"Apa yang terjadi, Mas?" tanya Rani yang panik.
Mendengar obrolan Rani dan Ardian, Aji segera menghentikan mobilnya.
"Apa terjadi sesuatu?" Wanita di samping Aji mengulang pertanyaan. Sejak tadi hatinya terus dipenuhi was-was.
"Ya," sahut Aji tanpa menoleh pada Rani. Ia memperhatikan orang-orang di depan sana. Mereka malambai ke semua mobil yang lewat.
Mata Aji melebar kala menangkap beberapa wajah di depan sana. "Bukankah mereka yang mengajarku dan Ardian tadi?"
"Ya, Mas?"
"Gawat kita harus pergi!" Aji segera menyalakan mobil dan berputar arah. Masuk ke gang untuk mengambil jalan lain.
"Ada apa, Mas?" Rani sangat ingin jawaban.
"Ran, buang ponselku ke luar!" seru Aji pada Rani.
"Hah? Buang?"
"Mereka melacak ponselku. Sebelumnya panggil Ardian dan beritahu hal yang sama. Oya, jangan lupa menghapus semua chat dan daftar panggilan di sana." Aji mengingatkan.
Ia tak berani membuka kaca jendela dan meneriaki Ar
Mata Heru sontak membuka, kala mendengar suara seseorang berteriak. Mengerjap, mencari kesadaran dengan berusaha mengingat apa yang terjadi sebelum ia tidur.Setelah Sadar sedang ada di mana dan ingat apa yang dilakukan sebelum ini, pria itu mencari sosok yang harusnya ada di sampingnya."Ke mana pengacara itu?" gumamnya sembari melepas sabuk pengaman yang melingkar di tubuhnya.Sebelum ke luar, Heru menyempatkan diri melihat pada arloji yang melingkar di tangan kiri."Sial, aku ketiduran lebih dari 30 menit," umpatnya kesal.Ia kemudian merogoh ponsel di hapenya. Melihat percapakan dengan Laila. Ada satu balasan dari gadis itu.[Aku sudah sampai.]Pria itu pun segera keluar mobil. Mencari Laila, dan pengacara sekali gus."Apa Laila sudah pulang? Lalu di mana pria itu?" tanya Heru celingukan mencari sosok kedua orang tersebut."Suara apa tadi? Siapa yang berteriak malam-malam begini? Apa aku cuma mimpi?" Pria itu kemudia
"Apa salahku?" Laila membulatkan mata."Kamu yang sudah membangunkan macan tidur. Jangan salahkan aku jika sesuatu terjadi di dalam sana." Aris mengucap santai dan pelan. Melirik sebentar ke arah Laila untuk melihat ekspresinya.Aris geleng-geleng. Senang. Laila tampak speechless mendengar ucapannya.Setelah sampai dan memarkirkan mobil kesayangan, Aris mulai menyiapkan barang-barang yang sudah disiapkan di ransel.Pemuda itu segera membuka pintu dan keluar. Namun, merasa ada yang salah hingga ia perlu diam sebentar, mengamati seseorang harusnya sudah mengikutinya.Saat berbalik, ia masih melihat Laila duduk manis di dalam mobil. Aris mendesah. Ada apa dengan gadis cantik itu?Tak membuang waktu ia pun mendekat dan mengetuk pintu mobil. Laila pun tersentak, dan menoleh ke arahnya."Tidak turun?" tanya Aris menautkan dua alisnya. Tampaknya Laila benar-benar takut kalau dia akan menerkamnya di dalam sana.Tak ada jawaban. Setelah
"Argh! Sial! Ada apa denganmu dan gadis itu?!" teriak ayah tiri Laila.Heru merasa butuh penjelasan dari pengacara, tapi penjelasannya terkesan berbelit."Kamu ini padahal pengacara, tapi kenapa ucapanmu sulit kupahami?" keluh Heru. "Mana tampilanmu lebih parah dari pada pengemis!""Ehm. Ya ... ini karena aku kesakitan!" kilahnya. Pengacara itu terus mencuci wajahnya di bawah air kran yang mengalir dengan posisi berjongkok. Untung saja di sekitar gedung itu ada kran-kran yang bisa menyala dan mengalirkan air."Apa mulutmu juga sakit?" tanya Heru sembari mencoba menghubungi nomor Laila yang tadi sempat tak bisa dihubungi. Heru merasa muak pada pengacara itu, yang kentara berusaha menutupi kejadian sebenarnya.Panggilan pada Laila tersambung. Namun, tidak juga diangkat."Sial, kenapa tak diangkat? Dia menantang ku rupanya." Heru bertanya kesal.Ia lalu beralih pada sang pengacara. "Sebenarnya apa yang kamu lakukan padanya. Ini gara-gara
Barangkali ini yang dinamakan setelah hujan badai, ada kalanya pelangi hadir dalam kehidupan seseorang. Dan ia yakin pelangi dalam hidup Laila adalah Aris.❤❤❤Sekarang ini, satu-satunya cara memancing Rani, Aji dan Ardian sekaligus adalah dengan menahan Laila di sisinya.Belum lagi pria itu menyimpan ponselnya, tiba-tiba ponsel itu bergetar. Saat melihatnya, mata Heru. Buru-buru ia mengangkat panggilan paling ditunggu-tunggunya."Laila." Heru menaikkan satu sudut bibir. Merasa puas karena pada akhirnya gadis itu menghubunginya."Sudah kuduga, ia tak bisa mengabaikan ancamanku. Tinggal menyebut nama Bundanya, dia akan terbirit-birit mencariku." Pria itu menoleh pada pengacara, menyombongkan kehebatannya bisa memaksa Laila mengikuti semua kemauannya.Pengacara gelagapan karena itu. Karena sebelumnya sudah membocorkan rencana Heru pada gadis belia tersebut."Kenapa sikapmu jadi aneh begitu. Ck." Heru mendecak sembari mengklik icon berwa
Gadis itu sangat takut pada pikirannya. Bukan menutup kemungkinan, Aris yang sangat mengininya, tiba-tiba berbalik sangat jijik dan membencinya kalau sampai dia hamil anak Heru.❤️❤️❤️"Jadi ... apa masalah kita sudah selesai sekarang?" tanya Aris sambil menyenggol bahu Laila."Ya?" Mata Laila melebar. Ekspresinya seketika berubah."Bukannya tadi aku bilang akan bersabar sampai masalah kita selesai?" Aris menggoda Laila dengan mengingatkan kalimat yang dibisikkan sebelum ini."Kalau udah selesai kita mau ... apa?" Laila berpura-pura polos dengan ekspresi yang tengah berpikir keras."Hem?" Pemuda itu menarik kepala dan menautkan kedua alis, penuh tanya pada Laila. "Gak tau?"Laila membulatkan mata sembari menggeleng."Hem? Bener?" tanya Aris lagi. "Hem? Hem? Hem?" Pria itu menggerakkan kepala, terus menggoda.Hal itu tentu saja membuat Laila tertawa."Jadi gimana?" Aris kini bicara dengan serius. "Aku dah bayar hot
ita Bareng Saja"Mereka pasti sedang merayakan kemenangan mereka." Heru tersenyum sinis. Pria itu kini sedang sibuk membuka galery di ponselnya."Ck. Untung saja aku menyimpan foto-foto ini."Membayangkan Aris dan Laila yang terlalu cepat merasa senang. Tanpa mereka tahu kini Heru sedang menyusun banyak rencana untuk melawan."Ck. Pemuda itu membuatku iri." Pengacara bicara pelan. Seolah sedang bicara dengan dirinya sendiri.Dia masih belum bisa melupakan sosok cantik yang membuatnya terpana, dan memandang tanpa kedip ke arah gadis itu. Andai saja rencananya semalam bisa berjalan dengan mulus, pengacara itu pasti sudah merasakan bagaimana indahnya surga dunia.Ah, kapan lagi ia bisa bertemu gadis secantik Laila? Gadis yang cantiknya alami. Tidak seperti gadis-gadis yang fashionable dengan make up tebal. Meski tahu tak gadis lagi ... paras ayunya pasti akan membuat semua pria tergila-gila."Sepertinya aku perlu baby
Aris senyum-senyum sendiri di depan cermin. Menatap pantulan wajah tampan di sana. Mengingat bagaimana gadis itu tersipu malu mengikutinya."Mandi bareng maksudnya?" tanya Laila membulatkan mata.Aris mengangguk. "Ya, apalagi? Dari awal kan kita mau mandi, bukan berenang.""Em, itu agak ...." Suara Laila tertahan, ketika Aris menarik tangannya begitu saja."Sudah cepat! Waktu kita tak banyak!" pemuda itu menarik Laila, yang wajahnya sudah semerah udah rebus.Senyum Aris semakin tak tertahan kala membayangkan apa yang terjadi di kamar mandi."Ish ... kenapa aku jadi seperti ini?" Ia merasa heran pada diri sendiri.Gadis yang sempat diabaikan, meski gadis itu cantik dan menjaga diri. Lalu, sangat membencinya kala harus menikahi secara paksa. Dan kini ... Aris begitu menggilainya.Untung saja Laila tak dendam dan bersikap buruk pada pria yang berkali mencampakkan, bahkan sempat menyiksanya."Hemh. Ya .... Mana bisa dia meno
"Bagaimana?" tanya Heru pada pengacara yang sibuk berbalas surel dengan temannya."Sebentar Tuan." Pria itu menjawab sambil menatap serius ke monitor. Tanpa menoleh sedikit pun pada Heru."Pokoknya jangan berhenti sampai berhasil," ucap Heru membuat pengacara makin tegang..Sudahlah dia dilarang membersihkan diri lebih dulu dan berganti pakaian yang pantas, Heru juga terus mengungkit kesalahannya dan menuntut tanggung jawab.'Ya iyalah. Kalau gak mau tanggung jawab, udah kabur gue.' Pengacara itu membatin. 'Untung saja Lo tajir,' liriknya sambil menyembunyikan kekesalan.Setelah membalas pesan terakhir, pengacara menarik tubuhnya ke kursi di belakangnya. Menyandarkan bahu hingga terasa tubuhnya yang letih terasa nyaman."Bagaimana? Sudah?" Heru tak sabar."Sabar, Tuan! Perlu proses. Hem. Jadi ini nomor semua teman sekelasnya Laila." Pria itu menyahut sembari memijat tengkuk."Gak nyangka Anda sangat cerdas Tuan. Menghajar langs
Acara lamaran Lintang berlangsung sangat khidmat. Senyum tak lepas dari bibir gadis itu. Akhirnya pemuda yang selama hampir tiga tahun dekat dengannya ini, membuktikan keseriusannya.Begitu juga dengan Aris, kedua sahabat ini pernah berkelakar bahwa mereka akan jadi sodara ipar. Fanno berkali-kali pernah menawarkan diri untuk jadi adik ipar sahabatnya ini.Ternyata benar, ucapan itu adalah doa, maka ucapkanlah yang baik-baik agar menjadi doa yang baik-baik pula.Selesai acara lamaran, semua yang hadir menyantap hidangan yang telah disediakan oleh Ajeng.Fanno mendekati sahabat sekaligus calon Abangnya itu."Gimana kerjaan lu?""Sopan dikit kek, sekarang gue udah jadi calon Abang lu. Masa masih manggil seperti itu?" Aris protes."Oke, Bang, gue ralat. Gimana sekarang kerjaan lu, Bang?""Tetap aja, ya, tapi gapapa lah gue maklum.""Lagian, begitu aja jadi masalah. Pertanyaan gue kagak dijawab juga.""Lu kepo aja uru
Ekstra Part 19Menuju AkhirAris berusaha untuk menikmati pekerjaannya sebagai tukang cuci mobil. Meski bayaran yang dia terima tidak sebanyak ketika bekerja di kantor Papanya David. Tetap saja ia syukuri.Dua hari sudah waktu yang David janjikan untuk membawa Zara kepada keluarga Aris. Tapi belum ada tanda-tanda pria itu akan menepati janjinya."Gue cuma mau ngingetin, ini sudah hampir 2 x 24 jam, Dav," kata Aris lewat sambungan telepon."Gue usahain nanti malam, Ris.""Bener, ya?""Bener. Entar gue kirim alamatnya.""Lu datang ke rumah gue saja.""Enggak bisa, Ris. Lu tahu Zara seperti apa? Ini juga gue enggak yakin.""Lah, gue pikir udah deal.""Tadi 'kan gue bilang mau usahain.""Oke, gue tunggu kabar selanjutnya."Aris memutus sambungan telepon. Ia berharap David bisa membuktikan ucapannya.***Selepas magrib David mengirimkan alamat pad
Malam itu juga Aris pergi ke rumah David. Tidak sulit baginya untuk menemukan alamat orang kaya dan terkenal seperti keluarga David.Sebelumnya Aris mengirim pesan terlebih dahulu pada pria berambut klimis itu kalau dia sedang dalam perjalanan ke rumahnya.[Gue lagi di luar, Ris. Besok aja, ya, kita ketemu di kantor.]David beralasan.[Tanggung gue udah di jalan. Enggak apa-apa kalau lu enggak ada, gue ketemu Bokap lu aja.]Tulis Aris sambil tersenyum.[Oke, gue balik. Lu tunggu gue, jangan ngadu macem-macem sama bokap gue!]Aris tersenyum membaca balasan dari David. Pria itu ternyata sangat sayang dengan jabatannya, sehingga dia sangat takut kehilangan.Ternyata Aris sampai terlebih dahulu dari tuan rumah. Dia menunggu di dekat pos satpam. Kata Pak satpam barusan, David belum sampai ke rumah.Berselang lima belas menit, mobil David memasukkan pintu gerbang. Ia langsung mengajak Aris masuk melalui pintu samping dan duduk
"Mama tidak menyangka kamu tega mencoreng muka Mama dan Papa. Memberikan kesan buruk pada keluarga kita, Ris. Maksudnya apa ini?" Ajeng mengetuk-ngetuk layar ponselnya."Itu fitnah, Ma. Aris dijebak, Mama tahu 'kan wanita itu yang mengacau di acara wisudaku beberapa bulan ke belakang.""Iya, Mama tahu. Tapi ini tidak bisa dikatakan fitnah. Sedangkan jelas orang di dalam poto ini adalah kamu. Mama tidak bisa membayangkan kalau Papa sampai tahu." Ajeng merasa terpukul.Lagipula, Aris tak habis pikir, dari mana wanita itu mendapat nomor Ajeng."Aku bisa jelaskan, Ma.""Apa lagi yang mau dijelaskan? Semuanya sudah jelas, kamu tidak bisa beralasan." Ajeng berpaling."Adegan dalam poto ini rekayasa, Ma.""Tidak mungkin, kamu tidak bisa membodohi Mama. Kalau kamu tidak mau harusnya berontak dan menolak. Dari segi mana itu dibilang rekayasa. Atau kamu mau bilang itu adegan poto untuk kepentingan komersial? Kalaupun ia, Mama tidak setuju!"
Selama perjalanan menuju rumah sakit, Laila maupun Aris tidak banyak bicara. Keduanya bingung harus bersikap, secara dari semalam Laila masih belum bersikap manis pada suaminya.Aris ingin segera menunjukkan video itu pada Laila. Tapi sepertinya waktunya tidak tepat jika sekarang.Laila pun tak tahu harus bagaimana memulai untuk minta maaf pada Aris. Ia merasa canggung karena dari semalam dia tidak bersikap baik pada suaminya.Keduanya hanya bersikap biasa ketika berbicara dengan Ariel. Selebihnya seperti dua orang asing yang baru saja bertemu.Kaku.Di rumah sakit, untung saja Laila segera datang, karena ternyata Rani sendirian. Beberapa menit yang lalu, Aji pamit pulang dulu untuk mengambil sesuatu di rumah. Itu kata Rani, wanita itu tidak mau berterus terang bahwa Aji sedang mencari pinjaman uang untuk melunasi biaya rumah sakit.Tabungan mereka belum cukup untuk melunasi semua biaya. Aji sedang menemui beberapa teman kerjanya siapa tahu
"Ini surat pengunduran diri saya." Aris meletakkan surat itu dihadapan Pak Jani, pria yang dulu menerimanya bekerja."Saya perlu tahu, kenapa kamu ingin berhenti bekerja di sini. Padahal kamu termasuk karyawan terbaik meski baru dua bulan bergabung bersama kami. Apa kamu ada masalah dengan salah satu karyawan di sini?" Pak Jani bersandar pada kursinya sambil memperhatikan Aris."Saya tidak ada masalah, Pak. Selama bekerja di sini saya sangat senang. Tapi saat ini, saya ingin mencoba mengembangkan usaha sendiri meski kecil-kecilan." Aris beralasan."Saya sangat menyayangkan saja, Ris. Harus kehilangan karyawan baik seperti kamu. Next kalau kamu ingin bergabung kembali dengan kami, jangan sungkan, ya. Pintu selalu terbuka buat kamu.""Baik, Pak. Terima kasih telah memberikan kesempatan buat saya bekerja di sini. Saya permisi." Aris bangkit dan mengulurkan tangannya."Terima kasih juga sudah pernah bergabung bersama kami," jawab Pak Jani sambil meneri
Mobil melaju dengan kecepatan tinggi, Aris seperti kesetanan mengemudikan mobilnya. Ia terus merutuki kebodohannya, kenapa harus menuruti David. Bukankah ia sudah punya janji dengan Laila dan Ariel.Kenapa pula ia harus terus menerus merasa tidak enak pada David, bukankah ia juga punya hak untuk menolak."Sial. Seharusnya aku sudah berhenti kerja setelah tahu David itu sepupuan dengan Zara. Sebab aku tahu Zara itu licik dan nekad." Aris memukul setir.Berkali-kali ia menekan klakson karena ada yang menghalangi jalannya. Hingga satu ketika mobilnya oleng dan hampir saja menabrak pembatas jalan."Astaghfirullah," ucapan sambil memelankan mobilnya.Ia usap wajahnya berkali-kali, lalu membuang nafas perlahan. Ini salah, melampiaskan kekesalan dengan cara ugal-ugalan saat menyetir, memang tidak dibenarkan. Bisa membahayakan dirinya juga pengendara lain. Bukannya mengurangi masalah malah akan manambah masalah jadinya."Papa?!" Matanya membola keti
Ekstra Part 13Hati WanitaLaila mondar mandir sambil terus mengotak-atik ponselnya. Dari tadi ia menghubungi Aris tapi tidak diangkat. Akhir pekan ini, pria halalnya itu berjanji akan pulang cepat demi mengajak Ariel jalan-jalan."Habis ashar kamu dan Ariel langsung siap-siap, ya. Supaya aku tidak nunggu lama dan kita punya banyak waktu untuk mengajak Ariel jalan-jalan." Itu pesan Aris beberapa jam yang lalu lewat telepon.Tapi sampai saat ini suaminya itu belum juga datang. Laila mencoba menghubunginya, tapi tak satupun panggilan darinya diangkat."Mungkin Kak Aris terjebak macet, maklum ini sudah masuk akhir pekan jadi banyak yang ke luar untuk liburan," guman Laila menghibur diri.Matanya tak lepas dari layar ponsel yang masih menyala."Tapi ... kalau memang iya terjebak macet, kenapa sampai tidak bisa menjawab telepon?"Laila bangkit dari duduknya lalu melihat ke luar rumah melalui kac
"Lepaskan aku! Kalian tidak punya hak menangkapku!"Helen terus meronta ketika dua orang sipir memegangi tangannya. Kedua pria itu membawa Helen ke luar sel tersebut."Lepaskan!!" Helen mencoba mengayunkan tangannya agar terlepas, tapi sia-sia karena tenaga dua orang pria itu tentu saja lebih kuat.Tiba-tiba wanita itu berhenti. Ia berusaha mundur ketika dua orang berseragam itu menariknya."Aku bilang lepaskan! Kalian akan membawa aku kemana?""Tindakanmu barusan itu membahayakan penghuni lain. Kamu harus dipisahkan," ujar salah satunya."Tidak mau! Aku tidak mau sendirian! Aku mau bersama dengan yang lain. Lepas, aku bilang lepas!!"Lama-lama tenaga Helen terkuras sia-sia karena terus meronta. Wanita yang dulu selalu berpenampilan bak artis ibu kota itu akhirnya harus pasrah ketika dirinya dimasukkan ke sel terpisah tanpa teman."Heeyy! Lepaskan aku!! Kalian tidak tahu pacarku kaya, banyak duitnya. Sebentar lagi dia akan data