Mitha masih merasa bingung dengan perasaan dan pikirannya. Karena seharian ini, otak dan hati Mitha dipenuhi oleh Cakra.Perhatian, sikap dan ucapan dari adik iparnya itu. Membuat hati Mitha bergetar. Merasakan kehangatan dari harapan yang ingin ia dapatkan. “Ah, Mitha sudahlah! Jangan kamu pikirkan lagi,” gumam Mitha. Dia baru saja tiba di rumah, setelah seharian bekerja. Ternyata belum ada siapa pun di sana; baik Candra maupun Cakra. “Tumben Cakra belum pulang,” ucapnya, yang ternyata lebih memikirkan Cakra daripada suaminya.Di kala kesendirian, Mitha tiba-tiba ingin membuka lembaran kenangan masa lalu. Dia membuka sosial medianya, dan melihat beberapa postingan saat dia kuliah.Ada beberapa foto Mitha bersama Cakra, saat kegiatan UKM—unit kegiatan mahasiswa. Mereka berdua berasal dari jurusan yang berbeda, tapi mereka dipertemukan di UKM yang sama. Dari sanalah kedekatan Mitha dan Cakra tercipta. Mereka sering melakukan projek bersama. Saking dekatnya, Mitha pernah membawa Cak
Mata Candra membulat, saat mendengar Mitha berkata demikian. Dadanya merasakan perasaan yang aneh. Wajahnya pun terlihat menegang. Candra melihat Mitha memegang satu kemeja berwarna biru langit, yang dipakainya kemarin. Pikirannya terbawa pada momen yang terjadi kemarin malam.“Apaan sih, Mith? Mana mungkin bau parfum perempuan,” kata Candra, dia segera menyimpan laptop ke samping. Kemudian bangkit menghampiri Mitha. Dengan cepat, Candra merampas kemeja yang sedang dipegang oleh Mitha.“Aku tidak mencium bau apapun,” elak Candra. Mitha mendengus pelan, sambil menaikkan sebelah alisnya. Dalam benaknya kini muncul pertanyaan, yang berasal dari keraguan di dalam hatinya.“Lagian, kamu itu jorok banget, sih! Ngapain kamu cium-cium aroma pakaian kotor, hah?” sewot Candra, seraya melempar pakaiannya ke lantai.Mulutnya memang berkata seolah dia tidak salah. Namun, sorot mata Candra bergetar. Dia terlihat sedikit panik, karena memang kenyataannya Candra mencium aroma parfum wanita yang ke
Tidak mungkin Mitha melupakan aroma yang menempel di pakaian milik suaminya. Seolah otaknya itu memiliki penyimpanan tersendiri untuk kasus seperti ini. “Kabarku baik, Mbak,” jawab Keyza. Perhatian Mitha pun langsung teralihkan, begitu Keyza menjawab pertanyaannya. Namun, masih ada pertanyaan besar yang kini berputar di otaknya. Tak hanya itu, Mitha juga merasa ada yang aneh dari suaminya. Candra terlihat membuang muka, seolah enggan untuk menatap Keyza.“Sedang belanja?” tanya Keyza lagi. Berbeda dengan Candra yang enggan menatap Keyza. Wanita itu malah sesekali melirik ke arah Candra. Namun, terlihat Keyza menunjukkan raut yang nampak kesal. “Oh, iya,” jawab Mitha. Kemeja Mitha terasa ditarik pelan oleh Candra. Mitha pun menoleh dan melihat suaminya yang nampak tidak betah di tempatnya. “Mbak Keyza, maaf tapi aku harus pergi. Masih ada beberapa yang belum aku beli,” ucap Mitha.Dia paham dengan isyarat suaminya. “Oh.” Keyza membulatkan bibirnya, lalu mengangguk-angguk sambil
Mitha tidak bisa membohongi Cakra. Karena pria itu selalu peka dengan keadaan Mitha, sekali pun dia menyembunyikannya. Wajah Mitha masih menunduk, tapi dalam sekejap dia menaikkan lagi kepalanya. Kemudian menarik napas dalam sambil tersenyum. Mencoba untuk mengubah raut wajahnya agar tidak dicurigai oleh Cakra. “Tumben kamu pulang telat, Cak,” ucap Mitha, yang mengalihkan pembicaraan. Sekeras apapun Mitha berusaha menyembunyikan perasaannya dari Cakra. Pria itu tetap dapat bisa mengetahui dibalik senyum palsu yang sedang ditunjukkan oleh Mitha. Jemari Cakra menyenyuh pipi Mitha. Sontak itu membuat Mitha tersentak dan membulatkan matanya. Di sisi Cakra, dia merasakan basah pada jari yang tadi menyentuh pipi Mitha. “Kamu nangis? Kenapa? Apa yang membuatmu menangis?” tanya Cakra dengan wajah yang terlihat panik. Tatapan matanya yang hangat itu, seolah membuat Mitha tersihir. Hatinya perlahan menghangat, walau di sisi lain dia merasakan perih. “Mitha, percuma kamu menyembunyikannya
Mitha dibuat terkejut dengan pengakuan Cakra barusan. Tentu dia tidak berekspektasi kalau ternyata Cakra memendam perasaan seperti itu padanya. Bagi Mitha, Cakra adalah sahabat karibnya. Prinsipnya yang menjunjung tinggi nilai persahabatan, membuat Mitha selalu menjaga perasaannya tetap sama pada Cakra. Namun, siapa sangka, ternyata Cakra memiliki perasaan sebaliknya. “Apakah perasaanmu itu masih ada sampai sekarang?” Mitha butuh jawaban atas pertanyaanya itu. Terlihat wajah Cakra yang menegang. Untuk beberapa saat Mitha memberikan waktu bagi Cakra untuk mempersiapkan jawabannya. “Apakah aku harus berkata jujur atau sebaliknya?” tanya Cakra. “Tidak ada satu orang pun di dunia ini yang suka akan kebohongan, bukan?” Mitha balik melempar pertanyaan, yang sekaligus menjadi sebuah jawaban. Cakra memejamkan matanya, lalu dia terlihat menarik napas pelan. Sedetik kemudian, dia membuka kembali matanya. “Ya.” Sebuah jawaban yang sangat singkat, tapi jelas. Jawaban itu membuat hati Mitha
Mitha tahu betul harga dari tas tersebut. Untuk beberapa detik dia berpikir, dari mana suaminya mendapatkan uang untuk membelinya. Namun, Mitha segera menggelengkan kepala. Mungkin saja suaminya sedang mendapatkan bonus lebih, dan dia berniat untuk menyenangkan hati Mitha. Senyumannya itu terus mengembang seiring Mitha berjalan memasuki rumah, sambil membawa beberapa tumpukan dokumen. “Mas, ini simpan di mana?” tanya Mitha. “Di sini saja,” jawab Candra dengan cepat. Dia menunjuk pada meja di ruang keluarga. Tak mengatakan apapun lagi, Candra langsung pergi menuju kamarnya. Mitha yang baru saja menyimpan dokumen, langsung menatap suaminya yang pergi menjauh. Dalam hatinya masih berharap dengan apa yang Mitha lihat di dalam mobil. Mitha kemudian mengikuti Candra menuju kamarnya. “Mas,” panggil Mitha.“Hmm?” sahut Candra.Terlihat suami dari Mitha itu sedang berganti pakaian. Ia kini mengenakan kaus tipis berwarna hijau tua.Mitha bingung harus berucap seperti apa. Rasa penasarannya
“Mith, lihat,” ucap Anin yang ada di sampingnya. Wanita itu memperlihatkan ponsel miliknya, yang menampilkan sebuah aplikasi chatting. “Ini aku lagi chat sama admin dari produk pakaian olahraga yang waktu itu pakai jasa kita,” terang Anin.Mitha mengangguk, dia tentu mengingatnya. “Berkat foto dari kita, penjualan mereka meningkat. Mereka berterima kasih, karena hasil foto produknya bagus,” imbuhnya lagi.“Syukurlah, aku seneng dengernya. Ya, walau kita di sini harus kerja ekstra, bahkan sampai lembur. Tapi lihat testimoni konsumen jadi auto happy,” timpal Mitha. “Bener banget. Ngomong-omong selain fotonya bagus, dia juga memuji model kita. Katanya pas banget sama ekspektasi mereka.”Mitha tiba-tiba terdiam, bahkan sorot matanya kini mendadak kosong. Pikirannya terbawa ke arah lain. “Apa aku bilang sama Mbak Puspa, supaya jadiin Keyza talent model tetap, ya? Kayaknya oke kalau pakai jasa dia, untuk produk-produk yang menonjolkan sisi elegan dan sexy,” papar Anin. Suara Anin masih
“Mitha!” seru Cakra, yang melihat Mitha tersungkur. Dengan cepat, Cakra meninggalkan Candra yang baru saja dia pukul dengan keras. Segera menghampiri Mitha yang sudah terkulai, tak sadarkan diri. “Mitha!” Cakra mencoba untuk memanggil nama wanita yang kini ada di dalam rengkuhannya. Pipi Mitha ditepuk pelan-pelan, berusaha untuk menyadarkan wanita itu. Namun, usahanya tak berhasil. Karena Mitha masih memejamkan matanya dengan pipi kiri yang terlihat memerah. “Kurang ajar kamu, Cakra!” seru Candra yang tak terima diperlakukan kasar oleh adiknya. Candra langsung menoleh dengan tatapan tajam. “Kamu yang kurang ajar! Bisa-bisanya kamu memukul istrimu sampai dia pingsan seperti ini!” raung Cakra. Dadanya bergemuruh dan bahunya sudah naik turun dengan cepat. “Halah, paling dia pura-pura pingsan. Dia itu playing victim.” Mendengar cibiran yang keluar dari mulut Candra, emosi Cakra semakin tersulut. “Apa kamu bilang?” geramnya. Namun, jika bukan karena Mitha sepertinya Cakra sudah m
Baru kali ini—sejak beberapa tahun terakhir— Mitha diajak makan malam berdua bersama suaminya. Sungguh, Mitha dibuat terkejut oleh Candra. Karena pasalnya kini mereka sudah berada di sebuah restoran Jepang.“Kamu mau ramen seperti biasa kan?” tanya Candra pada Mitha.“Boleh, kebetulan aku lagi pengin ramen,” jawab Mitha Dalam hati Mita bertanya; apakah suaminya benar-benar masih mengingat menu favoritnya?“Mas, saya pesan dua beef ramen, kuahnya toripaitan. Minumnya Ocha.” Candra kemudian membuka halaman pada buku menu.“Side dish-nya, karaage 1 dan ekado goreng 1,” imbuh Candra. Mitha sedikit terkejut karena Candra benar-benar masih mengingat menu favoritnya.Setelah mencatat pesanan Candra, pramusaji itu pun segera pergi dan membuat kan pesanan mereka.Hening sejenak, seolah tidak ada yang berani lebih dulu untuk berbicara. Sesekali Mitha mengintip untuk melihat Candra. Terlihat suaminya itu sedang sibuk dengan ponselnya.“Maaf, tadi ada chat dari Faisal. Masalah kerjanya,” ucap
Tas yang dibawa Mitha barusan—milik Keyza—adalah tas yang pernah Mitha inginkan. Mitha pernah melihat tas tersebut di mobil suaminya. Namun, sang suami mengatakan bahwa itu milik atasannya. Melihat Keyza memiliki tas itu, entah kenapa Mitha merasa sangat iri. Padahal bisa saja Keyza memiliki tas itu karena atas jerih payahnya sendiri. “Mbak, boleh nggak aku pakai anting ini?” tanya Keyza yang menunjukkan perhiasan yang tersemat di daun telinganya. Puspa mengamati sebuah anting dengan mata berbentuk bunga berwarna salem. Selain itu anting itu sedikit panjang. “Boleh. Malah kayaknya cocok sama look pertama sama ketiga, deh.” Puspa melemparkan pandangan ke arah gaun yang masih tergantung. “Wah, Mbak Keyza sengaja atau kebetulan pakai anting ini?” tanya Puspa. Keyza tersenyum, “Sengaja, sih, Mbak. Kemarin Mbak Puspa kan kirim foto gaunnya. Aku coba cari perhiasan yang sekiranya cocok sama gaun yang bakal aku pakai hari ini. Syukurlah kalau Mbak Puspa setuju,” terang Keyza .“Wah, Mb
Semalaman Mitha tidak bisa tidur. Pikirannya kalut, karena khawatir jika skandal dia dengan sang adik ipar terendus oleh suaminya. Candra sungguh bersikap sedikit aneh. Dia sama sekali tidak memancing keributan dengan Mitha. Bahkan kini dia mau sarapan bersama dengan istri dan adiknya. Di samping Candra, nampak Cakra yang melirik pada sang kakak. Mitha bisa melihat dengan jelas, bahwa Cakra juga merasa sedikit gugup. Pasalnya, Mitha semalam mengirim pesan pada Cakra untuk bisa menjaga jarak dengannya, karena sang suami sudah kembali. “Ayok, Mith,” ucap Candra seraya meraih tas miliknya dan berdiri di ambang pintu. “Eh?” Mitha nampak memasang wajah bingung, “ayo?” tanyanya dengan nada bergumam. “Ayo berangkat kerja,” ajak Candra lagi.Kedua alis Mitha terangkat, bahkan kini kepalanya sedikit tertarik ke belakang. Apa Mitha tidak salah dengar?“Aku akan mengantarmu ke kantor,” kata Candra menegaskan. Ada angin dari mana, sampai Candra mau mengantar Mitha ke kantor? Keanehan itu ti
“Mith?” Seseorang memanggil Mitha, tapi wanita itu nampaknya tidak mendengar. Tatapannya kosong, dan dirinya diam mematung tepat di depan kompor. “Mitha?” Panggil orang itu lagi.Sayangnya, Mitha masih tidak merespon. Sepertinya kedua telinga Mitha disumpal oleh benda asing. Sehingga dia tidak bisa mendengar suara apa pun. Bahkan suara air khas dari teko yang sedang dimasak pun, Mitha tidak bisa mendengarnya. Pria yang memanggil Mitha adalah Cakra. Melihat tingkah wanita itu yang nyatanya sedang melamun, membuat Cakra mendekat. Kemudian tanpa basa-basi, Cakra tiba-tiba mengecup pipi Mitha. Ya. Usaha Cakra itu membuahkan hasil. Mitha tersentak dan langsung menoleh ke arah Cakra.“Ish! Kamu apa-apaan, sih, Cak?” sewot Mitha yang sepertinya tidak terima ketika mendapatkan serangan tiba-tiba. Cakra mengangkat kedua alisnya, “Cium kamu. Lagian dari tadi aku manggil, tapi kamu nggak nyaut. Itu tuh, airnya udah mateng,” ucap Cakra sambil menunjuk teko di atas kompor oleh dagunya. Panda
“Serius, Mitha nggak penasaran kamu ke mana?” tanya Keyza.Wanita itu sedang tidur bersama dengan pria yang dicintainya. Candra menempelkan dagunya di puncak kepala Keyza.“Iya. Sekedar chat juga nggak pernah,” jawab Candra. Akan tetapi, nada bicara Candra terdengar mengusik perasaan Keyza. “Bagus dong,” celetuk Keyza.Namun, Candra tak menanggapi. Terlihat tatapannya seperti sedang menerawang sesuatu. “Mas, apa mungkin Mitha juga berselingkuh?” Keyza nampaknya sedang memprovokasi Candra. “Hah?” Umpan yang diberikan Keyza, kini disantap oleh sang ikan. Keyza bangkit, merubah posisinya menjadi duduk menatap Candra yang sedang tertidur. “Iya, itu mungkin saja, bukan?” lempar Keyza lagi.Namun, Candra menggeleng sambil tersenyum meremehkan.“Tidak mungkin. Siapa juga yang mau sama Mitha?” celetuk Candra.Tiba-tiba saja otak Candra memunculkan bayangan sosok Mitha. Dia mencoba menerawang bagaimana bentuk fisik Mitha. Namun, ada satu hal yang mengusik hati Candra. Entah kenapa, dia m
Mitha terbangun dengan kondisi masih tak berbusana. Begitupun dengan Cakra yang ada di sampingnya. Dia beringsut bangkit dari tempat tidur. Namun, saat dirinya hendak duduk, tangan Cakra langsung memeluknya. Seolah melarang Mitha untuk beranjak dari posisinya.“Biarkan aku memelukmu lebih lama lagi, Mitha,” ucap Cakra dengan suara yang parau, khas bangun tidur. Mitha melipat bibirnya. Dia memandang wajah Cakra yang masih terpejam. Memorinya memutar kejadian semalam, di mana mereka saling menciptakan irama erotis yang membara. Otak Mitha juga menangkap ekspresi wajah Cakra yang begitu sangat menggairahkan, ketika mereka sedang berbagi peluh bersama. Sedetik kemudian, Mitha menggeleng sambil memejamkan matanya. “Cakra,” panggil Mitha, dia mencoba melepaskan pelukannya. “Hmm?” Cakra hanya berdeham.“Sudah siang, kita harus pergi dari sini,” ucap Mitha. “Lima menit lagi. Cuman di sini aku bisa lebih dekat denganmu, Mith,” timpal Cakra. Namun, Mitha menggeleng, “Sudah cukup, Cak.” D
Entah kenapa hati Cakra tidak tenang. Ibunya memberi tahu bahwa Mitha dan Candra sedang menghabiskan malam bersama di hotel. Cakra yang mengetahui bagaimana kisah kakak dan kakak iparnya itu, merasa khawatir dengan keadaan Mitha. Dengan cepat Cakra menyusul mereka ke hotel yang dimaksud.“Cakra?” Mitha terkejut saat mendapati adik iparnya berdiri di hadapannya. Tak hanya Mitha yang kaget. Cakra juga dibuat terlonjak dengan kondisi Mitha, yang hanya mengenakan pakaian tipis. Perlahan sisi kejantanan Cakra mulai bangkit.“Di mana, Mas Candra?” tanya Cakra.Mitha memungut handuk yang sempat ia kenakan tadi. Kemudian dia langsung menutupi tubuhnya dengan handuk tersebut. “Per-pergi,” jawab Mitha dengan gugup.Cakra mendengar suara lift berhenti. Dengan cepat dia masuk ke dalam kamar Mitha, lalu menutup pintunya rapat.Tubuh Mitha menegang, ketika mendapati Cakra ada di hadapannya dengan jarak yang lumayan dekat. Dia mendongak memperhatikan Cakra.“Terus, sedang apa kamu mengenakan paka
Untuk beberapa saat, Mitha mematung sambil memandang miris kotak pemberian dari sang ibu. Sedih rasanya ketika sang ibu mertua lebih bersemangat dengan hubungan rumah tangga mereka. Keheningan itu pecah, ketika Candra kembali hadir di tengah-tengah mereka. “Sudah selesai makan malamnya?” tanya Candra yang melihat sendok dan garpu pada piring Rifah juga Mitha dalam posisi tertutup. “Sudah,” jawab Rifah. Candra menarik tipis kedua ujung bibirnya, “Ya sudah, ayo kita pulang!” ajak Candra. Waktu menunjukkan pukul sepuluh malam. Candra masih memiliki waktu untuk menyelinap, lalu pergi dari rumah. Tadi Candra mendapatkan panggilan dari Keyza, dia sudah menunggunya di apartemen. Hanya saja Candra sedikit berbohong tentang keberadaannya. Dia tidak ingin Keyza tahu, kalau sebenarnya Candra sedang bersama dengan Mitha. “Pulang?” kata Rifah. Candra menarik kepalanya ke belajkang, alisnya terlihat mengerut. “Kalian tidak akan pulang,” imbuh Rifah. Mata Candra membeliak, mendengar ucapan
Candra benar menjemput sang ibu di stasiun. Untung saja keretanya delay beberapa jam. Sehingga Candra tidak perlu izin pulang lebih dulu. Kemudian membawanya pulang ke rumah.“Mama kenapa nggak ngomong dulu, sih, kalau mau ke sini?” cerocos Candra.Jujur saja Candra merasa kesal dengan kedatangan sang ibu yang mendadak. Karena mau tidak mau Candra harus kembali ke rumah ini. Padahal dia sudah memiliki rencana spesial malam ini.“Surprise!” ucap Rifah sambil mengangkat kedua tangannya. Wajahnya berbinar, memberikan kejutan pada sang anak.Decakan keras terdengar dari mulut Candra, dan itu bisa didengar oleh Rifah. Seketika wanita itu mendekat ke arah anaknya.“Kenapa? Kamu nggak suka Mama datang?” tanya Rifah sedikit ketus.Melihat raut wajah ibunya yang berubah kesal, membuat Candra mencengkram kelopak matanya. Dia menarik napas, lalu menarik kedua sudut bibirnya.“Bukan begitu Mama, Sayang.” Candra merangkul sang ibu. Dia tidak boleh membuat ibunya marah, karena itu akan menjadi keru