir varian nol persen alkohol, yang artinya tidak ada kandungan alkoholnya sama sekali. Hampir mirip seperti minuman malt berperisa buah. Padahal Feris lebih menyukai bir berkadar alkohol 2-5%.“Yang penting namanya bir, Sensei. Itupun aku harus bertengkar dengan Lusi di meja kasir saat membeli minuman ini,” jawab Naratama.Feris tidak bisa menahan tawanya. “Kalian memang cocok menjadi pasangan sejati.”“Dia? Mohon maaf lebih baik saja hidup sendiri seumur hidup kalau dia jadi jodohku.” Tatapan Naratama berubah menjadi aneh.Di bawah pohon yang rindang, jauh dari vila, dan hanya ada hamparan rerumputan disertai angin yang sepoi-sepoi adalah perpaduan yang menyenangkan untuk sekedar mengobrol.“Beberapa hari ini banyak rumor yang beredar tentang Sensei yang memutuskan untuk berhenti
“Kenapa kamu memandangiku seperti itu? Ada yang salah dengan pakaianku?” Alecta menyipitkan matanya. Sedari tadi, ia merasa diawasi oleh kekasihnya itu. Feris sontak menggeleng, lalu memalingkan wajahnya. “Tidak.” Alecta yang merasa gemas, akhirnya duduk di sebelah Feris, dan menyingkirkan ponsel di tangannya. “Sedari tadi kamu mengawasiku. Terkadang kamu menatapku penuh amarah, tapi ketika aku memergokimu, pasti kamu hanya bilang tidak, lalu memalingkan wajah. Ada apa?” “Tidak.” Feris membetulkan letak kacamatanya yang miring. “Tidak ada jawaban lain selain tidak?” Alecta menggerutu. “Katamu, aku ini adalah kekasihmu. Kita bisa berbagi cerita. Kamu terbiasa mendengarkan keluh kesahku selama ini. Sekarang giliran aku yang akan mendengarkan keluh kesahmu. Aku akan di sini, duduk manis sambil mendengarkan ceritamu.” Alecta mengerjapkan matanya seperti kucing agar terlihat lebih imut. “Tidak. Tidak ada yang perlu diceritaka
Akhirnya selesai jugaaa, huft. (Not) A Queen telah tamat di tanggal 11 November 2021 (Hehehe ditulis aja, biar gak lupa) Terima kasih untukmu yang telah membaca kisah ini sampai tuntas. Entah mengapa aku merasa sangat lega dan yaaa akhirnya punya waktu untuk membaca buku lebih banyak lagi Aku mohon maaf kalau ada beberapa kata yang masih typo dan belum maksimal memberikan yang terbaik untukmu. Di buku yang akan datang, semoga bisa lebih baik lagi. Oh iya, aku pernah dapat pertanyaan semacam ini: apakah setelah tamat nggak ada skuelnya? Gimana yaaa, jawabnya? Memangnya butuh perpanjangan lagi? Ekstra chapter? Tapi, kurasa ini sudah cukup panjang. :0 Sebelum catatan ini selesai, aku pengen spoiler dikit tentang rencanaku. Sebenarnya ada satu novelku lagi yang ada di sini judulnya LEVIATHAN yang bergenre sci-fi. Sayangnya, belum muncul (sampai catatan ini ditulis).
Freya akhirnya tertangkap sehari setelah kejadian yang memilukan itu. Sedangkan David perlu tiga hari karena berhasil kabur menuju kota lain. Berita mengenai hal ini langsung menjadi topik utama yang disiarkan berulang-ulang oleh acara berita disegala stasiun televisi. Kejadian itu menyita banyak perhatian masyarakat.Bibi Lani telah dimakamkan. Feris masih menangis. Lusi dan Naratama juga merasakan kesedihan mendalam akibat kehilangan itu.Alecta baru siuman setelah dua hari dirawat di rumah sakit. Dia menangis saat diberitahu kalau Bibi Lani meninggal dunia demi menyelamatkan Baby Leon dan Alecta.Priam memutuskan untuk menjaga Baby Leon di rumahnya karena Alecta masih dirawat di rumah sakit. Tubuhnya dipenuhi banyak luka, dan beruntung tidak ada tulang yang patah.Feris telah memutuskan sesuatu. Malam ini dia akan membicarakan keputusannya dengan Alecta. Perempuan itu sudah lebih baik beberapa hari ini, dan kemungkinan dua hari lagi dia d
Mobil yang dikemudikan David memasuki kawasan hutan. Setahunya, kawasan itu memang sepi dan ada sebuah bangunan yang mirip gudang penyimpanan kayu yang sudah lama tidak digunakan.Mobil berhenti di depan bangunan itu. David menyeret Alecta ke gudang itu, sedangkan Freya masih berkutat dengan Leon yang hanya bisa menangis.Setelah masuk ke dalam gudang tak terpakai itu, David meletakkan Alecta di tempat yang kering. Sementara Freya yang sudah pusing dengan tangisan bayi itu akhirnya menyerah. Dia meletakkan Leon di sebuah keranjang dari ayaman rotan yang kondisinya sudah tidak layak. David jadi berpikir, kalau Freya bukanlah ibu yang baik. David mendekati Freya dan menyerahan tongkat baseball yang tadi dipakai untuk memukul sopir tadi. Freya menerima tongkat baseball itu dan mengabaikan tangisan Leon.“Gunakan untuk menyiksanya.” David menunjuk Alecta yang tergeletak tak jauh dari jangkauannya. “Aku harus segera melak
Selama hampir saatu tahun ini, kondisi keuangan Freya mulai memburuk. Dia memiliki utang hampir ratusan juta karena tidak mampu menunjang gaya hidupnya. Setelah bercerai dengan Priam, Freya terpaksa menyewa apartemen kecil bersama David.Semua kontrak kerjanya dibatalkan termasuk iklan, sponsor, dan film yang harunya dibintanginya. Namanya terhempas seolah nama Freya Farista sudah tidak lagi bersinar. Freya telah jatuh, tersingkir, dan tidak dibutuhkan lagi.Kondisi diperburuk dengan David yang namanya sudah dicoret dari keluarga besarnya karena ketahuan menjalin hubungan dengan perempuan yang sudah bersuami. Alhasil, David menjadi pengangguran, kerjaannya hanya tidur, makan dan mabuk, hanya itu siklus hidupnya. Sementara Freya harus merelakan tabungannya menunjang kebutuhan dua orang terlebih lagi Freya harus memangkas pengeluaran untuk kecantikan karena dia juga harus makan.Hampir setahun ini Freya dan David persis seperti pasangan pengangguran
Pada akhirnya Priam juga menerima keputusan dari Feris kalau untuk ‘untuk sementara waktu hingga belum ditentukan’ Baby Leon akan diasuh oleh Alecta dan Feris di rumah ini. Dua hari setelah kepulangan Alecta dari rumah sakit, Priam datang bersama dua pelayannya yang cukup menggemaskan. Di ruang tamu, Priam dan Feris berbicara layaknya teman meskipun penuh kecanggungan. Sementara di kamar Alecta, terdengar gelak tawa dari Naratama dan Lusiana. Mereka, dua pelayan yang menggemaskan, begitu sebutan dari Bu Marie. “Baby Leon sangat tampan sekali!” Lusi tampak sangat senang ketika mendapat kesempatan untuk menggendong Baby Leon. “Bukankah seharusnya kita memanggilnya dengan sebutan Tuan Muda?” Natatama menimpali. Dia hanya berani menyentuh pipi bulat Baby Leon. “Kamu benar, Nara. Aku tidak sabar melihat Tuan Muda Leon besar. Dia akan lebih menggemaskan lagi.” Lusi tertawa membayangkan hal itu terjadi. “Percayalah, Leon lebih suka dip
Feris masih merasa kesal karena pertemuannya dengan Alecta tertunda hampir empat puluh lima menit. Bagaimana tidak? Di dalam ruangan itu kekasihnya sedang bersenda gurau dengan Priam. Ditambah Bibi Lani menyarankan agar Feris menunggu sampai Priam selesai bertemu dengan buah hatinya.Hari ini, tanpa disangka Alecta melahirkan, dan ternyata perkiraan dokter itu meleset. Sebagai orang yang kurang berpengalaman dengan hal ini, Feris merasa menjadi orang bodoh. Harusnya dia tidak pergi hari ini. Harusnya, dia mengubah jadwal pertemuannya dengan Pak Edzard yang akan membeli rumah dan tanah warisan dari neneknya.Alasan kenapa Feris mau melepaskan properti itu karena dia ingin membeli rumah di Kota Milepolis. Dia bertekad ingin memulai kehidupannya yang baru bersama Alecta. Sebab, semakin Alecta di sini, semakin gencar pula Priam mendekatinya.Tapi sekarang, sepertinya Priam sudah mulai mendekati Alecta lagi. Mereka berbincang di dalam, padahal Feris sempa
Priam sangat takjub dengan apa yang dilihatnya. Alecta yang tertidur dengan wajah sedikit kelelahan dan ada bayi mungil yang sedang ditelungkupkan meminum asi. Dulu Priam selalu menganggap apa ang dilihatnya itu tidak pernah jadi kenyataan. Kini, hari ini, dengan mata kepalanya sendiri dia melihat calon penerus keluarga Ardiaz telah lahir. Priam mendekati Alecta secara perlahan agar tidak membangunkan Alecta yang sedang tertidur. Dia mencoba menyelipkan jari telunjuknya ke tangan si bayi. Perlahan tapi pasti, tangan mungil bayi itu menggenggam jari Priam. Ada ledakan kebahagian membuncah di dada Priam. Tangan mungil bayi itu seolah menyapa Priam. Rasanya tidak ada yang bisa mendeskripsikan perasaan semacam ini. “Feris ... apa itu kamu?” tanya Alecta lirih. Priam terdiam. Alecta lalu menoleh ke arah orang yang di sampingnya. Dia terkejut ketika menemukan Priam duduk di sana. Padahal tadi dia sempat bermimpi kalau ynag dat
Kehamilan Alecta memasuki bulan kesembilan. Perutnya sudah makin besar, tendangan ‘dia’ makin aktif dan terkadang membuat Alecta kesulitan untuk tidur. Setelah sarapan, Feris memutuskan akan pergi ke Kota Lunars. “Tapi sebentar lagi aku akan melahirkan,” ucap Alecta. Sejak pindah ke rumah ini, Alecta selalu mengecek kehamilan secara berkala bersama Feris. Kata dokter, Alecta diprediksi akan melahirkan satu minggu lagi. “Aku pergi tidak lama. Mungkin nanti pulang sore. Ada orang yang tertarik membeli propertiku di Kota Lunars, My Bee.” Feris mengelus kepala Alecta dengan penuh kasih sayang. Alecta menggeleng. Dia harus mencari cara agar Feris tidak pergi. “Dia ingin mendengarkanmu membaca cerita.” Yang dimakud ‘dia’ adalah kehidupan yang ada di perut Alecta. Beberapa waktu yang lalu, kata dokter kandungan yang memeriksa Alecta mengatakan, kalau Alecta akan melahirkan bayi berjenis kelamin laki-laki. Tentu saja Priam senang menden
Semua berjalan sesuai kehendak Semesta. Perut Alecta makin membesar seiring bertambahnya usia kehamilan. Feris juga selalu sigap ada di samping Alecta.Sekarang perubahan yang terjadi pada tubuh Alecta membuatnya tampak cantik dan menggemaskan. Entah mengapa kalau perempuan hamil selalu cantik meskipun pipinya mulai chubby dan bada yang berisi.Alecta juga mengalaminya. Kini pipinya agak mengembang. Dadanya makin menyembul padat dan perutnya makin buncit.Terkadang Feris membenamkan wajahnya ke dada Alecta. Katanya itu bagian favoritnya karena lebih kenyal, padat, dan menyenangkan. Kalau malam Feris lebih suka mengelus-elus perut Alecta yang buncit, dan dia yang ada di dalam pasti merespon dengan tendangan.Priam masih datang walaupun jaraknya tidak menentu. Kadang seminggu sekali, lima hari sekali, atau dua minggu sekali untuk melihat Alecta dan calon anaknya. Meskipun terkadang suasana ruang tamu jadi canggung.Priam yang meny