Hai, Kak! Apa kabar? Mohon maaf lama menunggu, ya. Tapi aku akan sangat berterima kasih pada kalian yang sudah sabar menanti Mitha. Mohon maaf aku kemarin menghilang beberapa hari. Karena memang ada kesibukan yang benar-benar tidak bisa untuk ditinggalkan. Terima kasih banyak <3
Kedua pupil Mitha membulat, saat mendengar alasan Cakra membawanya ke tempat ini. Tangan Mitha ditarik sekuat tenaga untuk keluar dari mobil.“Sakit,” ringis Mitha.Mobil yang tadi membawa mereka ke tempat itu, seketika pergi meninggalkan Mitha dan Cakra.“Cak, lepas nggak?” pinta Mitha yang menahan tangan Cakra dengan tangan kanannya.Sayangnya Cakra menggeleng, dia menarik Mitha untuk mendekat ke arah kantor polisi.“Cakra!” seru Mitha, yang ternyata sukses membuat Cakra tersentak.Untung saja parkiran di sana sepi dan juga tidak terlalu terang. Sehingga kecil kemungkinan orang lain mendengar suara Mitha yang sedikit meninggi.“Lepas! Kamu itu kenapa, sih? Aku baru keluar dari rumah sakit. Aku capek, aku ingin istirahat!” terang Mitha, yang kesabarannya sudah perlahan terkikis.Cakra langsung berbalik dan berhadapan dengan Mitha sekarang.“Aku tahu, setelah ini kita pulang. Kita buat laporan dulu.” Cakra masih tetap teguh dengan niat awalnya.Bagi Cakra, membiarkan Candra terus berl
Saking sedikit merasa aneh, Mitha tidak berkedip sejak tadi. Bolak-balik dia memeriksa akun yang baru saja mengikutinya. Sebuah akun dengan followers berjuta-juta, bahkan akun itu sudah centang biru.“Ini tidak salah, kan?” gumam Mitha lagi, yang masih tak percaya.Maksudnya, Mitha tak begitu dekat dengan Keyza. Apalagi jika mengingat kisah masa lalu, sebenarnya hubungan antara Mitha dan Keyza tidak begitu baik. Kemarin mereka bisa bertegur sapa, tidak lain karena sikap keprofesionalan mereka.“Mitha!”Suara Anin memecah pikiran Mitha, dia tersentak dan langsung menoleh ke arah temannya.“Kenapa?” tanya Mitha.“Tadi kamu istirahat di mana? Aku cari-cari kok nggak ada.”“Oh … di pantri. Aku lagi malas keluar cari makan soalnya.”Anin hanya mengangguk, “Ngomong-omong, Mbak Puspa mau jadiin Keyza talent tetap. Mereka lagi nego harga dulu,” terang Anin.“Oh,” ucap Mitha, yang nampaknya tak begitu tertarik.Ponsel yang tadi sempat dipegang oleh Mitha, ia simpan di samping mouse komputernya
Sudah pukul sembilan, tapi Mitha masih sendirian di rumah. Baik Candra maupun Cakra, tidak ada satu pun mereka di rumah. Namun, entah kenapa Mitha malah lebih penasaran dengan keberadaan Cakra, dibanding dengan suaminya sendiri.Pandangan Mitha tertuju pada bingkai foto yang tertempel di dinding. Pada bingkai tersebut tersemat sebuah foto pernikahan Mitha dan Candra. Dia menatap lekat-lekat foto tersebut, dan Mitha merasakan gejolak kekesalan dalam dirinya.“Kenapa aku harus menikah dengan Mas Candra, sih? Kenapa bukan dengan Cakra saja?”Mitha mulai mempertanyakan pada dirinya sendiri. Ada perasaan sesal yang sekarang sedang dirasakan oleh Mitha. Dia ingin menceritakan keluh kesahnya pada kedua orang tuanya.“Ah, aku nggak bisa merepotkan dan membuat ibu dan bapak khawatir lagi. Mereka sudah ikhlas merawatku sejak kecil. Bahkan menyekolahkanku dengan keadaan susah payah. Padahal aku hanya anak angkat mereka,” desah Mitha.Kedua matanya kini berkaca, mengingat bagaimana perjuangan ked
Sudah hampir tiga minggu Candra tidak pulang ke rumah. Tidak ada rasa penasaran sedikit pun pada istrinya. Padahal terakhir mereka bertemu, Mitha pingsan dan dilarikan ke rumah sakit. “Aku pulang.” Suara seorang wanita yang dinantinya, memecah keheningan. Candra yang sedang duduk di sofa sambil memainkan ponselnya langsung melirik ke arah pintu. Keyza baru saja pulang bekerja. Candra segera berdiri menyambut kedatangan wanita yang sejak dulu dan sampai saat ini dia cintai. “Tumben sekali kamu pulang lebih pagi?” kata Candra. Sekarang baru pukul sepuluh malam, padahal minggu ini Keyza mendapatkan jadwal untuk pulang tengah malam. “Aku sedang tidak enak badan, Mas,” jawab Keyza. Dia langsung menghampiri Candra dan menghempaskan tubuhnya di atas sofa. Melihat wajah lelah Keyza, Candra langsung duduk dan memandang lekat wanita itu. “Mau aku buatkan minuman?” tanya Candra. Perlakuan Candra pada Keyza dan Mitha, bagaikan langit dan bumi. Keyza selalu dia puja dan diperlakukan dengan
Candra benar menjemput sang ibu di stasiun. Untung saja keretanya delay beberapa jam. Sehingga Candra tidak perlu izin pulang lebih dulu. Kemudian membawanya pulang ke rumah.“Mama kenapa nggak ngomong dulu, sih, kalau mau ke sini?” cerocos Candra.Jujur saja Candra merasa kesal dengan kedatangan sang ibu yang mendadak. Karena mau tidak mau Candra harus kembali ke rumah ini. Padahal dia sudah memiliki rencana spesial malam ini.“Surprise!” ucap Rifah sambil mengangkat kedua tangannya. Wajahnya berbinar, memberikan kejutan pada sang anak.Decakan keras terdengar dari mulut Candra, dan itu bisa didengar oleh Rifah. Seketika wanita itu mendekat ke arah anaknya.“Kenapa? Kamu nggak suka Mama datang?” tanya Rifah sedikit ketus.Melihat raut wajah ibunya yang berubah kesal, membuat Candra mencengkram kelopak matanya. Dia menarik napas, lalu menarik kedua sudut bibirnya.“Bukan begitu Mama, Sayang.” Candra merangkul sang ibu. Dia tidak boleh membuat ibunya marah, karena itu akan menjadi keru
Untuk beberapa saat, Mitha mematung sambil memandang miris kotak pemberian dari sang ibu. Sedih rasanya ketika sang ibu mertua lebih bersemangat dengan hubungan rumah tangga mereka. Keheningan itu pecah, ketika Candra kembali hadir di tengah-tengah mereka. “Sudah selesai makan malamnya?” tanya Candra yang melihat sendok dan garpu pada piring Rifah juga Mitha dalam posisi tertutup. “Sudah,” jawab Rifah. Candra menarik tipis kedua ujung bibirnya, “Ya sudah, ayo kita pulang!” ajak Candra. Waktu menunjukkan pukul sepuluh malam. Candra masih memiliki waktu untuk menyelinap, lalu pergi dari rumah. Tadi Candra mendapatkan panggilan dari Keyza, dia sudah menunggunya di apartemen. Hanya saja Candra sedikit berbohong tentang keberadaannya. Dia tidak ingin Keyza tahu, kalau sebenarnya Candra sedang bersama dengan Mitha. “Pulang?” kata Rifah. Candra menarik kepalanya ke belajkang, alisnya terlihat mengerut. “Kalian tidak akan pulang,” imbuh Rifah. Mata Candra membeliak, mendengar ucapan
Entah kenapa hati Cakra tidak tenang. Ibunya memberi tahu bahwa Mitha dan Candra sedang menghabiskan malam bersama di hotel. Cakra yang mengetahui bagaimana kisah kakak dan kakak iparnya itu, merasa khawatir dengan keadaan Mitha. Dengan cepat Cakra menyusul mereka ke hotel yang dimaksud.“Cakra?” Mitha terkejut saat mendapati adik iparnya berdiri di hadapannya. Tak hanya Mitha yang kaget. Cakra juga dibuat terlonjak dengan kondisi Mitha, yang hanya mengenakan pakaian tipis. Perlahan sisi kejantanan Cakra mulai bangkit.“Di mana, Mas Candra?” tanya Cakra.Mitha memungut handuk yang sempat ia kenakan tadi. Kemudian dia langsung menutupi tubuhnya dengan handuk tersebut. “Per-pergi,” jawab Mitha dengan gugup.Cakra mendengar suara lift berhenti. Dengan cepat dia masuk ke dalam kamar Mitha, lalu menutup pintunya rapat.Tubuh Mitha menegang, ketika mendapati Cakra ada di hadapannya dengan jarak yang lumayan dekat. Dia mendongak memperhatikan Cakra.“Terus, sedang apa kamu mengenakan paka
Mitha terbangun dengan kondisi masih tak berbusana. Begitupun dengan Cakra yang ada di sampingnya. Dia beringsut bangkit dari tempat tidur. Namun, saat dirinya hendak duduk, tangan Cakra langsung memeluknya. Seolah melarang Mitha untuk beranjak dari posisinya.“Biarkan aku memelukmu lebih lama lagi, Mitha,” ucap Cakra dengan suara yang parau, khas bangun tidur. Mitha melipat bibirnya. Dia memandang wajah Cakra yang masih terpejam. Memorinya memutar kejadian semalam, di mana mereka saling menciptakan irama erotis yang membara. Otak Mitha juga menangkap ekspresi wajah Cakra yang begitu sangat menggairahkan, ketika mereka sedang berbagi peluh bersama. Sedetik kemudian, Mitha menggeleng sambil memejamkan matanya. “Cakra,” panggil Mitha, dia mencoba melepaskan pelukannya. “Hmm?” Cakra hanya berdeham.“Sudah siang, kita harus pergi dari sini,” ucap Mitha. “Lima menit lagi. Cuman di sini aku bisa lebih dekat denganmu, Mith,” timpal Cakra. Namun, Mitha menggeleng, “Sudah cukup, Cak.” D