“Kenapa kamu memandangiku seperti itu? Ada yang salah dengan pakaianku?” Alecta menyipitkan matanya. Sedari tadi, ia merasa diawasi oleh kekasihnya itu.
Feris sontak menggeleng, lalu memalingkan wajahnya. “Tidak.”
Alecta yang merasa gemas, akhirnya duduk di sebelah Feris, dan menyingkirkan ponsel di tangannya. “Sedari tadi kamu mengawasiku. Terkadang kamu menatapku penuh amarah, tapi ketika aku memergokimu, pasti kamu hanya bilang tidak, lalu memalingkan wajah. Ada apa?”
“Tidak.” Feris membetulkan letak kacamatanya yang miring.
“Tidak ada jawaban lain selain tidak?” Alecta menggerutu. “Katamu, aku ini adalah kekasihmu. Kita bisa berbagi cerita. Kamu terbiasa mendengarkan keluh kesahku selama ini. Sekarang giliran aku yang akan mendengarkan keluh kesahmu. Aku akan di sini, duduk manis sambil mendengarkan ceritamu.”
Alecta mengerjapkan matanya seperti kucing agar terlihat lebih imut.
“Tidak. Tidak ada yang perlu diceritaka
Dua hari sebelum semuanya berakhir. Alecta selalu menyukai perlakuan Feris yang menunjukkan kasih sayangnya. Jika digambarkan, Feris adalah suami idaman perempuan manapun karena ia selalu sigap memberikan apapun yang dibutuhkan Alecta. Pagi ini, Alecta telah muntah beberapa kali, dan tubuhnya terasa lemas. Kata dokter yang menanganinya, hal ini adalah wajar. Dokter itu juga memberi Alecta beberapa suplemen makanan dan vitamin harus diminumnya setiap pagi. Ketika sore dan cuaca sedang bagus, Feris selalu mengajak Alecta untuk berjalan-jalan santai di taman, lalu dilanjutkan mengobrol di bangku taman seakan tidak peduli dengan hal-hal lain di sekitarnya. “Aku tidak tau kalau merasakan hamil akan memiliki banyak pengalaman yang tak terduga. Terkadang aku merasa lemas dan ingin menangis kalau makan, lalu dimuntahkan kembali, atau tidak tahan dengan bau tertentu. Tapi, di sisi lain, aku menyadari ada yang beruba
Sesuai perhitungan Alecta, Freya datang sendirian tanpa Naratama. Alecta bisa melihatnya dari balkon, karena perempuan itu keluar dari bagian kemudi dan tidak ada tanda-tanda anjingnya itu. Di hadapan Alecta, kotak kado perwarna pink lembut telah disiapkannya jauh-jauh hari dan sebuah amplop berwarna putih yang berisi foto-foto kebersamaannya dengan Priam. Detik-detik yang berlalu, menunggu kedatangan Freya untuk naik ke lantai atas membuat Alecta semakin gugup. Beberapa kali, dia harus mengelus-elus perutnya seolah menyapa buah kehidupan yang masih zigot. Suara langkah kaki terdengar di telinga Alecta, kemungkinan Freya sedang menaiki tangga itu. Tak lama kemudian, Freya datang dengan wajah sumringah dan tampak bahagia. “Hai, Alec. Apa kabarmu?” Seperti biasa, Freya akan memeluk dan menempelkan pipinya ke pipi Alecta lalu duduk di kursi kosong di hadapan Alecta. Kini meja menjadi pembatas mereka. “Aku baik, Frey. Dia ju
Denting lonceng ketika pintu toko dibuka, menandakan seorang pelanggan sedang mencari barang yang diinginkannya. Feris sedang mencari bunga mawar putih di Toko Bunga Ametari. Beruntung si pemilik ini tau kalau Feris sering membeli bunga di sini. “Aku butuh mawar putih,” pinta Feris. “Berapa tangkai, Tuan Pradana?” tanya nona cantik denga nama Ametari tersemat di dadanya. “Anda tau namaku?” Mata Feris membulat di balik lensanya. “Anda salah satu pelangga setia saya. Jadi wajah Tuan cukup saya kenali. Untuk nama Tuan, saya baru mengetahui saat beberapa hari yang lalu ketika Tuan datang ke toko ini untuk membeli bunga. Salah satu perempuan yang duduk di kursi mobil bagian belakang memanggil namamu secara lengkap.” Feris masih dalam mode terkejutnya. Lalu, dia baru tersadar setelah seorang karyawan tokoh ini menyerahkan sepuluh tangkai toko bunga kepadanya. “Terima kasih,” ucap Feris sebelum karyawan itu menghi
Alecta mengumpulkan sisa energinya. “Kamu masih berhubungan dengan David Mirman di belakang Priam.” Entah itu nyata atau tidak, ucapan Alecta berhasil memmbuat cengkeraman Freya sedikit melonggar. Tentu saja kesempatan sempit ini tidak mungkin dilewatkan oleh Alecta. Dia langsung menendang perut Freya dengan kakinya. Freya meringis kesakitah hingga dia sedikit mundur. Alecta segera mencari benda apapun yang bisa membuat Freya makin kesakitan. Kemudian, tangan Alecta menemukan sebuah talenan yang biasa digunakan Lusi untuk memotong daging. Talenan itu terbuat dari kayu yang cukup tebal, hingga Alecta terpaksa menghantamkan benda itu ke kepala Freya. Pisau yang digenggamnya pun terjatuh. Freya berteriak cukup keras, lalu memaki Alecta dengan kasar. “Dasar Jalang brengsek!” Alecta tidak memperdulikan itu. Yang dia pikirkan adalah lari. Lari dari vila ini dan Lari dari Freya yang sedang marah. Sayangnya, Alecta itu tipikal manusia yang gamp
Kemarahan Freya sudah tidak dapat dibendung lagi. Ia sangat puas melihat Alecta babak belur, darah mengalir di sudut bibirnya dan terpojok seperti tidak berdaya. Saat ini tidak ada yang bisa menghentikan Freya. Freya sudah tidak butuh perempuan di hadapannya itu. Tepat ketika dia ingin menikam Alecta dengan pisau, sebuah tangan menggenggam pisau yang tinggal beberapa sentimeter lagi akan menembus kulit Alecta. Freya langsung menatap tangan yang mengentikan tindakannya itu. “Feris!” Feris merasakan tangannya tergores pisau yang digenggamnya itu. Dia merebut pisau itu, lalu membuangnya. Dia tidak peduli kalau tangannya terluka. “Kenapa Anda menyakiti Alecta?” tanyanya tajam.Sekembalinya dia dari Toko Bunga Ametari. Dia melihat ada mobil yang terparkir di pekarangan. Dia memang sengaja untuk memakirkan mobilnya agar jauh, lalu berjalan kaki dengan hati-hati menuju vila ini. Tepat di depan matanya, dia melihat Freya sedang men
Mata Feris terbelalak ketika mendengar dua saran dari Freya. Pertama, menampar Alecta. Tentu saja hal ini tidak akan dilakukannya karena sejak kecil, dia diajarkan untuk menghormati, melindungi, dan tidak boleh menyakiti perempuan.Tapi, Alecta telah mengkhianatinya. Itu fakta yang tak terbantahkan. Apalagi foto yang tadi dilihatnya dan Alecta berusaha tidak menyangkalnya sudah jadi bukti kalau Alecta berhubungan dengan Priam. Tapi, sejak kapan? Bukankah hampir setiap hari Feris ada di rumah ini? Tidak ada kunjungan Priam kecuali saat Alecta selesai melakukan surogasi. Itu saja mereka tidak bertemu.Kalau ditanya, apakah Feris marah? Iya, sudah jelas dirinya marah karena merasa dikhianati. Tapi, apakah pantas kalau dia menampar seorang perempuan yang wajahnya saja sudah babak belur, ditambah bekas cekikan melingkar merah di lehernya? Tentu Feris tidak bisa melakukan itu. Ada cara lain untuk meluapkan rasa marahnya tapi tidak dengan kekerasan fisik.
“Kamu apakan istriku?” Kini Priam datang dengan wajah yang mengerikan dan siap untuk membunuh Feris yang berusaha meraba di mana kacamatanya terjatuh. Uluran tangan Alecta yang membawa kacamata Feris, langsung disambut oleh pemilik kacamtanya. Feris segera memakai kacamata itu dan menatap siapa yang telah melayangkan pukulan di pipinya. “Kenapa kamu menyakiti istriku, Feris! Tadi, aku dengar dia merintih kesakitan akibat tindakanmu.” Kini Priam tampak semakin galak. Tapi, ekspresinya berubah ketika melihat ada luka lebam di wajah Alecta. Perempuan itu bersembunyi di belakang Feris. Seketika Freya menangis seperti dibuat-buat. Ia bilang kalau Feris menyakitinya dan mendorongnya. Selain itu Freya juga bilang kalau kepalanya juga dipukul oleh Alecta. Tapi Priam tidak memperdulikannya. Justru ia berjalan mendekati Alecta. “Kenapa wajahmu seperti itu?” Alecta tidak menjawab. Ia malah bersembunyi di punggung Feris. “Alecta ham
Alecta merebahkan dirinya sambil menatap langit-langit kamar yang baru ditempatinya. Suasananya terasa baru, meskipun kamar ini tidak seluas kamar sebelumnya, tapi rasanya tetap nyaman. Alecta sudah mengamati setiap jengkal kamar ini. Kalau ingin melihat pemandangan luar dari jendela, pastinya akan disuguhkan pemandangan terbaik. Karena di dekat kamar Alecta ada kolam ikan koi lengkap beserta bunga teratai yang masih kuncup. Alecta menebak-nebak kapan bunga teratai itu akan mekar. Kalau ingin menikmati dinginnya kolam ikan koi, ada pintu geser yang berada di sisi lain kamar ini. Di sana ada serambi. Tadi, Bu Marie selaku asisten rumah tangga di rumah ini bilang, kalau Alecta boleh mencelupkan kakinya ke kolam itu sambil duduk di pinggiran serambi. Mungkin di lain hari, Alecta akan mencobanya. Tidak saat ini, sebab dia masih merasa malu untuk keluar dari kamar apalagi keluar dari rumah yang hampir 80 persennya bermaterial ka
Akhirnya selesai jugaaa, huft. (Not) A Queen telah tamat di tanggal 11 November 2021 (Hehehe ditulis aja, biar gak lupa) Terima kasih untukmu yang telah membaca kisah ini sampai tuntas. Entah mengapa aku merasa sangat lega dan yaaa akhirnya punya waktu untuk membaca buku lebih banyak lagi Aku mohon maaf kalau ada beberapa kata yang masih typo dan belum maksimal memberikan yang terbaik untukmu. Di buku yang akan datang, semoga bisa lebih baik lagi. Oh iya, aku pernah dapat pertanyaan semacam ini: apakah setelah tamat nggak ada skuelnya? Gimana yaaa, jawabnya? Memangnya butuh perpanjangan lagi? Ekstra chapter? Tapi, kurasa ini sudah cukup panjang. :0 Sebelum catatan ini selesai, aku pengen spoiler dikit tentang rencanaku. Sebenarnya ada satu novelku lagi yang ada di sini judulnya LEVIATHAN yang bergenre sci-fi. Sayangnya, belum muncul (sampai catatan ini ditulis).
Freya akhirnya tertangkap sehari setelah kejadian yang memilukan itu. Sedangkan David perlu tiga hari karena berhasil kabur menuju kota lain. Berita mengenai hal ini langsung menjadi topik utama yang disiarkan berulang-ulang oleh acara berita disegala stasiun televisi. Kejadian itu menyita banyak perhatian masyarakat.Bibi Lani telah dimakamkan. Feris masih menangis. Lusi dan Naratama juga merasakan kesedihan mendalam akibat kehilangan itu.Alecta baru siuman setelah dua hari dirawat di rumah sakit. Dia menangis saat diberitahu kalau Bibi Lani meninggal dunia demi menyelamatkan Baby Leon dan Alecta.Priam memutuskan untuk menjaga Baby Leon di rumahnya karena Alecta masih dirawat di rumah sakit. Tubuhnya dipenuhi banyak luka, dan beruntung tidak ada tulang yang patah.Feris telah memutuskan sesuatu. Malam ini dia akan membicarakan keputusannya dengan Alecta. Perempuan itu sudah lebih baik beberapa hari ini, dan kemungkinan dua hari lagi dia d
Mobil yang dikemudikan David memasuki kawasan hutan. Setahunya, kawasan itu memang sepi dan ada sebuah bangunan yang mirip gudang penyimpanan kayu yang sudah lama tidak digunakan.Mobil berhenti di depan bangunan itu. David menyeret Alecta ke gudang itu, sedangkan Freya masih berkutat dengan Leon yang hanya bisa menangis.Setelah masuk ke dalam gudang tak terpakai itu, David meletakkan Alecta di tempat yang kering. Sementara Freya yang sudah pusing dengan tangisan bayi itu akhirnya menyerah. Dia meletakkan Leon di sebuah keranjang dari ayaman rotan yang kondisinya sudah tidak layak. David jadi berpikir, kalau Freya bukanlah ibu yang baik. David mendekati Freya dan menyerahan tongkat baseball yang tadi dipakai untuk memukul sopir tadi. Freya menerima tongkat baseball itu dan mengabaikan tangisan Leon.“Gunakan untuk menyiksanya.” David menunjuk Alecta yang tergeletak tak jauh dari jangkauannya. “Aku harus segera melak
Selama hampir saatu tahun ini, kondisi keuangan Freya mulai memburuk. Dia memiliki utang hampir ratusan juta karena tidak mampu menunjang gaya hidupnya. Setelah bercerai dengan Priam, Freya terpaksa menyewa apartemen kecil bersama David.Semua kontrak kerjanya dibatalkan termasuk iklan, sponsor, dan film yang harunya dibintanginya. Namanya terhempas seolah nama Freya Farista sudah tidak lagi bersinar. Freya telah jatuh, tersingkir, dan tidak dibutuhkan lagi.Kondisi diperburuk dengan David yang namanya sudah dicoret dari keluarga besarnya karena ketahuan menjalin hubungan dengan perempuan yang sudah bersuami. Alhasil, David menjadi pengangguran, kerjaannya hanya tidur, makan dan mabuk, hanya itu siklus hidupnya. Sementara Freya harus merelakan tabungannya menunjang kebutuhan dua orang terlebih lagi Freya harus memangkas pengeluaran untuk kecantikan karena dia juga harus makan.Hampir setahun ini Freya dan David persis seperti pasangan pengangguran
Pada akhirnya Priam juga menerima keputusan dari Feris kalau untuk ‘untuk sementara waktu hingga belum ditentukan’ Baby Leon akan diasuh oleh Alecta dan Feris di rumah ini. Dua hari setelah kepulangan Alecta dari rumah sakit, Priam datang bersama dua pelayannya yang cukup menggemaskan. Di ruang tamu, Priam dan Feris berbicara layaknya teman meskipun penuh kecanggungan. Sementara di kamar Alecta, terdengar gelak tawa dari Naratama dan Lusiana. Mereka, dua pelayan yang menggemaskan, begitu sebutan dari Bu Marie. “Baby Leon sangat tampan sekali!” Lusi tampak sangat senang ketika mendapat kesempatan untuk menggendong Baby Leon. “Bukankah seharusnya kita memanggilnya dengan sebutan Tuan Muda?” Natatama menimpali. Dia hanya berani menyentuh pipi bulat Baby Leon. “Kamu benar, Nara. Aku tidak sabar melihat Tuan Muda Leon besar. Dia akan lebih menggemaskan lagi.” Lusi tertawa membayangkan hal itu terjadi. “Percayalah, Leon lebih suka dip
Feris masih merasa kesal karena pertemuannya dengan Alecta tertunda hampir empat puluh lima menit. Bagaimana tidak? Di dalam ruangan itu kekasihnya sedang bersenda gurau dengan Priam. Ditambah Bibi Lani menyarankan agar Feris menunggu sampai Priam selesai bertemu dengan buah hatinya.Hari ini, tanpa disangka Alecta melahirkan, dan ternyata perkiraan dokter itu meleset. Sebagai orang yang kurang berpengalaman dengan hal ini, Feris merasa menjadi orang bodoh. Harusnya dia tidak pergi hari ini. Harusnya, dia mengubah jadwal pertemuannya dengan Pak Edzard yang akan membeli rumah dan tanah warisan dari neneknya.Alasan kenapa Feris mau melepaskan properti itu karena dia ingin membeli rumah di Kota Milepolis. Dia bertekad ingin memulai kehidupannya yang baru bersama Alecta. Sebab, semakin Alecta di sini, semakin gencar pula Priam mendekatinya.Tapi sekarang, sepertinya Priam sudah mulai mendekati Alecta lagi. Mereka berbincang di dalam, padahal Feris sempa
Priam sangat takjub dengan apa yang dilihatnya. Alecta yang tertidur dengan wajah sedikit kelelahan dan ada bayi mungil yang sedang ditelungkupkan meminum asi. Dulu Priam selalu menganggap apa ang dilihatnya itu tidak pernah jadi kenyataan. Kini, hari ini, dengan mata kepalanya sendiri dia melihat calon penerus keluarga Ardiaz telah lahir. Priam mendekati Alecta secara perlahan agar tidak membangunkan Alecta yang sedang tertidur. Dia mencoba menyelipkan jari telunjuknya ke tangan si bayi. Perlahan tapi pasti, tangan mungil bayi itu menggenggam jari Priam. Ada ledakan kebahagian membuncah di dada Priam. Tangan mungil bayi itu seolah menyapa Priam. Rasanya tidak ada yang bisa mendeskripsikan perasaan semacam ini. “Feris ... apa itu kamu?” tanya Alecta lirih. Priam terdiam. Alecta lalu menoleh ke arah orang yang di sampingnya. Dia terkejut ketika menemukan Priam duduk di sana. Padahal tadi dia sempat bermimpi kalau ynag dat
Kehamilan Alecta memasuki bulan kesembilan. Perutnya sudah makin besar, tendangan ‘dia’ makin aktif dan terkadang membuat Alecta kesulitan untuk tidur. Setelah sarapan, Feris memutuskan akan pergi ke Kota Lunars. “Tapi sebentar lagi aku akan melahirkan,” ucap Alecta. Sejak pindah ke rumah ini, Alecta selalu mengecek kehamilan secara berkala bersama Feris. Kata dokter, Alecta diprediksi akan melahirkan satu minggu lagi. “Aku pergi tidak lama. Mungkin nanti pulang sore. Ada orang yang tertarik membeli propertiku di Kota Lunars, My Bee.” Feris mengelus kepala Alecta dengan penuh kasih sayang. Alecta menggeleng. Dia harus mencari cara agar Feris tidak pergi. “Dia ingin mendengarkanmu membaca cerita.” Yang dimakud ‘dia’ adalah kehidupan yang ada di perut Alecta. Beberapa waktu yang lalu, kata dokter kandungan yang memeriksa Alecta mengatakan, kalau Alecta akan melahirkan bayi berjenis kelamin laki-laki. Tentu saja Priam senang menden
Semua berjalan sesuai kehendak Semesta. Perut Alecta makin membesar seiring bertambahnya usia kehamilan. Feris juga selalu sigap ada di samping Alecta.Sekarang perubahan yang terjadi pada tubuh Alecta membuatnya tampak cantik dan menggemaskan. Entah mengapa kalau perempuan hamil selalu cantik meskipun pipinya mulai chubby dan bada yang berisi.Alecta juga mengalaminya. Kini pipinya agak mengembang. Dadanya makin menyembul padat dan perutnya makin buncit.Terkadang Feris membenamkan wajahnya ke dada Alecta. Katanya itu bagian favoritnya karena lebih kenyal, padat, dan menyenangkan. Kalau malam Feris lebih suka mengelus-elus perut Alecta yang buncit, dan dia yang ada di dalam pasti merespon dengan tendangan.Priam masih datang walaupun jaraknya tidak menentu. Kadang seminggu sekali, lima hari sekali, atau dua minggu sekali untuk melihat Alecta dan calon anaknya. Meskipun terkadang suasana ruang tamu jadi canggung.Priam yang meny